Circle "A" Hafuza Fam, Jakarta

Circle "A" Hafuza Family

Circle "A" Hafuza Family ini berlokasi di Jakarta Timur, dengan leader Circle "A" nya bernama mbak Siti Munawaroh, atau yang biasa disapa mbak Mumun. Circle "A" di Jakarta Timur ini, berbagi dg ibu-ibu Mitra Binaan, di sekitar Sanggar. Semua sgt antusias belajar,. 🥰

Pertemuan 1 Mei

Sabtu, 1 Mei 2021

Mengawali bulan Mei ini, saya Memulai sharing tentang A Home Team pada sahabat-sahabat lama sesama teman waktu di kampus, 25 tahun silam. Tentu saja, bagi sahabat-sahabat saya, ini seklaigus jadi ajang reuni, meski yang bisa hadir hanya 4 orang. Namun tak meyurutkan semangat untuk saling berbagi tentang konsep membangun keluarga yang sudah dijalankan.

Saya memulai dengan sebuah cerita, bagaimana saya mengikuti training A home Team pada tahun 2017 di Family Camp Ibu Profesional Jakarta, dan merasakan dampak dari membangun tim dalam keluarga sampai sekarang. Kemudian kami berdiskusi, tentang arti penting sebuah keluarga. Karena rerata sahabat-sahabat saya adalah mantan aktifis, yang memiliki idealisme dalam membangun keluarga sejak masih kuliah, maka setiap orang pun bertutur bagaimana mereka membangun keluarganya dari awal menikah, sampai saat ini.

Saya pun kemudian memberikan challenge untuk mengidentifikasi apakah keluarga kita sudah termasuk dalam Team, atau Kerumunan? Proses brainstorming pun terjadi,. Karena setiap orang memiliki sisi pandang masing-masing. Nah, saat yang tepat untuk memberikan beberapa kriteria untuk mengindentifikasi keluarga kita termasuk dalam team atau kerumunan. Lantas saya gunakan powerful question untuk bisa membawa pada titik kesadaran di titik mana kita berada.

Pertanyaan-pertanyaan yang saya umpankan kepada teman diskusi adalah :

1. Apakah setiap anggota keluarga tahu tentang tujuan keluarga?

2. Apakah setiap anggota keluarga tahu strategi keluarga?

3. Bagaimana sang Leader? Apakah mencerminkan Leader di kerumunan atau tim?

4. Bagaimana komunikasi antar anggota keluarga?

5. Bagaimana pembagian tugas dan perannya?

6. Bagaimana monitoring dan evaluasinya?


Dan,. Ternyata dari proses memberikan jawaban-jawaban pada pertanyaan tersebut, ada yang belum bisa menyimpulkan kalau keluarganya adalah sebuah Tim, seperti yang selama ini dirasakan. Dan diskusi berkembang untuk bisa menularkan pengetahuan tentang A Home Team di masa pandemic yang penuh tantangan, karena semua anggota keluarga di rumah saja. Sejatinya, Sahabat-sahabat saya sudah berada di zona nyaman dengan pasangan yg sefikroh yang sudah sejalan sejak masih jadi aktifis masjid di kampus, sehingga mampu menghadapi tantangan demi tantangan yg dihadapi. Namun, dari diskusi kami, penguatan keluarga pada tetangga & kerabat dekat mereka yang juga menarik untuk dibantu, dengan berbagi formula ilmu A Home Team ini, selain menguatkan keluarga sendiri tentunya.


Maka, kami sepakat akan mengadakan pertemuan selanjutnya, dengan diskusi lagi, bagaimana proses kita membangun A home team di rumah masing-masing & menularkannya kepada keluarga lain, seperti yang sudah dilakukan di komunitas IP. Sahabat saya ingin menyisipkan materi penguatan kelurga, dalam Dakwah ke Ibu-ibu di sekitar rumahnya, yg menjadi wali santri TPQ yg dikelolanya dengan suami. Selama ini yang dilakukan lebih banyak mengajarkan Ngaji Kitabullah & Fiqh. Alhamdulillah..

Sayapun berkisah tentang bagaimana pengalaman berbagi dengan “Ngaji laku kehidupan” disekitar rumah saya dengan sanggar Hasanah Center yg kami kelola, yang ternyata banyak ditemukan bahwa ada problem yang dihadapi para ibu yang selama ini belum bisa diuraikan, karena belum masuk dalam materi dakwah secara kongkret. Jadi konteks dakwah tidak melulu dengan menjadi mubalighoh dengan ceramah, namun juga dengan menjadi pamong atau mentor & coach pada jamaah, sehingga kita bisa memastikan apa yang disampaikan saat pengajian itu sudah diterapkan di kehidupan, atau berhenti di Kajian saja (Hit & Run). DIsitulah akhirnya kami berkesimpulan, ternyata kita semua pada akhirnya harus menjadi “Guru” di kehidupan dalam peran masing-masing. Hingga akhirnya satu jam waktu berakhir & diskusi dilanjutkan di WAG group, tentang “Why we Learn” & kami menemukan jawaban, mengapa kita harus terus belajar & akhirnya menemukan tujuan tertinggi dari belajar adalah Berbagi dan Melayani, serta menjadi “Guru” & murid dimana saja. Selamat menyongsong Hari Pendidikan Nasional 2 Mei.

"Kita semua pada akhirnya harus menjadi “Guru” di kehidupan dalam peran masing-masing. Hingga akhirnya satu jam waktu berakhir & diskusi dilanjutkan di WAG group, tentang “Why we Learn” & kami menemukan jawaban, mengapa kita harus terus belajar & akhirnya menemukan tujuan tertinggi dari belajar adalah Berbagi dan Melayani, serta menjadi “Guru” & murid dimana saja"

PERTEMUAN KEDUA

Pada hari Ahad, 2 Mei 2021 pukul 11 siang, saya mengadakan Sharing A Home Team dengan para ibu-ibu mitra binaan di Sanggar Hasanah Center. Ada 6 ibu yang hadir, dari 10 ibu yang diundang sebelumnya. Alhamdulilllah, meskipun 6 orang saja, namun sangat membahagiakan. Saya melihat mata yang berbinar-binar dibalik masker yang dikenakan, karena kami pun sepakat untuk berkumpul dengan prokes yg ketat. Sehingga kami juga menjaga jarak dan tak lupa mencuci tangan dengan sabun, selain kami juga menyediakan handsanitizer di ruangan.


Pertemuan diawali dengan kangen-kangenan karena sejak pandemic, kami jarang berjumpa secara fisik & lebih banyak koordinasi secara virtual. Untuk mencairkan suasana, saya menanyakan kabar keluarga, terutama kabar anak-anak. Alhamdulillah, anak-anak sudah mulai bisa kuliah, sambil bantu cari nafkah. Namun, tantangan hidup pun masih ada, yg dihadapi dengan perjuangan yg luar biasa. Hampir semua ibu-ibu yang hadir adalah Ibu yg menjadi tulang punggung keluarga, karena suaminya ada yg sudah wafat, berpisah, ada yg diuji sakit, dan ada yg barusaja kena PHK. Kemudian saya menanyakan tentang “SATE SUPER” nya, moment apa yang membuat para ibu-ibu ini tetap ingin belajar penguatan keluarga, ditengah tantangan hidup yang makin menghimpit terlebih saat pandemi covid 19 ini.


SATE SUPER yang diungkapkan ibu-ibu rerata karena anak-anak mereka. Anak-anak yang makin beranjak dewasa dan memerlukan ilmu untuk bisa memandunya dengan baik, ditengah jaman yang serba digital. Mereka pun kewalahan dengan kebutuhan biaya pendidikan yang makin melangit, dan lapangan kerja yang semakin sempit. Saya mendengarkan curhatan ibu-ibu dengan manggut-manggut, dan sesekali terharu, ketika mereka berucap, “Alhamdulillah Bunda, dulu saya sudah belajar disini, sehingga masalah anak-anak saat remaja itu bisa teratasi, sekarang anak-anak sudah mulai mandiri, bantu saya cari nafkah & kuliah. Ternyata mengajak mereka jadi “Prajurit” di usia belasan tahun, sangat berguna ketika mereka mulai beranjak Dewasa, sudah terlatih dan tidak malu jualan apa saja disela-sela kuliahnya. Dan sekarang saya sudah jadi sahabat buat nak-anak saya,.” MasyaAlloh,.


Acara makin seru dengan nonton bareng pemutaran Video pendek tentang apa beda Tim & Kerumunan. Semua ibu-ibu itu bergantian sahut sahutan menyebutkan makna yg ditangkap inderanya dari video yang menggambarkan tim sepak bola & pasar. Lantas, keluarga kita termasuk dalam kriteria Tim atau Kerumunan kah? Dengan jujur, mereka menyebutkan bahwa sebagian besar masih seperti kerumunan, namun, ada pula yang sudah yakin kalau keluarganya sudah menjadi Tim yang kompak. Saya berusaha lebih banyak mendengarkan, kemudian menanggapi satu per satu. Bahkan para ibu ini saling sharing dan saling memberikan saran dari curhatan-curhatan ibu yang lainnya, saya moderator saja,. Hehehe,. Karena pengalaman mereka pastilah lebih kaya daripada pengalaman saya sendiri, karena anak saya masih kecil & hanya satu, dengan kondisi lingkungan yang berbeda dg mereka. Disinilah justru saya menemukan banyak tacit knowledge & belajar dari para ibu-ibu yang tangguh.


Kemudian diskusi berlanjut dengan topic yg menarik, tentang bagaimana jika pasangan belum bisa ikut membaur & mengikuti pola yang disepakati antara ibu & anak-anak. Ada 1 ibu yang suaminya baru kena PHK dan mengalami gejolak yang luar biasa dalam rumahnya. Kondisi psikis & emosi yang tidak stabil sering menjadi penyebab hambatan komunikasi yang produktif. Tantangan inipun jg dihadapi para ibu sendiri yang terkadang kelelahan bekerja seharian sehingga tak mampu menguasai diri. Lantas, saya mengeluarkan Mantra-mantra Komunitas, dengan ajakan 3B di rumah masing-masing : Main Bareng, Ngobrol Bareng, Berkegiatan Bareng. Jika suami belum bersedia bebarengan juga, dengan anak-anak pun kita tetap bisa menjemput bahagia. Mantra dari Pak Dodik pun dikeluarkan : pada Suami kita berbagi kebahagiaan, bukan berbagi beban. Nanti kalau suami kita sudah melihat kebahagiaan anak & istri, lama-lama akan ngikut bebarengan. Dan jangan menuntut pada suami, karena akan berpotensi membuat kita sedih, kecewa & capek sendiri, sehingga justru akan menghabiskan energy dan tidak mood dalam berkarya.


Dan Ibu-ibu pun berujar, “Nah bener itu Bunda,. Saya dah ngalami yang begitu ituh! Kita jugak yg rugi sendiri kalau banyak menuntut!” ujung-ujungnya malah berantem dah,. Hehehe,. Ternyata banyak ibu mengalami hal yang sama. Alhamdulillah diskusi seru & penuh canda tawa bin mengharukan itu berlanjut sampai bisa menemukan solusi-solusi sederhana kedepan. Kegiatan sharing 1,5 jam pun diakhiri dengan komitmen bersama untuk berjuang di keluarga & menata masa depan dengan anak-anak, dan saling menyemangati satu sama lainnya. Setelah Sholat Dhuhur, berlanjut dengan percobaan membuat aneka pastry untuk menghidupkan kelompok usaha bakery yang sedang mati suri karena pandemi. InsyaAlloh Abis Lebaran kami akan berkumpul lagi melanjutkan coaching & Mentoring A Home Team dengan berbagi ide-ide Family Project yang bisa dilakukan di rumah masing-masing. Alhamdulillah,. Bangga rasanya bisa mengisi Hari Pendidikan Nasional dengan kegiatan Belajar, Berkarya, & Bermakna. Semoga Istiqomah,. aamiin,.

Para ibu belajar membuat roti, selain hobi, membuat roti ini juga bisa menjadi entry poin untuk sebuah circle
Ibu-ibu antusias untuk belajar "A" HomeTeam menonton video-video di laptop

"Pada Suami kita berbagi kebahagiaan, bukan berbagi beban. Nanti kalau suami kita sudah melihat kebahagiaan anak & istri, lama-lama akan ngikut bebarengan. Dan jangan menuntut pada suami, karena akan berpotensi membuat kita sedih, kecewa & capek sendiri, sehingga justru akan menghabiskan energy dan tidak mood dalam berkarya"