Selama menjadi pendidik, Anda tentu pernah mengalami sebuah peristiwa yang dirasakan sebagai sebuah kesulitan, kekecewaaan, kemunduran, atau kemalangan, yang akhirnya membantu Anda bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.
a. Apa kejadiannya, kapan, di mana, siapa yang terlibat, apa yang membuat Anda memilih merefleksikan peristiwa tersebut, dan bagaimana kejadiannya?
Awal tahun pelajaran 2022/2023 tepatnya bulan juli, saya mendapatkan amanah untuk mengajar di kelas 4. Awalnya agak terasa berat karena sebelumnya berada di kelas 3 dan saya merangkap pekerjaan sebagai operator sekolah. Akhirnya tetap menerima dan menjalankan amanah tersebut karena sudah dipercaya bapak kepala sekolah. Masalah pertama mulai muncul, dimana kelas 4 tahun ini menerapkan kurikulum merdeka mandiri berubah secara mendadak. Tantangannya harus siap untuk belajar ilmu baru yang masih seperti di angan-angan dengan mengikuti diklat IKM selama 4 hari. Awal masuk di kelas 4 setelah mengikuti diklat IKM masih merasa bingung dan berpikir saya harus bagaimana ini? Ketika itu buku penunjang belum ada dan hanya dibekali capaian pembelajaran dan alur tujuan pembelajaran. Bertemu murid yang berjumlah lumayan banyak yaitu 32 murid. Ini juga menjadi tantangan berat karena setelah melakukan survey awal terhadap murid, ada 2 murid yang memiliki kemampuan di bawah rata-rata teman sekelasnya. Satu anak bernama Sdiyo Irwani (belum mampu membaca kata tetapi hafal semua huruf dan pengetahuan berhitung baru sampai angka 10) sedangkan 1 murid lagi bernama Iqbal (kemampuan membaca masih sebatas membaca 2 kata tanpa imbuhan dan masih dieja, kemampuan berhitung berada pada tahap penjumlahan puluhan).
Alasan saya memilih merefleksikan peristiwa tersebut karena bagi saya peristiwa tersebut memberikan banyak pelajaran bagi saya sebagai pendidik. Melalui pendidikan guru penggerak, banyak ilmu yang saya dapatkan untuk bagaimana saya dapat memperlakukan murid yang beragam di kelas.
b. Bagaimana Anda menghadapi krisis tersebut (coping)? Bagaimana Anda dapat bangkit kembali (recovery) dan bertumbuh (growth) dari krisis tersebut?
Awal mula tentunya saya merasa marah karena saya memiliki beban tugas yang banyak sebagai operator sekolah, saya masih dihadapkan pada keadaan murid yang spesial. Rasanya ingin menyerah, khususnya terhadap 2 anak spesial tersebut. Saya bertanya dengan guru sebelumnya, bagaimana saya sebaiknya memperlakukan murid tersebut, saya berkonsultasi dengan rekan-rekan sejawat di sekolah. Perasaan yang ada dalam diri saya ketika itu adalah saya kasihan jika kedua anak tersebut terabaikan dan harus mengikuti pelajaran yang sama dengan murid lain. Akhirnya, pada minggu ke 3 pembelajaran , saya memanggil kedua murid tersebut untuk mengetahui segala hal tentang murid tersebut melalui tanya jawab dan tes membaca menulis. Setelah itu, saya putuskan untuk memberikan perlakuan yang berbeda sesuai kebutuhannya terhadap kedua anak tersebut. Untuk memudahkan kontrol, saya menempatkan tempat duduk anak tersebut di dekat saya. Tidak bermaksud membedakan dengan murid lain, tetapi ketika itu saya sedang menempatkan posisi bagaimana yang harus saya lakukan terhadap murid tersebut. Dari situlah, sampai saat ini saya menerapkan pembelajaran berdiferensiasi khususnya terhadap 2 murid tersebut. Tujuan/target saya adalah kedua anak tersebut harus bisa membaca dan berhitung lancar terlebih dahulu dan mengabaikan standarisasi kurikulum (KKM) karena ketika itu sekolah tidak menerapkan kurikulum khusus untuk memghadapai keadaan siswa khusus.
c. Gambarkan diri Anda setelah melewati krisis tersebut.
Apa hal terpenting yang telah Anda pelajari dari krisis tersebut?
Peristiwa ini memberikan banyak sekali pengalaman. Satu hal yang saya pelajari, betul adanya setiap murid itu beragam dan masing-masing dari mereka memerlukan perhatian dan ingin dilayani. Perhatian dan pelayanan tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhannya. Murid membutuhkan proses pembelajaran yang bermakna dan bukan hanya sekedar pemberian materi yang harus dihafalkan tetapi sesuatu hal yang memiliki nilai proses belajar. Setiap perubahan sekecil apapun yang dilakukan murid merupakan hal yang patut diapresiasi. Sebagai guru, harus membedakan murid tetapi bukan dalam bentuk deskriminasi tetapi membedakan proses pembelajaran sesuai kebutuhan murid.
Bagaimana dampak pengelolaan krisis tersebut terhadap diri Anda dalam menjalankan peran sebagai pendidik?
Dampak dari pengelolaan krisis tersebut terhadap diri saya dalam menjalankan peran sebagai pendidik antara lain, saya lebih bisa menahan emosi dan lebih bersabar dalam menghadapi segala permasalahan murid, konsultasi dan kolaborasi dengan rekan menjadi lebih erat dan rekat dalam penyelesaian masalah.
d. Sebagai pendidik, Anda tentu pernah bertemu murid yang memiliki pemahaman diri, ketangguhan, atau kemampuan membangun hubungan yang positif dengan orang lain. Setujukah Anda bahwa faktor-faktor tersebut membantu ia menjalani proses pembelajaran dengan lebih optimal di sekolah? Jelaskan jawaban Anda dengan bukti atau contoh yang mendukung.
Ya pernah. Setuju bahwa pemahaman diri, ketangguhan, atau kemampuan membangun hubungan yang positif dengan orang lain menjadi faktor-faktor yang membantu menjalani proses pembelajaran lebih optimal. Salah satu murid saya yang bernama Azkiyatun memiliki nilai tersebut. Perilaku murid tersebut tampak berbeda dengan teman lainnya, dia menunjukkan sikap lebih bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan guru karena ia memiliki mampu memahami diri sendiri dengan mengontrol diri sendiri tentang apa yang seharusnya ia lakukan tanpa harus menunggu perintah atau teguran atau mendapatkan imbalan. Murid tersebut juga mampu bekerja sama dengan teman-temannya dalam segala hal. Sebagian besar murid yang memiliki nilai tersebut adalah murid yang lebih rajin. Sebagai pendidik, kita memiliki peran yang penting untuk dapat membentuk murid agar mampu memiliki pemahaman diri, ketangguhan, dan kemampuan membangun hubungan positif dengan orang lain. Hubungan positif dengan orang lain akan menimbulkan dampak pengembangan karakter yang sangat baik bagi murid seperti gotong royong, empati, saling menghargai, dan tolong menolong.
e. Dari kedua refleksi di atas, apa yang dapat Bapak/Ibu simpulkan tentang hubungan antara kompetensi sosial dan emosional dengan keberhasilan dalam pengelolaan krisis Anda dan pembelajaran murid Anda?
Dari pemaparan krisis yang saya alami, menunjukkan bahwa kemampuan kompetensi sosial dan emosional sangatlah diperlukan guru agar mampu menuntun murid sesuai kodratnya dengan rasa ikhlas dan gembira. Namun sebelum guru dapat membantu murid, hendaknya guru perlu belajar memahami, mengelola, dan menerapkan pembelajaran sosial dan emosional dalam dirinya. Sebaiknya guru dapat belajar menumbuhkembangkan aspek sosial dan emosional dalam dirinya dengan pendekatan kesadaran penuh melalui berbagai kegiatan praktek, diskusi ataupun refleksi yang dilakukan selama mengajar. Manfaat yang didapatkan setelah berhasil melakukan pengelolaan krisis antara lain guru dan murid memiliki hubungan yang lebih erat dan akrab, murid dapat belajar dengan bahagia karena gurunya mampu mengendalikan emosinya dan menunjukkan kesabaran. Jika guru dapat mengembangkan kompetensi sosial dan emosionalnya, diharapkan guru dapat mendidik siswa secara menyeluruh dan seimbang antara pencapaian potensi akademik dan juga sosial dan emosional untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan.
Harapan dan Ekspektasi
f. Setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan sebelumnya, apa yang Anda harapkan untuk pembelajaran selanjutnya ? Silahkan kemukakan Harapan bagi diri sendiri?
Harapan bagi diri sendiri untuk pembelajaran selanjutnya
1) Saya mampu menempatkan murid sebagai individu yang unik yang harus diprioritaskan untuk tumbuh dan berkembang di lingkungan yang baik.
2) Saya mampu memahami, menghayati, dan mengelola emosi ketika melakukan proses pembelajaran sehari-hari.
3) Saya mampu menunjukan empati kepada murid sesuai dengan kebutuhannya
4) Saya mampu membangun hubungan yang positif dengan murid baik sebagai teman, pemantau, dan manajer.
5) Saya mampu bersikap tanggap dan membuat keputusan yang bertanggung jawab ketika menemui permasalahan yang mungkin terjadi di dalam proses pembelajaran
g. Setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan sebelumnya, apa yang Anda harapkan untuk pembelajaran selanjutnya ? Silahkan kemukakan Harapan bagi murid-murid Anda?
Harapan bagi murid untuk pembelajaran selanjutnya
1) Murid dapat belajar dengan suasana bahagia dan merasa dihargai akan kemampuannya
2) Murid mendapatkan kebebasan untuk berekspresi dan menyampaikan emosinya
3) Murid memiliki pemahaman akan diri sendiri sehingga murid dapat memahami, mengenali, dan mengelola emosi dengan baik.
4) Murid memiliki ketangguhan dalam menghadapi segala tantangan
5) Murid mampu menjalin hubungan positif dengan siapapun di lingkungan sekitarnya.
Semoga bermanfaat. Terima kasih
Ernawati (CGP Angkatan 6 Kab. Kebumen)
Analisis Kegiatan Pembelajaran Sosial Emosional
PENERAPAN KOMPETENSI SOSIAL EMOSIONAL (KSE) SMK
Tabel 3.1 Ide Implementasi Pembelajaran Sosial dan Emosional untuk Murid
Tabel 3.2 Ide Penguatan Kompetensi Sosial dan Emosional untuk Rekan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) di Sekolah
Jenjang Pendidikan: ____D____ (A = Paud – Kelas 2; B = Kelas 3– 6; C = SMP, D = SMA).
Ernawati (SD) CGP Angkatan 6 Kabupaten Kebumen
Tugas 4.1: Membuat Rencana Implementasi Pembelajaran Sosial dan Emosional bagi murid di Kelas.
Langkah-langkah yang dapat Anda ikuti:
Tentukan minimal 2 kompetensi sosial dan emosional (KSE) yang akan Anda implementasikan. Berikan alasan pemilihan KSE tersebut.
Pilihlah 1 RPP (Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran) atau RPL (Rancangan Pelaksanaan Layanan) yang sudah ada dan implementasikan 2 KSE yang sudah dipilih dalam RPP/RPL tersebut.
Anda dapat mengacu pada RPP yang dijelaskan dalam bagian D.1 dan D.2 dalam Implementasi Pembelajaran Sosial dan Emosional pada tahap Eksplorasi Konsep.
Sesuaikan penyampaian dan instruksi pembelajaran dengan konteks kelas Anda.
Unggah RPP/RPL tersebut pada tautan yang diberikan.
KOMPETENSI SOSIAL DAN EMOSIONAL
Setiap manusia pasti memiliki beban pikiran. Beban pikiran tersebut bisa dikarenakan ada masalah, banyak masalah yang dihadapi, ataupun karena banyak tugas/beban pekerjaan yang harus diselesaikan dalam satu waktu bersamaan dengan tugas lainnya. Jika kita dihadapkan pada situasi tersebut, akan timbul perasaan negatif yaitu emosi. Pelampiasan emosi dapat diungkapkan dengan marah kepada orang yang ada di sekeliling, malas berbicara, dan kita pun bisa berbicara sendiri/mengomel sendiri. Pada akhirnya, kita akan merasa menyesal dan menyalahkan diri jika tindakan kita berdampak tidak sesuai harapan.
Bagi seorang guru yang pekerjaannya adalah berinteraksi dengan murid setiap harinya dan dihadapakan dengan berbagai karakteristik murid yang berbeda dalam satu kelas tentu akan sangat rentan berpapasan dengan emosi. Kita dituntut agar dapat memenuhi kebutuhan murid, melayani dengan senang hati dan keikhlasan. Tetapi kita juga manusia biasa yang terkadang dihadapkan dengan banyaknya beban pikiran, jika menemui permasalahan murid di kelas bersamaan dengan banyaknya beban tentulah ingin rasanya kita marah dan berharap murid memahami kondisi kita sebagai guru. Ketika guru mengeluarkan emosi secara spontan dengan marah-marah atau mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan, hal tersebut berbahaya. Banyak kasus terjadi, perkataan buruk seorang guru yang melemahkan anak bisa berpengaruh pada siswa tersebut di masa depan. Begitu sebaliknya, jika perkataan baik seorang guru, bisa diingat lama oleh seorang siswa sampai dewasa. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk menguasai Kompetensi Sosial Emosional agar lebih memahami cara mengelola emosi didalam menjalankan perannya dan juga dapat mendidik murid menjadi manusia yang memiliki kompetensi sosial-emosional.
Pembelajaran sosial -emosional ini juga diharapkan dapat menjadikan murid sebagai orang yang memiliki keterampilan untuk mengenali masalahnya dan memecahkannya sendiri. Lima kompetensi sosial-emosional tersebut adalah: Kesadaran Diri, Pengelolaan diri, Kesadaran Sosial-Empati, Keterampilan membangun Relasi, dan Pengambilan Keputusan yang bertanggung Jawab. Secara ringkas, kelima kompetensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.
Lima Kompetensi Sosial Emosional
1. Kesadaran diri. Kompetensi ini mengajarkan kepada kita untuk dapat mengenali emosi sendiri atau memberi nama emosi yang sedang dirasakan seperti sedih, bahagia, marah, takut, sedih dll. Tujuannya, agar guru dan siswa dapat memberi respon yang tepat terhadap emosi yang dirasakan. Salah satu cara untuk meningkatkan kesadaran diri yaitu dengan melakukan aktivitas yang melatih kesadaran penuh (mindfullness). Teknik kesadaran yang dapat dipraktikan antara lain a). teknik STOP (Stop, Take a Breath, Observed, and Proceed) hentikan apapun yang sedang Anda lakukan; b) five finger breathing, teknik pernapasan menghirup dan menghembuskan nafas dengan bantuan 5 jari tangan (https://www.youtube.com/watch?v=1eGzcUxREbE).
2. Manajemen Diri. Pengelolaan diri merupakan pengendalian diri terhadap emosi negatif yang kita rasakan agar tetap fokus terhadap tujuan yang hendak dicapai. Saat kita stress karena banyaknya tekanan atau tumpukan pekerjaan, emosi negatif secara spontan mungkin saja keluar. Jika tidak dikelola akan menjadikan bumerang bahkan untuk diri sendiri. Oleh karena itu, setelah kita menyadari dan merasakan emosi yang kita rasakan, kita bisa mengelolanya salah satunya dengan teknik STOP yang sudah dijelaskan. Praktik STOP, akan membuat diri kita terasa lebih ringan karena semua beban sudah kita lepaskan dari pikiran sehingga kita akan lebih fokus mengerjakan hal lain sesuai target dan tujuan kita.
3. Kesadaran Sosial-Empati. Kesadaran sosial merupakan kompetensi yang mengajarkan kepada kita untuk ikut merasakan hal yang dirasakan dan dialami orang lain dari sudut pandang orang lain atau kita sebut dengan istilah Empati. Empati sangat penting dimiliki agar kita dapat bertindak dengan bijak dan tidak cepat bereaksi mengeluarkan emosi negatif ketika dihadapkan pada permasalahan yang berkaitan dengan interaksi dengan orang lain.
4. Keterampilan Berelasi. Di dalam interaksi sosial, kita tentu tidak akan terlepas dengan konflik, perbedaan pandangan, dll. Jika dihadapkan pada situasi tersebut, kadang banyak diantara kita memilih untuk menghindar atau mungkin menuruti emosi dan menjadi konflik berkepanjangan. Dalam situasi tersebut, tentu memilki keterampilan berelasi menjadi hal yang penting. Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan kita dalam menyampaikan maksid dan kehendak kita dengan cara yang baik dan positif tanpa arogansi. Hal tersebut tentu dapat dilatih dengan menggunakan kalimat yang menyatakan keinginan kita, tapi masih memposisikan orang lain sebagai orang yang kita hargai.
5. Pengambilan Keputusan yang bertanggung Jawab. Setiap diri kita pasti pernah dihadapkan pada situasi dilematis, entah itu terkait persoalan pribadi atau pun di lingkungan kerja dan masyarakat. Di saat seperti itu, kita membutuhkan keterampilan untuk mengambil keputusan secara bertanggung jawab sehingga. Keputusan yang kita ambil tentu saja dapat selaras dengan norma dan juga mengandung kebaikan dan keselamatan bagi banyak orang. Tapi sudah bisa dipastikan juga setiap keputusan yang kita ambil. terkadang harus mengandung resiko. Nah, keterampilan mengambil keputusan yang bertanggung jawab ini tentu bukan hal sepele dan mudah.
Salah satu strategi sederhana yang dapat digunakan untuk menumbuhkan kemampuan mengambil keputusan yang bertanggung jawab adalah dengan menggunakan kerangka yang disebut POOCH – Problem (Masalah), Options (Alternatif pilihan), Outcomes (Hasil atau konsekuensi), Choices (Keputusan yang diambil). Kerangka sederhana ini akan membantu seseorang memikirkan dengan baik berbagai aspek sebelum memutuskan sesuatu.
Kelima keterampilan Sosial Emosional (KSE) yang sudah dijelaskan di atas penting dimiliki guru dan harus diajarkan kepada murid. Jika keterampilan sosial dan emosional sudah terbentuk dan dilatih sejak dini, kelal dapat menjadi bekal dalam kehidupan murid di masa yang akan datang. Oleh karena itu, penting juga mengintegrasikan KSE ini didalam praktik pembelajaran ataupun di dalam interaksi guru dan siswa sehari-hari, atau juga dibuat sebuah kebijakan sekolah menjadi budaya sekolah yang akan berdampak kepada murid terkait KSE.
Ernawati, S.Pd
CGP Angkatan 6 Kab. Kebumen
Peristiwa
Pembelajaran Modul 2.2 dimulai pada minggu ketiga bulan November Tahun 2022. Modul 2.2 membahas tentang Pembelajaran Sosial dan Emosional. Alur pembelajaran masih seperti modul sebelumnya yang diawali dari mulai diri, eksplorasi konsep secara mandiri, ruang kolaborasi dalam kelompok, presentasi hasil kolaborasi, elaborasi pemahaman, dan diakhiri dengan aksi nyata. Pengetahuan tentang pembelajaran sosial emosional merupakan pengetahuan baru yang baru saya kenali. Banyak hal baru yang sangat bermanfaat sebagai pengembangan kompetensi sebagai pendidik yang berdaya.
Perasaan
Perasaan saya ketika memulai belajar modul 2.2 tidak terlalu kesulitan dikarenakan materi yang dibahas menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan tidak banyak materi yang harus dipelajari. Melalui pembelajaran sosial emosional saya mengenal berbagai macam emosi sehingga saya dapat mengenali dan mengatasi emosi yang saya rasakan. Mempraktikkan kegiatan mindfulness juga salah satu materi yang membuat saya merasa lebih fokus untuk belajar.
Pembelajaran
Pembelajaran yang didapatkan pada modul 2.2 mengagungkan prinsip kesadaran penuh (mindfulness), kompetensi social emosional, dan well being. 5 kompetensi sosial dan emosional (KSE) yang dikembangkan yaitu kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran social, keterampilan berelasi, pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Implementasi pembelajaran KSE di kelas dan di sekolah tercermin dalam 4 indikator yaitu pengajaran eksplisit, integrase dalam praktik mengajar guru, dan kurikulum akademik. Seorang guru perlu mempelajari KSE agar mampu mengatur diri sendiri ketika dihadapkan pada suatu permasalahan yang membuat beban pikiran bercabang dan juga memberikan pengalaman bermakna kepada murid tentang penerapan KSE terhadap murid.
Penerapan
Setelah belajar tentang modul 2.2 selama 2 minggu, saya pasti akan menerapkan 5 KSE dengan mengembangkan pada diri sendiri dan juga pada murid. Pengenalan dan identifikasi emosi terhadap diri sendiri dan murid sebagai bagian penting sebelum melaksanakan pembelajaran. Saya juga akan mempraktikkan teknik mindfulness kepada diri sendiri dan murid agar memiliki kesadaran diri dan memanajemen diri sendiri untuk fokus. Kegiatan-kegiatan tersebut diterapkan di sekolah sebagai budaya positif yang dibagikan kepada rekan guru lain melalui kegiatan kolaborasi untuk mewujudkan lingkungan nyaman, aman, dan tercipta well being bagi murid.
Ernawati (CGP A6 Kab. Kebumen)