Layanan Kepenyuluhan KUA bertujuan memberikan bimbingan keagamaan yang mendalam dan moderat bagi seluruh umat beragama. Didukung oleh penyuluh agama dari berbagai agama resmi di Indonesia, program ini menyasar berbagai aspek kehidupan masyarakat: keluarga, sosial, pendidikan, dan kerukunan antarumat.
Sukahaji – Kantor Urusan Agama (KUA) kini tak hanya menjadi tempat pencatatan pernikahan, tapi juga menjadi garda depan dalam menyuarakan kepedulian lingkungan hidup melalui program strategis Pengantin Peduli Lingkungan (Pepeling). Sebuah inisiatif berbasis ekoteologi, yang mengintegrasikan nilai-nilai syariat Islam, kesadaran sosial, dan penguatan hukum lingkungan, mulai menunjukkan progres yang menggembirakan di berbagai daerah.
Program Pepeling merupakan bagian dari transformasi layanan KUA dalam mendukung pembangunan berkelanjutan. Tidak hanya mencetak pasangan suami-istri yang sah secara agama dan negara, namun juga membentuk rumah tangga muslim yang berwawasan lingkungan.
Dalam Islam, manusia diangkat sebagai khalifah fil ardh—pemimpin di muka bumi (QS. Al-Baqarah: 30). Amanah ini tak hanya soal memimpin manusia, tetapi juga menjaga dan merawat alam sebagai bagian dari ciptaan Allah SWT.
"Program Pepeling sejatinya adalah pengejawantahan ajaran Islam tentang tanggung jawab ekologis. Dalam setiap bimbingan perkawinan, kami sisipkan materi tentang fiqih lingkungan, pentingnya menjaga air, mengelola sampah, hingga menanam pohon sebagai bentuk ibadah," ujar Oo Koimudin, Kepala KUA Sukahaji.
Pendekatan ini menegaskan bahwa pernikahan dalam Islam bukan hanya ikatan antar dua insan, tapi juga komitmen spiritual terhadap kelestarian ciptaan Tuhan.
Salah satu wujud implementasi program ini adalah aksi simbolik menanam pohon atau membawa tumbler saat prosesi akad nikah. Meski sederhana, langkah ini mampu menggugah kesadaran sosial, khususnya generasi muda, untuk mulai peduli terhadap dampak ekologis dari aktivitas sehari-hari.
Di beberapa wilayah, KUA bekerja sama dengan penyuluh agama, karang taruna, hingga komunitas hijau setempat untuk mengawal kelangsungan program ini. Bahkan, ada KUA yang menginisiasi bank sampah berbasis masjid, atau kebun keluarga binaan pengantin baru.
"Pepeling adalah gerakan sosial yang dibungkus nilai agama. Ini cara lembut mengajarkan umat bahwa menjaga bumi itu bagian dari iman," tambah Asep Doni, Penyuluh Agama Islam PPPK yang terlibat aktif dalam program ini.
Program Pepeling tidak berjalan di ruang kosong. Ia menguatkan sinergi antara kebijakan Kementerian Agama dengan instrumen hukum yang lebih luas seperti UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Peraturan Presiden No. 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs).
"Dengan adanya Pepeling, kami menginternalisasi nilai-nilai TPB ke dalam program layanan dasar KUA, khususnya pada tujuan ke-13 (penanganan perubahan iklim) dan tujuan ke-5 (kesetaraan gender dalam pembangunan). Ini menjadi langkah konkrit kontribusi sektor agama terhadap regulasi negara," jelas Sofyan Firdaus Kepala Seksi Bimas Islam Kemenag Kabupaten Majalengka.
KUA pun telah menjadikan materi ekoteologi sebagai bagian kurikulum wajib dalam Bimbingan Perkawinan (Bimwin), sebagai bentuk penguatan hukum administratif internal.
Hingga September 2025, tercatat sudah lebih dari 1.200 pasangan pengantin yang mengikuti program Pepeling di wilayah Kabupaten Majalengka. Dari jumlah tersebut:
86% pasangan menyatakan termotivasi untuk menerapkan gaya hidup minim sampah.
Puluhan pohon telah ditanam sebagai simbol cinta dan tanggung jawab ekologis.
Sebagian besar KUA telah membentuk komunitas pengantin peduli lingkungan sebagai wadah pasca-nikah untuk berbagi praktik baik.
Meski demikian, tantangan masih ada, terutama dalam menyatukan persepsi lintas sektor, menyediakan sarana pendukung, serta mengukur dampak jangka panjang terhadap kualitas lingkungan.
Namun demikian, optimisme tetap terjaga. Dengan dukungan regulasi, kekuatan nilai agama, dan kesadaran sosial yang terus tumbuh, Pepeling diyakini akan menjadi model nasional integrasi agama, sosial, dan hukum dalam pelestarian lingkungan berbasis keluarga.
Penulis: Azis Hapid Julyaqin, S.Pd.I.
Editor: Tim Media KUA Sukahaji Kab. Majalengka
Tanggal: 17 September 2025