Dalam kehidupan sehari-hari, percaya diri adalah hal penting, terutama dalam kehidupan bermasyarakat. Karena dalam pergaulan tentu percaya diri adalah hal yang sangat diperlukan bagi diri kita masing-masing. Hanya saja ada beberapa faktor yang terkadang membuat percaya diri kita hilang, salah satunya percaya diri yang muncul dari dorongan dari dalam diri kita sendiri, yakni berawal dari sikap positif. Masa remaja merupakan masa gejolak di mana seseorang menghadapi banyak persoalan dan tantangan, konflik serta kebingungan dalam proses menemukan diri dan menemukan tempatnya di masyarakat (Kartono,1990). Menurut Apollo (2005), dalam hal pencarian jati diri selain di masyarakat, sekolah juga memberikan andil yang cukup besar dalam membentuk kepribadian dan pola pikir remaja. Karena banyak waktu yang dilalui oleh remaja, salah satunya di lingkungan sekolah.
Ada beberapa masalah yang biasanya dihadapi oleh remaja di sekolah, di antaranya mata pelajaran yang paling banyak sebagai sumber persoalan bagi para pelajar ( 70%), sedangkan persoalan yang muncul dalam hubungan dengan unsur-unsur sekolah lain relatif kecil jauh di bawah mata pelajaran (dengan fasilitas sekolah 35%), dengan guru dan biaya sekolah hampir sama, yaitu rata-rata 198 24%), (Muchtar dan Manan, 1993). Banyaknya siswa menghadapi persoalan dengan mata pelajaran disebabkan ada beberapa pelajaran yang menuntut waktu dan pikiran yang banyak. Sebagian mata pelajaran yang dianggap menimbulkan masalah, yaitu ilmu pasti dan pengetahuan alam. Pelajaran kimia, dianggap momok karena banyak istilah (terminologi) yang harus dihafal dan banyak rumus yang harus dikuasai (Muchtar dan Manan, 1993). Itu sebabnya, ada ahli yang mengatakan kehidupan sekolah itu penuh dengan stress, Lask (dalam Muchtar dan Manan, 1993 ).
Ditambah lagi, mata pelajaran merupakan tujuan utama pelajar untuk datang dan bergabung dengan lingkungan sekolah. Menurut Koentjaraningrat, salah satu kelemahan generasi muda, yaitu kurangnya rasa percaya diri. Pernyataan ini didukung oleh penelitian Afiatin, dkk. Pada tahun 1997 (dalam Rizkiyah, 2005), bahwa permasalahan yang banyak dirasakan dan dialami oleh remaja pada dasarnya disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri. Menurut Mastuti dan Aswi (2008), individu yang tidak percaya diri biasanya disebabkan karena individu itu tidak mendidik diri sendiri dan hanya menunggu orang melakukan sesuatu kepada dirinya. Percaya diri sangat bermanfaat dalam setiap keadaan, percaya diri juga menyatakan seseorang bertanggung jawab atas pekerjaannya. Karena semakin individu kehilangan kepercayaan diri, akan semakin sulit untuk memutuskan yang terbaik apa yang harus dilakukan pada dirinya. Sikap percaya diri dapat dibentuk dengan belajar terus, tidak takut untuk berbuat salah dan menerapkan pengetahuan yang sudah dipelajari.
Shauger (dalam Mahrita, 1997), menyatakan bahwa kepercayaan diri adalah anggapan seseorang tentang kompetensi dan keterampilan yang dimiliki dan kesanggupan untuk menangani berbagai macam situasi. Selanjutnya, Burns (dalam 199 Iswidharmanjaya dan Agung, 2005) mengatakan dengan kepercayaan diri yang cukup, seseorang individu akan dapat mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya dengan yakin dan mantap. Kepercayaan yang tinggi sangat berperan dalam memberikan sumbangan bermakna dalam proses kehidupan seseorang, karena bila individu percaya dirinya mampu untuk melakukan sesuatu maka akan timbul motivasi pada diri individu untuk melakukan hal-hal dalam hidupnya .