Pertemuan 1
GERAKAN PEMBARUAN DALAM ISLAM
GERAKAN PEMBARUAN DALAM ISLAM
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Selamat belajar di beranda SKI anak anak yang saya cintai dan saya banggakan...
Semoga kalian selalu dalam keadaan sehat dan dalam lindungan Allah SWT ... Aamiin YRA
Pada pertemuan ini kalian akan mempelajari materi tentang :
A. Pengertian Pembaruan
B. Biografi Tokoh-tokoh Pembaruan Dalam Islam
C. Pemikiran Tokoh-tokoh Pembaruan Dalam Islam
Sebelum kalian mempelajari materi pelajaran awali pembelajaran dengan membaca Basmallah
Bismillahirrahmanirrahim
Selamat belajar Anak Anak....
E-PRESENSI MAPEL SKI KELAS XI : KLIK DISINI Wajib diisi sebagai bukti kehadiran !
Baca dan pelajari topik bahasan dibawah ini !
GERAKAN PEMBARUAN DALAM ISLAM
A. Pengertian Pembaruan
Pembaruan dalam Islam adalah upaya-upaya untuk menyesuaikan paham keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Dalam bahasa Arab, gerakan pembaruan Islam disebut tajdid. Secara harfiah, tajdid berarti pembaruan dan pelakunya disebut mujaddid.
Islam sebenarnya telah memiliki tradisi pembaruan karena ketika menemukan masalah baru, kaum muslim segera memberikan jawaban yang didasarkan atas doktrindoktrin dasar kitab dan sunnah. Rasulullah pernah mengisyaratkan bahwa “sesungguhnya Allah akan mengutus kepada umat ini (Islam) pada permulaan setiap abad orang-orang yang akan memperbaiki, memperbaharui, agamanya” (HR. Abu Daud).
Istilah pembaruan baru terkenal dan populer setelah munculnya semangat pemikiran dan gerakan pembaruan Islam, menyusul kontak politik dan intelektual dengan Barat. Tepatnya abad XVIII, pada waktu itu baik secara politis maupun secara intelektual, Islam telah mengalami kemunduran, sedangkan Barat dianggap telah maju dan modern. Kondisi seperti itu menuntut umat Islam untuk melakukan pembaruan dalam berbagai bidang.
Istilah tajdid itu sendiri memiliki arti lain yang lebih luas, di antaranya adalah reformasi, purifikasi, modernisme dan sebagainya. Istilah yang beragam itu mengindikasikan bahwa hal itu terdapat variasi entah pada aspek metodologi, doktrin maupun solusi, dalam gerakan tajdid yang muncul di dunia Islam. Gerakan pembaruan Islam dapat ditelusuri akarnya pada doktrin Islam itu sendiri.
Gerakan pembaruan mendapatkan momentum ketika Islam berhadapan dengan modernitas pada abad ke-19. Kontak langsung antara Islam dan modernitas yang berlangsung sejak Islam sebagai kekuatan politik mulai merosot pada abad ke-18 merupakan agenda yang menyita banyak energi di kalangan intelektual muslim.
B. Biografi Tokoh-Tokoh Pembaruan Dalam Islam
Berikut ini adalah biografi tokoh-tokoh pembaharu dalam Islam.
1. Muhamamd Ali Pasha (1765-1849 M)
Muhammad Ali Pasha lahir bulan Januari 1765 di Kawalla Albania Yunani dekat pantai Macedonia dan meninggal di Mesir pada tahun 1849. Negeri ini telah menjadi bagian negara Daulah Usmani sejak ditaklukkannya oleh Sultan Muhammad II al-Fatih pada tahun 857 H/1453 M dan baru dapat melepaskan diri dari kekuasaan Istanbul pada tahun 1245/1829 M. Ayah Muhammad Ali Pasha bernama Ibrahim Agha, seorang imigran Turki, kelahiran Yunani. Sejak kecil, Muhammad Ali Pasha memiliki keterampilan dan kecerdasan luar biasa.
Dalam perjalanan kariernya, banyak usaha yang dilakukan untuk memperbaharukan atau memodernisir keadaan umat Islam yang telah jauh tertinggal dari negara-negara Barat. Setelah besar ia bekerja sebagai pemungut pajak, karena kecakapannya dalam pekerjaannya ini ia menjadi kesayangan Gubernur Daulah Usmani setempat, akhirnya ia diangkat sebagai menantu oleh gubernur tersebut dan mulai dari waktu itu kariernya semakin meningkat.
Muhammad Ali Pasha diangkat menjadi menantu Gubernur Usmani di tempatnya bekerja. Setelah masuk dalam dinas militer, ia juga menunjukkan kecakapan dan kesanggupan sehingga pangkatnya cepat naik menjadi perwira. Ketika pergi ke Mesir ia mempunyai kedudukan wakil perwira yang memimpin pasukan yang dikirim dari daerahnya. Setelah tentara prancis keluar dari Mesir di tahun 1801. Muhammad Ali Pasha turut memainkan peran penting dalam dunia politik.
Muhammad Ali Pasha mewariskan peninggalan yang megah di perbukitan Jabal Muqatam. Dengan mengerahkan desainer Yunani bernama Yusuf Bushnak akhirnya berhasil membuat Masjid indah dengan corak menara Turki yang berwarna putih perak. Masjid tersebut terbuat dari bahan marmer yang menawan, penduduk Mesir menamainya sebagai masjid Alabaster. Muhammad Ali Pasha meninggal dunia pada tahun 1849 M di Alexandria kemudian jenazahnya dimakamkan di komplek masjid Alabaster.
2. Jamaluddin Al-Afghani (1838-1897 M)
Jamaluddin Al-Afghani dilahirkan di Asadabad, dekat Kanar di Distrik Kabul, Afghanistan, pada tahun 1838 M (1254 H). Al-Afghani menghabiskan masa kecilnya di Afghanistan, namun banyak berjuang di Mesir, India bahkan Perancis. Dalam usia 18 tahun, Al-Afghani tidak hanya menguasai ilmu keagamaan tetapi juga mendalami filsafah, hukum, sejarah, metafisika, kedokteran, sains, astronomi dan astrologi.
Jamaluddin al-Afghani adalah salah seorang pemimpin pergerakan Islam pada akhir abad XIX. Ayah Afghani, adalah Sayyid Sand, dikenal dengan gelar Shadar Al- Husaini. Ayahnya tergolong bangsawan terhormat dan mempunyai hubungan nasab dengan Hussein Ibn Ali r.a., dari pihak Ali At-Tirmizi, seorang perawi hadis. Oleh karena itu, pada nama depan Jamaluddin Al-Afghani diberi tambahan Sayyid.
Al-Afghani melanjutkan belajar ke India selama satu tahun. Di India Afghani menekuni sejumlah ilmu pengetahuan melalui metode modern. Didorong keyakinannya, Al-Afghani melanglang buana ke berbagai negara. Dari India, Al- Afghani melanjutkan perjalanan ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Sepulangnya ke Kabul Al-Afghani diminta penguasa Afghanistan Pangeran Dost Muhammad Khan, untuk membantunya. Tahun 1864, Al-Afghani diangkat menjadi penasehat Shir Ali Khan, dan beberapa tahun kemudian diangkat menjadi Perdana Menteri oleh Muhammad A’zam Khan. Namun karena campur tangan Inggris, Al- Afghani akhirnya meninggalkan Kabul ke Mekkah. Inggris menilai Al-Afghani sebagai tokoh berbahaya karena ide-ide pembaruannya, oleh karenanya pihak Inggris terus mengawasinya.
3. Muhammad Abduh (1849 – 1905 M)
Muhammad Abduh lahir di pedusunan delta Nil Mesir pada tahun 1849. Keluarganya terkenal berpegang teguh kepada ilmu dan agama. Dalam usia 12 tahun Muhammad Abduh telah hafal al-Qur’an. Kemudian, pada usia 13 tahun ia dibawa ke Tanta untuk belajar di Masjid Al-Hamdi. Masjid ini sering disebut Masjid Syeikh Ahmad, yang kedudukannya dianggap sebagai level kedua setelah Al-Azhar. Di masjid ini Muhammad Abduh menghapal dan belajar al-Qur’an selama 2 tahun.
Pada saat Muhammad Abduh berumur 16 tahun, tepatnya pada tahun 1865, Muhammad Abduh menikah dan bekerja sebagai petani. Namun hal itu hanya berlangsung selama 40 hari, karena kemudian ia pergi ke Tanta untuk belajar kembali. Pamannya, seorang Syaikh (guru spiritual) Darwisy Khadr seorang ulama shufi dari Syadzili telah membangkitkan kembali semangat belajar dan antusiasme Abduh terhadap ilmu dan agama.
Syeikh ini mengajarkan kepadanya disiplin etika dan moral serta praktek kezuhudan tharekatnya. Meski Muhammad Abduh tidak lama bersama Syeikh Darwisy, sepanjang hidupnya Muhammad Abduh tetap tertarik kepada kehidupan ruhaniah tasawuf. Namun kemudian dia jadi kritis terhadap banyak bentuk lahiriah dan ajaran tasawuf, dan karena kemudian dia memasuki kehidupan Jamaluddin Al- Afghani yang karismatis itu.
Tahun 1866 Muhammad Abduh meninggalkan isteri dan keluarganya menuju Kairo untuk belajar di Al-Azhar. Tiga tahun setelah Muhammad Abduh di Al-Azhar, Jamaluddin Al-Afghani datang ke Mesir. Di bawah bimbingan Al-Afghani, Muhammad Abduh mulai memperluas studinya sampai meliputi filsafat dan ilmu sosial serta politik. Sekelompok pelajar muda Al-Azhar bergabung bersamanya, termasuk pemimpin Mesir di kemudian hari, Sa’d Zaghlul. Al-Afghani aktif memberikan dorongan kepada murid-muridnya ini untuk menghadapi intervensi Eropa di negeri mereka dan pentingnya melihat umat Islam sebagai umat yang satu.
Muhammad Abduh meninggal pada tanggal 11 Juli 1905. Banyaknya orang yang memberikan hormat di Kairo dan Alexandria, membuktikan betapa besar penghormatan orang kepada dirinya. Meskipun Muhammad Abduh mendapat serangan sengit karena pandangan dan tindakannya yang reformatif, terasa ada pengakuan bahwa Mesir.
4. Muhammad Rasyid Ridha (1865 - 1935 M)
Muḥammad Rasyid Rida lahir di Qalamun, Lebanon dekat dengan Tripoli (Suriyah), 27 Jumadil Ula 1282 H, atau 23 September 1865 M nama lengkapnya adalah Muhammad Rasyid bin Ali Ridha bin Syamsuddin bin Baha'uddin Al-Qalmuni Al-Husaini. Ia dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan keluarga terhormat dan taat beragama. Rasyid Ridha memulai pendidikan dengan membaca Al-Qur'an, menulis dan berhitung di kampungnya, Qalamun, Suriyah.
Muhammad Rasyid Ridha masuk ke Madrasah ar-Rasyidiyah, yaitu sekolah milik pemerintah di Tripoli untuk belajar ilmu bumi, ilmu berhitung, ilmu bahasa, seperti nahwu dan saraf (ilmu tata bahasa Arab); dan ilmu-ilmu agama, seperti akidah dan ibadah. Ketika berumur 18 tahun, Ridha kembali melanjutkan studinya dan sekolah yang dipilihnya adalah Madrasah al-Wathaniyyah al-Islamiyyah yang didirikan Syekh Husain al-Jisr.
Syekh Husain al-Jisr, dikenal sebagai seorang yang sangat berjasa dalam menumbuh kembangkan semangat ilmiah dan ide pembaruan dalam diri Rasyid Ridha di kemudian hari. Di antara pikiran-pikiran gurunya yang sangat mempengaruhi ide pembaruan Rasyid Ridha adalah, satu-satunya jalan yang harus ditempuh umat Islam untuk mencapai kemajuan adalah memadukan pendidikan agama dan pendidikan umum.
Rasyid Ridha juga seorang pengikut Thareqat Naqsyabandiyah. Berdasarkan pengalamannya di dunia tharekat, ia menyimpulkan bahwa ajaran-ajaran tarekat yang berlebihan dalam cara beribadat dan pengkultusan seorang guru membuat seseorang mempunyai sikap statis dan pasif.
Rasyid Ridha meninggal di Mesir, 22 Agustus 1935 M (1354 H). Kemudian dimakamkan Kairo, Mesir, bersebelahan dengan makam gurunya, Muhammad Abduh
5. Muhammad Iqbal (1877 – 1938 M)
Muhammad Iqbal terlahir di Sialkot, Punjab, India, 9 November 1877. Leluhurnya termasuk dari kalangan kasta Brahmana dari Kashmir yang telah memeluk agama Islam sekitar tiga abad sebelum Iqbal lahir. Muhammad Iqbal terkenal sebagai seorang sastrawan, filsuf, sekaligus negarawan pada abad XX.
Muhammad Iqbal berkelana belajar ke Eropa selama tiga tahun; mulai dari Cambridge bersama seorang filosof neo-Hegelian, JME McTaggert, kemudian di Heidelberg dan terakhir di Munich. Dia meninggalkan Eropa dengan gelar sarjana hukum dari Inggris dan gelar doktor dari Jerman dengan tesis tentang Mistisisme Persia. Fakta yang lebih penting adalah dia menguasai pemikiran Eropa secara mendalam, sejak teologi Thomas Aquinas hingga filsafat Henri-Louis Bergson dan Nietzsche.
Dalam sastra Urdu, Muhammad Iqbal merupakan salah satu tokoh yang penting. Karya-karnya banyak ditulis dalam bahasa Urdu dan Persia. Sarjana-sarjana sastra Pakistan, India bahkan Indonesia banyak yang mengakui dan mengagumi karya-karya Muhammad Iqbal. The Reconstuction of Religious Thought in Islam (terbitan Lahore, 1951) dapat dikatakan sebagai karya pamuncaknya. Di sanalah, percik-percik gagasannya memancar dan terus menginspirasi hingga sekarang.
Selama bertahun-tahun Muhammad Iqbal memberikan pengaruh yang sangat besar pada perselisihan budaya, sosial, religius dan politik. Muhammad Iqbal meninggal di Lahore, 21 April 1938 pada umur 60 tahun.
C. Pemikiran Tokoh-Tokoh Pembaruan Dalam Islam
1. Muhamamd Ali Pasha (1765-1849 M)
Muhammad Ali Pasha melakukan pembenahan ekonomi dan militer di Mesir. Atas saran para penasihatnya, ia juga melakukan program pengiriman tentara untuk belajar di Eropa. Pemerintahan Muhammad Ali Pasha menandai permulaan diferensiasi yang sebenarnya antara struktur politik dan ke agamaan di Mesir. Muhammad Ali berkuasa penuh. Ia telah menjadi wakil Sultan dengan resmi di Mesir dan rakyat sendiri tidak mempunyai organisasi dan kekuatan untuk menentang kekuasannya.
Muhammad Ali Pasha mendapatkan kepercayaan sebagai pemimpin militer pada era Daulah Usmani dan menjadi seorang pemimpin tersohor kebanggaan negara Mesir, terutama dalam merevolusi negara tersebut menjadi sebuah negara industri dan modern. Bahkan, orang Mesir sendiri mengenalnya sebagai seorang pahlawan.
Walaupun tidak dilahirkan di Mesir dan tidak berbahasa Arab, namun keinginannya untuk membangun dan meningkatkan sumber penghasilan ekonomi bagi negara Mesir sangat besar. Inisiatif, visi dan semangat yang dimilikinya tak mampu ditandingi pahlawan-pahlawan lain yang sezaman dengannya.
Muhammad Ali Pasha adalah pendiri dinasti Mesir yang keturunannya memerintah Mesir sampai tahun 1952. Kemunculannya di Mesir tahun 1799 sebagai salah seorang diantara 300 orang anggota pasukan yang dikirim Albania atas perintah Sultan Usmani untuk mengusir Perancis. Pada awalnya ia berkedudukan sebagai penasehat komandan pasukan Albania, karena kecakapannya dalam memimpin maka ia diangkat menjadi komandan penuh.
Setelah berhasil mengusir Napoleon dari Mesir, ia diangkat menjadi jendral tahun 1801. Pada bulan Nopember 1805 ia menjadi penguasa di Mesir dan bulan April 1806 ia diangkat menjadi Wali Negara Mesir dengan gelar Pasha.
Beberapa pembaruan yang dilakukan Muhammad Ali Pasha:
a. Dalam Bidang Militer
Setelah Perancis dapat diusir Inggris pada tahun 1802 M, Muhammad Ali Pasha mengundang Save, seorang perwira tinggi Perancis untuk melatih tentara Mesir.
Pada tahun 1815 M untuk pertama kalinya Mesir mendirikan Sekolah Militer yang sebagian besar instrukturnya didatangkan dari Eropa. Tidak hanya itu, namun ia juga banyak mengimpor persenjataan buatan Eropa seperti buatan Jerman atau Inggris. Terinspirasi oleh pelatihan militer bangsa Eropa, Muhammad Ali Pasha kemudian melatih militernya berdasarkan Nidzam al-Jadid atau bisa disebut dengan peraturan baru. Tentara Mesir diatur dengan disiplin dan mulai memperkuatkannya dengan menjadikan para petani luar daerah untuk mengikuti wajib militer. Upaya itu ternyata cukup berhasil untuk menjadikan kekuatan militer Mesir semakin berkembang.
b. Bidang Ekonomi dan Sosial
Muhammad Ali Pasha sangat memahami bahwa di belakang kekuatan militer mesti harus ada kekuatan ekonomi yang sanggup membiayai pembaruan di bidang militer dan bidang-bidang yang bersangkutan dengan militer. Jadi dua hal yang penting baginya, kemajuan ekonomi dan kekuatan militer, dan dua hal ini menghendaki pengetahuan atau ilmu-ilmu modern.
Untuk meningkatkan perkembangan ekonomi Muhammad Ali Pasha juga membangun sistem irigasi, sehingga hasil pertanian menjadi lebih baik. Mesir adalah negara yang tergantung dari pertanian oleh karena itu di samping memperbaiki irigasi lama ia juga mengandalkan irigasi baru, memasukkan penanaman kapas dari India dan Sudan.
Usaha Muhammad Ali Pasha yang hebat adalah menyelesaikan pembangunan sebuah terusan kuno yang menghubungkan antara Alexandria dengan sungai Nil. Menurut beberapa sumber, upaya tersebut diawali dengan penggalian yang mengerahkan kurang lebih 100.000 petani Mesir. Dari hal tersebut meningkat pulalah pusat irigasi dari tahun 1813-1830 M hingga 18%.
c. Dalam Bidang Pendidikan
Muhammad Ali Pasha menaruh perhatian besar pada perkembangan ilmu pengetahuan. Hal ini terbukti dengan dibentuknya kementerian pendidikan. Setelah itu didirikan Sekolah Militer tahun 1815 M, Sekolah Teknik tahun 1816 M, Sekolah Kedokteran tahun 1827 M, Sekolah Pertanian dan Apoteker tahun 1829 M, Sekolah Pertambangan tahun 1834 M dan Sekolah Penerjemah tahun 1839 M. Selain itu, ia juga banyak mengirim pelajar ke Perancis untuk belajar pengetahuan berupa sains dan teknologi Barat di Perancis.
Menurut catatan sejarah ia mengirim 311 pelajar Mesir ke Italia, Perancis,Inggris dan Austria dengan mengambil disiplin keilmuan yang beragam seperti kemiliteran, ilmu administrasi, arsitek, kedokteran dan obat-obatan. Selain mendirikan beberapa sekolah dan mengirim pelajar ke luar Muhammad Ali Pasha juga melakukan penerjemahan buku-buku terbitan Eropa dalam skala yang besar. Dalam program penerjemahan tersebut Muhammad Ali Pasha menunjuk Rifa`ah At-Tahtawi. Dalam masa kepemimpinan Rifa’ah, sekolah penterjemah berkembang lebih baik dengan menggencarkan penterjemahan buku-buku Barat, seperti buku filsafat, ilmu militer, ilmu fisika, ilmu bumi, logika, antropologi, ilmu politik dan lain sebagainya.
Muhammad Ali Pasha menerbitkan majalah al-Waqa'i al-Mishriyah (Berita Mesir) berbahasa Arab pertama kalinya pada tahun 1828 M. Majalah ini merupakan majalah resmi yang diterbitkan oleh pemerintah.
2. Jamaluddin Al-Afghani
Kembalinya Jamaluddin Al-Afghani ke India untuk kedua kalinya setelah pergi meninggalkan Mesir karena ketidak senangan Inggris yang telah menghasut kaum teolog untuk melawan Jamaluddin Al-Afghani atas kegiatan-kegiatannya yang menyebabkan banyaknya orang Kristen yang masuk Islam. Di sini, Al-Afghani menuliskan risalah yang sangat terkenal, Risalah fi Ar-Radd al-Masihiyah (Pembuktian Kesalahan Kaum Materialis), risalah ini menimbulkan gejolak besar kalangan materialis.
Jamaluddin al-Afghani pernah menerbitkan jurnal Al-Urwah Al-Wutsqa yang mengecam keras Barat. Jurnal tersebut juga dikenal sebagai jurnal anti penjajahan, yang diterbitkan di Paris. Jurnal ini segera menjadi barometer perlawanan imperialisme dunia Islam yang merekam komentar, opini, dan analisis bukan saja dari tokoh-tokoh Islam dunia, tetapi juga ilmuwan-ilmuwan barat yang penasaran dan kagum dengan kecemerlangan Al-Afghani.
Pada tahun 1889, Al-Afghani diundang ke Persia untuk suatu urusan persengketaan politik antara Persia dengan Rusia. Bersamaan dengan itu al-Afghani melihat ketidakberesan politik dalam negeri Persia sendiri. Karenanya, Jamaluddin Al-Afghani menganjurkan perombakan sistem politik yang masih otokratis. Kontribusi al-Afghani yang lain adalah perlawanan terhadap kolonial barat yang menjajah negeri-negeri Islam.
Dalam rangka usaha membangkitkan semangat umat Islam serta pengembalian keutuhan umat Islam, Al-Afghani menganjurkan pembentukan suatu ikatan politik yang mempersatukan seluruh umat Islam berupa Gerakan Pan-Islamisme. Pan-Islamisme menghendaki persatuan umat Islam sebagai kekuatan bersama untuk membebaskan dirinya dari penjajahan dan membangun kekuatan bersama.
Al-Afghani adalah sosok yang mengabdikan dirinya untuk mengingatkan dan membangkitkan dunia Islam, yang menurutnya harus meninggalkan perselisihan dan berjuang bersama. Beliau juga membangkitkan semangat nasionalisme di negara negara yang pernah di kunjunginya, sehingga Al-Afghani mendapat julukan sebagai bapak Nasionalisme Islam.
Ikatan tersebut, yang didasarkan atas solidaritas akidah Islam, bertujuan membina kesetiakawanan dan pesatuan umat Islam dalam perjuangan; pertama, menentang sistem pemerintahan yang dispotik atau sewenang-wenang, dan menggantikannya dengan sistem pemerintahan yang berdasarkan musyawarah seperti yang diajarkan Islam, hal ini juga berarti menentang sistem pemerintahan Usmaniyah yang absolut. Kedua, menentang kolonialisme dan dominasi Barat.
Al-Afghani menilai penyebab kemunduran di dunia Islam, adalah tidak adanya keadilan dan syura (dewan) serta tidak setianya pemerintah pada konstitusi dikarenakan pemerintahan yang sewenang-wenang, inilah alasan mengapa pemikir di negara-negara Islam di timur tidak bisa mencerahkan masyarakat tentang intisari dan kebaikan dari pemerintahan republik.
Bagi Al-Afghani, pemerintah rakyat adalah “pemerintahan yang terbatas”, pemerintahan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, dan karenanya merupakan lawan dari pemerintahan absolut. Merupakan suatu pemerintah yang berkonsultasi dalam mengatur, membebaskan dari beban yang diletakkan pemerintahan despotik dan mengangkat dari keadaan membusuk ke tingkat kesempurnaan.
Dalam buku Prof. Ahmad Amin dari Kairo yang berjudul Zuma al-Islah, para penulisnya sepakat bahwa Al-Afghani memiliki dua tujuan yang jelas dan pokok yang menggaris bawahi misinya yang besar :
a. Mengisi semangat baru di Timur sehingga ia menghidupkan kembali kebudayaan, ilmu pengetahuan, pendidikan, kebersihan agamanya yang kaya, sehingga membebaskan kepercayaannya dari dunia mistik, dan menjernihkan moralnya dari apa yang telah terkumpul di sekitar mereka dan kemudian kembali kepada kekuasaan dan landasan yang pernah mereka pegang dan miliki.
b. Melawan dominasi asing (Imperialisme Barat) sehingga negara-negara Timur dikembalikan kepada kemerdekaannya, yang diperkuat oleh ikatan kebersamaan untuk menghalau bahaya yang datang dari bangsa Barat.
Sebagian ide dan pemikiran Al-Afghani ditorehkan dalam tulisan. Di antara karyanya adalah Bab ma Ya’ulu Ilaihi Amr al-Muslimin, yang membahas tentang sesuatu yang melemahkan umat Islam; Makidah asy-Syarqiyah, yang menjelaskan tentang tipu muslihat para orientaslis; Risalah fi Ar-Radd al-Masihiyah, yang berisi tentang risalah untuk menjawab orang Kristen. Diya’ al-Khafiqain yaitu hilanya Timur dan Barat, dan beberapa karya lainnya.
3. Muhammad Abduh
Ide-ide Pembaruan Muhammad Abduh;
a. Faktor Utama Kemunduran Umat Islam adalah Jumud
Muhammad Abduh berpandangan bahwa penyakit yang melanda negara negara Islam adalah adanya kerancuan pemikiran agama di kalangan umat Islam sebagai konsekuensi datangnya peradaban Barat dan adanya tuntutan dunia Islam modern. Sebab yang membawa kemunduran umat Islam adalah bukan karena ajaran Islam itu sendiri, melainkan adanya sikap jumud di tubuh umat Islam. Menurut Muhammad Abduh Al-Islamu mahjubun bil muslimin. Jumud yaitu keadaan membeku/statis, sehingga umat tidak mau menerima perubahan, yang dengannya membawa bibit kepada kemunduran umat saat ini (al-Jumud ‘illatun tazawwul).
Seperti dikemukakan Muhammad Abduh dalam al-Islam baina al-’Ilm wa al-Madaniyyah, dijelaskan bahwa sikap jumud dibawa ke tubuh Islam oleh orang orang yang bukan Arab, yang merampas puncak kekuasaan politik di dunia Islam. Mereka juga membawa faham animisme, tidak mementingkan pemakaian akal, jahil dan tidak kenal ilmu pengetahuan. Rakyat harus dibutakan dalam hal ilmu pengetahuan agar tetap bodoh.
b. Bidang Masalah Ijtihad
Muhammad Abduh banyak menonjolkan pemikiran Ibn Taimiyyah tentang Ibadah dan Muamalah. Bahwa ajaran-ajaran yang terdapat dalam Qur’an dan hadis bersifat tegas, jelas dan terperinci. Sebaliknya, ajaran-ajaran mengenai hidup kemasyarakatan umat hanya merupakan dasar-dasar dan prinsip umum tidak terperinci, serta sedikit jumlahnya. Oleh karena sifatnya yang umum tanpa perincian, maka ajaran tersebut dapat disesuaikan dengan zaman.
Penyesuaian dasar-dasar itu dengan situasi modern dilakukan dengan mengadakan interpretasi baru. Untuk itu, Ijtihad perlu dibuka. Dalam kitab Tarikh Hashri al-Ijtihad dikutip pendapat ‘Abduh mengenai ijtihad sebagai berikut: “Sesungguhnya kehidupan sosial manusia selalu mengalami perubahan, selalu terdapat hal-hal baru yang belum pernah ada pada zaman sebelumnya. Ijtihad adalah jalan yang telah ada dalam syariat Islam sebagai sarana untuk menghubungkan hal-hal baru dalam kehidupan manusia dengan ilmu-ilmu Islam, meskipun ilmu-ilmu Islam telah dibahas seluruhnya oleh para ulama terdahulu....”
Selanjutnya, menurut Muhammad Abduh, untuk orang yang telah memenuhi syarat ijtihad di bidang muamalah dan hukum kemasyarakatan bisa didasarkan langsung pada Alquran dan Hadis dan disesuaikan dengan zaman. Sedangkan ibadah tidak menghendaki perubahan menurut zaman.
Pendapat tentang dibukanya pintu ijtihad bukan semata-mata pada hati tetapi pada akal. Al-Qur'an memberikan kedudukan yang tinggi bagi akal. Islam, menurutnya adalah agama rasional. Mempergunakan akal adalah salah satu dasar Islam. Iman seseorang takkan sempurna tanpa akal. Agama dan akal yang pertama kali mengikat tali persaudaraan.
c. Bidang Ilmu Pengetahuan Islam (Pendidikan)
Seperti dikutip Fazlur Rahman, Muhammad Abduh menyatakan bahwa ilmu pengetahuan modern banyak berdasar pada hukum alam (sunnatullah, yang tidak bertentangan dengan Islam yang sebenarnya). Sunnatullah adalah ciptaan Allah SWT. Wahyu juga berasal dari Allah. Jadi, karena keduanya datang dari Allah, tidak dapat bertentangan satu dengan yang lainnya. Islam mesti sesuai dengan ilmu pengetahuan modern dan, yang modern mesti sesuai dengan Islam, sebagaimana zaman keemasan Islam yang melindungi ilmu pengetahuan.
Dengan penuh semangat, Muhammad Abduh menyuarakan penggalian sains dan penanaman semangat ilmiah Barat. Kemajuan Eropa karena belahan dunia ini telah mengambil yang terbaik dari ajaran Islam. Islam pasti mampu beradaptasi dengan dunia modern. Muhammad Abduh ingin membuktikan bahwa Islam adalah agama rasional yang dapat menjadi basis kehidupan modern.
Sebagai konsekuensi dari pendapatnya, Muhammad Abduh berupaya untuk memperbarui pendidikan dan pelajaran modern, yang dimaksudkan agar para ulama kelak tahu kebudayaan modern dan mampu menyelesaikan persoalan modern. Pendidikan adalah hal terpenting dalam kehidupan manusia dan dapat merubah segala sesuatu.
Muhammad Abduh memperjuangkan sistem pendidikan fungsional yang bukan impor, yang mencakup pendidikan universal bagi semua anak, laki-laki dan perempuan. Semuanya harus punya kemampuan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung. Semuanya harus mendapat pendidikan agama, yang mengabaikan perbedaan sektarian dan menyoroti perbedaan antara Kristen dan Islam. Isi dan lama pendidikan haruslah beragam, sesuai dengan tujuan dan profesi.
Muhammad Abduh percaya bahwa anak petani dan tukang harus mendapat pendidikan minimum, agar mereka dapat meneruskan jejak ayah mereka. Kurikulum sekolah ini harus meliputi: (1) buku ikhtisar doktrin Islam yang berdasarkan ajaran Sunni dan tidak menyebut-nyebut perbedaan sektarian; (2) teks ringkas yang memaparkan secara garis besar fondasi kehidupan etika dan moral dan menunjukkan mana yang benar dan yang salah; dan (3) teks ringkas sejarah hidup Nabi Muhammad Saw, kehidupan shahabat, dan sebab-sebab kejayaan Islam.
Sedangkan untuk sekolah menengah haruslah mereka yang ingin mempelajari syariat, militer, kedokteran, atau ingin bekerja ada pemerintah. Kurikulumnya haruslah meliputi, antara lain: (1) buku yang memberikan pengantar pengetahuan, seni logika, prinsip penalaran; (2) teks tentang doktrin, yang menyampaikan soal-soal seperti dalil rasional, menentukan posisi tengah dalam upaya menghindarkan konflik, pembahasan lebih irnci mengenai perbedaan antara Kristen dan Islam, dan keefektifan doktrin Islam dalam membentuk kehidupan di dunia dan akherat; (3) teks yang menjelaskan mana yang benar dan salah, penggunaan nalar dan prinsip-prinsip doktrin; serta (4) teks sejarah yang meliputi berbagai penaklukan dan penyebaran Islam.
Adapun pendidikan yang lebih tinggi lagi untuk guru dan kepala sekolah,dengan kurikulum yang lebih lengkap, mencakup: (1) tafsir al-Qur’an; (2) ilmu bahasa dan bahasa Arab; (3) ilmu hadis; (4) studi moralitas (etika); (5) prinsip prinsip fiqh; (6) seni berbicara dan meyakinkan; dan (7) teologi dan pemahaman doktrin secara rasional
d. Bidang Keluarga dan Wanita
Menurut Muhammad Abduh, pondasi terpenting dari masyarakat baru adalah individu. Umat terdiri dari unit-unit keluarga. Kalau unit-unit ini tidak memberikan lingkungan yang sehat dan fungsional bagi perkembangan individu di dalamnya, maka pondasi masyarakat akan runtuh.
Menurut Muhammad Abduh, jika wanita memang punya kualitas pemimpin dan kualitas membuat keputusan, maka keunggulan pria tak berlaku lagi. Muhammad Abduh juga berpendapat bahwa, penyebab perpecahan atau fitnah dalam masyarakat adalah karena pria mengumbar hawa nafsunya.
4. Muhammad Rasyid Ridha
Dalam pengembaraan ilmiahnya di Mesir, Muhammad Rasyid Ridha bertemu dengan Muhammad Abduh sebagai gurunya. Pergulatan ilmiah dengan Muhammad Abduh menjadikan waktu Muhammad Rasyid Ridha semakin sibuk menambah pengetahuannya tentang pembaruan Islam. Dalam suatu kesempatan, Rasyid Ridha menyampaikan keinginannya untuk menerbitkan majalah yang diberi nama Al-Manar. Tujuan Rasyid Ridha dalam menerbitkan majalah Al-Manar yaitu untuk mengadakan pembaruan melalui media cetak yang di dalamnya berisikan bidang agama, sosial, ekonomi, memberantas takhyul dan faham bidah yang masuk ke dalam kalangan umat Islam. Serta menghilangkan faham fatalisme, faham-faham salah yang dibawa oleh tharekat tasawuf, meningkatkan mutu pendidikan dan membela umat Islam terhadap permainan politik negara Barat.
Majalah Al-Manar terbit perdana pada tanggal 22 Syawal 1315 H/17 Maret 1898 M. Majalah ini terbit secara berkala memuat delapan halaman dalam satu edisinya. Majalah ini tidak hanya berisi artikel (ide) pemikiran Muhammad Abduh dan Muhamad Rasyid Ridha, namun juga banyak penulis-penulis lain yang terlibat dalam penulisan majalah Al-Manar.
Tidak hanya majalah Al-Manar, merasa tidak cukup dengan artikel terbatas yang diterbitkan dalam majalah Al-Manar, kemudian Muhamad Rasyid Ridha berinisiasi untuk menuliskan materi-materi kuliah Muhammad Abduh yang nantinya menjadi menjadi Tafsir Al-Manar. Muhammad Abduh memberikan kuliah-kuliah tafsir ini sampai ia meninggal di tahun 1905 M. Setelah gurunya meninggal, Rasyid Ridha meneruskan penulisan sesuai dengan jiwa dan ide yang dicetuskan oleh Muhammad Abduh.
Pemikiran pembaruan Islam Muhammad Rasyid Ridha dapat dibagi menjadi beberapa bidang :
a. Bidang Keagamaan
Pemikiran pembaruan Muhammad Rasyid Ridha dalam bidang keagamaan bisa dikatakan sama seperti pemikiran Muhammad Abduh, kedekatan hubungan antara Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha menciptakan dinamika yang sama. Umat Islam mengalami kemunduran karena tidak menganut ajaranajaran Islam yang sebenarnya. Hal ini dikarenakan banyak faham-faham yang tidak sesuai masuk ke dalam tubuh Islam, seperti segala khurafat, takhayul, bidah, jumud dan taklid.
Menurut Muhammad Rasyid Ridha, umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya yaitu, ajaran yang murni dan terhindar dari segala bid`ah yang merongrong ajaran tauhid. Muhammad Rasyid Ridha mengatakan bahwa Islam itu sederhana sekali, sesederhana dalam ibadah dan sederhana dalam muamalahnya. Ibadah kelihatannya berat dan ruwet karena dalam ibadah telah ditambahkan hal-hal yang bukan wajib, tetapi sebenarnya hanya sunnah.
Ijtihad diperlukan hanya untuk persoalan hidup kemasyarakatan. Ayat dan Hadis yang mengandung arti tegas, tidak diperlukan ijtihad. Akal dapat dipergunakan terhadap ayat dan hadis yang tidak mengandung arti tegas dan terhadap persoalan-persoalan yang tidak tersebut dalam Alquran dan Hadis. Oleh karena itu, disinilah letak dinamika Islam menurut faham Muhammad Rasyid Ridha.
b. Bidang Pendididkan dan Ilmu Pengetahuan
Muhammad Rasyid Ridha sangat antusias memandang kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi dan peradaban Barat yang modern. Gambaran terhadap kemajuan teknologi yang dicapai oleh bangsa Barat mendapatkan tanggapan positif dari Muhammad Rasyid Ridha.
Oleh Muhammad Rasyid Ridha ilmu-ilmu pengetahuan umum dimasukkan ke dalam lembaga pendidikan milik umat Islam. Untuk mencapat tujuannya dibentuklah lembaga pendidikan al-Dakwah Wal Irsyad pada tahun 1912 M di Cairo, Mesir.
5. Muhammad Iqbal
Menurut pandangan Muhammad Iqbal terdapat beberapa sebab kemunduran umat Islam :
a. Fakta sejarah menunjukan bahwa kehancuran Baghdad, banyak mempengaruhi peradaban ummat Islam. Karena Baghdad pernah menjadi pusat politik, kebudayaan dan pusat kemajuan pemikiran Islam. Akibatnya, pemikiran ulama pada masa itu hanya bertumpu pada ketertiban sosial.
b. Ada kecenderungan ummat Islam terjerembab pada paham fatalisme, yang menyebabkan umat Islam pasrah kepada nasib dan enggan bekerja keras. Pengaruh zuhud yang terdapat dalam ajaran tasawuf yang dipahami secara berlebihan dan salah mengakibatkan umat Islam tidak mementingkan persoalan kemasyarakatan.
c. Awal kegagalan Islam dalam mengikuti perkembangan modern salah satunya disebabkan hilangnya semangat ijtihad. Munculnya kelompok muslim yang menganggap pintu ijtihad telah tertutup. Pemahamann ini melahirkan sikap statis (jumud) dalam pemikiran umat Islam, karena kegiatan ijtihad dianggap tertutup.
Untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi umat Islam, maka Muhammad Iqbal menawarkan beberapa solusi yang harus diterapkan yaitu :
a. Secara konsisten menerapkan konsep dinamisme Islam, umat Islam harus membangkitkan kembali tradisi keilmuan. Al-Qur’an senantiasa menganjurkan pemakaian akal untuk melihat tanda-tanda kebesaran Tuhan dan pada saat yang sama menganjurkan umat Islam senantiasa bergerak aktif menyongsong perubahan zaman.
b. Hukum Islam tidak bersifat statis, tetapi dinamis dan berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Pintu ijtihad tidak pernah tertutup. Menurut Muhammad Iqbal, ijtihad adalah mencurahkan segenap kemampuan intelektual, yang berarti menempatkan akal pada kedudukan yang tinggi. Di dalam ijtihad, terdapat aspek perubahan dan dengan adanya perubahan itulah, dinamika umat manusia berasal. Paham dinamisme Islam inilah yang membuat Iqbal mempunyai kedudukan penting dalam pembaruan Islam. Dalam syair-syairnya, ia mendorong umat Islam supaya bergerak dan jangan tinggal diam.
c. Intisari hidup adalah gerak. Karenanya, Iqbal menyeru agar umat Islam bangun dan menciptakan dunia baru. Dalam kaitannya dengan barat, Iqbal memandang barat tidaklah bagus untuk dijadikan model peradaban. Kapitalisme dan materialisme barat telah membawa kerusakan bagi kemanusiaan. Karena itu boleh belajar dari barat dalam hal metodologi ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan nilai-nilai kehidupan harus digali dari ajaran Islam yang benar dan budaya yang positif.
Mengenai paham Muhammad Iqbal yang mampu membangkitkan umat Islam adalah tentang Dinamisme Islam yaitu dorongannya terhadap umat Islam supaya bergerak dan jangan tinggal diam. Inti sari hidup adalah gerak, sedang hukum hidup adalah menciptakan, maka Iqbal menyeru kepada umat Islam agar bangun/bangkit dan menciptakan dunia baru.
Dari segi bahasa, kata Dinamisme artinya tidak berhenti. Sedangkan menurut istilah Dinamisme adalah suatu aktifitas yang didasarkan pada kesadaran untuk selalu berubah secara positif untuk mengikuti perkembangan zaman. Karena itu dinamisme sebagai tuntutan untuk memberdayakan ummat. Konsekuensinya apabila umat kehilangan dinamisme, maka yang terjadi adalah kemunduran yang akan berdampak pada kesengsaraan kehidupan.
D. Sultan Mahmud II, Pembaru dari Daulah Usmani
Mahmud lahir di Istambul pada tanggal 13 Ramadhan 1199 H bertepatan dengan tanggal 20 Juli 1785 M dan meninggal pada tanggal 1 Juli 1839 M. Dia adalah sultan ke- 33 dari sultan Daulah Usmani di Turki. Diangkat menjadi sultan pada tanggal 28 Juli 1808 menggantikan kakaknya Mustafa IV sampai ia meninggal. Ayahnya bernama Salim III (Sultan ke-31).
Sultan Mahmud II dipandang sebagai pelopor pembaruan di Daulah Usmani. Sultan Mahmud II melihat bahwa telah tiba waktunya untuk memulai usahausaha pembaruan yang telah lama terlintas dalam pikirannya. Pembaruan dilakukannya secara sungguh-sungguh, di mulai dalam bidang militer, tradisi, pendidikan, hukum, dan ekonomi.
Dalam kurun waktu 32 tahun, Mahmud II melakukan pembaruan dalam berbagai bidang; militer, pemerintahan, pendidikan, ekonomi, publikasi (komunikasi), tradisi, pencetakan, penerjemahan dan media massa.
Dalam bidang militer, Sultan Mahmud II mendirikan sekolah militer tahun 1830 M dengan mendatangkan tenaga-tenaga ahli dari Eropa dan Rusia. Kemudian Sultan mendirikan Akademi Militer di tahun 1840. Pengembangan pendidikan kemiliteran ini disamping didukung oleh tenaga-tenaga professional yang dikirim oleh Muhammad Ali Pasha dari Mesir, Sultan Mahmud II juga mengirim pelajar-pelajar ke Eropa untuk mendalami ilmu kemiliteran.
Di bidang pendidikan, selain telah berdiri madrasah yang mengajarkan pendidikan agama, kemudian didirikan pula sekolah-sekolah umum yang secara intens mengkaji materi peajaran umum.
Perubahan lebih kuat dalam tradisi Usmani. Pakaian kerajaan yang ditentukan untuk Sultan dan pakaian kebesaran yang biasa dipakai Menteri dan pembesar-pembesar lain diganti dengan pakaian yang lebih sederhana. Hal berpengaruh terhadap berkurangnya kesenjangan sosial, termasuk menjauhkan kebiasaan pejabat pemerintah dari sifat glamour dan berlebihan.
Perubahan mendasar yang dilakukan oleh Sultan Mahmud II terbukti berhasil. Bangsa-bangsa Eropa terkejut dengan perubahan cepat yang diraih oleh Daulah Usmani. Dan hal ini kemudian memberikan pengaruh kepada bangsa-bangsa Islam lain untuk melakukan pembaruan dalam berbagai bidang.
TUGAS : KLIK DISINI !