Tujuan Pembelajaran Khusus: CGP melakukan refleksi terhadap pengalaman belajar mereka di masa lalu untuk menyimpulkan apa yang dimaksud dengan program yang berdampak pada murid
Kutipan Hari ini
"Apa pun perubahan kecil itu, jika setiap guru melakukannya secara serentak, kapal besar bernama Indonesia ini pasti akan bergerak"
-Nadiem Makarim-
PERTANYAAN PEMANTIK
Apa yang dimaksud dengan program yang berdampak pada murid?
Program yang berdampak pada murid adalah program yang meningkatkan keberpihakan pada murid, yang menguatkan apa yang kita miliki , mengajarkan anak atau mendorong kebermaknaan atau komitmen kepada mereka, dan implementasi kepemimpinan murid atau secara kontekstual.
Bagaimana kaitan antara program yang berdampak pada murid dengan kepemimpinan murid (student agency)?
Jika murid mampu melaksanakan program belajar yang berdampak pada murid secara maksimal tentunya pembelajaran akan menghasilkan kepemimpinan murid (murid mampu mengarahkan pembelajarannya sendiri sesuai minat dan keinginannya)
Saat Ibu/Bapak bersekolah dulu, Ibu/Bapak tentu pernah mengikuti berbagai program/kegiatan di sekolah. Program/kegiatan itu dapat berupa program/kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, maupun ekstrakurikuler.
Program/kegiatan intrakurikuler merupakan merupakan program/kegiatan utama sekolah yang dilakukan dengan menggunakan alokasi waktu yang telah ditentukan dalam struktur program sekolah. Program/Kegiatan ini dilakukan oleh guru dan murid dalam jam pelajaran setiap hari dan ditujukan untuk mencapai tujuan minimal dari setiap mata pelajaran dalam kurikulum. Sementara itu, program/kegiatan kokurikuler merupakan program/kegiatan yang dilaksanakan sebagai penguatan atau pendalaman kegiatan intrakurikuler. Program/kegiatan ini meliputi kegiatan pengayaan mata pelajaran, kegiatan ilmiah, pembimbingan seni dan budaya, dan/atau bentuk kegiatan lain yang dapat menguatkan karakter murid. Sedangkan program/kegiatan ekstrakurikuler adalah program/kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik di luar jam belajar kegiatan intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler, di bawah bimbingan dan pengawasan sekolah, dan diselenggarakan dengan tujuan untuk mengembangkan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerjasama, dan kemandirian murid.
Nah, sekarang kami ingin Ibu/Bapak mengingat kembali dan melakukan refleksi terhadap pengalaman Ibu/Bapak yang paling berkesan saat terlibat dalam berbagai program/kegiatan sekolah semasa menjadi murid. Refleksi dapat dilakukan dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
Apa kegiatan/programnya?
Kegiatan yang diikuti ekstra gallery (majalah kampus)
Siapa yang memprakarsai atau menggagas program tersebut?
Yang memprakarsai salah satu teman kuliah yang memiliki hobi menulis dan saya diajak untuk menggembangkan kembali majalah menjadi lebih kreatif
Berperan sebagai apa Ibu/Bapak saat itu?
Peran saya dalam organisasi tersebut sebagai sekretaris
Bagaimana perasaan Ibu/Bapak saat itu?
Perasaan senang karena kegiatan tersebut sesuai dengan minat dan kesukaan khususnya dibidang teknologi
Mengapa pengalaman tersebut berkesan untuk Ibu/Bapak?
Pengalaman berkesan karena ketika itu berhasil menerbitkan 2 majalah dengan tampilan menarik dan kekinian dan saya menjadi tahu dunia grafis
Apa pembelajaran yang Ibu/Bapak ambil dari kegiatan/ program tersebut?
Pembelajaran yang saya dapatkan kerja sama dalam tim, kerja keras dan perjuangan untuk mencapai goals, keterampilan IT membuat desain grafis dan poster, belajar wawancara narasumber, belajar menulis informasi, dll
Bagaimana pengalaman tersebut berdampak pada Ibu/Bapak sekarang? Apakah berdampak positif atau negatif?
Pengalaman tersebut berdampak sampai sekarang karena pembelajaran IT yang saya pelajari ketika itu mempermudah saya untuk membuat bahan ajar bagi murid dan penggunaan teknologi dalam pembelajaran.
Kepemimpinan Murid (Student Agency)
Tujuan Pembelajaran Khusus: Melalui kegiatan membaca, diskusi, dan refleksi, CGP dapat mengkonstruksi pemahaman mereka tentang:
kepemimpinan murid (students agency) dan kaitannya dengan Profil Pelajar Pancasila.
suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) murid dalam konsep kepemimpinan murid.
lingkungan yang mendukung tumbuhkembangnya kepemimpinan murid.
pentingnya melibatkan komunitas untuk mendukung tumbuhnya kepemimpinan murid.
Kepemimpinan Murid
Kita semua tentu sepakat bahwa murid-murid kita dapat melakukan lebih dari sekedar menerima instruksi dari guru. Mereka secara alami adalah seorang pengamat, penjelajah, penanya, yang memiliki rasa ingin tahu atau minat terhadap berbagai hal. Lewat rasa ingin tahu serta interaksi dan pengalaman mereka dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya, mereka kemudian membangun sendiri pemahaman tentang diri mereka, orang lain, lingkungan sekitar, maupun dunia yang lebih luas. Dengan kata lain, murid-murid kita sebenarnya memiliki kemampuan atau kapasitas untuk mengambil bagian atau peranan dalam proses belajar mereka sendiri. Saat murid memiliki kontrol atas apa yang terjadi, atau merasa bahwa mereka dapat mempengaruhi sebuah situasi inilah, maka murid akan memiliki apa yang disebut dengan “agency”. Agency dapat diartikan sebagai kapasitas seseorang untuk mempengaruhi fungsi dirinya dan arah jalannya peristiwa melalui tindakan-tindakan yang dibuatnya. Albert Bandura dalam artikelnya, Toward a Psychology of Human Agency (2006) mengatakan, bahwa menjadi seorang agent (seseorang yang memiliki agency) berarti orang tersebut secara sengaja mempengaruhi fungsi dan keadaan hidup dirinya. Dalam pandangan ini, pengaruh pribadi merupakan bagian dari struktur kausal. Orang-orang sebenarnya dapat mengatur diri sendiri, bersikap proaktif, meregulasi diri sendiri, dan merefleksikan diri. Mereka bukan hanya dapat menjadi penonton dari perilaku mereka sendiri, tetapi adalah kontributor untuk keadaan hidup mereka sendiri.
Lebih lanjut, dalam artikel yang sama Bandura juga mengatakan bahwa ada empat sifat inti dari human agency, yang dalam modul ini kita singkat dengan akronim IVAR untuk memudahkan mengingat, yaitu:
I - Intensi = Kesengajaan (intentionality). Seseorang yang memiliki agency bukan hanya memiliki sekedar niat, tetapi di dalam niat mereka sudah termasuk rencana tindakan dan strategi untuk mewujudkannya. Orang yang memiliki agency akan memahami bahwa dalam mewujudkan niatnya, ia juga harus mempertimbangkan keinginan pihak lain, sehingga berupaya untuk menemukan niatan bersama dan mengelola kesaling-tergantungan rencana.
V - Visi = Pemikiran ke depan (forethought). Pemikiran ke depan di sini bukan hanya sekedar rencana yang mengarahkan masa depan. Mereka yang berpikiran ke depan menjadikan visi (representasi kognitif dari visualisasi masa depan) sebagai pemandu dan memotivasi tindakan-tindakan mereka saat ini. Hal ini membuat mereka menjadi individu yang bersemangat dan bertujuan.
A - Aksi = Kereaktifan-diri (self-reactiveness). Seseorang yang memiliki agency, bukan hanya seorang perencana dan pemikir ke depan. Mereka juga seorang pengendali diri (self-regulator). Setelah memiliki niat dan rencana, ia tidak akan duduk diam dan menunggu. Mereka memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi aksi atau tindakan yang tepat dan untuk memotivasi serta mengatur eksekusinya.
R - Refleksi = Kereflektifan-diri (self-reflectiveness). Seseorang yang memiliki agency akan memiliki kesadaran yang baik akan fungsi dirinya. Mereka akan melakukan refleksi terhadap efikasi dirinya, kecemerlangan dan ketepatan pikiran dan tindakannya, dan kebermaknaan dari upaya yang mereka lakukan dalam pencapaian tujuan, serta akan melakukan perbaikan jika diperlukan. Kemampuan metakognitif untuk melakukan refleksi diri sendiri dan kecukupan pemikiran dan tindakan seseorang adalah sifat yang paling jelas dari orang yang memiliki agency.
Mengingat bahwa kata agency ini belum ada padanan yang tepat dalam bahasa Indonesia, maka untuk kepentingan pembahasan di dalam modul ini, maka istilah student agency ini selanjutnya akan diterjemahkan sebagai “kepemimpinan murid”.
Murid mendemonstrasikan “student agency” ketika mereka mampu mengarahkan pembelajaran mereka sendiri, membuat pilihan-pilihan, menyuarakan opini, mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan rasa ingin tahu, berpartisipasi dan berkontribusi pada komunitas belajar, mengkomunikasikan pemahaman mereka kepada orang lain, dan melakukan tindakan nyata sebagai hasil proses belajarnya.
Jika kita mengacu pada OECD (2019:5), ‘kepemimpinan murid’ berkaitan dengan pengembangan identitas dan rasa memiliki. Ketika murid mengembangkan agency, mereka mengandalkan motivasi, harapan, efikasi diri, dan growth mindset (pemahaman bahwa kemampuan dan kecerdasan dapat dikembangkan) untuk menavigasi diri mereka menuju kesejahteraan lahir batin (wellbeing). Hal inilah yang kemudian memungkinkan mereka untuk bertindak dengan memiliki tujuan, yang membimbing mereka untuk berkembang di masyarakat.
Saat murid menjadi pemimpin dan mengambil peran aktif dalam proses pembelajaran mereka sendiri, maka hubungan yang tercipta antara guru dengan murid akan mengalami perubahan, karena hubungannya akan menjadi bersifat kemitraan. Dalam hubungan yang bersifat kemitraan ini, saat murid belajar mereka akan:
berusaha untuk memahami tujuan pembelajaran yang ingin dicapainya
menunjukkan keterlibatan dalam proses pembelajaran
menunjukkan tanggung jawab dalam proses pembelajaran
menunjukkan rasa ingin tahu
menunjukkan inisiatif
membuat pilihan-pilihan tindakan
memberikan umpan balik kepada satu sama lain.
Di sisi lain, guru yang akan mengambil peranan sebagai mitra murid dalam belajar akan:
berusaha secara aktif mendengarkan, menghormati, dan menanggapi ide-ide, pendapat, pertanyaan, aspirasi dan perspektif murid-murid mereka
memperhatikan kemampuan, kebutuhan, dan minat murid-murid mereka untuk memastikan proses pembelajaran sesuai untuk mereka
mendorong murid untuk mengeksplorasi minat mereka dengan memberi mereka tugas-tugas terbuka
menawarkan kesempatan kepada murid untuk menunjukkan kreativitas dan mengambil risiko
mempertimbangkan sejauh mana tingkat bantuan yang harus diberikan kepada murid berdasarkan informasi yang Menumbuhkamereka miliki
menunjukkan minat dan keingintahuan untuk mendengarkan dan menanggapi setiap aktivitas murid untuk memperluas pemikiran mereka.
Untuk lebih memahami konsep kepemimpinan murid, Ibu/Bapak dapat membaca tabel berikut ini:
Saat murid menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran mereka sendiri (atau kita katakan: saat murid memiliki agency), maka mereka sebenarnya memiliki suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) dalam proses pembelajaran mereka. Lewat suara, pilihan, dan kepemilikan inilah murid kemudian mengembangkan kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik bagi proses belajarnya sendiri.
Voice (suara) adalah pandangan, perhatian, gagasan yang diekspresikan oleh murid melalui partisipasi aktif mereka di kelas, sekolah, komunitas, dan sistem pendidikan mereka, yang berkontribusi pada proses pengambilan keputusan dan secara kolektif mempengaruhi hasilnya. (www.education.vic.gov.au)
Mempertimbangkan suara murid adalah tentang bagaimana kita memberdayakan murid kita agar memiliki kekuatan untuk mempengaruhi perubahan. Suara murid yang otentik memberikan kesempatan bagi murid untuk berkolaborasi dan membuat keputusan dengan orang dewasa seputar apa dan bagaimana mereka belajar dan bagaimana pembelajaran mereka dinilai.
Mempromosikan suara murid dalam proses pembelajaran dapat dilakukan dalam banyak cara. Suara murid dapat ditumbuhkan melalui diskusi, membuka ruang ekspresi kreatif, memberi pendapat, merelevansikan pembelajaran secara pribadi, dan sebagainya. Berikut ini adalah beberapa contoh bagaimana sekolah atau guru dapat mempromosikan “suara murid”:
Membangun budaya saling mendengarkan.
Membangun kepercayaan diri murid agar mereka percaya bahwa setiap suara berharga dan layak didengar.
Melibatkan murid dalam memberikan umpan balik terhadap proses belajar yang telah dilakukan.
Melibatkan murid dalam memberikan umpan balik terhadap berbagai program dan kebijakan-kebijakan sekolah.
Melibatkan murid dalam perencanaan pembelajaran.
Melibatkan murid dalam menyusun kriteria penilaian.
Memberikan kesempatan murid untuk bertanya, memberikan pendapat, berdiskusi dalam berbagai kesempatan dan proses pembelajaran.
Mengajak murid untuk mendiskusikan keyakinan kelas dan membuat kesepakatan kelas.
Membentuk dewan murid atau komite-komite yang anggotanya adalah murid-murid untuk memberikan masukan kepada sekolah terhadap berbagai elemen sekolah lainnya (misalnya lingkungan, fasilitas, kegiatan, kantin, seragam).
Melibatkan murid untuk memberikan saran tentang alat permainan apa yang mereka inginkan ada di halaman sekolah.
Memberikan kesempatan murid untuk memberi saran terkait menu yang di jual kantin.
Membuat kotak saran untuk murid memberikan saran dan masukan tentang sekolah.
Melakukan kegiatan pembelajaran berbasis proyek. Mengidentifikasi masalah atau persoalan yang terjadi dalam dunia nyata yang menarik bagi murid dan kemudian memberi kesempatan mereka untuk bekerja sama dan bertukar pikiran tentang strategi dan solusi untuk permasalahan tersebut.
Membuat blog murid dan majalah dinding untuk menyuarakan aspirasi dan kreativitas murid.
Pilihan (choice) adalah peluang yang diberikan kepada murid untuk memilih kesempatan-kesempatan dalam ranah sosial, lingkungan, dan pembelajaran. (marzanoacademies.org). Dalam ranah sosial, murid dapat diberikan kesempatan untuk berada dalam kelompok yang sesuai dengan tujuan atau minatnya; dalam ranah lingkungan, murid dapat diberikan kesempatan untuk memilih atau mengatur tempat belajar yang sesuai untuk mereka. Dalam ranah lingkungan, murid diberikan kesempatan untuk memilih lingkungan belajar yang paling mendukung untuk mereka belajar secara maksimal. Sementara dalam ranah pembelajaran, murid diberikan pilihan-pilihan untuk mengakses, berlatih, atau membuktikan penguasaan pengetahuan atau keterampilan dalam kurikulum.
Aiken et al (2016) dalam Thibodeaux et al. (2019), menyimpulkan bahwa memberi pilihan akan memberdayakan murid, mendorong keterlibatan, dan mempromosikan minat dalam pengalaman belajar. Selain itu, memberi peserta didik pilihan dan kepemilikan mensyaratkan bahwa kontrol dalam proses pembelajaran harus diberikan juga kepada murid-murid (Thibodeaux 2017; 2019).
Bandura (1997) juga menegaskan bahwa memberikan murid pilihan juga akan meningkatkan motivasi dan otonomi murid, yang dapat memberikan dampak positif pada efikasi diri dan motivasi murid (dalam Thibodeaux et al, 2019).
Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana guru dapat memberikan murid-murid ‘pilihan’ dalam proses belajar mereka? Ada banyak cara yang dapat dilakukan. Berikut ini adalah beberapa contoh bagaimana guru dapat mendorong dan menyediakan “pilihan” bagi murid-muridnya.
Membuka cakrawala murid bahwa ada berbagai pilihan atau alternatif yang dapat dijadikan bahan pertimbangan sebelum menentukan sebuah keputusan.
Memberikan kesempatan bagi murid untuk memilih bagaimana mereka mendemonstrasikan pemahamannya tentang apa yang telah mereka pelajari.
Memberikan kesempatan pada murid untuk memilih peran yang dapat mereka ambil dalam sebuah kegiatan/program.
Memberikan murid kesempatan untuk memilih kelompok.
Memberikan kesempatan murid untuk mengelola pengaturan kegiatan.
Menggunakan musyawarah untuk mengambil keputusan, atau jika memang diperlukan melalui voting, untuk memprioritaskan langkah tindakan atau aktivitas berikutnya. Misalnya saat ingin belajar tentang topik tertentu, guru dapat mendiskusikan dan membuat daftar kegiatan apa saja yang dapat mereka lakukan, kemudian meminta murid untuk memilih mana yang ingin mereka lakukan lebih dulu.
Mengajak OSIS membuat daftar kegiatan (event), dan memberikan kesempatan untuk memilih mana kegiatan yang ingin mereka lakukan di dalam satu tahun ajaran.
Memberi kesempatan pada murid untuk menentukan sendiri bentuk penugasan yang mereka inginkan.
Memberikan kesempatan pada murid untuk mempresentasikan hasil kerja/proyek sesuai dengan gaya , minat dan bakat mereka
Memberikan kesempatan pada murid untuk menggali sumber-sumber belajar sesuai minat mereka.
memberikan kesempatan pada murid untuk mengevaluasi pembelajarannya.
memberikan kesempatan pada murid untuk menentukan rencana, jadwal atau agenda dalam melaksanakan pembelajarannya.
Kepemilikan (ownership)
Dalam pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa saat murid berada dalam kursi kemudi proses belajar mereka, maka mereka akan lebih bertanggungjawab terhadap proses pembelajaran mereka sendiri dan menunjukkan keterlibatan yang lebih tinggi dalam proses belajarnya.
Menurut Duddley-Marling dan Searle yang dikutip oleh Rainer dan Mona dalam artikel yang berjudul Ownership of Learning in Teacher Education (2002:27) bahwa kepemilikan bukanlah sesuatu yang bisa diberikan, melainkan sesuatu yang berkembang dalam struktur dan proses yang menyiratkan rasa hormat terhadap otonomi, kekuasaan, suara, dan tanggung jawab kepada orang lain.
Dengan demikian kondisi-kondisi, struktur, dan proses perlu dikembangkan agar guru mampu menciptakan proses pembelajaran yang mendorong murid memiliki rasa kepemilikan. Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh guru adalah:
Memberikan murid kesempatan untuk memilih beberapa kegiatan yang mereka lakukan (misalnya memilih topik untuk dilaporkan).
Memberikan kesempatan murid berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum (misalnya, memutuskan apa yang ingin mereka pelajari).
Memberikan murid kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam kelas.
Memberikan murid kesempatan untuk menilai diri sendiri dan terlibat dalam proses penilaian (misalnya, melibatkan murid dalam mendiskusikan kriteria rubrik proyek yang baik).
Voltz DL, Damiano-Lantz M. dalam artikel penelitiannya yang berjudul Developing Ownership in Learning. Teaching Exceptional Children (1993;18) menjelaskan bahwa kepemilikan dalam belajar (ownership in learning) sebenarnya mengacu pada rasa keterhubungan, keterlibatan aktif, dan investasi pribadi seseorang dalam proses belajar.
Merujuk pada pendapat tentang konsep kepemilikan, dapat dikatakan bahwa, saat murid terhubung (baik secara fisik, kognitif, emosional) dengan apa yang sedang dipelajari, terlibat aktif, dan menunjukkan investasi pribadi dalam proses belajarnya, maka kita dapat mengatakan bahwa tingkat rasa kepemilikan mereka terhadap proses belajar tinggi.
Berikut ini adalah beberapa contoh mempromosikan “kepemilikan murid”:
Merespon dan menindaklanjuti masukan dan umpan balik dari murid.
Meminta pendapat murid untuk menentukan bentuk penugasan.
menciptakan lingkungan belajar di mana murid dapat menetapkan tujuan belajar dan kriteria keberhasilan mereka sendiri, dan memantau serta menyesuaikan pembelajaran mereka.
Secara terus menerus menunjukkan kepada murid bagaimana mereka dapat menjadi pembelajar yang lebih baik dari hari ke hari, misalnya dengan belajar untuk menerima kesalahan. Berbagilah dengan murid-murid kita bagaimana terkadang kita membuat kesalahan dan bagaimana kita kemudian belajar dari kesalahan tersebut. Dengan cara ini, murid akan selalu merasa diterima. tidak dituntut sempurna, sehingga merasa nyaman dalam proses pembelajarannya.
Menanyakan kepada murid apa yang mereka ketahui tentang topik yang akan dipelajari atau mendiskusikan pengalaman murid tentang topik tersebut, dan mengkoneksikannya dengan pembelajaran yang akan dilakukan.
Memosting ide siswa (dengan seizin murid sebagai bagian dari menghargai dan menghormati kepemilikan murid ).
Mengajak murid mengatur layout kelas mereka sendiri.
Mengkondisikan lingkungan fisik yang mendukung kepemilikan. Misalnya membuat papan buletin, yang dapat digunakan murid untuk menampilkan informasi tentang pekerjaan mereka, kesuksesan mereka, dsb.
Mengajak murid untuk mengatur kelas mereka sendiri.
Memajang pekerjaan-pekerjaan murid di kelas.
Melakukan penilaian diri sendiri (self assessment).
Membuat sudut murid di salah satu bagian sekolah, kemudian memberikan jadwal untuk setiap kelas untuk melakukan sesuatu di sudut tersebut.
Memberi kesempatan murid membawa sumber-sumber pembelajaran yang mungkin mereka miliki dan meminta mereka berbagi.
Situasi 1
TK Cahaya memiliki sedikit lahan di samping halaman bermain sekolah yang belum dimanfaatkan. Saat ini, lahan tersebut bukan hanya terlantar namun juga memberikan pemandangan yang kurang apik karena menjadi tempat tumpukan barang-barang yang tidak terpakai. Pak Segar, guru TK B sangat prihatin dengan kondisi tersebut. Saat ia mengawasi dan mengamati murid-muridnya istirahat bermain, Pak Segar lalu mengajak beberapa murid-muridnya bercakap-cakap. Ia meminta ide dari murid-muridnya untuk mengetahui sebaiknya lahan yang luasnya terbatas tersebut digunakan untuk apa. Ia menanyakan apa saja yang mereka inginkan ada di halaman bermain sekolah mereka. Saat itu, murid-murid memberikan banyak sekali pendapat. Namun, di antara pendapat-pendapat yang diberikan oleh murid, ada salah satunya yang sangat menarik. Murid itu mengatakan bahwa ia ingin ada kebun di sekolah di mana ia nanti bisa menanam biji jeruk yang dimakannya. Pak Segar merasa ide murid tersebut sangat mungkin untuk diwujudkan dengan anggaran yang terbatas. Di kelas, Pak Segar lalu mengajak murid-murid untuk mendiskusikan lebih lanjut ide tersebut. Ternyata ide tersebut juga didukung oleh murid-murid yang lain. Ia lalu meminta murid-muridnya untuk menggambarkan seperti apa kebun impian mereka. Ia juga menanyakan jenis-jenis tanaman apa yang mereka ingin ada di kebun tersebut. Dari hasil diskusi, Pak Segar tidak hanya mendapatkan ide tentang kebun seperti apa yang diinginkan oleh anak-anak, namun, anak-anak ternyata juga dapat mengusulkan bagaimana mereka dapat membantu mewujudkan kebun tersebut. Ada murid yang mengatakan akan membawa biji pepaya yang biasa ia makan di rumah untuk di tanam di kebun itu. Ide ini kemudian diikuti oleh anak-anak lain yang juga ingin membawa potongan jenis-jenis sayuran yang dapat ditanam kembali dari sisa potongan sayuran yang mereka konsumsi di rumah. Dengan bantuan pertanyaan-pertanyaan Pak Segar, anak-anak bahkan dapat memberikan gagasan bagaimana kebun ini bisa dirawat bersama oleh murid-murid. Seorang murid, yang ayahnya adalah petani bahkan akhirnya menawarkan akan mengajak ayahnya untuk membantu menyiapkan lahan tersebut supaya siap untuk ditanami, karena ia sering melihat ayahnya melakukan hal tersebut. Pak Segar lalu membawa ide murid-murid ini kepada kepala sekolah. Kepala Sekolah sangat mendukung ide tersebut dan meminta Pak Segar untuk mendiskusikan lebih lanjut ide ini dengan guru-guru kelas lain. Setelah dimatangkan, ide yang awalnya berasal dari usulan murid-murid tersebut akhirnya mewujud menjadi sebuah program yang kemudian disebut dengan “Program Kebun Cahaya”. Setiap kelas di TK Cahaya kini memiliki kavling kecil di lahan yang tadinya terlantar tersebut dan secara bersama bertanggung jawab untuk merawatnya.
Situasi 2
Bu Ara mengajar di Kelas 1 SD. Di awal tahun ajaran baru ia ingin melibatkan murid-muridnya mengatur sendiri ruang kelas mereka. Bu Ara ingin murid-muridnya memiliki rasa kepemilikan terhadap kelas mereka sehingga mereka akan secara sadar menjaga dan memelihara kelasnya dengan baik. Ia kemudian meminta murid-muridnya untuk bekerja kelompok merancang layout kelas. Setiap kelompok diberikan selembar kertas dan mendiskusikan lalu memutuskan di mana mereka akan meletakkan loker, kursi, meja, tempat sampah, keranjang buku, lemari buku, meja guru, dsbnya. Karena murid-murid kelas 1 belum semuanya bisa menulis, maka mereka boleh menggambar. Setelah itu setiap kelompok akan menjelaskan layout kelas kelompok mereka di depan kelas. Murid-murid lain dapat memberikan pertanyaan tentang layout tersebut. Setelah semua kelompok melakukan presentasi, mereka kemudian harus memutuskan layout mana yang akan dipilih untuk diimplementasikan. Setelah dilakukan pemilihan, terpilihlah satu layout yang paling ingin diimplementasikan oleh murid-murid di kelas tersebut. Namun, Ibu Ara lalu menyadari bahwa layout pilihan tersebut menurut kacamata dia sebagai guru sepertinya adalah layout yang “paling sulit untuk dilakukan dan paling tidak efektif”. Namun karena itu yang paling banyak dipilih, Ibu Ara ingin sekali mewujudkan desain itu untuk menghargai pilihan murid. Ibu Ara sangat galau, karena ia tahu, kalau ia mewujudkan desain tersebut, kelasnya akan menjadi tidak rapi dan berantakan. Orang tua murid dan kepala sekolah juga pasti akan mempertanyakan. Ibu Ara pun akhirnya memutuskan untuk berbicara langsung kepada kepala sekolah. Di luar dugaan, kepala sekolah sangat mengapresiasi upaya bu Ara menghargai pilihan murid-muridnya. Lewat proses diskusi dan dengan pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh kepala sekolah, Ibu Ara akhirnya memutuskan untuk tetap mewujudkan layout tersebut dan akan mengevaluasinya setelah beberapa hari diimplementasikan. Proses evaluasi ini akan menjadi sebuah proses pembelajaran yang berharga buat murid. Setelah beberapa hari mengimplementasikan layout pilihan murid tersebut, Ibu Ara pun lalu mengajak murid-muridnya berefleksi dan menanyakan apakah menurut mereka, layout ini membantu mereka untuk belajar, bergerak dan berinteraksi dengan baik di kelas. Bu Ara memberikan pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk membantu siswa berefleksi. Ternyata murid-murid Ibu Ara juga merasa bahwa layout tersebut tidak efektif. Ada yang yang bilang tempat sampahnya ternyata kejauhan. Atau ternyata letak lemari bukunya menghalangi orang untuk melihat ke luar jendela. Setelah melakukan refleksi, Ibu Ara lalu mengajak murid-muridnya untuk memberikan saran bagaimana agar layout kelas mereka bisa lebih efektif. Berdasarkan masukan murid-murid, di minggu berikan layout kelas mereka pun diubah sesuai dengan hasil refleksi, sehingga menjadi lebih efektif
Komunitas adalah bentuk dari aset sosial yang dimiliki sekolah yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas program/kegiatan pembelajaran di sekolah. Yang dimaksud dengan komunitas di sini dapat terdiri dari murid, guru, orang tua, orang dewasa lain yang ada di sekitar murid, dan masyarakat atau lingkungan sekitar, yang baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi proses belajar murid.
Sebagai pusat dari proses pendidikan, murid ‘berada’ dalam lintas komunitas. Mereka dapat berada sekaligus pada:
komunitas keluarga (anggotanya dapat terdiri orang tua, kakak, adik, pengasuh, dsb)
komunitas kelas dan antar kelas (anggotanya dapat terdiri teman sesama murid, guru)
komunitas sekolah (anggotanya dapat terdiri dari kepala sekolah, pustakawan, penjaga sekolah, laboran, penjaga keamanan, tenaga kebersihan, petugas kantin, dsb)
komunitas sekitar sekolah (anggotanya dapat terdiri dari RT/RW, tokoh masyarakat setempat, puskesmas, tokoh agama setempat, dsb)
komunitas yang lebih luas. (anggotanya dapat terdiri dari organisasi masyarakat, dunia usaha, media, universitas, DPR, dsb
Program atau kegiatan sekolah yang secara sengaja dirancang untuk mendorong tumbuhnya kepemimpinan murid
"Besok, di mana pun Anda berada, lakukan perubahan kecil di kelas Anda."
-Nadiem Makarim-
Tujuan Pembelajaran Khusus: CGP dapat mengembangkan ide dari ruang kolaborasi menjadi sebuah prakarsa perubahan dalam bentuk rencana program/kegiatan yang memanfaatkan model manajemen perubahan BAGJA.
Pertanyaan Pemantik
Bagaimana kerangka BAGJA dapat membantu perencanaan program/kegiatan intrakurikuler, atau ekstrakurikuler, atau ko-kurikuler?
Apa saja yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun perencanaan program/kegiatan intrakurikuler, atau ekstrakurikuler, atau ko-kurikuler?
Siapa saja yang perlu dilibatkan dalam menyusun perencanaan program/kegiatan intrakurikuler, atau ekstrakurikuler, atau kokurikuler?
Bagaimana kita dapat menggalang dukungan, mengarahkan proses dialog, dan mendorong kolaborasi bersama murid, guru, kepala sekolah, atau anggota lain dalam komunitas sekolah?
Selamat bertemu kembali Ibu/Bapak CGP.
Semoga Ibu/Bapak senantiasa sehat dan semangat mengikuti program pembelajaran guru penggerak ini. Saat ini Ibu/Bapak telah sampai pada tahapan pembelajaran ke-4. Dalam tahapan ini, Ibu/Bapak akan membuat perencanaan program/kegiatan yang lebih detail di sekolah masing-masing.
Kreativitas hanyalah menghubungkan berbagai hal. Ketika Anda bertanya kepada orang-orang kreatif bagaimana mereka melakukan sesuatu, mereka merasa sedikit bersalah karena mereka tidak benar-benar melakukannya, mereka hanya melihat sesuatu. Sesuatu itu tampaknya jelas bagi mereka setelah beberapa saat. Itu karena mereka dapat mengkoneksikan pengalaman yang mereka miliki dan mensintesis hal-hal baru.”
-Steve Jobs-
Tujuan Pembelajaran Khusus: CGP dapat melakukan koneksi antarmateri yang telah dipelajari dari modul-modul sebelumnya untuk membuat sintesa pemahaman tentang program sekolah yang berdampak pada murid.
Pertanyaan Pemantik: Bagaimana saya dapat mengaitkan intisari dari materi modul-modul guru penggerak yang telah saya pelajari untuk menjadi landasan teori bagi rencana program/kegiatan yang berdampak pada murid yang saya buat?
Ibu/Bapak CGP, saat ini Ibu/Bapak telah memasuki tahapan pembelajaran ke-6 yaitu tahapan Koneksi Antarmateri. Tahapan ini sangat menarik dan menantang karena Ibu/Bapak akan diminta untuk melakukan kilas balik dan mereview kembali modul-modul sebelumnya serta mengaitkannya satu sama lain untuk kemudian membuat sebuah sintesa pemahaman.
Tujuan Pembelajaran Khusus:
CGP dapat menjalankan tahapan B (Buat Pertanyaan) & A (Ambil Pelajaran) berdasarkan model prakarsa perubahan B-A-G-J-A yang telah dibuat sebelumnya pada tahapan Demonstrasi Kontekstual dalam sebuah aksi nyata.
CGP membuat dokumentasi pelaksanaan tahapan yang telah dijalankan tersebut.
Pertanyaan Pemantik:
Bagaimana saya dapat menerapkan rancangan program yang telah saya buat ke dalam bentuk aksi nyata? Langkah-langkah apa yang bisa saya lakukan?
Selamat Ibu/Bapak sekalian!
Ibu/Bapak telah sampai pada tahapan pembelajaran yang terakhir dari modul ini, yang sekaligus merupakan tahapan terakhir dari keseluruhan rangkaian modul Program Guru Penggerak. Kami yakin, cara pandang baru, pengetahuan, keterampilan, dan sikap-sikap yang telah Ibu/Bapak kembangkan dalam proses belajar selama ini, telah memberi bekal yang cukup untuk memulai aksi perubahan dalam praktik-praktik pembelajaran yang dilakukan sehari-hari oleh Ibu/Bapak. Kami hanya ingin mengingatkan kembali bahwa, perubahan tidak harus dimulai dari hal yang besar. Kita dapat memulainya melalui langkah-langkah kecil yang dapat kita lakukan dalam lingkungan yang secara langsung dapat kita pengaruhi terlebih dahulu. Lewat perubahan-perubahan kecil yang Ibu/Bapak buat, kami yakin dampak positif akan dapat dirasakan oleh komunitas belajar di sekolah Ibu/Bapak, yang kemudian mampu menginspirasi lingkungan yang lebih luas.
Di dalam tahapan terakhir ini, Ibu/Bapak akan mulai mewujudkan perubahan kecil tersebut dengan mencoba menerapkan tahapan B dan A dari model prakarsa perubahan BAGJA yang telah Ibu/Bapak buat sebelumnya. Mengapa di tahapan aksi nyata ini Ibu/Bapak hanya akan melakukan tahapan B dan A? Hal ini karena tahapan selanjutnya dari proses BAGJA ini (tahapan GJA) akan diimplementasikan selanjutnya bersamaan dengan saat Ibu/Bapak melakukan kegiatan lokakarya.