Ada 8 faktor utama yang menentukan apa yang kita dengarkan dari sebuah speaker sound system, setiap darinya ditentukan oleh interaksi dari beragam perangkat dan komponen elektrikal dan parameter mekanikal yang mempengaruhi kinerjanya.

Faktor faktor tersebut meliputi :

  • Bahan bahan dasar yang dipakai untuk membangun bagian konus dan diafragma ( contoh : kertas, aluminum, titanium, serat karbon, campuran komposit dll.).

  • Geometri konus untuk frekuensi rendah dan menengah.

  • Daya, linearitas dan jenis sirkuit magnetik didalam komponen penggerak ( sontoh : Alnico, keramik, neodymium), serta kawat kumparan voice koil (tembaga, aluminum, bulat, segi enam, satu lapis, dua lapis dll.), Bahan pembentuk kumparan suara voice koil, refleksi akustik dari rangka laba laba ; sumbat fase (didalam penggerak frekuensi tinggi), dan konsentrisitas dari kumparan suara didalam celah magnetik.

  • Bahan corong pemandu gelombang suara dan bukaan mulut corong.

  • Bahan kabinet dan kualitas konstruksi ( kokoh selalu lebih baik ketimbang sambungan sambungan yang bercelah), serta ukuran volume kabinet, area portal lubang angin bass, panjang saluran dan bahan pipa portal ( contohnya : pipa portal dari bahan kayu atau PVC lebih bagus dibanding dengan yang berbahan kardus dan plastik lunak).

  • Komposisi bahan peredam interior.

  • Sudut difraksi dari bentuk kabinet pengeras suara ; rancangan sirkuit titik persilangan frekuensi ( crossover ).

  • Sirkuit perlindungan komponen penggerak.

  • Dan banyak lagi yang lainnya!

Daftar diatas menegaskan kalau sebuah pengeras suara adalah kesatuan dari banyak bagian komponen. Yang agak sulit terlihat oleh mata adalah bagaimana relasi rumit diantara elemen elemen individual yang harus saling bekerjasama secara sinergis agar sound system dapat menghasilkan kualitas suara yang bagus.

Faktor #1: Respon Frekuensi

Ada dua aspek dari respon frekuensi. Yang pertama adalah lebar pita frekuensi keseluruhan dari rentang respon. Sebuah rentang pita frekuensi yang lebar, katakan dari 40 Hz sampai 19 kHz, menyediakan sensasi “kemurnian tinggi ( high fidelity).” Sebaliknya sebuah rentang respon yang sempit seperti 200 Hz sampai 6 kHz akan dirasakan sebagai “low fidelity,” walaupun secara kinerja keseluruhan bisa jadi cukup mumpuni, contohnya seperti sebuah perangkat rentang menengah didalam sebuah sistem pengeras suara 3 arah yang memang tidak dirancang untuk mereproduksi spektrum secara penuh.

Aspek kedua adalah seberapa rata atau tidak ratanya respon diseluruh rentang frekuensi yang dimaksud. Sebuah respon yang rata sama dengan sebuah speaker yang flat…yang biasanya adalah sebuah hal yang bagus. Ketika respon tidak rata, speaker menjadi tidak flat dan tidak dapat diandalkan untuk penilaian penilaian penting seperti menyeimbangkan saluran masukan dan menyelaraskan EQ. Sementara lebar pita frekuensi keseluruhan adalah sebuah fungsi dari desain speaker sound system, sebuah respon yang tidak rata – jika besarannya tidak berlebihan – biasanya dapat dikoreksi dengan menggunakan perangkat EQ paramterik yangg presisi, walaupun kalian akan membutuhkan sebuah perangkat penganalisa spektrum beresolusi tinggi.

Faktor #2 : Respon Fase

Berhubungan erat dengan respon frekuensi, respon fase dapat diidentifikasikan dengan cepat menggunakan sebuah penganalisa FFT (Fast Fourier Transform) untuk mengkarakteristikkan sebuah speaker pengeras suara. Setiap perbedaan deviasi didalam ranah frekuensi akan menghasilkan sebuah deviasi yang sesuai didalam ranah fase.

Walaupun kita tidak dapat mendengarkan variasi didalam respon fase seperti respon frekuensi, deviasi seperti itu secara virtual tetap ada didalam semua pengeras suara yang ada di dunia nyata. Ketika parameter lainnya telah teroptimasi dengan teliti oleh desain, variasi didalam respon fase menjadi cukup terdengar.

Apa yang berbeda antara fase, baluran waktu dan grup delay? Ketiganya adalah sebutan yang merujuk pada kondisi akustik yang sama, yaitu variasi waktu disepanjang rentang frekuensi dari sebuah pengeras suara pada sebuah titik didalam ruang.

Ketika komponen penggerak tidak tersusun secara mekanikal, lalu titik pusat akustik selaras dengan sempurna disepanjang titik persilangan frekuensi, dimana mereka sama sama menghasilkan energi yang sama, satu sumber energi akan melambat atau memimpin satu lainnya didalam waktu. Ini dapat dikoreksi secara parsial dengan menaikkan delay, namun delay broadband mungkin tidak dapat mengatasi masalah ini.

Setiap penggerak yang mendekati batas rentang responnya, biasanya menampilkan sebuah deviasi dari respon fase yang rata dengan sendirinya – tidak hanya dalam hubungannya dengan penggerak yang lainnya. Untungnya, dengan teknologi pemrosesan sinyal audio digital DSP modern saat ini, filter fase dan filter all pass dapat dipakai untuk meminimalkan deviasi fase vs frekuensi.

Apa arti dari “all-pass”? Sebuah filter all pass menyesuaikan waktu dalam hubungannya dengan frekuensi, ketimbang merubah respon frekuensi seperti sebuah EQ parametrik. APF menyediakan delay waktu, namun sebagai sebuah fungsi dari frekuensi.

Apa bedanya antara delay waktu dan delay fase? Sementara mekanisme yang mendasari keduanya adalah sama, ketika kita membicarakan delay waktu biasanya ini merujuk kepada seberapa lama sebuah periode waktu, seperti perbedaan antara sebuah susunan speaker utama dan sistem menara speaker delay.

Ketika kita membicarakan fase, kita akan membahas antara kutub yang berputar 180 derajat, atau keterkaitan antara waktu kedatangan suara sesuai dengan frekuensi. Hampir tidak ada komponen penggerak individual yang mempunyai fase versus respon frekuensi yang sama ketika diukur sendiri sendiri, dan perbedaan deviasi normalnya lebih besar ketika satu penggerak berinteraksi dengan penggerak yang lainnya didalam sebuah sistem speaker multi komponen.

Dimanakah grup delay ditempatkan? Ketika respon fase adalah linear (flat), kedua delay grup dan delay fase adalah identik dan sama seperti waku delay. Didalam sebuah sistem non-linear, delay grup adalah lereng dari respon fase pada frekuensi yang terpilih. Variasi didalam grup delay menyebabkan sinyal menjadi distorsi (berbeda dengan distorsi harmonik), seperti halnya deviasi dari fase linear juga dapat menyebabkan distorsi sinyal.

Faktor #3: Distorsi Harmonik

Ini adalah hal yang sangat penting karena faktor ini menentukan apa yang kita rasakan ketika kita memutuskan speaker mana yang kita sukai. Semua pengeras suara menghasilkan distorsi, dengan kebanyakan darinya mempunyai tiga angka decimal lebih tinggi dari perangkat sistem tata suara lainnya didalam alur sinyal – termasuk perangkat amplifikasi audio. Pertanyaannya adalah seberapa besar kadar distorsinya, serta bagaimana kadarnya berubah bersama perubahan level power, bersama dengan sifat alami dari distorsi.

Mari kita diskusikan bagaimana distorsi harmonik diukur dengan menggunakan sebuah FFT. Tipikalnya, sebuah gelombang sinus rendah distorsi akan diterapkan ke sebuah pengeras suara. Respon akustiknya lalu ditangkap dengan sebuah mic pengukur dan lditampilkan pada sebuah FFT. Idealnya, komponen penggerak akan menghasilkan frekuensi dasar dari gelombang sinus yang dipakai.

Namun, didunia nyata, penggerak juga akan menghasilkan harmonik kedua, ketiga, keempat dst yang mudah dilihat pada FFT. Magnitudo yang terkombinasi dari semua harmonik adalah THD atau singkatan dari Total Harmonic Distortion.

Tapi ada lagi yang lainnya. Untuk memahami karakteristik distorsi penggerak secara penuh, kalian perlu mengganti frekuensi dari gelombang sinus dan melihat harmonik dari berbagai rentang frekuensi dan level daya, ini adalah pekerjaan yang memakan waktu banyak. Apa yang akan kalian lihat adalah hasil distorsi dari kebanyakan penggerak LF dan HF akan meningkat selagi frekuensi diturunkan.

Kalian juga akan menemukan peningkatan distorsi ketika level daya meningkat. Pada sebuah komponen penggerak sound system bertaraf tinggi, ini harusnya menjadi fungsi linear, contoh, amplitudo fundamental yang 10 dB lebih besar akan sama dengan amplitudo harmonik yang 10 dB lebih besar.

Pada titik tertentu, bagaimanapun juga, selagi penggerak didorong cukup kencang , harmonik tidak akan lagi menjadi linear antara hubungannya dengan fundamental. Dimungkinkan untuk mengukur distorsi harmonik kedua dan ketiga yang levelnya lebih tinggi dibanding fundamental. Kalau ada kasus dimana komponen penggerak speaker menghasilkan distorsi lebih dari 100 persen, maka hasil suaranya akan sangat sangat buruk sekali.

Mengetahui rentang frekuensi dan level dimana distorsi mulai membesar secara radikal akan sangat membantu ketika menangani penyelarasan lubang portal frekuensi rendah, serta menentukan titik persilangan frekuensi yang optimal.

Faktor #4 : Distorsi Non-Harmonik

Yang satu ini bahkan lebih buruk dibanding dengan harmonik. Ketika kualitas komponen penggerak dioperasikan dibawah batas daya mereka, distorsi yang dihasilkam mereka secara harmonik terkait dengan fundamental. Terapkan sebuah gelombang sinus 100 Hz ke sebuah penggerak konus dan “produk” distorsi akan muncul terdiri dari komponen 200 Hz (harmonik kedua), 300 Hz (harmonik ketiga), 400 Hz (harmonik ke empat). Dan seterusnya.

Walaupun distorsi tidak diinginkan, distorsi harmonik paling tidak terkait dengan musik. Keindahan msuara piano yang murni mungkin akan terkompromi, namun paling tidak masih terdengar seperti suara sebuah piano. Sedangkan distorsi non harmonik tidak demikian.

Ketika sebuah produk distorsi dari sebuah speaker sound system tidak terkait dengan skala harmonik, efeknya adalah sebuah alterasi radikal didalam tonalitas suara. Sebuah piano akan berbunyi tidak seperti piano, jika produk distorsi non harmonik cukup tinggi. Biasanya (tidak selalu), distorsi non harmonik adalah hasil dari masalah mekanikal, bukan masalah desain, dan dapat diperbaiki.

Ketika menyebut “produk” distorsi, kami merujuk pada kontribusi dari energi harmonik dan non harmonik yang menjadi produk dari ketidak sempurnaan fungsi transfer dari daya listrik terkonversi secara kurang akurat yang berubah menjadi daya akustik.

Kalian tidak ingin kalau semua energi ekstra ini keluar dari penggerak suara, namun memang akan tetap ada. Para perancang komponen penggerak meminimalkan distorsi dengan pemilihan bahan material yang optimal, sementara para insinyur pencampuran audio dapat memanfaatkan sistem tata suara dengan baik dibawah daya keluaran puncaknya untuk menjaga kadar distorsi tetap pada level yang serendah mungkin. Distorsi tidak hanya terkait dengan daya keluaran, namun merupakan fungsi dari daya keluaran, paling tidak untuk perkembangan teknologi saat ini.

Faktor #5: Linearitas

Ini tidak sebaku seperti definisi dari respon frekuensi. Pabrikan pabrikan speaker pro audio yang mencantumkan “linearitas” bisa jadi merujuk pada sesuatu yang cukup berbeda satu sama lainnya.

Kami mengartikan linearitas sebagai kemampuan dari sebuah pengeras suara dalam menjaga karakteristik kinerjanya pada berbagai rentang level pengoperasian. Setiap dari daya masukan yang tahapannya melompat mulai dari 100 watt samppai 1,000 watt, seperti ketika sebuah pukulan snare atau tendangan bass drum, jika distorsi speaker meningkat, respon frkuensi dan fasenya berubah, atau tidak merespon keluaran akustik 10 dB lebih besar dengan tepat, maka speaker akan menghasilkan satu atau lebih karakteristik non linear. Sebaliknya, jika tidak ada satupun parameternya yang berubah – selain peningkatan dalam level keluaran– maka speaker tersebut memiliki linearitas.

Tidak ada speaker yang benar benar linear diseluruh rentang daya keluaran dan rentang frekuensinya, walaupun ada beberapa yang sudah mendekati. Kebanyakan penggerak konus dan kompresi mempunyai non linearitas yang signifikan ketika mereka mendekati batas atas dari kemampuan penanganan dayanya, dan juga tergantung dengan bahan program.

Sebuah speaker dapat dengan akurat mereproduksi sebuah gelombang sinus 100 Hz dengan distorsi yang rendah, namun menjadi “kacau” ketika mencoba mereproduksi suara suara dari berbagai jenis instrumen musik yang kompleks secara bersamaan. Oleh sebab itulah, mendeteksi distorsi dnegan menstimulasi komponen penggerak hanya dengan sebuah gelombang sinus tidak dapat mengungkap segalanya.

Beberapa penganalisa akustik menyediakan beberapa sumber suara untuk pengukuran kadar distorsi, serta pelandaian frekuensi dan peningkatan daya otomatis. Keduanya adalah alat yang handal untuk memperkirakan kinerja musikal didunia nyata.

Faktor #6: Respon Transien

Inilah waktunya dimana sebuah speaker sound system merespon stimulus masukan, dan seberapa cepat ia berhenti menghasilkan energi setelah stimulus berakhir. Seperti parameter lainnya didalam artikel ini, jawabannya akan selalu bergantung pada fungsi dari frekuensi stimulus.

Beberapa prerangkat penganalisa ddapat menampilkan sebuah plot air terjun 3D, yang menggambarkan variasi variasi pada saat waktu mulai dan berhenti berbanding frekuensi, serta magnitudo berbanding frekuensi dari periode diam dimana speaker berhenti setelah akselerasi awal, dan sebelum stimulus berakhir.

Pastinya, semakin cepat speaker merespon, semakin akurat suara yang dihasilkan. Tapi, sebuah speaker yang responnya sangat cepat mungkin tidak se “hangat” speaker yang kalah akurat. Ini karena kita sudah terbiasa mendengarkan pengeras suara yang respon transiennya lambat, terutama pada frekuensi frekuensi yang paling rendah.

Dalam sesi uji dengar, banyak orang yang lebih memilih sebuah subwoofer yang lambat ketimbang yang cepat, karena suaranya seperti “mengisi” zona frekuensi bawah. Selebihnya, kebanyakan instrumen alat musik tidak mempunyai respon transien yang sama.

Lazim bagi orang orang untuk lebih condong kepada respon transien yangg lebih lambat di ujung frekuensi bawah, sementara menginginkan respon transien yang lebih cepat di frekuensi frekuensi yang lebih tinggi, terutama yang terkait dengan peristiwa akustik yang terjadi secara alami. Ini akan bekerja dengan baik karena sebuah konus woofer 21 inci yang berat tidak akan pernah menyamai respon transien yang sama dengan sebuah tweeter kubah lembut 1 inci.

Jika kalian ingin mendengarkan hasil reproduksi musik yang rendah kadar distorsi, sangat seragam dan respon transiennya presisi, serta respon frekuensi dan fasenya mendekati sempurna, dengarkan sebuah headphone elekstatik, contohnya seperti buatan STAX. Dengan sebuah diafragma yang hanya setebal 3 mikron (3 mikron = 0.000118 inci) dan hampir tidak memiliki berat, eheadphone elektrostatik adalah cara yang baik untuk melatih kemampuan mendengar kalian.

Tingkat kejernihan dan kemerataan respon mungkin tidak akan pernah disamai oleh sebuah speaker sound system bertaraf professional, karena pengeras suara professional harus menyediakan daya keluaran yang jauh lebih besar. Dan hal ini membawa kita kepada 2 faktor yang terakhir.

Faktor #7 dan #8 : Daya Keluaran dan Pola Sebaran Dispersi Suara

Kedua faktor ini sangat terkait satu sama lain, karena fungsi yang satunya merupakan sebagian dari yg satunya lagi. Sistem tata suara berdaya besar umumnya mempunyai pola sebaran suara yang rapat atau paling tidak terkontrol, pada satu atau dua sudut sebaran suaranya. Contohnya seperti sound system line array dan sistem speaker corong tembakan jarak jauh.

Ketika energi akustik terkonsentrasi, maka intensitasnya akan meningkat, walaupun seringkali distorsinya menjadi lebih tinggi dan keseragaman responnya berkurang. Pasangkan ini dengan penggerak yang dirancang untuk menjadi kencang ketimbang menjadi seragam dan linear, lalu kualitas suara yang dihasilkan akan berkurang.

Sebaliknya, sebuah speaker yang lebih kecil mungkin mempunyai respon yang mendekatti sempurna disemua kategori, namun hanya cukup kuat untuk dipakai sebagai sebuah monitor bidang dekat tanpa kontrol dispersi, speaker jenis ini kurang disarankan untuk dipakai pada sebuah ruangan yang besar dan bergema.

Kemampuan daya keluaran dan pola dispersi cakupan suara memainkan peran besar dalam bagaimana sebuah pengeras suara diterapkan penggunaannya – walau seringkali spesifikasi pertama yang dilihat adalah besaran watt dari sistem, atau tingkat SPL di lokasi tertentu, biasanya pada posisi FOH ( front of house ). Walaupun keduanya tidak bisa memberikan petunjuk bagaimana bunyi dari sistem, dan apakah sistem akan mencakup area pendengar dengan tepat, hal tersebut masih mendasari kebutuhan dari banyak manajer produksi dan insinyur sound system.

Kesimpulan

Apa yang akan terjadi ketika sebuah pengeras suara tidak sanggup mencapai kinerja yang mumpuni dari satu atau lebih dari faktor faktor diatas?

  • Speaker akan terdengar kabur dan tidak jelas.

  • Bisa mengganggu pendengaran karena distorsi yang berlebihan.

  • Bisa bekerja denggan baik pada volume rendah namun buruk pada volume tinggi.

  • Mungkin tidak bisa mencakup area pendengar dengan baik.

  • Menjadi kurang kencangg untuk menangani kebutuhan produksi.

  • Dan banyak lagi yang lainnya, malahan bisa jadi semua yang disebutkan diatas menjadi mimpi buruk kalian!

Untuk konsultasi pekerjaan tata suara dan proyek sound system, silahkan menghubungi kami lewat kontak yang tersedia.