Langkah-langkah melakukan ekspor di Indonesia, berisikan diagram alir dari kegiatan ekspor, mulai dari lisensi, pemesanan, pengapalan, dan pembayaran
Syarat-syarat yang diperlukan untuk menjadi eksportir, di antaranya adalah:
Empat tahapan utama dalam ekspor menggunakan L/C adalah Sales Contract Process, L/C Opening Process, Cargo Shipment Process, dan Shipping Document Negotiation Process
Dokumen pelengkap yang dapat diunduh, berisikan flowchart kegiatan ekspor yang lebih spesifik
Terdapat beberapa cara pembayaran dalam transaksi ekspor, masing-masing cara memiliki kelebihan dan kekurangannya
Incoterms atau International Commercial Terms adalah istilah-istilah (seperangkat kode tiga huruf) yang digunakan dalam perdagangan internasional untuk mengatur agar tidak terjadi kesalahan interpretasi dalam pembuatan kontrak, dalam Incoterms ini diatur syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pengiriman atau penyerahan barang
Di Indonesia apresiasi terhadap hak kekayaan intelektual ini masih rendah, sehingga terkadang masih ada yang menganggap Hak Kekakayaan Intelektual ini tidak dibutuhkan. Padahal kenyataannya Hak kekayaan intelektual ini berguna untuk melindungi pengusaha dari kemungkinan penggunaan hak miliknya tanpa izin
Untuk menjadi sebuah Perusahaan ekspor harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
2. Memiliki NPWP (Nomor Wajib Pajak)
3. Mempunyai salah satu izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah seperti:
Eksportir ini dapat diklasifikasikan menjadi:
a. Eksportir Produsen, dengan syarat:
b. Eksportir Bukan Produsen, dengan syarat:
Memberikan Laporan realisasi ekspor kepada Dinas Perindag atau instansi/pejabat yang ditunjuk (setiap tiga bulan) yang disyahkan oleh Bank Devisa dengan melampirkan surat pernyataan seperti tidak terlibat tunggakan pajak, tidak terlibat tunggakan perbankan, tidak terlibat masalah kepabeanan
Incoterms
Incoterms atau International Commercial Terms adalah istilah-istilah (seperangkat kode tiga huruf) yang digunakan dalam perdagangan internasional untuk mengatur agar tidak terjadi kesalahan interpretasi dalam pembuatan kontrak, dalam Incoterms ini diatur syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pengiriman atau penyerahan barang
1. Sales Contract Process
Sales contract adalah dokumen/surat persetujuan antara penjual dan pembeli yang merupakan follow-up dari purchase order yang diminta importer. Isinya mengenai syarat-syarat pembayaran barang yang akan dijual, seperti harga, mutu, jumlah, cara pengangkutan, pembayaran asuransi dan sebagainya. Kontrak ini merupakan dasar bagi pembeli untuk mengisi aplikasi pembukaan L/C kepada Bank.
a. Promosi
Kegiatan promosi komoditas yang akan diekspor melalui media promosi seperti iklan di media elektronik, majalah, Koran, pameran dagang atau melalui badan/lembaga yang berhubungan dengan kegiatan promosi ekspor seperti Ditjen PEN, Kamar Dagang dan Industri, Atase perdagangan dan lain sebagainya
b. Inquiry
Pengiriman surat permintaan suatu komoditas tertentu oleh Importir kepada eksportir (letter of inquiry). Biasanya berisi deskripsi barang, mutu, harga dan waktu pengiriman
c. Offer Sheet
Permintaan Importir akan ditanggapi melalui offer sheet yang dikirimkan eksportir. Offer sheet ini berisikan keterangan sesuai permintaan Importir mengenai deskripsi barang, mutu, harga dan waktu pengiriman. Selain itu pada offer sheet ini biasanya ditambahkan tentang ketentuan pembayaran dan pengiriman sample/brochure
d. Order Sheet
Setelah mendapatkan penawaran dari eksportir dan mempelajarinya, jika setuju maka Importir akan mengirimkan surat pesanan dalam bentuk order sheet (purchase order) kepada eksportir
e. Sale’s Contract
Sesuai dengan data dari order sheet maka selanjutnya eksportir akan menyiapkan surat kontrak jual beli (sale’s contract) yang ditambah dengan keterangan force majeur clause dan inspection clause.Sales contract ini ditandatangani oleh eksportir dan dikirimkan sebanyak dua rangkap kepada Importir
f. Sale’s Confirmation
Sales contract akan dipelajari oleh Importir, apabila Importir setuju maka sales contract tersebut akan ditandatangi oleh Importir untuk kemudian dikembalikan kepada eksportir sebagai sales confirmation. Sedangkan satu copy lain dari sales contract ini akan disimpan oleh Importir
2. L/C Opening Process
Letter of credit (L/C) adalah Jaminan dari bank penerbit kepada eksportir sesuai dengan instruksi dari importer untuk melakukan pembayaran sejumlah tertentu dengan jangka waktu tertentu atas dasar penyerahan dokumen yang diminta importer
Proses pembukaan L/C tersebut adalah sebagai berikut:
3. Cargo Shipment Process
Output penting dari proses ini adalah dokumen pengapalan yang merupakan bukti bahwa eksportir telah mengirimkan barang yang dipesan Importir sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam L/C.
Tahapan cargo shipment process adalah sebagai berikut:
4. Shipping Document Negotiation Process
Proses ini adalah proses penguangan dokumen pengapalan bagi eksportir dan merupakan proses untuk claim barang yang telah dibayar bagi Importir
Beberapa metode pembayaran yang bisa digunakan dalam proses ekspor impor adalah sebagai berikut:
Hak kekayaan intelektual (HKI) terbagi menjadi dua kategori, yaitu hak cipta dan hak kekayaan industri. Hak cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan hak kekayaan industri terdiri dari hak:
Di Indonesia apresiasi terhadap hak kekayaan intelektual ini masih rendah, sehingga terkadang masih ada yang menganggap Hak Kekakayaan Intelektual ini tidak dibutuhkan. Padahal kenyataannya Hak kekayaan intelektual ini berguna untuk melindungi pengusaha dari kemungkinan penggunaan hak miliknya tanpa izin. Oleh karena itu penting bagi Eksportir untuk mempersiapkan produknya terkait dengan HKI sebelum melakukan Ekspor agar produknya tersebut memiliki perlindungan hukum.
Sebagai konsekuensi dari keanggotaan World Trade Organisation (WTO), Indonesia harus menyesuaikan segala peraturan perundangan di bidang Hak Kekayaan Inteektual dengan standar Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIP’s). Salah satu bukti bahwa Indonesia memberikan perhatian yang serius dalam melindungi HKI maka Indonesia memiliki instansi yang berwenang mengelola Hak Kekayaan Intelektual, yaitu Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) yang berada di bawah Departemen Kehakiman dan HAM Republik Indonesia.
Untuk mekanisme pendaftaran dan penjelasan lebih lanjut dapat dilihat di http://www.dgip.go.id/. Pemohon HKI dapat melihat di web Ditjen HKI apakah produknya sudah terdaftar atau belum, dan Pemohon HKI juga dapat melakukan penelusuran ke kantor paten lain di Negara yang akan dituju.
Dalam kegiatan ekspor terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, termasuk pajak ekspor, larangan ekspor serta kepabeanan
Apabila barang ekspor terkena pajak ekspor maka pajak ekspor harus dilunasi sebelum dimasukkan ke sarana pengangkut. Pajak ekspor ini dihitung berdasarkan harga patokan ekspor (HPE) dan harga patokan ekspor ini ditetapkan oleh Menteri Perdagangan dalam bentuk peraturan Menteri Perdagangan yang berlaku untuk suatu periode tertentu dengan memerhatikan pertimbangan Menteri Teknis dan asosiasi terkait
Barang yang akan diekspor wajib diberitahukan terlebih dahulu ke kantor pabean. Cara-cara pelaporan dapat dipelajari melalui flowchart kepabenan berikut
Menurut peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor: 01/M-DAG/PER/1/2007 tanggal 22 Januari 2007. Disebutkan bahwa barang-barang ekspor diklasifikasikan menjadi empat kelompok, yaitu: Jenis barang yang diatur tata niaga ekspornya, Jenis barang yang diawasi ekspornya, Jenis barang yang dilarang ekspornya dan Jenis barang yang bebas
Apabila barang ekspor terkena pajak ekspor maka pajak ekspor harus dilunasi sebelum dimasukkan ke sarana pengangkut. Pajak ekspor ini dihitung berdasarkan harga patokan ekspor (HPE) dan harga patokan ekspor ini ditetapkan oleh Menteri Perdagangan dalam bentuk peraturan Menteri Perdagangan yang berlaku untuk suatu periode tertentu dengan memerhatikan pertimbangan Menteri Teknis dan asosiasi terkait. HPE ini berpedoman pada harga rata-rata internasional dan atau harga harga rata-rata FOB di beberapa pelabuhan di Indonesia.
Tarif pungutan ekspor (TPE) yang digunakan sebagai dasar perhitungan adalah TPE yang yang berlaku saat pemberitahuan ekspor barang (PEB) didaftarkan pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai, begitu juga dengan HPE, HPE yang digunakan adalah HPE yang berlaku pada saat PEB didaftarkan pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai.
Cara perhitungan pajak ekspor
1. Terhadap barang ekspor yang dikenakan tarif ad valorem (persentase), Pajak Ekspor dihitung sebagai berikut:
Pajak Ekspor = Tarif Pajak Ekspor x Harga Patokan Ekspor x Jumlah Satuan Barang x Kurs
2. Terhadap barang ekspor yang dikenakan tarif ad naturam (spesifik), Pajak Ekspor dihitung sebagai berikut:
Pajak Ekspor = Tarif Pajak Ekspor x Jumlah Satuan Barang x Kurs
Pembayaran pungutan ekspor ini dapat dilakukan di Bank Devisa atau di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai:
Komoditas yang Terkena Pungutan Ekspor:
1. Rotan, terdiri dari:
2. Kayu, terdiri dari:
3. Kelapa sawit, CPO dan Produk turunannya terdiri dari:
4. Kulit, terdiri dari:
Kulit disamak/wet blue dari hewan sapi/kerbau, biri-biri dan kambing
Menurut peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor: 01/M-DAG/PER/1/2007 tanggal 22 Januari 2007. Disebutkan bahwa barang-barang ekspor diklasifikasikan menjadi empat kelompok, yaitu:
a. Jenis barang yang diatur tata niaga ekspornya
Jenis barang ini hanya dapat diekspor oleh eksportir terdaftar saja. Sedangkan eksportir terdaftar adalah perusahaan atau perorangan yang telah mendapatkan pengakuan dari Kementerian Perdagangan untuk mengekspor barang tertentu sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.
Suatu barang yang diatur ekspornya karena pertimbangan :
Barang Diatur ekspornya ini meliputi :
b. Jenis barang yang diawasi ekspornya
Barang yang ekspornya hanya dapat dilakukan oleh eksportir yang telah mendapatkan persetujuan ekspor dari Kementerian Perdagangan atau Pejabat yang ditunjuk.
Barang yang diawasi ekspornya adalah barang yang ekspornya hanya dilakukan oleh eksportir yang telah mendapat persetujuan ekspor dari Menteri Perdagangan atau pejabat yang ditunjuk (eksportir khusus).
Suatu barang diawasi ekspornya karena pertimbangan untuk menjaga keseimbangan pasokan di dalam negeri agar tidak mengganggu konsumsi dalam negeri.
Barang Diawasi ekspornya ini meliputi:
c. Jenis barang yang dilarang ekspornya
Suatu barang yang dilarang ekspornya karena pertimbangan :
Barang Dilarang ekspornya ini meliputi:
d. Jenis barang yang bebas
Semua jenis barang yang tidak tercantum dalam peraturan di atas dikategorikan sebagai barang bebas ekspor, namun tentunya eksportir harus memenuhi persyaratan sebagai eksportir terlebih dahulu
Secara garis besar prosedur kepabeanan untuk proses ekspor barang adalah sebagai berikut:
1. Barang yang akan diekspor wajib diberitahukan terlebih dahulu ke kantor pabean dengan mengisi dokumen pemberitahuan ekspor barang (PEB)
2. Pendaftaran PEB disertai dengan Nomor Induk Perusahaan (NIPER) dan dilengkapi dokumen pelengkap. PEB disampaikan paling cepat 7 hari sebelum tanggal perkiraan ekspor dan paling lambat sebelum barang ekspor masuk Kawasan Pabean. Dokumen pelengkap pabean:
Pada Kantor Pabean yang sudah menerapkan sistem PDE (Pertukaran Data Elektronik) kepabeanan, eksportir/PPJK (Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan) wajib menyampaikan PEB dengan menggunakan sistem PDE Kepabeanan
3. Pelunasan pajak ekspor jika barang ekspor tersebut dikenai pajak ekspor. Penyampaian PEB ini dapat dilakukan oleh eksportir atau dikuasakan kepada PPJK
4. Pemeriksaan fisik barang ekspor dan penelitian dokumen
5. Persetujuan dan pemuatan barang ekspor ke sarana pengangkut
Untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai proses perizinan kepabeanan ini dapat dilihat melalui file berikut ini:
Dunia perdagangan internasional saat ini sudah cenderung terbuka dengan lalu lintas perdagangannya yang semakin meningkat sehingga masing-masing Negara biasanya menerapkan perlindungan tersendiri. Perlindungan ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari produk yang membahayakan Kesehatan, Keamanan, Keselamatan dan lingkungan (K3L) atau mungkin juga moral. Perlindungan ini biasanya disebut juga sebagai hambatan utama dalam ekspor bagi Eksportir.
Terdapat beberapa macam jenis hambatan dalam melakukan ekspor, di antaranya adalah hambatan fisik di Bea Cukai, hambatan fiskal dan hambatan teknik berupa standar
Terdapat peraturan dan standar internasional yang mengatur kegiatan ekspor, di antaranya adalah Technical Barrier to Trade (TBT) dan Sanitary and Phytosanitary (SPS)
Hambatan Fisik di Bea Cukai
Hambatan ini adalah berupa pemeriksaan barang yang harus sesuai dengan dokumen yang menyertainya, seperti jenis dan jumlah barang yang tertera dalam dokumen
Hambatan Fiska
Hambatan ini berupa bea masuk yang diterapkan oleh masing-masing negara
Hambatan Teknik Berupa Standar
Standar menurut PP 102 Tahun 2000 adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.
Biasanya setiap Negara menetapkan standar atau persyaratan mutu untuk barang-barang impornya, sehingga barang yang masuk umumnya harus melalui pengujian tertentu terlebih dahulu, dan biasanya buyer pun memiliki standar spesifikasi yang disepakati bersama Exportir sebelumnya. Seringkali hambatan teknis berupa standar ini disadari menjadi hambatan yang meyulitkan Eksportir untuk mengirimkan barangnya oleh karena itu WTO mengeluarkan technical barrirer to trade agreement untuk mengurangi hambatan dan melindungi Konsumen.
Technical Barrier to Trade (TBT)
merupakan salah satu perjanjian dalam General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) yang mengatur hambatan dalam peraturan teknis yang terkait regulasi teknis, standar dan penilaian kesesuaian. Tujuannya untuk mencegah penggunaan standar dan regulasi teknis yang berlebihan (hambatan teknis)
Sanitary and Phytosanitary (SPS)
adalah setiap tindakan yang diterapkan untuk melindungi kehidupan atau kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan
Hal-hal yang perlu diketahui oleh eksportir berhubungan dengan standar sebelum melakukan ekspor adalah:
Menjelaskan proses pembiayaan ekspor beserta sumber pembiayaannya dan beberapa tips yang dapat digunakan untuk mengatur pembiayaan ekspor
Penjelasan mengenai beberapa jenis pembiayaan atau pemodalan dalam ekspor
Pembiayaan diberikan kepada nasabah dari mulai membeli bahan baku, memproduksi sampai mengapalkan barang. Fokus dari pembiayaan ini adalah untuk pembiayaan kegiatan produksi, sedangkan resiko dari pembiayaan ini adalah kemungkinan kegagalan proses produksi
Pembiayaan yang diberikan kepada nasabah setelah barang dikirim sampai pembayaran tagihan atas ekspor. Fokusnya adalah untuk immediate payment, jadi Eksportir tidak harus menunggu lama pembayaran dari Importir.
Tips dan trik yang dapat diaplikasikan dalam pembiayaan ekspor untuk mengurangi pemborosan biaya yang akan dikeluarkan
Di dalam kegiatan ekspor terdapat institusi pembiayaan yang dapat membantu eksportir dalam hal pembiayaan, seperti Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia dan PT. Asuransi Ekspor Indonesia
Pembiayaan kepada eksportir dalam rangka mendukung aktivitas ekspor secara garis besar dapat dibedakan seperti berikut:
Pembiayaan yang diberikan kepada nasabah setelah barang dikirim sampai pembayaran tagihan atas ekspor. Fokusnya adalah untuk immediate payment, jadi Eksportir tidak harus menunggu lama pembayaran dari Importir.
Resiko dari pembiayaan ini lebih kepada pihak di Negara tujuan ekspor, dengan resikonya antara lain:
Terdapat beberapa macam tipe untuk pembiayaan ini, yaitu:
1. Export Receivables Negotiation
Pengambilalihan atau pembelian wesel/tagihan/dokumen ekspor atas dasar L/C
2. Export Receivables Discounting
Pembayaran atau pembiayaan atas piutang ekspor sebelum jatuh tempo
3. Forfaiting
Forfaiting adalah penyediaan dana oleh suatu perusahaan (Forfaiter) kepada perusahaan lain atau eksportir dengan membeli barang-barang yang telah dijual sebelumnya oleh klien (Eksportir) kepada pelanggan tetapi klien belum menerima pembayarannya. Biasanya Importir akan memperoleh kredit sampai jangka watu tujuh tahun mendatang.
4. Factoring
Penjualan piutang dagang eksportir kepada perusahaan factoring untuk mendapatkan uang tunai dengan cara membayar komisi tertentu. Biasanya Eksportir akan menerima pembayaran 75%-85%.
5. Banker Acceptance
Instrumen akseptasi yang dilakukan oleh Bank atas suatu penarikan wesel suatu usance L/C.
Pembiayaan diberikan kepada nasabah dari mulai membeli bahan baku, memproduksi sampai mengapalkan barang. Fokus dari pembiayaan ini adalah untuk pembiayaan kegiatan produksi. Sedangkan resiko dari pembiayaan ini adalah kemungkinan kegagalan proses produksi.
Pembiayaan ini tediri dari dua jenis, yaitu:
a. Import for Export Purpose
Import for Export Purpose adalah jenis pembiayaan yang diberikan kepada eksportir yang melakukan kegiatan impor bahan baku yang digunakan untuk kepentingan kegiatan ekspor
b. Export Working Capital
Transaksional
Kebutuhan modal kerja berdasarkan kebutuhan modal satu siklus usaha bisnis
Non Transaksional
Perhitungan modal kerja berdasarkan historical ekspor dan satu tahun proyeksi ekspor, dengan mempertimbangkan siklus perdagangan eksportir
Untuk memasuki sebuah pasar ekspor harus diperhatikan tahapan bisnis ekspor dan Persyaratan Masuk Pasar Ekspor (PMPE).
Untuk dapat menentukan Negara Tujuan Ekspor (NTE) yang cocok bagi sebuah produk ekspor diperlukan analisis terlebih dahulu, sehingga Eksportir dapat menghindari kerugian yang mungkin timbul dari ketidaksesuai strategi ekspor. Berikut ini adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menentukan Negara tujuan ekspor beserta strateginya.
Apabila Negara Tujuan Ekspor ini telah pasti selanjutnya yang harus diperhatikan adalah Persyaratan Masuk Pasar Ekspor (PMPE) yang terdiri dari:
Dengan melakukan analisis terlebih dahulu terhadap produk yang ditawarkan beserta negara tujuan ekspor diharapkan dapat memperkuat proses perencanaan eksportir baik dalah hal perencanaan keuangan maupun perencanaan pemasaran, sehingga eksportir dapat terhindar dari biaya-biaya yang tidak diperlukan.
Di dalam kegiatan ekspor terdapat institusi pembiayaan yang dapat membantu eksportir dalam hal pembiayaan, seperti Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia dan PT. Asuransi Ekspor Indonesia
PT. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau PT. Indonesian Eximbank dibentuk melalui UU No.2 Tahun 2009, disebutkan bahwa lembaga ini adalah fasilitas yang diberikan kepada badan usaha termasuk perorangan dalam rangka mendorong kegiatan ekspor nasional
Dalam upaya mendorong peningkatan ekspor non migas, pada tahun 1985 Pemerintah Indonesia mendirikan PT. (Persero) ASURANSI EKSPOR INDONESIA (Asuransi ASEI) yang bergerak di bidang asuransi dan jaminan untuk mendukung pengembangan ekspor non-migas nasional berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1983.
PT. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau PT. Indonesian Eximbank dibentuk melalui UU No.2 Tahun 2009, disebutkan bahwa lembaga ini adalah fasilitas yang diberikan kepada badan usaha termasuk perorangan dalam rangka mendorong kegiatan ekspor nasional
http://www.indonesiaeximbank.go.id/
Produk keuangan yang ditawarkan:
a. Pembiayaan
Konvensional
1. Buyer’s credit
Fasilitas pembiayaan yang diberikan kepada Importir oleh Indonesian Eximbank dalam rangka meningkatkan ekspor terkait
http://www.indonesiaeximbank.go.id/buyers-credit
2. Kredit investasi ekspor
Pembiayaan yang diberikan kepada eksportir untuk membiayai investasi dalam rangka meningkatkan kapasitas produksi untuk kegiatan ekspornya
http://www.indonesiaeximbank.go.id/kredit-investasi-ekspor
3. Kredit modal kerja ekspor (KMKE)
Pembiayaan yang diberikan berdasarkan kebutuhan modal kerja eksportir. Produk ini dapat dibagai menjadi dua, yaitu:
http://www.indonesiaeximbank.go.id/kredit-modal-kerja-ekspor
4. Pembiayaan L/C impor atau Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri (SKBDN)
Fasilitas pembiayaan atas kewajiban pembayaran L/C atau SKBDN yang diterbitkan Bank pelaksana dalam rangka pembelian (impor) bahan baku, suku cadang atau mesin yang mendukung kegiatan produksi barang atau jasa ekspor
5. Penerbitan L/C impor
Fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh Indonesian Exim bank untuk menerbitkan L/C dalam rangka pengadaan bahan baku, suku cadang atau mesin untuk mendukung kegiatan ekspor
http://www.indonesiaeximbank.go.id/penerbitan-lc-impor
6. Penerbitan Standby Letter of Credit (SBLC)
Fasilitas Penerbitan Standby L/C adalah fasilitas yang diberikan oleh Indonesia Eximbank kepada Eksportir dalam bentuk jaminan yang diterbitkan untuk menjamin risiko yang dihadapi beneficiary jika Importir melakukan wanprestasi atas kontrak/perikatan yang menjadi dasar penerbitan SBLC.
http://www.indonesiaeximbank.go.id/penerbitan-standby-letter-credit-sblc
7. Tagihan ekspor
Fasilitas Pengambil Alihan Tagihan Ekspor atau Tagihan Dalam Rangka Ekspor adalah fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh Indonesia Eximbank dalam bentuk pengambilalihan tagihan ekspor barang maupun jasa secara diskonto dengan hak regres (with recourse) atau hak untuk menagih kepada pemegang wesel jika terjadi non-akseptasi atau non pembayaran
http://www.indonesiaeximbank.go.id/pengambilalihan-tagihan-ekspor-atau-tagihan-dalam-rangka-ekspor
8. Trust receipt
Fasilitas yang diberikan Indonesia Eximbank kepada Eksportir untuk mengeluarkan barang atau bahan baku yang diimpor, di pelabuhan/kapal untuk kemudian diproses dan dijual, hasil penjualan ini akan digunakan untuk menyelesaikan kewajiban impornya
http://www.indonesiaeximbank.go.id/trust-receipt
9. Warehouse receipt financing
Fasilitas pembiayaan modal kerja oleh Indonesia Eximbank kepada Eksportir yang pelaksaannya dikaitkan dengan nilai barang/komoditas milik Eksportir yang ada di gudang yang dikelola oleh warehouse manager
http://www.indonesiaeximbank.go.id/warehouse-receipt-financing
b. Syariah
1. Anjak Hutang Syariah
Anjak Hutang Syariah adalah pengalihan hutang dari pihak yang berhutang kepada pihak lain yang wajib menanggungnya sehingga Eksportir. Dalam hal ini nasabah eksportir yang berhutang kepada issuing Bank mengalihkan hutangnya kepada Divisi Syariah Indonesia Eximbank, Divisi ini akan membayar kepada negotiating Bank, kemudian Divisi ini juga akan melakukan penagihan kepada nasabah Eksportir
http://www.indonesiaeximbank.go.id/anjak-hutang-syariah-hawalah-bil-ujrah
2. Pembiayaan Investasi Ekspor Syariah
Fasilitas pembiayaan investasi ekspor berdasarkan kebutuhan investasi Eksportir dengan menggunakan prinsip Syariah. Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk membayar tagihan tersebut dalam jangka waktu tertentu dengan imbalan bagi hasil
http://www.indonesiaeximbank.go.id/pembiayaan-investasi-ekspor-syariah
3. Pembiayaan L/C Impor Syariah
Produk penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan prinsip Murabahah dan Wakalah yang diberkan Divisi Syariah Indonesia Eximbank untuk melunasi pembiayaan L/C atas nama Nasabah untuk pembelian barang impor/local
http://www.indonesiaeximbank.go.id/pembiayaan-lc-impor-berbasis-syariah
4. Pembiayaan Modal Kerja Ekspor Syariah (MKE)
Fasilitas pembiayaan yang diberikan oleh Indonesia Eximbank berdasarkan kebutuhan modal kerja Eksportir dalam rangka ekspor dengan menggunakan prinsip syariah. Pembiayaan ini berdasarkan persetujuan para pihak yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil
http://www.indonesiaeximbank.go.id/pembiayaan-modal-kerja-ekspor-syariah
c. Penjaminan
1. Penjaminan Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE)
Fasilitas penjaminan yang diberikan oleh Indonesia Eximbank sebagai penjamin kepada Bank Umum sebagai terjamin atas resiko tidak terpenuhinya kewajiban keuangan oleh Eksportir yang menerima KMKE dari Bank Umum tersebut
http://www.indonesiaeximbank.go.id/penjaminan-kredit-modal-kerja-ekspor
2. Penjaminan L/C Impor
Fasilitas dalam bentuk penjaminan (confirmation) atas L/C yang diterbitkan oleh Bank lain atas permintaan Nasaah/Eksportir untuk pengadaan bahan baku, suku cadang atau mesin dalam rangka kegiatan ekspor barang dan jasa
http://www.indonesiaeximbank.go.id/penjaminan-lc-impor
d. Asuransi
Produk yang memberikan perlindungan bagi Eksportir Indonesia maupun Investor Indonesia di luar negeri dari kemungkinan kerugian yang disebabkan oleh risiko komersial maupun risiko politik. asuransi ini meliputi:
http://www.indonesiaeximbank.go.id/asuransi
e. Jasa Konsultansi
Untuk jasa konsultasi ini, Indonesia Eximbank menyediakan jasa konsultasi berupa:
1. Pelatihan dan Penyediaan Informasi Trade Finance
http://www.indonesiaeximbank.go.id/pelatihan-dan-penyediaan-informasi-trade-finance
2. Technical Assistance
http://www.indonesiaeximbank.go.id/technical-assistance
Dalam upaya mendorong peningkatan ekspor non migas, pada tahun 1985 Pemerintah Indonesia mendirikan PT. (Persero) ASURANSI EKSPOR INDONESIA (Asuransi ASEI) yang bergerak di bidang asuransi dan jaminan untuk mendukung pengembangan ekspor non-migas nasional berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1983.
Berbeda dengan lembaga asuransi umum lainnya, Asuransi ASEI memiliki produk khusus yang meng-cover risiko yang ditanggung eksportir dan bank yaitu risiko kegagalan pelunasan pembayaran ekspor, baik pembayaran kembali kredit ekspor yang disalurkan bank kepada eksportir (asuransi kredit ekspor) maupun pembayaran transaksi ekspor dari importir luar negeri kepada eksportir (Asuransi Ekspor).
Upaya pengembangan program Asuransi Ekspor didasarkan pada pertimbangan bahwa pengembangan dan peningkatan ekspor dapat lebih digalakkan dengan dikembangkannya penggunaan berbagai cara pembayaran (terms of payment) yang lazim berlaku di dunia perdagangan internasional, sehingga tidak hanya terpaku pada penggunaan Sight L/C saja.
Pada sisi lain adanya kegiatan ekspor yang dilaksanakan oleh eksportir kelas menengah dan kecil untuk barang non tradisional menuju ke negara dengan risiko tinggi, serta semakin meningkatnya kompetisi dalam pasar dunia yang berubah dari pasar penjual (sellers market) ke pasar pembeli (buyers market) sehingga penjualan dengan cara pembayaran kredit menjadi semakin penting dalam memenangkan transaksi penjualan.
Peranan Asuransi ASEI diharapkan mendorong peningkatan ekspor non-migas melalui penyediaan fasilitas Asuransi Ekspor bagi Eksportir untuk mengatasi risiko pembayaran ekspor sekaligus mendorong Eksportir Indonesia melakukan penetrasi ke pasar internasional yang baru, serta fasilitas Asuransi Kredit bagi perbankan untuk mendorong perbankan meningkatkan kredit kepada sektor riil termasuk eksportir.
Seiring dengan perkembangan dan perubahan lingkungan usaha dalam upaya lebih mendukung nasabah untuk menjalankan usaha khususnya dibidang perdagangan domestik maupun internasional yang sangat kompetitif, Asuransi ASEI melakukan modifikasi dan diversifikasi produk-produknya dalam class of business Asuransi Ekspor, Asuransi Kredit dan Asuransi Umum yang diharapkan mampu mendukung kelancaran usaha para nasabah Asuransi ASEI.
Produk-produk keuangan yang ditawarkan oleh Ausransi ASEI adalah sebagai berikut:
Asuransi Kredit Ekspor
Memberikan perlindungan kepada eksportir terhadap kemungkinan kerugian akibat tidak diterimanya pelunasan pembayaran dari importer atau bank penerbit L/C
http://www.asei.co.id/produk/asek/
Asuransi Pembiayaan Tagihan Ekspor
Dengan jaminan ASEI, mendorong pihak perbankan untuk lebih berani memberikan pembiayaan pasca pengapalan (Post Shipment Financing) kepada eksportir, walaupun ekspor tersebut dilaksanakan dengan media Non L/C. Melalui produk ini eksportir dapat memenuhi kebutuhan modal kerja dan cash flow
http://www.asei.co.id/produk/aef/
Asuransi Kredit dan Penjaminan Kredit
Merupakan proteksi yang diberikan Asuransi ASEI (selaku penanggung) kepada Bank (selaku tertanggung) atas risiko kegagalan Debitur di dalam melunasi fasilitas kredit atau pinjaman tunai (cash loan) seperti kredit modal kerja, kredit perdagangan dan lain-lain yang diberikan oleh Bank.
http://www.asei.co.id/produk/ask/
Surety Bond
Suretyship Adalah suatu bentuk Penjaminan dimana ASEI (Surety Company) menjamin Principal (kontraktor/vendor/supplier/konsultan/perusahaan) akan melaksanakan kewajiban atas suatu prestasi/kepentingan kepada Obligee (Bouwheer/Beneficiary) sesuai kontrak/perjanjian antara Principal dan Obligee dan atau ketentuan perundang-undangan yang berlaku
http://www.asei.co.id/produk/surety/
Asuransi Umum
Asuransi ASEI menjalankan usaha dibidang Asuransi Umum seperti asuransi harta benda, engineering, pengangkutan, rangka kapal atau asuransi kecelakaan diri. Dengan tujuan untuk terus melayani seluruh nasabah di dalam melindungi risiko setiap usahanya
http://www.asei.co.id/produk/asum/
Harmonized System atau biasa disebut HS adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan mempermudah penarifan, transaksi perdagangan, pengangkutan dan statistik yang telah diperbaiki dari sistem klasifikasi sebelumnya
Harmonized System (HS) adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan mempermudah penarifan, transaksi perdagangan, pengangkutan dan statistik yang telah diperbaiki dari sistem klasifikasi sebelumnya. Saat ini pengklasifikasian barang di Indonesia didasarkan kepada Harmonized System dan dituangkan ke dalam suatu daftar tarif yang disebut Buku Tarif Bea Mauk Indonesia (BTBMI)
HS menggunakan kode nomor dalam mengklasifikasikan barang. Kode-kode nomor tersebut mencakup uraian barang yang tersusun secara sistematis
HS Code akan diklasifikasikan ke dalam beberapa bagian berdasarkan kategorinya. Di dalam HS code ini terkandung beberapa aturan dan ukuran suatu barang
Harmonized System atau biasa disebut HS adalah suatu daftar penggolongan barang yang dibuat secara sistematis dengan tujuan mempermudah penarifan, transaksi perdagangan, pengangkutan dan statistik yang telah diperbaiki dari sistem klasifikasi sebelumnya. Saat ini pengklasifikasian barang di Indonesia didasarkan kepada Harmonized System dan dituangkan ke dalam suatu daftar tarif yang disebut Buku Tarif Bea Mauk Indonesia (BTBMI).
Harmonized Commodity Description and Coding System atau lebih dikenal dengan Harmonized System disusun pada tahun 1986 oleh sebuah Kelompok studi dari Customs Cooperation Council (sekarang dikenal dengan nama World Customs Organisation), dan disahkan pada konvensi HS yang ditandatangani oleh tujuh puluh Negara yang sebagian besar Negara Eropa, namun sekarang hampir semua Negara ikut meratifikasi, termasuk Indonesia yang mengesahkannya melalui Keppres no. 35 tahun 1993.
Tujuan daripada pembuatan HS ini di antaranya adalah:
HS menggunakan kode nomor dalam mengklasifikasikan barang. Kode-kode nomor tersebut mencakup uraian barang yang tersusun secara sistematis. Sistem penomoran dalam HS terbagi menjadi Bab (2-digit), pos (4-digit), dan sub-pos (6-digit) dengan penjelasan sebagai berikut:
Misalkan kode HS 0101.11.xx.xx yang diambil dari BTBMI (10 digit)
01 01 11 xx xx
__ Bab (Chapter) 1
_____ Pos (Heading) 01. 01
________ Sub-pos (Sub-heading) 0101. 11
___________ Sub-pos ASEAN, ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature (AHTN)
______________ Pos Tarif Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI)
HS mempunyai enam digit angka untuk penggolongan, masing-masing Negara yang ikut menandatangani konvensi HS atau contracting Party dapat mengembangkan penggolongan enam digit angka tersebut menjadi lebih spesifik sesuai dengan kebijakan Pemerintah masing-masing namun tetap berdasarkan ketentuan HS enam digit. Di Indonesia sendiri sistem penggolongan tersebut menggunakan sistem penomoran 10 digit dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI) yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari sub-pos dalam HS enam digit
Di dalam kegiatan ekspor terdapat institusi pembiayaan yang dapat membantu eksportir dalam hal pembiayaan, seperti Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia dan PT. Asuransi Ekspor Indonesia
PT. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau PT. Indonesian Eximbank dibentuk melalui UU No.2 Tahun 2009, disebutkan bahwa lembaga ini adalah fasilitas yang diberikan kepada badan usaha termasuk perorangan dalam rangka mendorong kegiatan ekspor nasional
Dalam upaya mendorong peningkatan ekspor non migas, pada tahun 1985 Pemerintah Indonesia mendirikan PT. (Persero) ASURANSI EKSPOR INDONESIA (Asuransi ASEI) yang bergerak di bidang asuransi dan jaminan untuk mendukung pengembangan ekspor non-migas nasional berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1983.