BAB 2
MUNCULNYA ALIRAN-ALIRAN KALAM
PERTEMUAN 4
Selamat datang di Ruang AQIDAH AKHLAK MA ARIFAH
MUNCULNYA ALIRAN-ALIRAN KALAM
PERTEMUAN 4
TUJUAN PEMBELAJARAN :
Siswa dapat mendeskripsikan sejarah munculnya aliran-aliran ilmu kalam: Khawārij, Syi’ah, Murji’ah, Jabariyah, Qadariyah, Mu’tazilah, Ahlussunnah wal Jama’ah
Siswa dapat mengidentifikasi tokoh utama aliran-aliran ilmu kalam: Khawārij, Syi’ah, Murji’ah, Jabariyah, Qadariyah, Mu’tazilah, Ahlussunnah wal Jama’ah
A. Aliran Khawārij
1. Sejarah dan tokoh utama aliran Khawārij
Istilah Khawārij berasal dari Bahasa Arab “khawārij”, yang berarti mereka yang keluar. Nama ini digunakan untuk memberikan atribut bagi pengikut Ali bin Abi Ṭālib yang keluar dari golongannya dan kemudian membentuk kelompok sendiri. Di sini mereka memilih Abdullāh bin Wahab al-Rasyidi menjadi imam sebagai ganti Ali bin Abi Ṭālib. tokohnya Urwah bin Maruah,Nafi'bin al-Azraq dan Abdullah bin Basyir.
Rekam jejak kaum Khawārij telah ada sejak zaman Nabi Muhammad Saw.Timbul-tenggelamnya Khawārij juga dapat dilacak pada akhir masa pemerintahan Utsman bin Affan. Dr. Saleh bin Fauzan al-Fauzan menyatakan: “Mereka adalah orang-orang yang memberontak di akhir masa pemerintahan Utsman bin Affan yang mengakibatkan terbunuhnya Utsman bin Affan”. Setelah pemerintahan dipegang oleh Ali bin Abi Ṭalib, mereka juga memberontak dengan dalih, pemerintahan Ali telah menyalahi hukum yang dibuat oleh Allah. Dalam perkembangan selanjutnya, kelompok Khawārij selalu memberontak kepada pemerintahan yang sah. Hal ini sesuai dengan salah satu doktrin politiknya, yaitu memberontak terhadap pemerintah dan memisahkan diri dari jama’ah muslimin merupakan bagian dari agama.
B. Aliran Syi’ah
1. Sejarah dan tokoh utama aliran Syi’ah
Syi’ah menurut bahasa berarti sahabat atau pengikut. Dalam kajian ilmu kalam, kata syi’ah lebih spesifik ditujukan kepada orang-orang yang menjadi pengikut atau pendukung Ali bin Abi Ṭālib. Munculnya aliran Syi’ah tidak dapat dipisahkan dari tokoh kontroversial yang bernama Abdullāh Ibnu Saba’. Abdullāh Ibnu Saba’ adalah seorang pendeta Yahudi berasal dari Yaman yang pura-pura masuk Islam. Sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa Abdullāh Ibnu Saba’ ini masuk Islam dengan tujuan hendak merusak Islam dari dalam karena mereka tidak sanggup mengacaukan dari luar.
Propaganda yang pertama kali dilancarkan oleh Abdullāh Ibnu Saba’ adalah dengan cara menyebarkan fitnah tehadap Khalifah Utsman bin Affan dan menyanjung-nyanjung Ali bin Abi Ṭālib secara berlebih-lebihan. Propaganda ini mendapatkan sambutan dari sebagian masyarakat Madinah, Mesir, Bashrah, dll. Dia sangat berani membuat hadiś palsu yang bertujuan mengagung-agungkan Ali bin Abi Ṭālib dan merendahkan Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khaṭab, dan Utsman bin Affan.
C. Aliran Murji’ah
1. Sejarah dan tokoh utama aliran Murji’ah
Kata murji’ah berasal dari bahasa Arab arja’a yang artinya menunda. Aliran ini disebut Murji’ah karena mereka menunda menghukumi persoalan konflik politik antara Ali bin Abi Ṭālib, Mu’awiyah bin Abi Ṣufyān, dan Khawārij sampai pada hari perhitungan di akhirat nanti. Karena itu mereka tidak ingin mengeluarkan pendapat tentang siapa yang benar dan siapa yang salah di antara ketiga golongan tersebut. Di antara tokoh Murji’ah yang muncul pada abad pertama hijriyah adalah: AbuHasan ash-Sholihi, Yunus bin an-Namiri, Ubaid al-Muktaib, Bisyar al-Marisi, Muhammad bin Karam.
Pada awalnya kaum Murji’ah hanya terlibat dalam perdebatan di bidang siasah, politik dan khilafah saja, tetapi dalam perkembangannya juga terlibat dalam bidang teologi Islam.
D. Aliran Jabariyah
1. Sejarah dan tokoh utama aliran Jabariyah
Aliran ini muncul dari sikap yang skeptis terhadap situasi politik pada masa pemerintahan Mu’awiyah bin Abi Ṣufyān. Perasaan tidak berdaya itu kemudian dirumuskan dalam pemikiran teologi, bahwa semua perbuatan manusia merupakan wujud kehendak Allah. Doktrin teologi yang demikian itu sangat menguntungkan Mu’awiyah yang saat itu sedang memegang kekuaaan, sehingga pemikiran keagamaan ini dipolitisasi oleh Mu’awiyah untuk melegitimasi aksi politiknya.
Tokoh utamanya yaitu : Ja’ad bin Dirham, yang selanjutnya dikembangkan oleh Jahm bin Shafwan (w. 131 H).
E. Aliran Qadariyah
1. Sejarah dan tokoh utama aliran Qadariyah
Persoalan politik adalah latar belakang utama yang memicu munculnya Aliran Qadariyah. Sebagaimana diketahui, bahwa Mu’awiyah bin Abi Ṣufyān sangat gencar mendelegitimasi pemerintahan Ali bin Abi Ṭālib. Bahkan setelah Ali bin Abi Ṭālib meninggal, Mu’awiyah menggunakan berbagai cara untuk melemahkan pengaruh keluarga Ali bin Abi Ṭālib. Mendiang Ali bin Abi Ṭālib dicaci-maki dalam setiap kesempatan berpidato termasuk saat khutbah Jum’at.
Para ulama yang saleh banyak yang tidak setuju dengan gaya politik Mu’awiyah, namun mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Untuk menutupi kesalahan itu, mereka mengembangkan doktrin bahwa semua yang terjadi adalah atas kehendak Allah, manusia tidak mempunyai kemampuan untuk menentukan nasibnya sendiri. tokoh utamanya adalah Ma’bad al-Jauhani (80 H) dan Ghailan ad-Dimasyqy
F. Aliran Mu’tazilah
1. Sejarah dan tokoh utama aliran Mu’tazilah
Lahirnya aliran Mu’tazilah tidak terlepas dari perkembangan pemikiran- pemikiran ilmu kalam yang sudah muncul sebelumnya. Aliran ini lahir berawal dari tanggapan Waṣil bin Aṭo’ (salah seorang murid Hasan al-Baṣri) di Bashrah, atas pemikiran yang dilontarkan Khawārij tentang pelaku dosa besar. Ketika Hasan alBaṣri bertanya tentang tanggapan Waṣil terhadap pemikiran Khawārij tersebut, dia menjawab bahwa para pelaku dosa besar bukan mukmin dan juga bukan kafir.
Mereka berada dalam posisi antara mukmin dan kafir, yaitu orang fasik. Kemudian Waṣil memisahkan diri dari jamaah Hasan al-Baṣri, dan gurunya itu secara spontan berkata “i’tazala ‘anna” (Waṣil memisahkan diri dari kita semua). Karena itulah kemudian pemikiran yang dikembangkan Waṣil menjadi sebuah aliran yang oleh anggota jamaah Hasan al-Baṣri dinamai dengan “Mu’tazilah”. Corak pemikiran kalam Mu’tazilah lebih cenderung menggunakan pendekatan berpikir filsafat, sehingga aliran ini terkenal dengan aliran kalam rasional.
G. Aliran Asy’ariyah
1. Sejarah dan tokoh utama aliran Asy’ariyah
Dinamakan aliran Asy’ariyah karena dinisbahkan kepada pendirinya, yaitu Abu al-Hasan Ali bin Isma’il al-Asy’ari. Beliau lahir di Bashrah (Irak) pada tahun 260 H/873 M dan wafat pada tahun 324 H/935 M. Al-Asy’ari mengawali belajar ilmu kalam dari ayah tirinya yang bernama Ali al-Jubbai yang beraqidah Mu’tazilah. Dengan demikian maka al-Asy’ari mempunyai paham yang sama dengan gurunya, yaitu Mu’tazilah. Aliran ini diyakininya sampai berusia 40 tahun. Beliau mempelajari aliran Mu’tazilah dengan serius dan mendalaminya, hingga sampai suatu saat terjadilah dialog/debat yang serius antara al-Asy’ari dengan al-Jubba’i. Al-Asy’ari mengajukan pertanyaan kepada gurunya tentang kedudukan orang mukmin, kafir dan anak kecil. Sampai pada akhir dialog tersebut, al-Jubba’i terdiam dan tidak dapat menjawab pertanyaan al-Asy’ari, sehingga al-Asy’ari merasa tidak puas dan mulai meragukan doktrin ajaran Mu’tazilah.
Dari keraguan itulah, maka al-Asy’ari munajat untuk memohon petunjuk kepada Allah Swt. dan tidak keluar dari rumah selama 15 hari. Setelah hari ke-15 kemudian ia pergi ke masjid Bashrah untuk mengumumkan keteguhannya dalam meninggalkan aliran Mu’tazilah. Di samping alasan tersebut. al-Asy’ari meninggalkan Mu’tazilah karena sikap Mu’tazilah yang lebih mementingkan pendekatan akal dari pada menggunakan al-Qur’an dan hadiś. Untuk itu, al-Asy’ari mulai mengembangkan ajaran teologinya dengan mendahulukan dalil naqli (al-Qur’an dan al-hadiś) dan membatasi penggunaan logika filsafat. Corak pemikiran kalam Abu Hasan al-Asy’ari yang demikian itu menjadi mudah dipahami oleh kebanyakan orang, sehingga memperoleh pengikut serta pendukung yang banyak.
H. Aliran Maturidiyah
1. Maturidiyah dan tokoh utama aliran Samarkan
Nama aliran Maturidiyah diambil dari nama pendirinya, yaitu Abu Mansur Muhammad bin Muhammad, kelahiran Maturid (sebuah kota kecil di daerah Samarkand, termasuk wilayah Uzbekistan, Uni Sovyet) kurang lebih pada pertengahan abad ketiga Hijriyah dan meninggal dunia di kota Samarkand pada tahun 333 H. Di antara guru al-Maturidi adalah Nasr bin Yahya al-Balkhi (w. 268 H). Beliau hidup pada masa pemikiran dan perdebatan keilmuan Islam masih dinamis, walaupun aliran Mu’tazilah sudah mulai redup pamornya, sehingga dalam beberapa hal, pemikiran kalam al-Maturidi ada kemiripan dengan Mu’tazilah, namun sebagian besar mempunyai kesamaan dengan pemikiran kalam al-Asy’ari. Di bidang fikih, ulama Maturidiyah adalah mengikuti madzhab Hanafi.