Karya Seni

Ecce Homo

Ecce Homo (kemungkinan nama lukisan ini) merupakan lukisan beraliran realisme yang merepresentasikan objek lukisan dalam bentuk representasi naturalistis yang mengacu pada gerakan seni pasca Revolusi Perancis tahun 1840. Lukisan ini merupakan karya seorang pelukis Indonesia (tahun dan nama pelukis belum teridentifikasi, namun, tanda tangan di sebelah kiri bawah mengindikasikan nama seorang pelukis Indonesia) yang merepresentasikan Yesus Kristus menurut Injil Yohanes 19:2,5 di mana Yesus dikenakan mahkota duri dan  jubah ungu. Judul Ecce Homo (Latin = lihatlah manusia itu) diambil dari ucapan Pontius Pilatus dalam Injil Yohanes 19:5 di mana ayat ini menjelaskan deskripsi gambaran lukisan ini.

Yohanes 19:1-5

(1) Lalu Pilatus mengambil Yesus dan menyuruh orang menyesah (2) Prajurit-prajurit menganyam sebuah mahkota duri dan menaruhnya di atas kepala-Nya. Mereka memakaikan Dia jubah ungu, (3) dan sambil maju ke depan mereka berkata: "Salam, hai raja orang Yahudi!" Lalu mereka menampar muka-Nya. (4) Pilatus keluar lagi dan berkata kepada mereka: "Lihatlah, aku membawa Dia ke luar kepada kamu, supaya kamu tahu, bahwa aku tidak mendapati kesalahan apapun pada-Nya. (5) Lalu Yesus keluar, bermahkota duri dan berjubah ungu. Maka kata Pilatus kepada mereka: "Lihatlah manusia itu!"

Adegan Ecce Homo merupakan gambaran yang  sering muncul dalam menggambarkan kisah sengsara dan kehidupan Kristus dalam seni. Dalam gereja orthodox, lukisan Ecce Homo (dalam bentuk ikonografi) mendapatkan tempat khusus selama masa prapaskah. Sementara itu, di gereja orthodox lukisan atau ikon Ecce Homo juga dikenal dengan nama Ho Nymphios (Ο Νυμφίος) yang berarti the bridegroom atau mempelai karena Yesus dianggap sebagai mempelai laki-laki Gereja (Yohanes 3:29; Matius9:15; Matius 25:1-13; etc.). Gelar “Mempelai Pria” ini berasal dari troparion dalam kebaktian Bridegroom Matins dalam gereja Orthodox pada masa Pekan Suci (Minggu VI Prapaskah).

Menurut Lukas 23:11, jubah ungu yang digunakan Yesus adalah jubah milik Herodes yang digunakan Yesus ketika Dia diadili di hadapan manusia sebagai tanda ejekan dan penghinaan bagi-Nya (Matius 27:28; Markus 15:17-18; Yohanes 19:2;). Pakaian berwarna ungu pada waktu itu merupakan warna pakaian yang paling mahal sehingga hanya digunakan oleh bangsawan. Namun, hal ini dapat dimaknai bahwa Yesus adalah Raja di atas segala Raja, sikap mengejek dengan mengenakan jubah ungu kepada-Nya sebenarnya menunjukkan martabat kerajaan-Nya. Hal ini menjadi salah satu alasan kenapa warna ungu digunakan selama masa prapaskah. Adapun mahkota duri yang dikenakan kepada Yesus menyimbolkan Kristus sebagai Raja yang direndahkan namun rela menderita bagi umat manusia dan menyerahkan nyawa-Nya bagi dunia (Matius 27:29; Markus 15:17; Yohanes 19:2, 5)

Saat ini lukisan ini masih disimpan di ruangan lain sejak dilakukan renovasi tahun 2021 dan belum di masukan kembali ke dalam gedung gereja pasca renovasi. Sebelumnya, lukisan ini dipajang di belakang mimbar.

Yesus yang Berdoa

Lukisan Yesus yang Berdoa (kemungkinan nama lukisan) merupakan lukisan yang menggambarkan Yesus yang sedang berdoa. Lukisan ini beraliran realisme yang merepresentasikan objek lukisan dalam bentuk representasi naturalistis yang mengacu pada gerakan seni pasca Revolusi Perancis tahun 1840.

Lukisan ini pada awalnya digantung di atas mimbar namun kemudian dipindahkan balkon lantai tiga dan diletakan di antara dua jendela balkon yang menghadap ruang ibadah setelah digantikan dengan kaca patri yang menggambar Yesus yang menyambut segala bangsa yang datang kepada-Nya. Lukisan ini dapat dilihat dari ruang utama gedung gereja.

(Informasi lebih lanjut dalam penelusuran)

Perjamuan Malam Terakhir (Tapestery)

Terdapat dua gambar Perjamuan Malam Terakhir di GMIM Riedel Wawalintouan. Ketiga gambar tersebut bukan dalam bentuk lukisan namun dalam bentuk sulaman benang. 

Saat ini ketiga sulaman Perjamuan Malam Terakhir diletakan di dalam gereja yakni satu pada samping pintu barat dan dua lainnya mengapit pintu timur.

(Informasi lebih lanjut dalam penelusuran)

Kaca Patri 

Kaca patri merupakan potongan kaca yang menggambar Yesus yang menyambut segala bangsa yang datang kepada-Nya.

Kaca patri ini merupakan pemberian seorang jemaat (kemungkinan tahun 2009) dan diletakan di atas mimbar. Pada saat renovasi tahun 2021, kaca patri ini dipindahkan ke balkon sebelah barat.

(Informasi lebih lanjut dalam penelusuran)

Kaca Patri - Rail

Terdapat dua kaca patri yang diletakan pada pagar atau rail pembatas, namun, kaca patri ini bukanlah dalam bentuk potongan kaca yang umum ditemukan tetapi merupakan kaca yang dilukis pada satu sisi dan ditempah dengan kaca lain pada sisi yang dilukis.  (pembuat tidak diketahui)

Terdapat dua kaca patri yang digunakan pada pagar atau rail pembatas yang menggambarkan Yesus yang berdoa di Taman Getsemani dan Yesus & Anak-anak.

Pagar atau rail pembatas ini awalnya diletakan sebagai pembatas untuk tempat duduk untuk pelayan musik gereja, namun dikemudian hari sering berubah fungsi baik sebagai pembatas ruang hingga pagar pada tempat duduk jemaat paling depan.

(Informasi lebih lanjut dalam penelusuran)

Relief Johann Friedrich Riedel

Relief Johann Friedrich Riedel terletak di Aula GMIM Riedel tepatnya pada bagian depan sayap timur aula berhadapan dengan relief Dr. G.S.S.J. Ratulangie.

(Informasi lebih lanjut dalam penelusuran)

Relief Dr. Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi

Relief Dr. Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi terletak di Aula GMIM Riedel tepatnya pada bagian depan sayap barat aula berhadapan dengan relief Johann Friederich Riedel.

(Informasi lebih lanjut dalam penelusuran)

Relief Khotbah di Bukit

Relief Khotbah di Bukit terletak di Aula GMIM Riedel tepatnya di  panggung yang menjadikan relief ini dominan dan menjadi sorotan utama di dalam Aula.

(Informasi lebih lanjut dalam penelusuran)

Komisi Kesenian & Musik Gereja  2023

Temukan Kami

GMIM Riedel Wawalintouan

Kecamatan Tondano Barat

Kabuaten Minahasa

Sulawesi Utara 95616

Telepon (0431) 322490