PENGANTAR LOGISTIK & SCM
BAB 1
MANAJEMEN LOGISTIK
Manajemen menurut Parker (dalam Stoner dan Freeman, 2000) diartikan sebagai seni melaksanakan pekerjaan melalui orang-orang. Di sisi lain, logistik, menurut Donald J. Bowersox (2002), adalah proses pengelolaan strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang, dan barang jadi dari para supplier di antara fasilitas-fasilitas organisasi dan kepada para pelanggan. Tujuan logistik adalah menyampaikan barang jadi dan berbagai material dalam jumlah yang tepat pada waktu dibutuhkan, dalam keadaan yang dapat dipakai, ke lokasi yang dibutuhkan, dan dengan total biaya yang terendah.
Manajemen logistik, pada dasarnya, didefinisikan sebagai mendisain dan mengurus suatu sistem untuk mengawasi arus dan penyimpanan yang strategis bagi material, suku cadang, dan barang jadi agar dapat diperoleh manfaat maksimum bagi organisasi (Donald J Bowersox, 2002). Manajer logistik bertanggung jawab merencanakan dan mengelola suatu sistem operasi yang mampu mencapai sasaran, yaitu manfaat maksimum bagi organisasi dengan total biaya serendah mungkin.
Ciri utama logistik adalah integrasi berbagai dimensi dan tuntutan terhadap pemindahan dan penyimpanan yang strategis. Pentingnya manajemen logistik terpadu dijelaskan dalam lima alasan, antara lain:
a. Saling ketergantungan antara distribusi fisik dan operasi manajemen material.
b. Konsep distribusi fisik dan manajemen material yang sempit dapat menimbulkan keadaan negatif atau gangguan.
c. Kebutuhan pengawasan yang sama terhadap aktivitas distribusi fisik dan manajemen material.
d. Kesadaran bahwa trade-offs antara ekonomi manufaktur dan kebutuhan pemasaran dapat diatasi oleh sistem logistik yang dirancang dengan baik.
e. Misi logistik memerlukan lebih dari sekadar teknologi perangkat keras.
Konsep logistik terpadu melibatkan dua usaha yang berkaitan, yaitu operasi logistik dan koordinasi logistik. Operasi logistik berkaitan dengan manajemen pemindahan dan penyimpanan material dan produk jadi dalam organisasi. Sementara itu, koordinasi logistik melibatkan identifikasi kebutuhan pergerakan dan penetapan rencana untuk memadukan seluruh operasi logistik, termasuk peramalan, pengolahan pesanan, perencanaan operasi, dan procurement atau perencanaan kebutuhan material. Koordinasi logistik diperlukan untuk memastikan kontinuitas operasi dan mencapai manfaat maksimum bagi organisasi.
BAB 2
SISTEM LOGISTIK
Untuk menyelesaikan proses logistik, diperlukan fungsi penyesuaian, transfer, penyimpanan, penanganan, dan komunikasi. Proses ini membutuhkan usaha yang terkoordinir, dan konsep yang erat kaitannya dengan kegiatan terorganisir dan terkoordinir adalah pendekatan sistem.
Pendekatan sistem adalah esensial untuk analisis yang lengkap terhadap kebutuhan logistik suatu organisasi. Sistem, berasal dari Bahasa Yunani "Systema," mengacu pada keseluruhan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur dan membentuk satu keseluruhan yang tidak terpisahkan.
Menurut beberapa filsuf, sistem terdiri dari unsur-unsur yang bekerja sama membentuk suatu keseluruhan, dan jika salah satu unsur tersebut hilang atau tidak berfungsi, maka keseluruhan tersebut tidak dapat lagi disebut sebagai suatu sistem. Sistem logistik, dalam konteks ini, memiliki komponen-komponen seperti struktur lokasi fasilitas, transportasi, persediaan (inventory), komunikasi, penanganan, dan penyimpanan.
Beberapa komponen tersebut antara lain:
a. Struktur lokasi fasilitas: Jaringan fasilitas mempengaruhi hasil akhir logistik, termasuk gudang dan penyalur.
b. Transportasi: Mata rantai penghubung yang melibatkan swasta, kontrak, dan angkutan umum, dengan faktor biaya, kecepatan, dan konsistensi.
c. Persediaan (Inventory): Pengaturan persediaan untuk mempertahankan jumlah item yang sesuai dengan sasaran pelayanan.
d. Komunikasi: Pengolahan, penyampaian, dan penanganan informasi yang diperlukan, dengan fokus pada pengolahan pesanan pelanggan.
e. Penanganan dan Penyimpanan: Melibatkan pergerakan, pengepakan, dan pengemasan barang untuk mengurangi masalah kecepatan dan kemudahan pengangkutan.
Desain sistem logistik yang efisien membutuhkan perhatian terhadap sinkronisasi dan koordinasi yang tepat antara komponen-komponen. Fleksibilitas juga penting dalam desain sistem untuk dapat melakukan penyesuaian yang terus menerus. Sistem logistik di seluruh dunia umumnya didisain untuk mendorong arus persediaan maksimum dan beradaptasi dengan teknologi yang ada. Pola operasi logistik yang umum melibatkan sistem eselon, sistem langsung, dan sistem fleksibel.
BAB 3
OPERASI LOGISTIK
Manajemen logistik merupakan perpaduan seimbang dari seluruh komponen dalam sistem logistik. Idealnya, manajemen logistik bertujuan untuk mencapai usaha pelayanan yang diinginkan dengan total biaya yang serendah mungkin. Operasi logistik dapat dianggap sebagai sekelompok siklus usaha yang didukung oleh nodes (lokasi fasilitas), links (aspek komunikasi dan transportasi), dan persediaan. Siklus usaha harus disesuaikan dengan kebutuhan masukan/luaran agar dapat berfungsi secara dinamis.
Ada tiga hal penting dalam pendekatan siklus usaha:
Siklus usaha sebagai konsep dasar untuk mencapai integrasi fungsi logistik.
Struktur siklus usaha pada dasarnya sama, baik untuk distribusi fisik, manajemen material, maupun transfer persediaan.
Aspek kerja yang esensial dari anatominya dapat diketahui dan dilukiskan dari struktur siklus usaha individualnya.
Secara umum, operasi logistik melibatkan manajemen distribusi fisik, manajemen material, dan transfer persediaan (inventory transfer).
A. Manajemen Distribusi Fisik:
Distribusi fisik berkaitan dengan pengolahan dan pengiriman barang kepada pelanggan.
Tujuan utama adalah mengatur penyerahan produk organisasi kepada pelanggan.
Usaha distribusi fisik yang dinamis dapat dijelaskan melalui konsep siklus hidup produk.
B. Manajemen Material:
Manajemen material berkaitan dengan pembelian bahan mentah, suku cadang, dan barang untuk dijual kembali.
Fokus pada pemeliharaan suplai yang kontinu dan tepat waktu.
Tujuan pokoknya adalah memberikan assortment yang benar dari material, suku cadang, atau barang dagang pada lokasi yang dikehendaki, pada waktu dibutuhkan, dan dengan cara yang ekonomis.
Aktivitas manajemen material melibatkan rencana operasi dan mencapai enam tujuan terkait.
C. Transfer Persediaan Internal:
Transfer persediaan internal melibatkan pemindahan untuk mengintegrasikan operasi distribusi fisik dan manajemen material dalam suatu organisasi.
Tujuan utama adalah menyeimbangkan operasi distribusi fisik dan manajemen material dengan mengatur pergerakan barang setengah jadi di antara berbagai tahap pembuatan dan pergerakan barang jadi.
Penyelenggaraan kegiatan transfer persediaan memungkinkan alokasi yang lebih optimal.
BAB 4
KOORDINASI LOGISTIK
Koordinasi logistik merupakan kombinasi kegiatan manajerial yang mengintegrasikan manajemen distribusi fisik, manajemen material, dan operasi transfer persediaan internal. Tujuannya adalah memastikan pergerakan dan penyimpanan barang dilakukan seefektif dan seefisien mungkin. Tingkat koordinasi yang tinggi diperlukan ketika organisasi melibatkan banyak operasi distribusi fisik dan manajemen material.
Kegiatan manajerial yang mendukung koordinasi sistem logistik meliputi peramalan, pengolahan pesanan, dan rencana operasional.
A. Peramalan:
Peramalan merupakan input utama untuk perencanaan dan pengkoordinasian operasi logistik.
Mencari tahu limit ketidakpastian masa depan terhadap operasi organisasi.
Tujuan dari peramalan adalah memberikan perkiraan level kegiatan di masa depan dan prestasi produk.
Metode peramalan melibatkan regresi dan analisis deret waktu.
B. Pengolahan Pesanan:
Arus informasi yang bermutu dan cepat memudahkan integrasi komponen dasar sistem logistik.
Komunikasi pesanan melibatkan penyampaian pesanan, koordinasi internal, komando logistik, pemantauan, dan pengawasan.
Sistem otomatis pengolahan pesanan memiliki potensi manfaat dalam mengurangi waktu pengolahan pesanan, meningkatkan ketelitian, dan mengurangi biaya tenaga kerja.
C. Rencana Operasional:
Rencana operasional berhubungan dengan perencanaan perolehan produk dan kebutuhan material.
Menjadi pernyataan berjadwal mengenai rencana kegiatan suatu organisasi.
Rencana operasional memadukan tujuan pertumbuhan, peramalan, dan informasi lainnya.
Faktor seperti kuantitas pesanan ekonomis, persediaan pengamanan, pengawasan pesanan ulang, dan pembelian mode/promosi perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan logika pembelian produk.
BAB 5
PERENCANAAN LOGISTIK
Perencanaan logistik terbagi menjadi tiga tipe utama: strategis, operasional, dan taktis. Masing-masing memiliki kriteria dasar berdasarkan komitmen aktiva, lamanya waktu perencanaan, dan kemungkinan pelaksanaannya.
1. Perencanaan Strategis:
Memerlukan komitmen dan sumber daya manajerial yang signifikan.
Menentukan struktur dasar untuk rencana operasional dan taktis.
Melibatkan alokasi sumber daya logistik dalam jangka waktu panjang (5-10 tahun).
Dimulai dengan analisis komprehensif terhadap situasi logistik.
Memerlukan feasibility assessment untuk menilai perubahan yang diperlukan.
Tahap selanjutnya melibatkan pengembangan logika penunjang dan taksiran biaya manfaat.
Proses modeling digunakan untuk meramalkan konfigurasi logistik sebelum implementasi.
Tahap terakhir melibatkan perumusan saran dan pelaksanaan dengan fokus pada penilaian biaya-manfaat dan pengawasan.
2. Perencanaan Operasional:
Proses untuk mengembangkan kebijaksanaan dan rencana logistik untuk tindakan manajemen rutin dalam satu tahun.
Melibatkan penyesuaian dalam desain sistem selama periode operasional.
Difokuskan pada penyebaran modal jangka pendek dan sumber daya manajerial.
Menggunakan peramalan sebagai dasar utama untuk merumuskan rencana penyelenggaraan.
Melibatkan pembuatan anggaran logistik sebagai aspek finansial.
3. Perencanaan Taktis:
Proses penyesuaian jangka pendek dari sumber daya logistik untuk keadaan yang tidak terduga.
Fokusnya pada kejadian tak terduga atau kondisi kompetitif.
Jangka waktu pendek dengan pelaksanaan yang mungkin berlangsung lama tergantung pada sifat kejadian.
Memerlukan penentuan apakah manajemen akan bertindak mendahului atau bereaksi terhadap kejadian yang tidak terduga.
Melibatkan pengembangan rencana darurat untuk penyesuaian terhadap kejadian yang mungkin terjadi.
BAB 6
ADMINISTRASI SISTEM LOGISTIK
Dalam desain sistem logistik, administrasi adalah tanggung jawab manajemen yang penting. Administrasi logistik melibatkan alokasi sumber daya dan kontrol operasi logistik. Pendekatan yang efektif dalam administrasi logistik adalah menggunakan Management by Objectives (MBO) dengan penetapan sasaran yang jelas dan peninjauan kemajuan terus-menerus.
Tahapan administrasi logistik berdasarkan MBO melibatkan:
Penetapan sasaran menyeluruh oleh top management.
Pembentukan struktur organisasi sesuai dengan tujuan.
Pengembangan uraian posisi untuk menentukan tanggung jawab individu.
Penetapan standar prestasi sebagai pedoman untuk setiap aktivitas.
Pengembangan struktur imbalan yang adil untuk mencapai standar prestasi.
Evaluasi keberhasilan atau kegagalan individu dalam mencapai standar prestasi dan pengambilan tindakan korektif.
MBO bergantung pada pengembangan rencana operasional yang menjadi dasar untuk mengukur prestasi selama periode operasi. Administrasi logistik terdiri dari perencanaan operasional dan pengawasan operasional.
Perencanaan operasional melibatkan:
Tujuan modifikasi sistem untuk penyesuaian terjadwal.
Tujuan penyelenggaraan sebagai pedoman operasi sehari-hari.
Tujuan anggaran untuk membuat anggaran pengeluaran.
Ada empat tipe anggaran yang digunakan dalam pengawasan logistik:
Anggaran Tetap: untuk memperoleh taksiran biaya realistis.
Anggaran Luwes: menampung fluktuasi volume selama operasi.
Anggaran Level Nol: dimulai dari nol dana dan disetujui berdasarkan kebutuhan.
Anggaran Modal: mengontrol investasi logistik.
Pengawasan logistik melibatkan pengukuran prestasi dan merupakan manajemen berdasarkan pengecualian (MBE). Proses pengawasan membutuhkan pemisahan data biaya dan data penyelenggaraan pelayanan untuk memberikan fakta operasi logistik kepada manajemen dengan cara yang konsisten.
BAB 7
ORGANISASI SISTEM LOGISTIK
Organisasi berasal dari bahasa Yunani "organon" dan bahasa Latin "organum," yang berarti alat, bagian, atau anggota badan. Definisi organisasi bervariasi tergantung pada sudut pandang para ahli. Menurut James D. Mooney, organisasi adalah bentuk perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama. Max Weber mendefinisikan organisasi sebagai tata hubungan sosial dengan batasan-batasan tertentu, aturan, dan kerangka hubungan yang menunjukkan wewenang, tanggung jawab, dan pembagian kerja.
Sondang P. Siagian mengemukakan dua sudut pandangan mengenai hakikat organisasi: pertama, sebagai wadah dengan struktur formal dan hirarki yang relatif statis; kedua, sebagai proses dinamis dari interaksi antar anggota organisasi.
Dalam konteks manajemen logistik, terdapat konsep logistik terpadu yang menggabungkan semua fungsi logistik ke dalam struktur manajemen tunggal. Karakteristik organisasi logistik terpadu meliputi:
Operasi logistik (manajemen material, pemindahan persediaan, distribusi fisik) diatur sebagai operasi garis yang berdiri sendiri dengan garis wewenang dan tanggung jawab yang jelas.
Bidang fungsional logistik ditempatkan pada level pelayanan penunjang sistem, memfasilitasi integrasi total dari sistem logistik.
Pada level koordinasi, sistem informasi logistik didistribusikan ke perencanaan dan operasi garis, dengan pengolahan pesanan memicu operasi logistik.
Perencanaan dan pengawasan sistem berada pada tingkat tertinggi organisasi logistik terpadu, dengan kelompok perencanaan sistem mengurus strategi jangka panjang, sementara kelompok pengawasan logistik mengukur prestasi dan memberikan data untuk pengambilan keputusan.
Selain itu, penstrukturan organisasi logistik terpadu bertujuan menghindari tanggung jawab yang terpecah-pecah, sehingga dapat mengurangi duplikasi, pemborosan, dan hambatan terhadap pencapaian misi organisasi.
BAB 8
SUPPLY CHAIN MANAGEMENT
SUPPLY CHAIN MANAGEMENT
Supply Chain:
· Menurut Schroeder (2007): Suatu proses bisnis dan informasi yang berulang, menyediakan produk atau layanan dari pemasok melalui proses pembuatan dan pendistribusian kepada konsumen.
· Menurut Harrison (2008): Sejaringan mitra yang mengubah komoditas dasar menjadi produk jadi yang bernilai bagi pelanggan, mengelola kembali di setiap tahap.
Supply Chain Management (SCM):
· Menurut Simchi-Levi dan Kaminsky (2004): Pendekatan untuk mengintegrasikan organisasi yang terlibat dalam pengadaan atau penyaluran barang, termasuk supplier, manufacturer, warehouse, dan stores, dengan tujuan produksi dan distribusi yang tepat dalam lokasi, waktu, dan biaya yang minimal.
· Menurut Schroeder (2007): Perancangan, desain, dan kontrol arus material dan informasi sepanjang rantai pasokan, dengan tujuan kepuasan konsumen sekarang dan di masa depan.
· Menurut Heizer dan Render (2000): Pengintegrasian aktivitas pengadaan bahan, pengubahan menjadi barang setengah jadi, produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan dalam manajemen rantai pasokan.
Tujuan Supply Chain Management
Menurut Heizer dan Render (2000, p435) tujuan supply chain management adalah untuk membangun sebuah rantai yang terdiri dari para pemasok yang memusatkan perhatian untuk memaksimalkan nilai bagi pelanggan.
Menurut Dilworth (2000, p374) tujuan supply chain management adalah merencanakan dan mengkoordinasi semua kegiatan yang terdapat dalam supply chain, sehingga akan tercapai pelayanan kepada customer yang maksimal dengan biaya yang relatif rendah.
Srategi Supply Chain
1. Banyak Pemasok (Many Supplier):
Pemilihan pemasok berdasarkan penawaran terendah.
Respon terhadap permintaan dan spesifikasi melalui permintaan dan penawaran.
2. Sedikit Pemasok (Few Supplier):
Menekankan pada hubungan jangka panjang dengan beberapa pemasok setia.
Lebih fokus pada kemitraan jangka panjang daripada atribut jangka pendek seperti biaya rendah.
3. Integrasi Vertikal (Vertical Integration):
Mengembangkan kemampuan untuk memproduksi barang atau jasa yang sebelumnya dibeli dari pemasok atau distributor.
Menyelaraskan proses produksi dan pasokan secara internal.
4. Jaringan Keiretsu (Keiretsu Networks):
Menggambarkan para pemasok yang menjadi bagian dari suatu perusahaan.
Menunjukkan keterlibatan pemasok dalam jaringan terpadu dengan perusahaan utama.
5. Perusahaan Virtual (Virtual Company):
Bergantung pada berbagai hubungan pemasok untuk menyediakan jasa sesuai permintaan.
Dikenal sebagai perusahaan berongga atau perusahaan jaringan.
Setiap strategi memiliki kelebihan dan kelemahan sendiri, dan pemilihan strategi supply chain bergantung pada tujuan bisnis, karakteristik industri, dan lingkungan bisnis yang bersangkutan.
Supply Chain Operations Reference (SCOR)
Pengertian Supply Chain Operations Reference
Menurut Rolf G. Poluha ([Http 1]) Supply Chain Operations Reference (SCOR) adalah model proses referensi yang sudah dikembangkan dan didukung Supply Chain Council (SCC) sebagai standar de fakto alat diagnostik lintas industri bagi manajemen rantai pasokan. SCOR memungkinkan pemakai untuk mengerjakan, memajukan, dan memberitahukan kenyataan dalam manajemen rantai pasokan dan diantara semua pihak yang berkepentingan.
Process Reference Model Components:
Uraian atau Deskripsi Standar dari Proses Manajemen (Description or Standard Description of Management Processes): Standardized description of management processes.
Satu Kerangka Hubungan antara Proses Standar (Framework of Relationships between Standard Processes): Framework outlining relationships between standard processes.
Metrik Standar untuk Mengukur Kinerja Proses (Standard Metrics for Measuring Process Performance): Standard metrics for measuring process performance.
Manajemen Mempraktekkan yang Menghasilkan Kinerja Terbaik Dikelasnya (Management Practices that Produce Best-in-Class Performance): Management practices that lead to best-in-class performance.
Menyesuaikan Standar untuk Mencirikan dan Kemampuan (Adjustable Standards for Characterizing and Capability): Adaptable standards for characterizing and assessing capabilities.
Boundaries of SCOR:
According to the Supply Chain Council, SCOR spans the following:
1. Semua Interaksi Pelanggan (All Customer Interactions):
· From order receipt to payment through invoices.
2. Semua Produk Transaksi (All Product Transactions):
· Includes physical materials and services transactions, from suppliers to end customers, covering equipment, inventory items, spare parts, assembled products, software, etc.
3. Semua Interaksi Pasar (All Market Interactions):
· From understanding aggregate demand to fulfilling individual orders.
SCOR Does Not Attempt to Describe:
SCOR does not aim to describe every business process or activity, including:
· Penjualan dan Pemasaran (Demand Generation), Sales and marketing processes.
· Penelitian dan Pengembangan Teknologi (Research and Technology Development), Research and technology development activities.
· Pengembangan Produk (Product Development), Product development processes.
· Beberapa Unsur dari Post-Delivery Customer Support, Some elements of post-delivery customer support.
SCOR Assumes But Does Not Explicitly Address:
SCOR makes assumptions but does not explicitly address:
Pelatihan (Training).
Kualitas (Quality).
Teknologi Informasi (IT).
Administrasi (Non-SCM Administration).
In summary, SCOR provides a standardized framework for describing, relating, and measuring supply chain management processes, but it does not cover every business process or activity, making assumptions about certain aspects while excluding others explicitly.
SCOR Contain Schematic Level 1 of Process Menurut Supply Chain Council, SCOR Contain Schematic Level 1 of Process. Lihat Gambar 2.1.
Supply Chain Operations Reference (SCOR) Processes adalah kerangka kerja yang mencakup lima proses utama dalam rantai pasokan:
1) Plan (Perencanaan):
Keseimbangan sumber daya dan kebutuhan.
Manajemen bisnis, kinerja, persediaan, transportasi, dan risiko.
2) Source (Sumber):
Jadwal pengiriman dan manajemen pemasok.
Identifikasi sumber pasokan.
Pengaturan ketentuan bisnis.
3) Make (Produksi):
Jadwal aktivitas produksi dan pengiriman produk.
Pengaturan ketentuan, kinerja, dan manajemen risiko.
4) Deliver (Pengiriman):
Manajemen pemesanan dan gudang.
Pengiriman produk dan instalasi.
Penagihan pelanggan.
5) Return (Pengembalian):
Pengelolaan produk cacat dan kelebihan produk yang kembali.
Pengaturan ketentuan bisnis, kinerja, dan manajemen risiko.
Performance Attributes and Level 1 Strategic Metrics
Menurut Supply Chain Council , Level 1 Metrics are primary, high level measures that may cross multiple SCOR processes. Level 1 Metrics do not necessarily relate to a SCOR Level 1 process (PLAN, SOURCE, MAKE, DELIVER, RETURN).
1) Perfect Order Fulfillment:
Definisi: Persentase pemesanan yang terpenuhi "tepat waktu dan terpenuhi."
Komponen Penting: Mencocokkan faktur, PO, dan kuitansi. Tidak ada isu produk berkualitas.
Penggunaan: Mengukur kinerja pengiriman pemasok dan pencapaian jadwal pembuatan.
2) Order Fulfillment Cycle Time:
Definisi: Waktu dari otorisasi pelanggan hingga penerimaan produk.
Komponen Utama Waktu: Order entry, dwell time, manufacturing, distribusi, dan transportasi.
Penting: Menilai efisiensi proses dalam memenuhi pesanan pelanggan.
3) Upside Supply Chain Flexibility:
Definisi: Waktu untuk menjawab kenaikan permintaan tidak terencana 20% tanpa biaya penalty.
Komponen Pengukuran: Replenishment lead time, MAKE dan DELIVER planned lead times.
Penting: Mengukur fleksibilitas rantai pasokan terhadap kenaikan permintaan tak terduga.
4) Upside Supply Chain Adaptability:
Definisi: Persentase peningkatan maksimum dalam pengiriman yang dapat dicapai dalam 30 hari.
Penting: Menunjukkan kemampuan rantai pasokan untuk beradaptasi dengan peningkatan permintaan.
5) Downside Supply Chain Adaptability:
Definisi: Persentase maksimum pengurangan dalam jumlah pesanan yang dapat dicapai dalam 30 hari.
Penting: Mengukur fleksibilitas rantai pasokan terhadap penurunan permintaan atau situasi tak terduga.
6) Supply Chain Management Cost:
Definisi: Biaya operasional terkait dengan proses supply chain.
Komponen Pengukuran: Manajemen order, akuisisi material, pemeliharaan persediaan, perencanaan/keuangan, dan biaya teknologi informasi.
Penting: Menilai efisiensi biaya operasional rantai pasokan.
7) Cost of Goods Sold (COGS):
Definisi: Biaya bahan baku dan pembuatan produk yang terjual selama periode tertentu.
Komponen Pengukuran: Biaya langsung (pekerja, material) dan biaya tidak langsung.
Penting: Mengukur biaya produksi barang.
8) Cash-to-Cash Cycle Time:
Definisi: Waktu investasi uang dimaterial untuk mengalir kembali ke perusahaan setelah pengiriman barang.
Penting: Menilai efisiensi pengelolaan modal kerja dan likuiditas perusahaan.
9) Return on Supply Chain Fixed Assets:
Definisi: Pengembalian pendapatan berdasarkan modal yang diinvestasikan di aset tetap rantai pasokan.
Komponen Pengukuran: Aset tetap digunakan dalam Plan, Source, Make, Deliver, dan Return.
Penting: Menilai efisiensi penggunaan aset tetap dalam rantai pasokan.
10) Return on Working Capital:
Definisi: Mengukur nilai investasi relatif terhadap posisi modal kerja perusahaan.
Komponen Pengukuran: Piutang, hutang, persediaan, pendapatan rantai pasokan, COGS, dan biaya manajemen rantai pasokan.
Penting: Menilai efisiensi pengelolaan modal kerja dalam menghasilkan pendapatan dari rantai pasokan.
Analisis Laporan Keuangan
Reimers (2007) menekankan penggunaan rasio dalam menganalisis kinerja keuangan perusahaan. Dalam hal ini, terdapat beberapa rasio likuiditas yang dapat digunakan:
1. Rasio Lancar (Current Ratio):
Mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban lancar dengan menggunakan seluruh aktiva lancarnya.
Formula: Current Ratio = Aktiva Lancar / Kewajiban Lancar.
2. Rasio Cepat (Quick Ratio):
Mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi hutang jangka pendek tanpa mengandalkan persediaan.
Formula: Quick Ratio = (Aktiva Lancar - Persediaan) / Kewajiban Lancar.
3. Modal Kerja (Working Capital):
Mengukur kemampuan perusahaan dalam mendapatkan kewajiban jangka pendek.
Walaupun bukan rasio, working capital sering diukur dari laporan keuangan.
Formula: Working Capital = Aktiva Lancar - Kewajiban Lancar.
Rasio likuiditas ini memberikan gambaran tentang kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dan efisiensi manajemen modal kerja. Dengan menggunakan rasio-rasio ini, analisis keuangan dapat memberikan wawasan yang lebih baik tentang kondisi finansial perusahaan.
Rasio efisiensi adalah alat analisis keuangan yang digunakan untuk mengukur sejauh mana perusahaan menggunakan asetnya secara efektif. Berikut adalah empat jenis rasio efisiensi:
Rasio Perputaran Persediaan (Inventory Turnover Ratio):
Mengukur berapa kali persediaan telah terjual dan digantikan dalam setahun.
Periode Penagihan Rata-Rata (Average Collection Period):
Mengukur jumlah rata-rata hari yang dibutuhkan bagi perusahaan untuk mengumpulkan pendapatan dari penjualan kredit.
Diukur dengan membagi rata-rata penjualan per hari (penjualan bersih dibagi 365 hari) untuk menilai efisiensi dalam penagihan.
Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Asset Turnover):
Menilai keefektifan perusahaan dalam meningkatkan pendapatan penjualan bersih dari investasi kembali ke dalam perusahaan.
Fokus pada perputaran aktiva tetap bersih.
Perputaran Jumlah Aktiva (Total Asset Turnover):
Menunjukkan seberapa besar perbandingan antara modal asing (pinjaman) terhadap ekuitas yang digunakan dalam membiayai aktiva perusahaan.
Mengukur efisiensi penggunaan semua jenis aset (tetap dan lancar).
Rasio-rasio ini memberikan gambaran tentang efisiensi operasional dan keuangan perusahaan dalam menggunakan asetnya. Dengan memahami rasio efisiensi, investor dan manajemen dapat mengidentifikasi potensi area perbaikan atau keberhasilan dalam manajemen aset dan operasional.
Rasio leverage mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjang. Dua rasio leverage utama adalah:
Rasio Hutang terhadap Ekuitas (Debt to Equity Ratio):
Menunjukkan perbandingan antara utang dan ekuitas dalam pembiayaan aset perusahaan.
Rasio Hutang terhadap Jumlah Aktiva (Debt to Total Asset Ratio):
Mengukur proporsi aset perusahaan yang dibiayai melalui utang.
Rasio rendah umumnya dianggap lebih baik karena menunjukkan risiko keuangan yang lebih rendah.
Profitability ratios.
Rasio ini mengukur operasional atau kinerja penghasilan dari perusahaan. Mengingat tujuan dari perusahaan adalah untuk memperoleh keuntungan, oleh sebab itu rasio jenis ini memeriksa bagaimana perusahaan mencapai tujuan.
Rasio Laba Kotor (Gross Profit Ratio):
Mengukur keuntungan perusahaan.
Memengaruhi kebijakan-kebijakan rinci, menentukan alokasi biaya umum dan administrasi, iklan, pemasaran, riset, dan pengembangan.
Penting untuk mencapai profitabilitas akhir yang memuaskan.
Rasio Laba Operasi (Operating Profit Ratio):
Menentukan keuntungan dari kegiatan usaha tanpa memperhitungkan pendapatan atau biaya non-operasional.
Mengabaikan pendapatan dan biaya non-operasional seperti uang sewa, bunga investasi, dll.
Fokus pada pendapatan dari kegiatan usaha untuk mengetahui laba operasi.
Rasio Marjin Laba Bersih (Net Profit Margin Ratio):
Menunjukkan seberapa efisien perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dari setiap pendapatan.
Marjin laba yang lebih tinggi dibandingkan pesaing dianggap lebih baik.
Ada variasi dalam perhitungan, beberapa memasukkan bunga minoritas.
Rasio Pengembalian atas Aktiva (Return on Assets):
Mengukur keberhasilan perusahaan dalam menggunakan asetnya untuk menghasilkan penghasilan bagi pemilik dan kreditor.
Menyertakan bunga sebagai pengembalian kepada kreditor.
Rata-rata jumlah aktiva selama setahun digunakan.
Analisis Altman Z-ScoreTop of Form
Z-Score adalah rumusan yang dikembangkan oleh Edward I. Altman pada 1968 untuk memperkirakan kemungkinan kebangkrutan perusahaan dalam dua tahun. Model ini menggunakan lima rasio yang dihitung dengan pembobotan tertentu:
Menurut My Stock Market Power,
Z1 = Working Capital / Total Assets
Z1 adalah mengukur likuiditas untuk menentukan seberapa cair aset perusahaannya. Rasio ini membolehkan kita untuk mengerti, peristiwa di saat krisis, seberapa cepat perusahaan akan dapat untuk menunjanguang.
Z2 = EBIT / Total Assets
Z2 mengukur keuntungan perusahaan secara keseluruhan.
Z3 = Net Sales / Total Assets
Z3 mengukur seberapa cepat perusahaan memutar aset mereka kembali. Jumlah ini lebih tinggi, lebih baik.
Z4 = Market Value of Equity / Total Liabilities
Z4 mengukur fluktuasi ekuitas yang kemungkinan besar bisa memperingatkan masalah di depan. Lehman Brothers, Freddie Mac, dan Fannie Mae semua ini contoh luar biasa selama Credit Meltdown 2008.
Z5 = Retained Earnings / Total Assets
Z5 adalah keuntungan diukur melalui potensi laba perusahaan.
Z - Score Weightings
Sekarang, bagaimana memeriksa pembobotan yang telah digabungkan ke masing-masing bagian ini.
Public Companies
ZScore = 1.2 * Z1 + 3.3 * Z2 + Z3 + 0.6 * Z4 + 1.4 * Z5
Hasil bersih rumus ini mempunyai impikasi berikut:
Z-Score > 3 - Menunjukkan bahwa perusahaan mempunyai kedudukan keuangan yang kuat.
Z-Score antara 2,7 & 3 - Menunjukkan secara tidak langsung bagian dimana penanam modal sebaiknya mulai mempergunakan kewaspadaan dengan saham ini.
Z-Score antara 1,8 dan 2,7 - Menunjukkan potensi kebangkrutandalam 2 tahun mendatang.