Tantangan Perpustakaan Nasional sebagai Arah Kemajuan Peradaban

Dewasa ini, negara kita telah mengalami berbagai kemajuan yang mengubah segala tatanan aspek hidup masyarakat kita. Baik secara langsung atau pun tidak langsung, baik secara materi atau pun secara non materi. Kemajuan ini dapat kita rasakan manfaatnya secara personal atau pun secara massal yang dapat menjadi sebuah deposit bagi kemakmuran suatu negara, salah satunya dalam bidang pendidikan. Bidang ini sangat penting karena menentukan nasib generasi muda suatu negara dalam berpola pikir dan bertindak, sehingga pendidikan menjadi titik perhatian utama setiap negara, termasuk Indonesia.

Fokus pemerintah dalam lima dasawarsa terakhir hanya sebatas pada pemenuhan pendidikan dasar dan menengah saja tanpa diiringi dengan pemenuhan akan informasi pengetahuan. Karena pada saat itu, terjadi kesenjangan di antara wilayah negara kita, sehingga perlunya adanya pemerataan melalui pemenuhan pendidikan dasar. Hal itu berakibat dengan tingkat pendidikan yang semakin membaik. Akan tetapi, pemenuhan akan informasi pengetahuan belum berkembang karena fokusnya hanya sebatas pada pemenuhan pendidikan dasar dan menengah saja, hingga akhirnya pemerintah mulai memberikan perhatian kepada pemenuhan akan informasi pengetahuan.

Pemenuhan akan informasi pengetahuan sangat penting karena ia-nya dapat berperang sebagai cahaya kebenaran suatu peristiwa atau pun pandangan yang terjadi maupun diutarakan oleh seseorang. Tanpa informasi pengetahuan, kemajuan pendidikan akan terhambat akibat dari tidak adanya kebenaran mengenai apa yang telah dipelajari dalam pendidikan dasar dan menengah. Hal tersebut dapat berdampak pada kemunduran negara akibat disinformasi yang disebabkan oleh tidak hadirnya informasi pengetahuan. Oleh sebab itu, pemenuhan akan informasi pengetahuan mulai digerakkan melalui gerakan membaca atau yang kita kenal sebagai gerakan literasi.

Gerakan literasi secara cepat meluas, tetapi perkembangannya masih sulit karena belum ada lembaga dan aturan yang menjadi fondasi dari gerakan ini. Melihat permasalahan ini, Perpustakaan Nasional perlu dihadirkan sebagai solusi permasalahan ini. Tidak hanya sekadar solusi, Perpustakaan Nasional yang dapat kita kenal sebagai Perpusnas ini adalah penggerak utama nadi literasi bangsa karena ia-nya memiliki fungsi penting saat itu, yaitu sebagai penyedia media literasi secara fisik. Perpusnas tidak sendirian, lembaga ini dibentuk secara struktural hingga ke desa/kelurahan dalam menunjang akses literasi negara dengan harapan di masa mendatang dapat meningkatkan kualitas pendidikan negara.

Perhatian terhadap pendidikan mengalami pasang surut selama beberapa dasawarsa terakhir ini, sehingga sulit untuk memperediksi kemajuan pendidikan di masa mendatang. Padahal, Perpusnas sebagai lembaga non kementerian mempunyai peran yang strategis karena dapat menyentuh lembaga lainnya karena sifatnya yang spesial dan utama, yaitu meningkatkan indeks literasi di kementerian/lembaga terkait. Kenaikan indeks ini dapat mempengaruhi citra dan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah Oleh sebab itu, perlu adanya konsistensi terutamanya pemerintah dalam memperhatikan kemajuan Perpusnas.

Perubahan besar Perpusnas terjadi sekitar tahun 1985-1995, ketika terjadi integrasi koleksi perpustakaan menjadi satu. Hal ini menjadi pendorong bagi Perpusnas karena sebelumnya koleksi yang terbatas menjadi semakin banyak dari waktu ke waktu. Hal ini tentu dibutuhkan kerjasama semua pihak dalam merealisasikan masalah ini. Tidak hanya sekadar koleksi, tetapi tempat penyimpanan koleksi juga menjadi sebuah perubahan besar bagi Indonesia, karena setelah menunggu waktu lama, Indonesia mempunyai Perpustakaan Nasional dengan koleksi yang tersusun dalam suatu bangunan yang satu.

Perubahan besar tersebut meningkatkan animo masyarakat terhadap Perpusnas, walau saat itu Perpusnas hanya dikenal dikalangan terdidik atau masyarakat ibu kota saja, tetapi Perpusnas mulai dikenal oleh masyarakat secara perlahan. Kemajuan tersebut juga diiringi pengenalan kepada masyarakat mengenai cara peminjaman buku, waktu peminjaman buku, dan sebagainya sebagai indikator kemandirian masyarakat dalam mencari sebuah informasi pengetahuan. Cara-cara tersebut menciptakan suatu karakter baru bagi masyarakat dalam mengakses informasi pengetahuan, salah satunya melalui Perpusnas. Karakter tersebut membentuk suatu peradaban yang baru, sehingga kemajuan dapat dicapai di masa depan.

Waktu ke waktu, Perpustakaan Nasional mengalami pergeseran zaman abad ke-21. Hal ini mempengaruhi tujuan, cita-cita, dan fungsi Perpusnas dalam mengemban misinya yang sebelumnya mendongkrak literasi masyarakat menjadi mendongkrak, menguatkan, dan menerapkan literasi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Misi tersebut juga mengalami perubahan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Perubahan secara langsung dapat kita lihat seperti pemindahan bangunan Perpusnas dari gedung lama ke gedung baru yang dilengkapi dengan berbagai kemajuan teknologi dan diklaim sebagai Perpustakaan Nasional tertinggi se-dunia. Perubahan tersebut juga diiringi perubahan secara tidak langsung. Hal ini dapat kita lihat seperti: 1) Cara inventarisasi koleksi yang menggunakan internet sehingga dapat diketahui pemustaka dan masyarakat yang sebelumnya inventarisasi koleksi menggunakan buku besar yang rawan hilang, rusak, dan diubah datanya; 2) Cara peminjaman koleksi oleh pemustaka dan masyarakat yang menggunakan internet secara mandiri sehingga jumlah koleksi tersisa dapat diketahui secara tepat walau di tempat, waktu, dan keadaan yang berbeda. Padahal sebelumnya pemustaka dan masyarakat harus datang langsung ke tempat untuk mengetahui jumlah koleksi yang akan dipinjam; dan 3) Cara keanggotaan yang mudah dengan menerapkan sistem satu nomor keanggotaan untuk semua perpustakaan dan layanan, sehingga lebih memudahkan semua pihak dalam mengakses informasi pengetahuan. Padahal sebelumnya keanggotaan sangatlah rumit karena setiap perpustakaan atau layanan berbeda nomor sehingga menyulitkan pemustaka dalam mengakses dan pustakawan dalam mendata keanggotaan.

Berbagai kemajuan tersebut mempengaruhi kenyamanan pemustaka, sehingga dengan adanya perubahan tersebut dapat meningkatkan jumlah pemustaka yang menggunakan Perpusnas. Kemajuan ini diikuti dengan munculnya permasalahan baru, yaitu aksesbilitas yang masih terbatas, promosi yang masih terbatas, dan peningkatan layanan yang masih terbatas. Hal ini menjadi tantangan bagi Perpusnas dalam meningkatkan kualitas layanan dan meningkatkan kepuasan masyarakat yang menggunakan layanan tersebut. Tantangan ini juga harus diselesaikan dalam waktu cepat, sehingga Perpusnas dapat mengoptimalkan teknologi dalam pelayanannya.

Aksesbilitas Perpusnas yang masih terbatas masih dapat kita lihat seperti koleksi yang masih terbatas, kemudahan pencarian, koleksi yang interaktif, dan kemudahan penggunaan. Kemudahan pencarian yang masih menjadi tantangan bagi Perpusnas harus dapat diselesaikan dengan pembuatan berbagai kategori yang jelas, baik berdasarkan kepemilikan koleksi atau pun jenis koleksi berdasarkan lantai yang dapat memudahkan pemustaka untuk mencari apa yang ia cari. Koleksi yang interaktif juga menjadi tantangan karena hanya sebatas bentuk fisik berupa buku, jika pun sudah ada digitalisasi, ini pun masih sebagian koleksi yang terdigitalisasi, hal ini harus dapat diselesaikan dengan cepat melalui digitalisasi koleksi secara menyeluruh, sehingga dapat dinikmati oleh semua pemustaka tanpa harus datang langsung ke Perpusnas. Kemudahan penggunaan menjadi tantangan utama dalam aksesbilitas Perpusnas karena pemustaka tidak memiliki banyak pilihan dalam menggunakan layanan karena banyak layanan lebih disediakan secara langsung. Hal ini harus dapat diselesaikan dengan pemudahan cara penggunaan layanan tanpa harus pergi secara langsung diseluruh jenis layanan, sehingga pemustaka dapat menikmati layanan lainnya dengan mudah dan nyaman.

Selain aksesbilitas, Promosi yang dilakukan masih terbatas yang dapat kita lihat dalam bentuk kunjungan yang rendah, partisipasi yang rendah, dan media yang terbatas. Kunjungan yang rendah menjadi titik perhatian utama karena selama ini yang mendatangi Perpusnas didominasi oleh mahasiswa dan peneliti yang notabene merupakan masyarakat berpendidikan tinggi, hal tersebut harus diubah dengan cara bekerja sama dengan berbagai pihak dengan mengadakan kegiatan belajar atau penelitian di Perpusnas, kegiatan bekerja di Perpusnas, kegiatan wisata literasi di Perpusnas, atau pun meminta kepada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi membuat regulasi mengenai kewajiban mengunjungi perpustakaan di daerah masing-masing sebagai wujud pengenalan secara menyeluruh kepada seluruh generasi, khususnya generasi muda. Tidak hanya itu, partisipasi yang rendah akibat kunjungan yang rendah harus dapat diatasi dengan mengadakan berbagai kegiatan yang melibatkan masyarakat, seperti Diskusi pelajar dengan Perpusnas, Diskusi mahasiswa dengan Perpusnas, Diskusi pekerja dengan Perpusnas, dan sebagainya sebagai upaya melibatkan berbagai lintas masyarakat sebagai upaya penglibatan aktif masyarakat bagi Perpusnas. Media yang terbatas juga menjadi kendala karena hanya aktif secara media sosial yang bersifat internet dan tidak melibatkan yang bersifat ekstranet. Hal ini harus diselesaikan dengan penyediaan media promosi di media sosial internet atau pun media sosial ekstranet, seperti duta baca provinsi hingga ke desa/kelurahan, sehingga masyarakat mendapat informasi terbaru dari Perpusnas, lalu penyediaan mading Perpusnas di berbagai fasilitas umum dari tingkat nasional hingga ke desa/kelurahan, sehingga masyarakat dapat mengetahui peranan dari Perpusnas.

Tidak hanya aksesbilitas dan promosi yang terbatas, masalah yang masih dialami adalah peningkatan layanan yang masih terbatas meliputi sarana fisik yang terbatas, sumber daya manusia yang terbatas, dan penggunaan teknologi yang terbatas. Sarana fisik yang terbatas dapat dirasakan seperti bentuk pemanfaatan ruang yang terbatas, sistem pengangkutan yang terbatas, dan sebagainya. Hal ini harus ditingkatkan dengan pengoptimalan pemanfaatan ruang dan sistem pengangkutan, sehingga pengelolaan Perpusnas dapat berjalan dengan baik. Sumber daya manusia yang terbatas juga dialami, hal ini terjadi karena masih ada stereotip masyarakat bahwa menjadi insan perpustakaan sangat membosankan, padahal menjadi insan perpustakaan sangat enak karena insan perpustakaan tidak dituntut hasil pekerjaan, melainkan hasil ide dan gagasan dalam meningkatkan kualitas perpustakaan. Hal tersebut harus dapat diatasi dengan kerjasama dengan berbagai pihak, seperti universitas dan SMK untuk program magang di Perpusnas, balai kerja untuk program sertifikasi pelayanan, dan lain lain dalam menunjang kebutuhan sumber daya manusia di Perpusnas. Penggunaan teknologi yang terbatas akibat dari sumber daya manusia dan sarana fisik yang terbatas menjadi masalah utama, hal ini dapat berakibat Perpusnas dapat ditinggal masyarakat jika tidak melakukan pemuktahiran (update) dalam pelayanannya karena pemuktahiran teknologi dapat meringankan pekerjaan sumber daya manusia dan memudahkan pemustaka dalam mengakses layanan secara menyeluruh.

Berdasarkan apa yang telah pahami semua, bahwa Perpusnas menjadi penggerak penting dalam literasi di Indonesia dan memiliki fungsi penting bagi kemajuan pendidikan Indonesia. Di balik hal tersebut, terdapat berbagai kemajuan yang menjadi modal untuk Perpusnas bergerak menuju arah positif, tetapi juga terdapat berbagai halangan yang harus diselesaikan secara cepat dan terstruktur agar Perpustakaan Nasional menjadi sebuah lembaga yang menciptakan kemajuan pendidikan bangsa sebagai modal untuk menuju Indonesia Maju.


Farrel Alfariza Kurniawan
Pemustaka, SMAN 12 Jakarta