PAK PATAH : PUSTAKAWAN INDONESIA PERTAMA YANG TAK DIKENAL
Sosok Pustakawan di Era Bataviaasch Genootschap hingga awal Kemerdekaan RI

Oleh : Atikah

(Pustakawan Ahli Madya Koleksi Langka Perpustakaan Nasional)

Abstrak:

Perpustakaan adalah gudang dan tambang pengetahuan, yang disimpan dalam berbagai koleksinya. Sejarah satu perpustakaan tidak bisa dilepaskan dari sosok pustakawan di dalamnya.  Perpustakaan adalah portal untuk semua pengetahuan dunia. Pustakawan memastikan bahwa pengetahuan terus dicatat dan disimpan untuk masa depan, bahkan saat perangkat dan format penyimpanan informasi telah berubah.  Bicara tentang sejarah perpustakaan di Indonesia khususnya Perpustakaan Nasional, tidak lepas dari lembaga yang dibuat pemerintah kolonial Belanda yaitu Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschapen.  Pemerintah kolonial Belanda untuk untuk kepentingan meluaskan pengaruhnya ke berbagai wilayah di Nusantara, Mereka telah mendirikan satu lembaga yang dinamakan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschapen. Tidak banyak literatur bahkan belum ada yang mengungkap sosok orang Indonesia  yang pertama kalinya  menjadi pustakawan. Ternyata di era Bataviaasch Genootschap ini sudah ada orang Indonesia yang bekerja sebagai pustakawan atau di zaman kolonial Belanda disebut dengan ‘Bibliothecaris”. Siapa kah sosok tersebut? Tulisan ini berusaha mengungkap tentang sosok pustakawan ini. Metoda yang digunakan adalah dengan studi literatur, kemudian dikumpulkan dan dianalisis terkait tokoh tersebut. Hasil nya diperoleh banyak ternyata banyak sumber-sumber lama yang menyebutkan sosok tokoh tersebut, yang memberi kontribusi yang cukup kuat di dalam perkembangan sejarah perpustakaaan dan kepustakawanan di Indonesia.  


PENGANTAR

Perpustakaan adalah pintu gerbang menuju pengetahuan dan budaya,  yang memainkan peran mendasar dalam masyarakat. Sumber daya dan layanan yang ditawarkan menciptakan peluang untuk belajar, mendukung keaksaraan dan pendidikan, dan membantu membentuk gagasan dan perspektif baru yang penting bagi masyarakat yang kreatif dan inovatif.  Perpustakaan juga membantu memastikan catatan otentik dari pengetahuan yang telah dibuat dan dikumpulkan oleh generasi sebelumnya. Di dunia tanpa perpustakaan, akan sulit untuk memajukan penelitian dan pengetahuan manusia atau melestarikan pengetahuan dan warisan kumulatif dunia untuk generasi mendatang.

Berikut beberapa alasan penting perlunya mengenang sejarah perpustakaan:

Demikian juga orang-orang yang peduli telah mendirikan dan mendanai perpustakaan, bahkan menyumbangkan koleksinya ke perpustakaan. Mereka itu adalah Tokoh yang peduli perpustakaan bahkan  telah menambahkan cadangan pengetahuan yang tidak ada penggantinya sepanjang masa.  Kita sering kali nilai perpustakaan diukur dari segi ukuran koleksinya saja. Terkadang kita lupa pada penjaga peradabannya yaitu para PUSTAKAWAN  yang mengelola Perpustakaan beserta isinya.

 

A. PERPUSTAKAAN BGKW (Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschapen)

Bicara tentang sejarah perpustakaan di Indonesia khususnya Perpustakaan Nasional, tidak lepas dari lembaga yang dibuat pemerintah kolonial Belanda yaitu Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschapen.  Pemerintah kolonial Belanda untuk untuk kepentingan meluaskan pengaruhnya ke berbagai wilayah di Nusantara, Mereka telah mendirikan satu lembaga yang dinamakan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschapen atau diterjemahkan sebagai Lembaga Masyarakat Ilmiah Batavia. Tentu saja di dalamnya mereka dirikan sebuah perpustakaan. Seperti halnya Inggris yang memiliki koloninya di berbagai negara, mereka punya The Royal Society. Demikian dengan lembaga Batavia Genootschap van Kunsten en Wetenschapen ( BGKW) ini yang  banyak melakukan berbagai riset dan penerbitan buku-buku mengenai berbagai hal tentang negara jajahannya Indonesia. Semakin buku-buku yang mereka terbitkan, semakin banyak lagi informasi dan data-data mengenai berbagai hal tentang masyarakat Indonesia yang masih banyak sekali berupa data-data mentah yang bertebaran ibarat daun di satu pohon. Mereka sudah merasakan perlunya sebuah perpustakaan sebagai lembaga pengumpul dan penggorganisir hasil-hasil riset yang dilakukan oleh para anggota masyarakat ilmiah BGKW.

 

B. SUMBER-SUMBER LITERATUR TENTANG PAK PATAH

Ada juga sumber-sumber dari masa sesudah kemerdekaan yang mengangkat fakta masa lalu tentang biografi satu tokoh yang kebetulan tokoh yang dimaksud rekan sejawat tokoh yang sedang kita telusuri. Untuk memperoleh gambaran yang sistematis, studi dokumentasi ini dimulai berdasarkan periodesasi waktu hidup sang tokoh. Dari berbagai literatur dan studi dokumentasi yang penulis kumpulkan berikut ini:

1. Regerings-almanak voor Nederlandsch-Indië, 1927, Deel: 2

Sumber kedua ini adalah sebuah buku tahunan era Hindia Belanda yang dinamakan Regering almanak voor Nederlandsch Indie yang terbit tahun 1927 jilid ke 2. Di dalam buku tahunan ini  pada bagian Kebudayaan dan kesenian, dibawahnya ada Lembaga Kebudayaan Batavia atau Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen  yang didirikan pada tahun 1778.

2. Berbagai Surat Kabar masa Hindia Belanda seperti :De locomotief, 27-08-1936; De Indische courant, 27-08-1936; De koerier, 26-08-1936 tentang :

Berita penganugrahan penghargaan berupa medali Perak kepada Patah dari Lembaga Pergimpunan Seni dan Ilmu Pengetahuan Batavia atas jasa-jasa dan pengabdianya selama dua puluh tahun sebagai asisten Pustakawan. Pemerintah Hindia Belanda waktu itu  menghargai kemampuan pak Patah sebagai Pustakawan yang profesional yang ini dibuktikan dengan beberapa mahasiswa yang berhasil lulus dari Sekolah Tinggi Hukum Batavia berkat bantuannya.

3. E. du Perron, Brieven. Deel 8. 3 December 1938-9Mmei 1940 (eds. Piet Delen, Jaap Goedegebuure, H.A. Gomperts en J.H.W. Veenstra). G.A. van Oorschot, Amsterdam 1984

Pada tulisan Du Perron sendiri di majalah Brieven.  Jilid  8. 3 december 1938-9 mei 1940 tentang yang dicetak ulang tahun 1984, di temukan beberapa pernyataan E.Du Perron tentang kedekatan dengan teman sejawatnya “Mas Patah”.

4. E. du Perron. Het leven van een smalle mens/ oleh Kees Snoek. Amsterdam : Nijgh & Van Ditmar, 2005

Pada daftar bibliografi buku karya Kees Snock ini, ada sebuah anotasi yang untuk satu sumber hasil dari wawancara :

“Menurut Ibu Sayangbati dari Perpustakaan Nasional di Jakarta (Perpustakaan Nasional, di mana  koleksi Masyarakat Batavia menjadi bagian dari koleksi Perpustakaan Nasional) Mas Patah sering disbut 'Pak (Tuan) Patah' - lahir pada tahun 1903 dan meninggal pada tahun 1960-an. Pak Patah berhasil menjadi kepala pustakawan museum dan kemudian menjadi kepala Perpustakaan Negara (Perpustakaan Negara) di Yogyakarta; dia pensiun pada tahun 1958. Dia adalah perintis dalam bidang kepustakaan Indonesia.

Dari berbagai sumber primer, akhirnya dapat terkumpul latar belakang keluarga pak  Patah, sebagai berikut:

Latar belakang Keluarga : diketahui beliau lahir di Lahir di Kebumen 13 September 1901. Anak dari Kyai H.  Tohir seorang ulama di Kebumen. Meninggal pada 30 April 1966 (65 th), dikebumikan di  Kuncen pada hari Sabtu jam 9. Jenazah disemayankan di Museum Sonobudoyo. Beliau meninggalkan seorang istri dan 9 putra-putri, 5 orang laki-laki dan 4 orang wanita. Istri pertamanya meninggal pada tahun 1954.


Pendidikan dan Karier

- Lulus Sekolah Rakyat (SR), kalau sekarang setingkat Sekolah Dasar (SD), kemudian ikut ujian Ambtenar kecil ( untuk menjadi pegawai pemerintah  untuk golongan pribumi) di masa penjajahan Belanda.

- Karena belajar di lingkungan Perpustakaan (Lembaga Kebudayaan di Jakarta atau Bataviaasch Genootschap van Wetten Kunsten)   maka  

- Fasih berbagai bahasa: Belanda, Inggris, Perancis, Jerman dikuasainya dengan baik

- Banyak membantu riset para mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta yang kemudian sukses menjadi orang-orang penting

- Prof. Moelianto ahli ilmu Pidana UGM yang merasa dibesarkan olehnya memberi julukan “Ensiklopedi”. Pengetahuan tentang berbagai koleksi beserta isinya ditambah penguasaan berbagai bahasa asing benar-benar menolong para pemustaka saat itu. Ia seorang yang benar-benar autodidak.

- Pernah bekerja sebagai Asisten Pustakawan di Perpustakaan Bataviaasch Genootschap /Royal Batavian Society (1919 -1942)

- Pada masa pendudukan Jepang, Pak Patah telah berjuang dengan berusaha berdiplomasi dengan para petinggi Jepang di Indonesia agar Perpustakaan Museum tidak dibumihanguskan.

- Pendiri Perpustakaan Negara. Pada tahun 1947 diserahi tugas oleh Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Mr Ali Sastroamijojo dan Meteri muda Mr Hindromartono.

Foto Pak Patah tahun 1950 (Sumber: Kedaulatan Rakyat, 1950)

- Pak Patah juga turut berkontribusi dalam pengembangan Sistem Kepustakwanan di Indonesia dengan bekerja sama dengan A.G.W. Duningham seorang konsultan Perpustakaan untuk Indonesia sebagai utusan UNESCO  untuk Indonesia (1953-1963).


PENUTUP

Demikian hasil temuan penulis terkait sosok  Pak Patah, yang diketahui sebagai orang Indonesia yang bekerja di lembaga perpustakaan Lembaga Bataviasch Genootschap. Beliau bekerja di lembaga tersebut sejak tahun 1930, kemudian di lanjut ketika era pendudukan Jepang, ia  diangkat menjadi kepala Perpustakaan tersebut. Selama pendudukan, ia telah berhasil mempertahankan perpustakaan dan melindunginya dari kerusakan oleh Jepang  Di awal kemerdekaan atau masa perang kemerdekaan, tetapi,  ia  pindah berdinas di Jogja sebagai kepala Perpustakaan Negara, dan beliau menjadi pustakwan pertama pada saat Indonesia baru merdeka.  Semoga sepak terjang beliau di awal perkembangan Perpustakaan dan Kepustakawanan di Indonesia, jejak-jejak beliau tidak kita lupakan begitu saja.

 

DAFTAR PUSTAKA