Tentang Jemaat Riedel

Sejarah Jemaat Riedel Wawalintouan

In de Minahasa karya J. Gabriëlse, 1940, Uitgevers Maatschappij, N.V. Gronigen – Den Haag. Tampak Gereja Sentrum Tondano

Jemaat Protestan di Tondano

Johann Friedrich Riedel dan Johann Gottlieb Schwarz tiba di tanah Minahasa sebagai bagian dari utusan Nederlandsch Zendeling Genootschap (NZG) meski demikian Riedel dan Schwarz berkebangsaan Jerman dan didik di Belanda. Pada 12 Juni 1831 setelah singgah di Ambon Johann Friedrich Riedel dan Johann Gottlieb Schwarz melanjutkan perjalanan ke Manado selama beberapa bulan untuk belajar bahasa lokal dibawa Ds. G. Jan Hellendoorn. Tanggal kedatangan Riedel dan Schwarz oleh Gereja Masehi Injili di Minahasa diperingati sebagai Hari Pekabaran Injil dan Pendidikan Kristen di Tanah Minahasa. Johann Gottlieb Schwarz ditugaskan di Langowan sementara Johann Friedrich Riedel ditugaskan di Tondano. Johann Friedrich Riedel tiba di Tondano pada 14 Oktober 1831.

Johann Friedrich Riedel mulai melakukan pelayanannya di tengah masyarakat yang belum terlalu mengenal Kekristenan. Pada tahun yang sama (1831), jemaat di Tondano mendirikan gereja yang dikenal dengan nama Grootekerk atau gereja besar (Sekarang: Gereja Sentrum) di seberang sungai Tondano dan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) Sekarang SMP 1 Tondano.

Usaha Riedel dalam memperkenalkan Kekristenan pada masyarakat dilakukan melalui pendidikan dan berdialog dengan masyarakat lokal beserta dukungan istrinya. Usaha-usaha Riedel mendapatkan perkembangan yang signifikan di mana terjadi peningkatan kehadiran ibadah, ketertarikan masyarakat belajar alkitab dan di baptis (setelah katekisasi). Johann Friedrich Riedel meninggal pada 12 Oktober 1860 dan dimakamkan di Tempat Pekuburan Umum Ranowangko, Tondano Timur.

Pemandangan daerah Pasar Bawah 1980-an tampak Plaza sementara dibangun (kiri) dan Pemandangan derah Pasar Atas tampak terminal masih berupa tanah lapang (kanan)

Wawalintouan Pusat Kota Tondano

Berawal dari sebuah Desa yang kemudian berubah menjadi Kelurahan, Wawalintouan terletak di pusat Kota Tondano yang merupakan Ibukota Kabupaten Minahasa. Di sebelah selatan, Wawalintouan berbatasan dengan Kelurahan Tonkuramber dan Kelurahan Rinegetan, di sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Rerewokan, disebalah barat berbatasan dengan Kelurahan Masarang dan di sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Kendis, Kelurahan Liningaan dan Kelurahan Katinggolan.

Pada tahun 1980-an, jumlah penduduk di Kelurahan Wawalintouan berkisar 2.700 jiwa dengan 540 Kepala Keluarga yang tersebar di 5 lingkungan. Adapun presentase penduduk yang beragama Kristen Protestan sekitar 80% dari total populasi yang ada dan 68% adalah warga Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM). Meski demikian Wawalintouan yang merupakan pusat Kota Tondano dan Pusat Bisnis hanya memiliki satu rumah ibadah yaitu Masjid Besar Nurul Yaqin yang terletak di samping Pasar Tondano.

GMIM Jemaat Sentrum Tondano, 2019,

Jl. Walanda Maramis, Liningaan

GMIM Jemaat Pniel Watulambot, 2019,

Jl. Wolter Monginsidi No. 119

Wacana Menjadi Jemaat Mandiri

Sebelum berdiri menjadi jemaat mandiri, jemaat di Wawalintouan berada di bawah pelayanan GMIM Jemaat Peniel di Watulambot. Meski demikian, penduduk Wawalintouan yang tinggal di daerah Pasar Bawah lebih suka beribadah di Gereja Sentrum karena jaraknya yang dekat. Gereja Sentrum atau yang dikenal dengan Gereja Besar pada waktu itu merupakan pusat pelayanan gereja-gereja GMIM di Tondano.

Pelayanan di Wawalintouan berada dalam wilayah pelayanan GMIM jemaat Peniel yang terdiri atas 9 Kolom yaitu Kolom 31 sampai Kolom 39. Tugas pelayanan pada waktu itu diserahkan kepada Penatua dan Syamas (Diaken) di Kolom masing-masing sedangkan untuk pelayanan kategorial Pria Kaum Bapak (PKB), Wanita Kaum Ibu (WKI), Pemuda/Remaja, dan Anak dilayani oleh Komisi Pelayanan Khusus (Kompelsus) Jemaat Peniel.

Dikarenakan wilayah yang besar maka pelayanan harus di jadwalkan di empat Kelurahan yang menjadi wilayah pelayanan GMIM Jemaat Peniel yaitu di Kelurahan Wawalintouan, Kelurahan Rerewokan, Kelurahan Watulambot dan Kelurahan Wewelen sementara pada waktu itu hanya ada satu pendeta yang melayani di jemaat.

Jemaat di Wawalintouan: Wilayah Pelayanan Jemaat Peniel

Pria Kaum Bapak (PKB) jemaat Peniel yang ada di Wawalintouan adalah salah satu komisi yang bersemangat ketika membicarakan pemekaran jemaat dengan pertimbangan:

  • Jemaat Peniel yang terletak di Kelurahan Watulambot melayani empat Kelurahan (Wawalintouan, Rerewokan, Watulambot dan Wewelen) adalah jemaat besar baik dalam jumlah anggota dan wilayah pelayanan. Di Wawalintouan satu kolom terdiri lebih dari 30 Kepala Keluarga sehingga pelayanan di setiap keluarga tidak efektif dikarenakan hanya ada satu pendeta. Dalam beberapa keadaan seperti ibadah pemakan hanya di pimpin oleh Penatua atau Syamas (Diaken).

  • Kapasitas gedung Gereja Peniel tidak mampu menampung jemaat sehingga banyak jemaat yang beribadah di luar bangunan terlebih yang tinggal di Wawalintouan duduk di luar dikarenakan tidak berbatasan langsung dengan Watulambot.

  • Kelurahan Wawalintouan yang merupakan pusat Kota Tondano tidak memiliki gereja dan hanya memiliki Masjid sementara mayoritas penduduk adalah Kristen Protestan.

  • Jika pembentukan gedung gereja di Wawalintouan ditunda maka gereja kemungkinan tidak akan berdiri di pusat kota dan akan berdiri di daerah perkebunan Susunan Labo di Lewet.

  • Adanya semangat untuk membangun gereja sendiri.

Pembangunan dan Pemilihan

Atas berbagai pertimbangan, jemaat yang ada di Wawalintouan (kolom 31- 39) pada saat terpilihnya pelayan khusus (Pelsus) yang baru periode 1986-1989, pada bulan November 1985 rencana pemekaran sudah semakin jelas. Kejelasan pemekaran jemaat berlanjut dalam Pertemuan Pelayan Khusus Kolom 31-39 di rumah Pnt. J.D. Kalonta (Kel. Kalonta-Walalangi) dengan hasil:

  • Khusus untuk Jemaat Peniel kolom 31-39 yang berdomisili di kelurahan Wawalintouan mengadakan Ibadah sebulan sekali di setiap minggu pertama dan pertama kali Beribadah pada tanggal 2 Februari 1986, Ibadah Pagi di balai Kelurahan Wawalintouan yang dipimpin oleh Pdt. Piet M. Tampi, S.Th

  • Pundi Pelayanan dan Pembangunan tidak lagi disetor ke Bendahara Jemaat Peniel tetapi disimpan untuk persiapan pembangunan Gedung Gereja sendiri, dan ditunjuk Ibu Erni Lumingkewas-Lewu sebagai penyimpan.

  • Pada bulan berikutnya di minggu pertama, tanggal 2 Maret 1986, seusai Ibadah yang dipimpin oleh Pdt. MrTH Supit, diadakan rapat singkat yang membicarakan pembentukan Tim Formatur Panitia Pembangunan yang bertugas untuk pengadaan dana, tanah dan pembangunan Gereja. Adapun Tim Formatur terbentuk dan terdiri dari 5 orang:

  1. Pnt. J. D. Kalonta

  2. Pnt. Drs. Ronny Sumanti

  3. Ang J. Marentek

  4. Jules Parengkua

  5. Ventje Mamengko

Pada hari Kamis, 6 Maret 1986, Tim Formatur mengadakan Rapat untuk membentuk Panitia Pembangunan Gereja sebagai Persiapan berdirinya suatu Jemaat GMIM di Kelurahan Wawalintouan dengan Pengurus Inti Panitia Pembangunan yakni:

Ketua : P.O. Kandouw

Sekretaris. : Pnt. Djemmie Mamengko

Bendahara : Pnt. E. Lumingkewas-Lewu

Kepengurusan ini dilengkapi dengan anggota panitia yang berasal dari Jemaat yang ada di Kolom 31 - 39. Setelah komposisi Panitia lengkap, maka diadakan rapat khusus pada tanggal 24 Mei 1986, yang membicarakan rencana peletakan batu pertama, pelantikan panitia dan usaha pencarian dana. Meski pembicaraan rencana pembangunan gereja sudah intens, belum ada kepastian lokasi pembangunan gereja.

Jalam menuju lokasi pembangunan gereja (sekarang: samping kiri terminal Kota Tondano dan Kantor Wilayah Tondano II)

Pernah ada sebidang tanah yang berlokasi di bagian barat Kelurahan Wawalintouan yang bersebelahan dengan Jalan Roda (sekarang Jalan Pattimura) akan di beli dengan uang yang ada pada waktu itu namun belum jelas kepastiannya. Setelah 1 bulan berlalu, muncul satu usulan lokasi pembangunan gereja GMIM di Wawalintouan berada di suatu tempat yang saat itu disebut "COT" yang letaknya bersebelahan dengan terminal Kota Tondano: Meskipun tempat yang disebut "COT" memiliki banyak batu besar, lokasinya sangat strategis dan terletak di puncak bukit dengan pemandangan 2/3 Kota Tondano.

Daerah "COT" memiliki nilai sejarah pada masa Pendudukan Jepang. Ketika usulan tersebut diangkat dan disetujui dalam rapat Panitia Pembangunan, maka disepakati bahwa akan dilakukan pembicaraan lebih lanjut dengan Bapak Ir. Montong yang saat itu menjabat Sekda Tingkat II Minahasa. Pembicaraan dilaksanakan Jumat, 18 Juli 1986 di mana Bapak Jules Parengkuan, Bapak Ventje Mamengko, Bapak A. Lumingkewas, Bapak Liong Gimon dan Bapak Dandle yang menjabat Danramil waktu itu menghadap Bapak Ir. Montong. Pertemuan ini merupakan terobosan perdana dalam rangka memastikan status tanah yang telah direncanakan (COT) yang katanya merupakan milik pemerintah.

Pernah ada sebidang tanah yang berlokasi di bagian barat Kelurahan Wawalintouan yang bersebelahan dengan Jalan Roda (sekarang Jalan Pattimura) akan di beli dengan uang yang ada pada waktu itu namun belum jelas kepastiannya. Setelah 1 bulan berlalu, muncul satu usulan lokasi pembangunan gereja GMIM di Wawalintouan berada di suatu tempat yang saat itu disebut "COT" yang letaknya bersebelahan dengan terminal Kota Tondano: Meskipun tempat yang disebut "COT" memiliki banyak batu besar, lokasinya sangat strategis dan terletak di puncak bukit dengan pemandangan 2/3 Kota Tondano.

Daerah "COT" miliki nilai sejarah pada masa Pendudukan Jepang dan masa pergolakan Permesta. Ketika usulan tersebut diangkat dan disetujui dalam rapat Panitia Pembangunan, maka disepakati bahwa akan dilakukan pembicaraan lebih lanjut dengan Bapak Ir. Montong yang saat itu menjabat Sekda Tingkat II Minahasa. Pembicaraan dilaksanakan Jumat, 18 Juli 1986 di mana Bapak Jules Parengkuan, Bapak Ventje Mamengko, Bapak A. Lumingkewas, Bapak Liong Gimon dan Bapak Dandle yang menjabat Danramil waktu itu menghadap Bapak Ir. Montong. Pertemuan ini merupakan terobosan perdana dalam rangka memastikan status tanah yang telah direncakan (COT) yang katanya merupakan milik pemerintah.

Alex Lambertus Lelengboto, Bupati Minahasa

1982-1987

Tampak suasa ibadah jemaat di Wawalintouan yang dilaksanakan di Balai Kelurahan

Peletakan Batu Pertama

Pada hari Minggu, 14 Desember 1986 adalah awal pembangunan Gereja GMIM di Wawalintouan, yang ditandai dengan peletakan batu pertama. Ibadah peletakan batu pertama dipimpin oleh Pnt. J. D. kalonta dan dihadiri oleh Bapak Nico Kawengian mewakili pemerintah yang saat itu menjabat Sekretaris Kelurahan Wawalintouan. Sebelum pembangunan gereja permanen dilakukan jemaat sudah tidak lagi beribadah di GMIM Peniel namun sudah mulai melaksanakan ibadah di Balai Kelurahan dan kemudian di Kanisa yang terbuat dari bambu di lokasi pembangunan gereja.

Tampak suasa ibadah jemaat di Wawalintouan yang dilaksanakan di Balai Kelurahan

Pembangunan gedung gereja, tampak kerangka atap dan pemasangan atap

Pembangunan Gedung Gereja

Sukacita membangun Gedung Gereja lewat Panitia Pembangunan yang telah dipercayakan didukung oleh seluruh Jemaat yang juga terlibat penuh di dalamnya. Setiap kolom, dari kolom 31-39 berusaha dengan maksimal dalam memberi sumbangsih untuk berpartisipasi membangun Gereja. Usaha menjual makanan, menjual kupon, menjalankan kartu kawan, dan ada juga yang memberi sumbangan secara pribadi dalam bentuk dana maupun bahan bangunan sampai dengan dibuatnya kantin pembangunan yang letaknya di kompleks terminal Tondano yang dikelola oleh setiap kolom.

Maket Rancangan Awal Gedung Gereja di Wawalintouan (Tampak Ata)s

Maket Rancangan Awal Gedung Gereja di Wawalintouan (Tampak Depan)

Maket Rancangan Awal Gedung Gereja di Wawalintouan (Tampak Timur [Dari Arah Terminal])

Maket Rancangan Awal Gedung Gereja di Wawalintouan (Tampak Barat [Sekarang Lokasi Aula])

Maket Rancangan Awal Gedung Gereja di Wawalintouan (Tampak Belakang)

Bapak Ir. Kardono adalah salah satu orang yang berperan penting dalam pembangunan Gereja GMIM di Wawalintouan. Beliau seorang Kristen tapi memang bukan warga Wawalintouan namun karena tugas pekerjaan, Bapak Ir. Kardono berdomisili dan tinggal di Jl. Mini (Kolom 36). Suatu waktu beliau menghadiri Ibadah Kolom 36 dan mendengar bahwa ada kendala dalam pembangunan Gereja, beliau kemudian dengan ketulusan dan inisiatif pribadi memberi bantuan membawa “Bulldozer" yang biasa dipakai untuk urusan pekerjaan ke lokasi pembangunan Gereja untuk meratakan tanah (COT) lokasi pembangunan di daerah puncak dan berbatu. Pada tanggal 8 November 1987, karena telah selesai tugas dan sebagai tanda terima kasih kepada Bapak Ir. Kardono diadakan acara ramah tamah sekaligus perpisahan.

Menjadi Jemaat Mandiri

Sejak lokasi yang akan dibangun Gereja di ukur pada 14 Oktober 1987, telah dilakukan berbagai pertemuan-pertemuan, usaha-usaha bahkan tidak sedikit juga pengorbanan yang dilakukan oleh seluruh Panitia Pembangunan, Pelayan Khusus bahkan setiap anggota Jemaat yang ada di Wawalintouan. Hal ini berlangsung terus sampai dengan pertengahan tahun 1989, tepatnya pada hari Selasa, 4 Juli 1989 diadakan pertemuan di rumah Keluarga Ngantung-Rempas dan salah satu topik adalah Peresmian Jemaat di Wawalintouan untuk menjadi jemaat yang berdiri sendiri dan mekar dari Jemaat Peniel.

Tahapan itu dimulai dengan persiapan penahbisan antara lain dibangunlah Kanisah dengan beratapkan seng, dindingnya dari bambu, sedang lantainya dari beton. Begitu pun dengan konsistori, yang membedakan dindingnya yang terbuat dari tripleks; Juga sudah diikuti dengan berbagai persiapan perlengkapan di dalam Kanisa. Selain itu dilakukan juga dipersiapkan struktur Badan Pekerja Majelis Jemaat GMIM Wawalintouan yang disusun dan dipilih. Setelah melalui beberapa proses, maka pada hari Jumat, 18 Agustus 1989 diadakanlah Rapat Pemilihan Badan Pekerja Majelis Jemaat Wawalintouan.

Badan Pekerja Majelis Jemaat Wawalintouan Berdasarkan Hasil Rapat

Jumat, 18 Agustus 1989



Ketua : Pnt. J. D. Kalonta

Sekretaris : Pnt. Djemmie Mamengko

Bendahara : Pnt. Erni Lumingkewas Lewu


Anggota

Pnt. Jules Parengkuan

Pnt. N. Moningkey-Mantik

Pnt. James Bond Wagey

Pnt. N. Kawengian

Majelis jemaat yang pertama

Ibadah Penahbisan

Hari Minggu, 27 Agustus 1989 dengan cuaca yang bersahabat, berangkatlah sebagian besar Jemaat GMIM Wawalintouan ke sebuah bukit, tempat di mana Kanisa berada, tempat di mana Gereja yang baru sementara dibangun, tempat di mana kerinduan itu akan terwujud dengan harapan dan keinginan serta cita-cita Jemaat tergantung di dalamnya. Hari itu, dengan wajah sukacita dari seluruh kaum Bapak, Ibu, Pemuda, Remaja dan Anak-anak berkumpul pada hari Jemaat GMIM di Wawalintouan akan ditahbiskan menjadi Jemaat yang baru, sebagai hasil pemekaran dari Jemaat GMIM Peniel Watulambot.

Kira-kira pukul 11.47 WITA, dalam rangkaian ibadah yang dipimpin oleh Pnt. Drs. Senduk (Badan Pekerja Sinode GMIM), dibukalah selubung papan nama jemaat yang menandakan lahirlah satu Jemaat GMIM yang baru di Kelurahan Wawalintouan dengan nama Peniel III. Penggunaan nama jemaat Peniel III dikarenakan pada minggu sebelumnya Jemaat di Wewelen telah ditahbiskan menjadi Jemaat Peniel II. Nama menjadi tidak masalah karena yang terpenting adalah kelurahan Wawalintouan sudah memiliki Jemaat GMIM yang mandiri, sehingga dapat dengan mudah dalam urusan mengatur pelayanannya.

Arsitektur Gereja

Gedung Gereja Riedel memiliki bentuk yang unik dan tidak umum ditemukan di Minahasa. Sekilas gereja ini hanya memiliki 2 sampai 3 lantai, namun, jika diperhatikan, gereja ini sebenarnya memiliki 5 lantai (ditambah menara yang lebih kecil) yang terbagi atas 3 bagian yaitu, ruang konsistori yang terletak di bawah selasar/platje depan, ruang ibadah yang mencakup lantai utama (lt. 2) dan balkon (lt. 3), ruang pertemuan di lantai 4 (dari lantai empat terdapat jendela besar yang dapat melihat ruang ibadah) dan lantai 5, serta menara yang lebih kecil sebagai tempat lonceng. Sementara itu, bangunan dibagi atas dua struktur yaitu menara dan ruang ibadah yang terhubung.

Gereja Riedel umumnya didominasi arsitektur Mid Century dan Jengki pada bagian eksterior dengan dinding yang dilapisi keramik berwarna putih dan keramik berwana merah maroon sebagai aksen pada kanopi jendela. Pada bagian façade yang mencakup keseluruhan lantai, dikombinasikan dengan arsitektur rumah adat Minahasa di mana terdapat terdapat dua tangga pada sebelah kiri dan kanan menuju selasar dan bertemu di tengah. Untuk tangga di dalam bangunan mengikuti konsep yang sama dengan yang di luar namun dengan tangga U. Sementara itu, pada kedua sisi selasar terdapat dua ruangan yang berfungsi kantor dan konsistori yang terhubung di lantai bawah. Pada puncak struktur utama bangunan terdapat menara yang lebih kecil mengikuti desain gereja-gereja kolonial dan berfungsi sebagai menara lonceng. Menara ini berbentuk octagon dengan atap yang runcing (kerucut) dengan salib di atasnya.

Seluruh gedung gereja dikelilingi dengan jendela berbentuk melengkung (arched window) dan memiliki bagian yang dapat dibuka. Pada ruang ibadah sendiri miliki 28 jendela induk setinggi dua lantai yang terdiri atas 4 susuan jendela. Jendela induk terdiri atas 12 jendela yang lebih kecil dengan 6 jendela yang dapat di buka dan 6 jendela mati pada masing-masing jendela . Terdapat juga 20 jendela sayap ganda di ruang ibadah yang dapat dibuka, jendela sejenis juga ditemukan di ruangan lain. Kondisi ini membuat setiap ruangan mendapatkan pencahayaan maksimal dan sirkulasi udara yang baik.

Denah Gereja Riedel kental dengan simbol kekristenan, yaitu berbentuk salib, namun hanya sisi barat dan timur yang sama panjang, namun denah ruangan tidaklah lurus seperti gereja-gereja pada umumnya tetapi sedikit melebar pada bagian tengah. Sementara itu, pada sekeliling bangunan terdapat setapak yang terbuat dari batu templek. Pada masing-masing sayap bangunan beratapkan pelana sedangkan pada sisi selatan terpisah dengan atap utama karena tinggi bangunan yang berbeda. Pada tengah bangunan, pertemuan atapnya meruncing (spire) menyesuaikan dengan denah bangunan sehingga mendominasi atap dengan salib di atasnya. Penempatan spire pada tengah bangunan gereja umumnya ditemukan pada gereja-gereja berarsitektur gotik, namun, spire di Gereja Riedel agak lebar. Jika di lihat dari udara, bentuk bangunan yang agak melebar pada bagian tengah membuat atap terlihat berbentuk salib degan simbol X (Chi) huruf pertama dari kata Yunani "ΧΡΙΣΤΟΣ" (Kristos = Kristus).

Interior gereja awalnya didominasi oleh gaya art deco dan mid century, gaya art deco terlihat dari railing tangga dan balkon sebelum ditutup dengan lumbersering yang senada dengan plafon dan tempat duduk jemaat yang terbuat dari kayu, bergaya mid century. Balkon ditopang 12 pilar doric yang menyimbolkan 12 murid Yesus. Mimbar yang menjadi pusat pewartaan firman Tuhan memiliki ukuran yang cukup besar memiliki gaya neo-klasik senada dengan mimbar yang lebih kecil dan kolekte. Tempat duduk pelayan khusus yang sebelumnya berada di belakang mimbar sempat dipindah ke samping mimbar pada tahun 2017, adapun pemindahan tempat duduk pelayan khusus di naikkan elevasinya dengan pembuatan panggung bergaya art deco.

Pasca renovasi tahun 2021, interior gereja mengalami perubahan yang signifikan. Tempat duduk pelayan khusus dan ruangan di atasnya dibongkar dan mimbar dimundurkan dari tempat semula, altar yang sebelumnya memiliki elevasi yang sama dengan lantai utama dinaikkan 1 meter. Adapun altar di dominasi oleh 6 tiang corinthian yang berdiri di atas pedestal (tumpuan), namun, 2 tiang di tengah dibuat lebih tinggi. Keenam pilar corinthian tidak memiliki architrave yang umum dalam arsitektur klasik, namun berbentuk seperti mangkok yang menopang frienze (umumnya frienze polos atau menjadi tempat inskripsi). Pada atas frienze terdapat cornice dan corona (mahkota) yang menopang pediment, namun hanya kedua tiang di tengah yang memiliki cornice dan corona sedangkan keempat tiang lain setelah frienze langsung menopang pediment. Terdapat dua jenis pediement pada altar yaitu arch pediment (pedimen lengkung) di tengah yang menaungi salib dan pointed pediment (pedimen runcing) di kedua sisi. Renovasi altar ini memberikan kesan ruangan yang lebih luas dengan tetap mempertahankan kesan simetris di mana arch pediment berada di tengah dengan salib berwarna putih tepat di belakang mimbar sementara pointet pediment mengapit arch pediment dan mimbar utama. Pada pointed pediment terdapat inskripsi tema dan sub tema GMIM, namun, bukan baliho yang dapat mengganggu estetika interior. Renovasi ini juga mengubah struktur balkon menjadi tiga susunan tangga sehingga tempat duduk di balkon semakin ke belakang semakin tinggi dan memiliki pandangan yang lebih leluasa. Perubahan juga dilakukan pada seluruh pagar pembatas balkon dan pagar tempat duduk pelayan khusus diganti dengan akrilik sementara pagar pembatas tempat duduk jemaat diganti dengan rail bergaya art deco.

Tonton video tampak Gereja Riedel sebelum renovasi 2021

Johann Friedrich Riedel

Dedikasi Bangunan

Pada tanggal 25 Januari 1991, nama Peniel diganti dengan nama Riedel. Nama ini dipilih dengan mempertimbangkan bahwa belum ada jemaat di lingkungan GMIM yang memakai nama Riedel. Nama Riedel dipakai sebagai pengingat atas jasa Johann Friedrich Riedel dalam penginjilan di Minahasa khususnya di Tondano sehingga menjadi jemaat GMIM pertama yang menggunakan nama Riedel sebagai nama Jemaat.

Penggunaan nama Riedel sebagai nama jemaat kemudian diabadikan juga dalam relief yang terletak pada dinding barat Aula Gereja berhadapan dengan relief Dr. G.S.S.J. Ratulangie.

Jemaat Riedel di Wawalintouan menjadi satu-satunya jemaat yang menggunakan nama Riedel sebagai nama jemaat hingga Juni 2013.

Peristiwa-Peristiwa Penting

  • 14 Desember 1986, Peletakan Batu Pertama Jemaat GMIM di Wawalintouan

  • 18 Agustus 1989, Rapat Pemilihan Badan Pekerja Majelis Jemaat GMIM di Wawalintouan yang pertama

  • 27 Agustus 1989, Peresmian GMIM Jemaat Peniel III oleh Pnt. Drs. Senduk

  • 25 Januari 1991, Nama GMIM Jemaat Peniel III menjadi Riedel

  • 1993, Jemaat mulai beribadah di gedung gereja yang baru

  • 5 April 1995 - 11, April 1995, Sidang Sinode V di GMIM Jemaat Riedel Wawalintouan

  • 29 Agustus 2004, Baptisan Masal dalam rangka HUT GMIM Jemaat Riedel XV oleh Ketua Sinode GMIM Pdt. Dr. A.F. Parengkuan

  • 18 September 2008 - 20 September 2008, Festival Seni Pemuda Gereja (FSPG) & CCA Sinode GMIM - Vocal Group Seri B

  • 28 Januri 2011, Hari Persatuan Remaja & Hut Remaja GMIM XXI di wilayah Tondano II - Lomba Gerak Jalan

  • Agustus 2011, Peresmian Bangsal GMIM Jemaat Riedel dan HUT Jemaat ke 22

  • 3 Juli 2015 - 4 Juli 2015, Festival Anak Sekolah Minggu (FAS) Sinode GMIM - Vocal Group

  • 14 Juli 2017, Peresmian Taman Kanak-kanak (TK) Riedel oleh Bupati Minahasa Drs. Jantje Sajow, M.Si bersama Ketua Tim Penggerak PKK Ibu Olga Sajouw-Singkoh

  • 1 November 2017 - 3 November 2017, Sidang Sinode Am Gereja-gereja di Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Gorontalo (Suluttenggo) VII

  • Mei 2019, Kerjasama antara Glen Waverley Uniting Church in Australia (UCA), Melbourne dan GMIM Riedel Wawalintouan

  • 18 Oktober 2019 - 19 Oktober 2019, Lomba Paduan Suara Kategori Middle Choir Seri A dalam rangka HUT PKB GMIM ke-57

  • 29 Maret 2021, Sidang Majelis Sinode Istimewa Gereja Masehi Injili di Minahasa (SMSI) LXXX - Cluster 36 Wilayah Tondano II & III

Ketua-Ketua Jemaat

Pnt. J. D. Kalonta (Agustus 1989 - Desember 1991)

Pdt. L. E. Wantania, S.Th (Januari 1991 - 1996)

Pdt. R. Bolang, S.Th (1996-2003)

Pdt. Handry Dengah, S.Th (2003-2007)

Pdt. Herling Runtu, S.Th (2007-2013)

Pdt. Daniel Polii. S.Th (2014-2015)

Pdt. Santje Tangel-Tombeg, S.Th (2015-2018)

Pdt. Richard Jan Herman Mengko, M.Teol (2018-2022)

Pdt. Dr. Antonius Dan Sompie, M.Pd.K (2022-sekarang)

Temukan Kami

GMIM Riedel Wawalintouan

Kecamatan Tondano Barat

Kabuaten Minahasa

Sulawesi Utara 95616

Telepon (0431) 322490