PENGANTAR LOGISTIK & SCM

BAB 1

MANAJEMEN LOGISTIK

Manajemen menurut Parker (dalam Stoner dan Freeman, 2000) diartikan sebagai seni melaksanakan pekerjaan melalui orang-orang. Di sisi lain, logistik, menurut Donald J. Bowersox (2002), adalah proses pengelolaan strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang, dan barang jadi dari para supplier di antara fasilitas-fasilitas organisasi dan kepada para pelanggan. Tujuan logistik adalah menyampaikan barang jadi dan berbagai material dalam jumlah yang tepat pada waktu dibutuhkan, dalam keadaan yang dapat dipakai, ke lokasi yang dibutuhkan, dan dengan total biaya yang terendah.

Manajemen logistik, pada dasarnya, didefinisikan sebagai mendisain dan mengurus suatu sistem untuk mengawasi arus dan penyimpanan yang strategis bagi material, suku cadang, dan barang jadi agar dapat diperoleh manfaat maksimum bagi organisasi (Donald J Bowersox, 2002). Manajer logistik bertanggung jawab merencanakan dan mengelola suatu sistem operasi yang mampu mencapai sasaran, yaitu manfaat maksimum bagi organisasi dengan total biaya serendah mungkin.

Ciri utama logistik adalah integrasi berbagai dimensi dan tuntutan terhadap pemindahan dan penyimpanan yang strategis. Pentingnya manajemen logistik terpadu dijelaskan dalam lima alasan, antara lain:

a. Saling ketergantungan antara distribusi fisik dan operasi manajemen material.

b. Konsep distribusi fisik dan manajemen material yang sempit dapat menimbulkan keadaan negatif atau gangguan.

c. Kebutuhan pengawasan yang sama terhadap aktivitas distribusi fisik dan manajemen material.

d. Kesadaran bahwa trade-offs antara ekonomi manufaktur dan kebutuhan pemasaran dapat diatasi oleh sistem logistik yang dirancang dengan baik.

e. Misi logistik memerlukan lebih dari sekadar teknologi perangkat keras.

Konsep logistik terpadu melibatkan dua usaha yang berkaitan, yaitu operasi logistik dan koordinasi logistik. Operasi logistik berkaitan dengan manajemen pemindahan dan penyimpanan material dan produk jadi dalam organisasi. Sementara itu, koordinasi logistik melibatkan identifikasi kebutuhan pergerakan dan penetapan rencana untuk memadukan seluruh operasi logistik, termasuk peramalan, pengolahan pesanan, perencanaan operasi, dan procurement atau perencanaan kebutuhan material. Koordinasi logistik diperlukan untuk memastikan kontinuitas operasi dan mencapai manfaat maksimum bagi organisasi.

BAB 2

SISTEM LOGISTIK

Untuk menyelesaikan proses logistik, diperlukan fungsi penyesuaian, transfer, penyimpanan, penanganan, dan komunikasi. Proses ini membutuhkan usaha yang terkoordinir, dan konsep yang erat kaitannya dengan kegiatan terorganisir dan terkoordinir adalah pendekatan sistem.

Pendekatan sistem adalah esensial untuk analisis yang lengkap terhadap kebutuhan logistik suatu organisasi. Sistem, berasal dari Bahasa Yunani "Systema," mengacu pada keseluruhan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan membentuk satu keseluruhan yang tidak terpisahkan.

Menurut beberapa filsuf, sistem terdiri dari unsur-unsur yang bekerja sama membentuk suatu keseluruhan, dan jika salah satu unsur tersebut hilang atau tidak berfungsi, maka keseluruhan tersebut tidak dapat lagi disebut sebagai suatu sistem. Sistem logistik, dalam konteks ini, memiliki komponen-komponen seperti struktur lokasi fasilitas, transportasi, persediaan (inventory), komunikasi, penanganan, dan penyimpanan.

Beberapa komponen tersebut antara lain:

a. Struktur lokasi fasilitas: Jaringan fasilitas mempengaruhi hasil akhir logistik, termasuk gudang dan penyalur.

b. Transportasi: Mata rantai penghubung yang melibatkan swasta, kontrak, dan angkutan umum, dengan faktor biaya, kecepatan, dan konsistensi.

c. Persediaan (Inventory): Pengaturan persediaan untuk mempertahankan jumlah item yang sesuai dengan sasaran pelayanan.

d. Komunikasi: Pengolahan, penyampaian, dan penanganan informasi yang diperlukan, dengan fokus pada pengolahan pesanan pelanggan.

e. Penanganan dan Penyimpanan: Melibatkan pergerakan, pengepakan, dan pengemasan barang untuk mengurangi masalah kecepatan dan kemudahan pengangkutan.

Desain sistem logistik yang efisien membutuhkan perhatian terhadap sinkronisasi dan koordinasi yang tepat antara komponen-komponen. Fleksibilitas juga penting dalam desain sistem untuk dapat melakukan penyesuaian yang terus menerus. Sistem logistik di seluruh dunia umumnya didisain untuk mendorong arus persediaan maksimum dan beradaptasi dengan teknologi yang ada. Pola operasi logistik yang umum melibatkan sistem eselon, sistem langsung, dan sistem fleksibel.

BAB 3

OPERASI LOGISTIK

Manajemen logistik merupakan perpaduan seimbang dari seluruh komponen dalam sistem logistik. Idealnya, manajemen logistik bertujuan untuk mencapai usaha pelayanan yang diinginkan dengan total biaya yang serendah mungkin. Operasi logistik dapat dianggap sebagai sekelompok siklus usaha yang didukung oleh nodes (lokasi fasilitas), links (aspek komunikasi dan transportasi), dan persediaan. Siklus usaha harus disesuaikan dengan kebutuhan masukan/luaran agar dapat berfungsi secara dinamis.

Ada tiga hal penting dalam pendekatan siklus usaha:


Secara umum, operasi logistik melibatkan manajemen distribusi fisik, manajemen material, dan transfer persediaan (inventory transfer). 

A. Manajemen Distribusi Fisik:

B. Manajemen Material:

C. Transfer Persediaan Internal:

BAB 4

KOORDINASI LOGISTIK

Koordinasi logistik merupakan kombinasi kegiatan manajerial yang mengintegrasikan manajemen distribusi fisik, manajemen material, dan operasi transfer persediaan internal. Tujuannya adalah memastikan pergerakan dan penyimpanan barang dilakukan seefektif dan seefisien mungkin. Tingkat koordinasi yang tinggi diperlukan ketika organisasi melibatkan banyak operasi distribusi fisik dan manajemen material.

Kegiatan manajerial yang mendukung koordinasi sistem logistik meliputi peramalan, pengolahan pesanan, dan rencana operasional.

A. Peramalan:

B. Pengolahan Pesanan:

C. Rencana Operasional:

BAB 5

PERENCANAAN LOGISTIK

Perencanaan logistik terbagi menjadi tiga tipe utama: strategis, operasional, dan taktis. Masing-masing memiliki kriteria dasar berdasarkan komitmen aktiva, lamanya waktu perencanaan, dan kemungkinan pelaksanaannya.

1. Perencanaan Strategis:

2. Perencanaan Operasional:

3. Perencanaan Taktis:

BAB 6

ADMINISTRASI SISTEM LOGISTIK

Dalam desain sistem logistik, administrasi adalah tanggung jawab manajemen yang penting. Administrasi logistik melibatkan alokasi sumber daya dan kontrol operasi logistik. Pendekatan yang efektif dalam administrasi logistik adalah menggunakan Management by Objectives (MBO) dengan penetapan sasaran yang jelas dan peninjauan kemajuan terus-menerus.

Tahapan administrasi logistik berdasarkan MBO melibatkan:

MBO bergantung pada pengembangan rencana operasional yang menjadi dasar untuk mengukur prestasi selama periode operasi. Administrasi logistik terdiri dari perencanaan operasional dan pengawasan operasional.

Perencanaan operasional melibatkan:

 Ada empat tipe anggaran yang digunakan dalam pengawasan logistik:

Pengawasan logistik melibatkan pengukuran prestasi dan merupakan manajemen berdasarkan pengecualian (MBE). Proses pengawasan membutuhkan pemisahan data biaya dan data penyelenggaraan pelayanan untuk memberikan fakta operasi logistik kepada manajemen dengan cara yang konsisten.

BAB 7

ORGANISASI SISTEM LOGISTIK

Organisasi berasal dari bahasa Yunani "organon" dan bahasa Latin "organum," yang berarti alat, bagian, atau anggota badan. Definisi organisasi bervariasi tergantung pada sudut pandang para ahli. Menurut James D. Mooney, organisasi adalah bentuk perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama. Max Weber mendefinisikan organisasi sebagai tata hubungan sosial dengan batasan-batasan tertentu, aturan, dan kerangka hubungan yang menunjukkan wewenang, tanggung jawab, dan pembagian kerja.

Sondang P. Siagian mengemukakan dua sudut pandangan mengenai hakikat organisasi: pertama, sebagai wadah dengan struktur formal dan hirarki yang relatif statis; kedua, sebagai proses dinamis dari interaksi antar anggota organisasi.

Dalam konteks manajemen logistik, terdapat konsep logistik terpadu yang menggabungkan semua fungsi logistik ke dalam struktur manajemen tunggal. Karakteristik organisasi logistik terpadu meliputi:

Selain itu, penstrukturan organisasi logistik terpadu bertujuan menghindari tanggung jawab yang terpecah-pecah, sehingga dapat mengurangi duplikasi, pemborosan, dan hambatan terhadap pencapaian misi organisasi. 

BAB 8

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

Supply Chain:

·       Menurut Schroeder (2007): Suatu proses bisnis dan informasi yang berulang, menyediakan produk atau layanan dari pemasok melalui proses pembuatan dan pendistribusian kepada konsumen.

·       Menurut Harrison (2008): Sejaringan mitra yang mengubah komoditas dasar menjadi produk jadi yang bernilai bagi pelanggan, mengelola kembali di setiap tahap.

Supply Chain Management (SCM):

·       Menurut Simchi-Levi dan Kaminsky (2004): Pendekatan untuk mengintegrasikan organisasi yang terlibat dalam pengadaan atau penyaluran barang, termasuk supplier, manufacturer, warehouse, dan stores, dengan tujuan produksi dan distribusi yang tepat dalam lokasi, waktu, dan biaya yang minimal.

·       Menurut Schroeder (2007): Perancangan, desain, dan kontrol arus material dan informasi sepanjang rantai pasokan, dengan tujuan kepuasan konsumen sekarang dan di masa depan.

·       Menurut Heizer dan Render (2000): Pengintegrasian aktivitas pengadaan bahan, pengubahan menjadi barang setengah jadi, produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan dalam manajemen rantai pasokan.

Tujuan Supply Chain Management

Menurut Heizer dan Render (2000, p435) tujuan supply chain management adalah untuk membangun sebuah rantai yang terdiri dari para pemasok yang memusatkan perhatian untuk memaksimalkan nilai bagi pelanggan.

Menurut Dilworth (2000, p374) tujuan supply chain management adalah merencanakan dan mengkoordinasi semua kegiatan yang terdapat dalam supply chain, sehingga akan tercapai pelayanan kepada customer yang maksimal dengan biaya yang relatif rendah.

Srategi Supply Chain

1. Banyak Pemasok (Many Supplier):

2. Sedikit Pemasok (Few Supplier):

3. Integrasi Vertikal (Vertical Integration):

4. Jaringan Keiretsu (Keiretsu Networks):

5. Perusahaan Virtual (Virtual Company):

Setiap strategi memiliki kelebihan dan kelemahan sendiri, dan pemilihan strategi supply chain bergantung pada tujuan bisnis, karakteristik industri, dan lingkungan bisnis yang bersangkutan.

Supply Chain Operations Reference (SCOR)

Pengertian Supply Chain Operations Reference

Menurut Rolf G. Poluha ([Http 1]) Supply Chain Operations Reference (SCOR) adalah model proses referensi yang sudah dikembangkan dan didukung Supply Chain Council (SCC) sebagai standar de fakto alat diagnostik lintas industri bagi manajemen rantai pasokan. SCOR memungkinkan pemakai untuk mengerjakan, memajukan, dan memberitahukan kenyataan dalam manajemen rantai pasokan dan diantara semua pihak yang berkepentingan.

Process Reference Model Components:

Uraian atau Deskripsi Standar dari Proses Manajemen (Description or Standard Description of Management Processes): Standardized description of management processes.

Satu Kerangka Hubungan antara Proses Standar (Framework of Relationships between Standard Processes): Framework outlining relationships between standard processes.

Metrik Standar untuk Mengukur Kinerja Proses (Standard Metrics for Measuring Process Performance): Standard metrics for measuring process performance.

Manajemen Mempraktekkan yang Menghasilkan Kinerja Terbaik Dikelasnya (Management Practices that Produce Best-in-Class Performance): Management practices that lead to best-in-class performance.

Menyesuaikan Standar untuk Mencirikan dan Kemampuan (Adjustable Standards for Characterizing and Capability): Adaptable standards for characterizing and assessing capabilities.

Boundaries of SCOR:

According to the Supply Chain Council, SCOR spans the following:

1. Semua Interaksi Pelanggan (All Customer Interactions):

·       From order receipt to payment through invoices.

2. Semua Produk Transaksi (All Product Transactions):

·       Includes physical materials and services transactions, from suppliers to end customers, covering equipment, inventory items, spare parts, assembled products, software, etc.

3. Semua Interaksi Pasar (All Market Interactions):

·       From understanding aggregate demand to fulfilling individual orders.

SCOR Does Not Attempt to Describe:

SCOR does not aim to describe every business process or activity, including:

·       Penjualan dan Pemasaran (Demand Generation), Sales and marketing processes.

·       Penelitian dan Pengembangan Teknologi (Research and Technology Development), Research and technology development activities.

·       Pengembangan Produk (Product Development), Product development processes.

·       Beberapa Unsur dari Post-Delivery Customer Support, Some elements of post-delivery customer support.

SCOR Assumes But Does Not Explicitly Address:

SCOR makes assumptions but does not explicitly address:

In summary, SCOR provides a standardized framework for describing, relating, and measuring supply chain management processes, but it does not cover every business process or activity, making assumptions about certain aspects while excluding others explicitly.

SCOR Contain Schematic Level 1 of Process Menurut Supply Chain Council, SCOR Contain Schematic Level 1 of Process. Lihat Gambar 2.1.

Supply Chain Operations Reference (SCOR) Processes adalah kerangka kerja yang mencakup lima proses utama dalam rantai pasokan:

1) Plan (Perencanaan):

2) Source (Sumber):

3) Make (Produksi):

4) Deliver (Pengiriman):

5) Return (Pengembalian):

Performance Attributes and Level 1 Strategic Metrics

Menurut Supply Chain Council , Level 1 Metrics are primary, high level measures that may cross multiple SCOR processes. Level 1 Metrics do not necessarily relate to a SCOR Level 1 process (PLAN, SOURCE, MAKE, DELIVER, RETURN). 

1) Perfect Order Fulfillment:

2) Order Fulfillment Cycle Time:

3) Upside Supply Chain Flexibility:

4) Upside Supply Chain Adaptability:

5) Downside Supply Chain Adaptability:

6) Supply Chain Management Cost:

7) Cost of Goods Sold (COGS):

8) Cash-to-Cash Cycle Time:

9) Return on Supply Chain Fixed Assets:

10) Return on Working Capital:

Analisis Laporan Keuangan

Reimers (2007) menekankan penggunaan rasio dalam menganalisis kinerja keuangan perusahaan. Dalam hal ini, terdapat beberapa rasio likuiditas yang dapat digunakan:

1. Rasio Lancar (Current Ratio):

2. Rasio Cepat (Quick Ratio):

3. Modal Kerja (Working Capital):

Rasio likuiditas ini memberikan gambaran tentang kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dan efisiensi manajemen modal kerja. Dengan menggunakan rasio-rasio ini, analisis keuangan dapat memberikan wawasan yang lebih baik tentang kondisi finansial perusahaan.

 

Rasio efisiensi adalah alat analisis keuangan yang digunakan untuk mengukur sejauh mana perusahaan menggunakan asetnya secara efektif. Berikut adalah empat jenis rasio efisiensi:

Rasio Perputaran Persediaan (Inventory Turnover Ratio):

Periode Penagihan Rata-Rata (Average Collection Period):

Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Asset Turnover):

Perputaran Jumlah Aktiva (Total Asset Turnover):

Rasio-rasio ini memberikan gambaran tentang efisiensi operasional dan keuangan perusahaan dalam menggunakan asetnya. Dengan memahami rasio efisiensi, investor dan manajemen dapat mengidentifikasi potensi area perbaikan atau keberhasilan dalam manajemen aset dan operasional.

 

Rasio leverage mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjang. Dua rasio leverage utama adalah:

Rasio Hutang terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio):

Rasio Hutang terhadap Jumlah Aktiva (Debt to Total Asset Ratio):

 

 

Profitability ratios.

Rasio ini mengukur operasional atau kinerja penghasilan dari perusahaan. Mengingat tujuan dari perusahaan adalah untuk memperoleh keuntungan, oleh sebab itu rasio jenis ini memeriksa bagaimana perusahaan mencapai tujuan.

Rasio Laba Kotor (Gross Profit Ratio):

Rasio Laba Operasi (Operating Profit Ratio):

Rasio Marjin Laba Bersih (Net Profit Margin Ratio):

Rasio Pengembalian atas Aktiva (Return on Assets):

 

Analisis Altman Z-ScoreTop of Form

Z-Score adalah rumusan yang dikembangkan oleh Edward I. Altman pada 1968 untuk memperkirakan kemungkinan kebangkrutan perusahaan dalam dua tahun. Model ini menggunakan lima rasio yang dihitung dengan pembobotan tertentu:

Menurut My Stock Market Power,

Z1 adalah mengukur likuiditas untuk menentukan seberapa cair aset perusahaannya. Rasio ini membolehkan kita untuk mengerti, peristiwa di saat krisis, seberapa cepat perusahaan akan dapat untuk menunjanguang.

Z2 mengukur keuntungan perusahaan secara keseluruhan.

Z3 mengukur seberapa cepat perusahaan memutar aset mereka kembali. Jumlah ini lebih tinggi, lebih baik.

Z4 mengukur fluktuasi ekuitas yang kemungkinan besar bisa memperingatkan masalah di depan. Lehman Brothers, Freddie Mac, dan Fannie Mae semua ini contoh luar biasa selama Credit Meltdown 2008.

Z5 adalah keuntungan diukur melalui potensi laba perusahaan.

Sekarang, bagaimana memeriksa pembobotan yang telah digabungkan ke masing-masing bagian ini.

Hasil bersih rumus ini mempunyai impikasi berikut: 


manlog pt5.docx