Jembatan Tembana merupakan Struktur Cagar Budaya tingkat kabupaten yang ditetapkan pada tanggal 8 Juli 2025 melalui Surat Keputusan Bupati Kebumen Nomor 400.6.1/193 Tahun 2025.
Tampak keseluruhan Jembatan
credit to Well Picture 2025
Angka tahun pada Jembatan
credit to TACB Kab. Kebumen
Sisi utara Jembatan
credit to TACB Kab. Kebumen
Tampak bawah Jembatan
credit to TACB Kab. Kebumen
NAMA OBJEK : JEMBATAN TEMBANA
JENIS : STRUKTUR CAGAR BUDAYA
ALAMAT : DESA KUTOSARI, KECAMATAN KEBUMEN, KABUPATEN KEBUMEN
NO SK/TAHUN PENETAPAN : 400.6.1/193/2025
Jembatan Tembana merupakan infrastruktur bersejarah yang menghubungkan sisi timur dan barat Sungai Luk Ulo, tepatnya di wilayah Kelurahan Kutosari , Kecamatan Kebumen dan Desa Pejagoan, Kecamatan Pejagoan, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Jembatan ini dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda sekitar tahun 1871 dan selesai pembangunan tahun 1875, dan direnovasi kembali pada era pasca kemerdekaan, sekitar tahun 1950-an. Desainnya mencerminkan gaya arsitektur fungsional khas era kolonial akhir, dengan struktur beton bertulang dan sistem gelagar lengkung pelana (saddle arch) yang khas. Pada pondasi jembatan berada pada batuan sedimen yang kompak berupa batu pasir tufaan dari Formasi Halang.
Jembatan ini memiliki nilai penting dari segi sejarah, keinsinyuran, dan sosial budaya. Sejak awal abad ke-20, ia telah menjadi jalur vital penghubung antara pusat kota Kebumen dan wilayah barat, termasuk Kecamatan Pejagoan.
Ukuran dan Material:
Panjang total: ±104,3 meter
Lebar badan jembatan: ±6,1 meter
Tinggi dari dasar sungai: ±16,5 meter
Tersusun atas tiga bentang utama, ditopang oleh dua kolom/pilar dan dua abutmen
Trotoar untuk pejalan kaki di sisi kiri dan kanan: ±80 cm
Pagar besi pelindung: ±110 cm tinggi
Material utama: beton, besi, batu andesit dan batu bata
Ciri Khas Arsitektural:
Sistem lengkung pelana (saddle arch)
Gaya fungsional kolonial akhir
Terdapat prasasti proyek kecil dari granit bertuliskan “Tembana” di sisi leneng timur jembatan
Harmoni dengan bentang alam Sungai Luk Ulo
Analisis Arsitektur Kolonial
Foto Jembatan Tembana Era Tahun 1915 menunjukkan tipikal arsitektur kolonial Belanda dengan gaya fungsional, yang lazim digunakan dalam infrastruktur sipil akhir Abad ke-19 dan awal Abad ke-20 di Hindia Belanda.
Tipe Lengkung Pelana (saddle arch): Lengkungan batu masif (stone arch) dengan dekorasi bata tekan berwarna gelap pada sisi lengkungnya menampilkan estetika klasik sekaligus kekuatan struktural.
Simetri dan Ritme Vertikal: Pilar-pilar utama dan bentang diatur simetris, memperkuat kesan monumental dan teratur yang khas bangunan kolonial.
Elemen Dekoratif Minimalis: Meskipun fungsional, jembatan tetap diberi sentuhan estetis seperti cornice (lis profil) dan aksentuasi bata gelap pada lengkungan yang menonjolkan struktur dengan ritme visual menarik.
Proporsi Tinggi-Ramping: Jembatan tampak ramping namun tinggi, mengikuti prinsip-prinsip visual kolonial yang mengutamakan kejernihan struktur dan keharmonisan dengan lanskap.
Analisis Struktur
Struktur utama jembatan kemungkinan besar dibangun dengan sistem batu bata dan batu kali yang diperkuat dengan teknik arsitektur kolonial:
Model konstruksi arch bridge (jembatan lengkung): Struktur ini menyalurkan beban vertikal ke arah horizontal (lateral thrust) yang ditampung oleh abutmen (penopang ujung jembatan).
Bentang Tiga Lengkung: Umumnya dibagi menjadi tiga span (bentang) besar yang masing-masing didukung oleh dua pilar utama dan dua abutmen. Ini memberikan kestabilan terhadap beban kendaraan dan air sungai.
Tanpa balok horizontal modern: Karena belum menggunakan balok beton bertulang, kekuatan utama ditopang dari kemampuan kompresi material batu yang membentuk lengkungan.
Konstruksi Massif dan Redundan: Pilar besar dan dinding tebal mencerminkan teknik kolonial yang mengandalkan volume material untuk menahan beban, berbeda dengan teknik struktural modern yang mengandalkan kerangka baja/beton ringan.
Terdapat angka tahun di dua sisi jembatan menyebutkan 1875.
Jembatan Tembana berdiri pada batu pasir tufaan berseling dengan pasir karbonatan Formasi Halang dengan morfologi dataran alluvial (Ansori C, et.al, 2023). Ada banyak batuan andesit dan susunan bata berserakan di bawah lengkungan jembatan sebelah barat.
Jembatan Tembana, yang menghubungkan sisi timur dan barat Sungai Luk Ulo di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, diperkirakan dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda sekitar tahun 1871. Hal ini didasarkan pada laporan berjudul Lijst Der Voornaamste Lands Werken die in 1871 zijn voltooid, voortgezet of ondernomen (en nog niet voltooid (Teguh Hindarto, Bukan Kota Tanpa Masa Lalu, 2019:18) yang mencatat pembangunan jembatan lengkung batu dengan tiga bukaan di atas Sungai Luk Ulo.
Pada saat pendataan, tim menemukan angka tahun 1875 pada pilar lengkungan jembatan. Dengan membandingkan data sebelumnya bahwa jembatan ini dibangun tahun 1871 oleh Ir. G.A.Pet maka data 1875 dapat ditafsirkan sebagai tahun selesainya pembangunan jembatan.
Pada masa Agresi Militer II Belanda tahun 1948, Jembatan Tembana mengalami kerusakan karena track bom oleh pasukan republik dan diperbaiki pada tahun 1951. Perbaikan sepanjang 34 meter (kemungkinan panjang sebagian kerusakan waktu itu pada bagian lengkung tengah ) tersebut melibatkan 600 pekerja dengan biaya sebesar Rp. 500.000,- dan ditargetkan selesai pada pertengahan Januari 1952. Peresmian kembali jembatan dilakukan pada Mei 1952 (Teguh Hindarto, Jembatan Tembana di Atas Sungai Luk Ula, 2019, historyandlegacy-kebumen.blogspot.com)
Jembatan Tembana merupakan infrastruktur strategis peninggalan kolonial Belanda yang dibangun di atas Sungai Luk Ulo, menghubungkan Kelurahan Kutosari dan Desa Pejagoan.
Surat kabar De Locomotief, 6 Maret 1871, juga mencatat pengerjaan jembatan kolonial di atas Sungai Luk Ulo, memperkuat informasi bahwa proyek ini termasuk dalam skema pengembangan jalur penghubung Gombong – Kebumen – Purworejo saat itu.
Jembatan ini sempat rusak akibat konflik bersenjata saat Agresi Militer Belanda II pada tahun 1948, dan baru diperbaiki secara signifikan pada tahun 1951 oleh pemerintah Indonesia. Dalam laporan saat itu, disebutkan bahwa pengerjaan dilakukan oleh 600 tenaga kerja lokal dengan biaya sekitar Rp 500.000, dan diresmikan kembali pada bulan Mei 1952.
Gaya Jembatan seperti Jembatan Tembana banyak digunakan di jembatan-jembatan besar masa kolonial, seperti:
Jembatan lama di Progo (Magelang)
Jembatan Laweyan (Solo)
Beberapa jembatan di jalur kereta api di daerah Purworejo dan Bagelen
Hari ini, Jembatan Tembana tidak hanya menjadi penghubung antar wilayah, tetapi juga saksi sejarah dan bukti keunggulan teknik sipil masa kolonial, yang tetap berdiri kokoh lebih dari satu abad sejak didirikan.
Arti penting bagi Sejarah
Menjadi bukti pembangunan infrastruktur era kolonial Abad ke-19
Menjadi penghubung dua kabupaten yang berbeda di era kolonial yaitu Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Karanganyar
Arti penting bagi Ilmu Pengetahuan
Merupakan contoh konkret kemajuan teknik sipil kolonial Abad ke-19, dengan sistem lengkung batu (arch bridge) yang masih kokoh berdiri hingga kini.
Memberikan informasi teknis tentang konstruksi dan material yang tahan waktu, relevan bagi studi rekayasa sipil dan pelestarian.
Arti penting bagi Pendidikan
Menjadi sarana edukasi arsitektur kolonial dan teknik konstruksi batu lengkung bagi pelajar, peneliti, dan pecinta sejarah.
Dapat dimanfaatkan sebagai media belajar interdisipliner (teknik, sejarah, arsitektur, budaya) secara langsung di lapangan.
Arti penting bagi Kebudayaan
Menjadi bagian dari lanskap budaya Sungai Luk Ulo dan identitas visual Kebumen yang melekat dalam ingatan kolektif masyarakat.
Simbol lokalitas dan kebanggaan masyarakat terhadap warisan kolonial yang telah berasimilasi dengan alam dan budaya setempat.