"Pernikahan bukan sekadar menyatukan dua hati, tapi juga membangun peradaban yang bermartabat."
(النكاح نصف الدين، فليتق الله في النصف الآخر)
“Nikah adalah separuh dari agama, maka bertakwalah dalam separuh yang lainnya.”
(HR. Thabrani)
Oleh : Fadly Noor Adha Fuad, S.Sos
Penghulu Ahli Pertama KUA Sukahaji
Dalam Islam, pernikahan bukan sekadar akad yang sah secara hukum agama dan negara, tapi juga amanah besar yang harus dijaga dengan iman, ilmu, dan kesungguhan. Banyak orang mempersiapkan pesta pernikahan selama berbulan-bulan, namun hanya sedikit yang menyiapkan mental, spiritual, dan ilmu rumah tangga sebelum mengikat janji suci.
Di tengah arus zaman modern, makna pernikahan mulai bergeser. Banyak pasangan yang menikah karena cinta sesaat, tekanan sosial, bahkan tren media sosial. Sayangnya, setelah ijab kabul diucap, tak sedikit pula yang terjebak dalam konflik, krisis komunikasi, dan akhirnya perceraian. Padahal, Islam mengajarkan bahwa pernikahan adalah ibadah terpanjang yang menyempurnakan agama.
Islam adalah agama yang penuh keadilan dan keseimbangan. Dalam pernikahan, suami dan istri memiliki hak dan kewajiban yang saling melengkapi:
🔹 Hak dan Kewajiban Suami:
Memberikan nafkah lahir dan batin (QS. An-Nisa: 34).
Melindungi dan membimbing istri menuju kebaikan.
Berlaku adil, bijak, dan penuh kasih sayang.
Tidak menyakiti secara fisik atau psikis.
🔹 Hak dan Kewajiban Istri:
Taat kepada suami dalam hal yang ma’ruf (QS. An-Nisa: 34).
Menjaga kehormatan dan harta suami.
Menjadi pendamping yang setia dan penyejuk jiwa (QS. Ar-Rum: 21).
Namun dalam praktiknya, banyak pasangan yang menuntut hak tanpa memahami kewajiban. Seorang suami ingin dihormati, tapi lalai memberi nafkah. Seorang istri ingin dimengerti, tapi enggan berdiskusi dalam menyelesaikan masalah. Maka, keadilan dan komunikasi menjadi kunci keharmonisan rumah tangga.
Islam tidak memandang pernikahan hanya sebagai hubungan privat antara dua orang. Lebih dari itu, pernikahan memiliki dimensi sosial dan peradaban.
1. Pernikahan Menjaga Moral Masyarakat
Pernikahan adalah benteng bagi umat Islam dari perzinaan dan penyimpangan seksual. Dalam masyarakat yang semakin permisif, pernikahan menjadi jalan menjaga kesucian dan kehormatan generasi muda.
2. Membentuk Keluarga sebagai Miniatur Umat
Rumah tangga adalah unit terkecil dari sebuah negara. Jika setiap keluarga mampu menanamkan nilai iman, kasih sayang, dan tanggung jawab, maka masyarakat dan bangsa akan kuat dari pondasinya.
3. Melahirkan Generasi Rabbani
Anak-anak yang dibesarkan dalam lingkungan pernikahan yang sehat, penuh cinta dan tuntunan agama, akan tumbuh menjadi generasi cerdas dan bertakwa.
Sebagai penghulu, kita menyaksikan beragam kasus yang terjadi di lapangan:
Pasangan menikah karena tren atau tekanan keluarga, bukan karena kesiapan.
Banyak yang merasa "cukup dewasa untuk mencintai" tapi belum "cukup dewasa untuk berkomitmen".
Fenomena nikah sirri yang merugikan hak perempuan dan anak.
Kesenjangan komunikasi antara suami-istri yang menyebabkan KDRT dan perceraian.
Tidak sedikit yang menikah tanpa memahami tujuan nikah sebagai ibadah.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) bahkan menunjukkan angka perceraian di Indonesia terus meningkat tiap tahun, dan sebagian besar penyebabnya adalah ketidaksiapan mental dan konflik internal keluarga. Maka, penting bagi calon pasangan untuk memahami pernikahan bukan sebagai pelarian, tapi sebagai perjuangan.
Islam telah memberi panduan dalam mempersiapkan pernikahan yang berkah dan kokoh. Tiga di antaranya adalah:
1. Mempelajari Ilmu Pernikahan
Menikah adalah ibadah, dan setiap ibadah butuh ilmu. Pasangan perlu memahami fiqih munakahat, psikologi pasangan, hingga manajemen konflik rumah tangga.
2. Mengikuti Bimbingan Perkawinan
Bimbingan Perkawinan (Bimwin) yang difasilitasi KUA adalah bekal penting untuk membangun rumah tangga sakinah. Sayangnya, masih ada yang menganggapnya formalitas. Padahal, banyak ilmu penting dalam Bimwin: komunikasi keluarga, pengelolaan keuangan, hingga pendidikan anak.
3. Menjadikan Rasulullah ﷺ sebagai Teladan
Rasulullah bukan hanya pemimpin negara, tapi juga suami yang lembut dan penuh kasih sayang. Dalam hadits disebutkan: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya, dan aku adalah yang paling baik terhadap keluargaku.” (HR. Tirmidzi)
Pernikahan dalam Islam adalah perjanjian yang agung (mîtsâqan ghalîzhân), bukan sekadar formalitas atau pelampiasan cinta. Ia adalah ibadah yang akan diuji, disempurnakan dengan kesabaran, pengorbanan, dan kasih sayang. Pernikahan yang dibangun atas dasar ilmu, iman, dan kesadaran sosial akan melahirkan keluarga yang kuat, anak-anak yang shalih, dan masyarakat yang bermartabat.
Semoga setiap pernikahan bukan hanya menjadi awal kebahagiaan, tetapi juga jalan menuju ridha Allah dan keberkahan dunia akhirat.
