2.1 Konsep Coaching secara Umum dan Konsep Coaching dalam Konteks Pendidikan
Moda: Mandiri
Tujuan Pembelajaran Khusus:
CGP dapat menjelaskan konsep coaching secara umum.
CGP dapat membedakan coaching dengan pengembangan diri lainnya, yaitu mentoring, konseling, fasilitasi dan training
CGP dapat menjelaskan konsep coaching dalam konteks pendidikan sebagai pendekatan pengembangan kompetensi diri dan orang lain (rekan sejawat)
2.2. Paradigma Berpikir dan Prinsip Coaching
Moda: Mandiri
Tujuan Pembelajaran Khusus:
CGP dapat menjelaskan paradigma berpikir coaching dalam komunikasi yang memberdayakan untuk pengembangan kompetensi.
CGP dapat menjelaskan prinsip-prinsip coaching dalam komunikasi yang memberdayakan untuk pengembangan kompetensi.
CGP dapat mengaitkan antara paradigma berpikir dan prinsip-prinsip coaching dengan supervisi akademik.
CGP dapat membedakan antara coaching, kolaborasi, konsultasi, dan evaluasi dalam rangka memberdayakan rekan sejawat.
2.3. Kompetensi Inti Coaching dan TIRTA sebagai Alur Percakapan Coaching
Moda: Mandiri
Tujuan Pembelajaran Khusus:
CGP dapat melakukan percakapan coaching dengan alur TIRTA.
CGP dapat mempraktikkan tiga kompetensi inti coaching, presence, mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot dalam percakapan coaching.
CGP dapat menjelaskan jalannya percakapan coaching untuk membuat rencana, melakukan refleksi, memecahkan masalah, dan melakukan kalibrasi.
2.4 Supervisi Akademik dengan Paradigma Berpikir Coaching
Moda: Mandiri
Tujuan Pembelajaran Khusus:
CGP dapat memberikan umpan balik dengan paradigma berpikir dan prinsip coaching.
CGP dapat mempraktikkan rangkaian supervisi akademik yang berdasarkan paradigma berpikir coaching.
Selain menyiapkan diri kita sebagai pemimpin pembelajaran, program Pendidikan Guru Penggerak juga menyiapkan kita untuk menjadi seorang kepala sekolah. Sebagai kepala sekolah, tentunya tidak akan terlepas dengan tugas supervisi akademik. Supervisi akademik ini dilakukan untuk memastikan pembelajaran yang berpihak pada murid sebagaimana tertuang dalam standar proses pada Standar Nasional Pendidikan Pasal 12 yaitu:
Pelaksanaan pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b diselenggarakan dalam suasana belajar yang:
interaktif;
inspiratif;
menyenangkan;
menantang;
memotivasi Peserta Didik untuk berpartisipasi aktif; dan
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik, serta psikologis Peserta Didik.
Oleh karena itu, penting kiranya bagi kita memastikan bahwa supervisi akademik yang kita jalankan benar-benar berfokus pada proses pembelajaran sebagaimana yang tertuang dalam standar proses tersebut.
Selain bertujuan untuk memastikan pembelajaran yang berpihak pada murid, supervisi akademik juga bertujuan untuk pengembangan kompetensi diri dalam setiap pendidik di sekolah sebagaimana tertuang dalam standar tenaga kependidikan pada Standar Nasional Pendidikan pasal 20 ayat 2:
Kriteria minimal kompetensi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
Rangkaian supervisi akademik ini digunakan kepala sekolah untuk mendorong ruang perbaikan dan pengembangan diri guru di sekolahnya.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, kepala sekolah seperti apakah yang dapat mendorong kita sebagai warga sekolah untuk selalu mengembangkan kompetensi diri dan senantiasa memiliki growth mindset, serta keberpihakan pada murid? Jawabannya adalah pemimpin sekolah yang dapat mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi diri dan orang lain dengan menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan tersebut.
Dalam hal ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yang diawali dengan paradigma berpikir yang memberdayakan. Pendekatan dengan paradigma berpikir yang memberdayakan mutlak diperlukan agar pengembangan diri dapat berjalan secara berkelanjutan dan terarah. Salah satu pendekatan yang memberdayakan adalah coaching sebagaimana Whitmore (2003) ungkapkan bahwa coaching adalah kunci pembuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya.
Sejalan dengan hal ini, dengan adanya program Pendidikan Guru Penggerak ini, kita diharapkan menjadi supervisor atau kepala sekolah yang memiliki paradigma berpikir dan keterampilan coaching dalam rangka pengembangan diri dan rekan sejawat. Untuk lebih jelasnya, mari simak penjelasan mengenai konsep coaching secara umum dan konsep coaching dalam konteks sekolah pada dan kaitannya dengan peran kita sebagai kepala sekolah atau supervisor.
Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Sedangkan Whitmore (2003) mendefinisikan coaching sebagai kunci pembuka potensi seseorang untuk untuk memaksimalkan kinerjanya. Coaching lebih kepada membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya. Sejalan dengan pendapat para ahli tersebut, International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai“…bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif.”
Video berikut ini memberi pengetahuan tentang apa itu coaching, silakan disimak dengan seksama.
Dari beberapa definisi yang telah disebutkan, kita melihat ada elemen-elemen penting yang menjadikan sebuah proses itu disebut sebagai coaching.
Untuk itu, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
Soal 1
Tuliskan elemen-elemen penting dari coaching yang dapat diambil dari beberapa definisi coaching yang telah disajikan!
Your answer:
Elemen penting coaching diantaranya kolaborasi, fokus pada solusi, orientasi kepada hasil, langkah yang sistematis, peningkatan performa, mengembangkan diri secara mandiri, pertumbuhan pribadi yang berkelanjutan, memaksimalkan potensi, menemukan solusi-solusi baru, proses yang berkelanjutan.
Soal 2
Sebagai guru, pernahkah Anda menerapkan prinsip-prinsip coaching tersebut di sekolah Anda baik kepada murid maupun rekan sejawat Anda? Jika jawaban anda "ya", berilah contoh dan penjelasannya!
Your answer:
Ya saya pernah menerapkan prinsip-prinsip coaching kepada murid.
Pada pembelajaran matematika tentang uang di kelas rendah, materi ini sebetulnya mudah bagi anak dengan kemampuan kognitifnya yang baik, namun bagi yang belum menemukan konsepnya dirasakan akan menemui kendala. Prinsip coaching diterapkan dengan membatu anak yang belum paham dengan baik konsep penjumlahan dan pengurangan uang pada soal cerita, saya sajikan dengan berbagai macam pecahan uang sesuai cerita yang tertulis. Murid dituntun menemukan sendiri setiap jawaban berdasarkan pengalamannya di rumah dan sekolah dalam melakukan pembelian dengan uang jajan mereka. Dengan konsisten dan pengulangan mereka menemukan sendiri sebuah jawaban meskipun dengan kalimat soal cerita yang berbeda-beda.
Prinsip coaching kepada rekan sejawat adalah ketika ada rekan yang bertanya tentang cara menggunakan dan memanfaatkan IT dalam pembelajaran. Dengan berdiskusi ringan saya menjelaskan bahwa segala informasi yang kita butuhkan ada dalam kata kuci "Key word". Sebagian besar penunjang pembelajaran berdasarkan pemanfaatan internet dengan cara menentukan keyword yang tepat. Saya menambahkan bahwa konten di satu dunia dapat kita peroleh dengan mudah, maka mulailah kita bersama mencari sumber belajar yang baik dan beragam. Rekan pun banyak yang memanfaatkan situs yang menunjang pembelajaran, baik youtube, pinterest, dll.
Selain coaching, ada beberapa metode pengembangan diri yang lain yang bisa jadi sudah kita praktikan selama ini di sekolah yaitu mentoring, konseling, fasilitasi dan training. Agar lebih memahami konsep coaching secara lebih mendalam, ada baiknya kita juga menyelami perbedaan peran coaching dengan metode-metode pengembangan diri tersebut. Untuk mengetahui perbedaan peran tersebut, mari kita simak terlebih dahulu definisi dari masing-masing metode pengembangan diri tersebut:
1. Definisi mentoring
Stone (2002) mendefinisikan mentoring sebagai suatu proses dimana seorang teman, guru, pelindung, atau pembimbing yang bijak dan penolong menggunakan pengalamannya untuk membantu seseorang dalam mengatasi kesulitan dan mencegah bahaya. Sedangkan Zachary (2002) menjelaskan bahwa mentoring memindahkan pengetahuan tentang banyak hal, memfasilitasi perkembangan, mendorong pilihan yang bijak dan membantu mentee untuk membuat perubahan.
2. Definisi konseling
Gibson dan Mitchell (2003) menyatakan bahwa konseling adalah hubungan bantuan antara konselor dan klien yang difokuskan pada pertumbuhan pribadi dan penyesuaian diri serta pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Sementara itu, Rogers (1942) dalam Hendrarno, dkk (2003:24), menyatakan bahwa konseling merupakan rangkaian-rangkaian kontak atau hubungan secara langsung dengan individu yang tujuannya memberikan bantuan dalam merubah sikap dan tingkah lakunya.
3. Definisi Fasilitasi
Shwarz (1994) mendefinisikan fasilitasi sebagai sebuah proses dimana seseorang yang dapat diterima oleh seluruh anggota kelompok, secara substantif berdiri netral, dan tidak punya otoritas mengambil kebijakan, melakukan intervensi untuk membantu kelompok memperbaiki cara-cara mengidentifikasi dan menyelesaikan berbagai masalah, serta membuat keputusan, agar bisa meningkatkan efektivitas kelompok itu.
4. Definisi Training
Training menurut Noe, Hollenbeck, Gerhart & Wright (2003) merupakan suatu usaha yang terencana untuk memfasilitasi pembelajaran tentang pekerjaan yang berkaitan dengan pengetahuan, keahlian dan perilaku oleh para pegawai.
Dari beberapa definisi yang telah disebutkan, untuk menyelami perbedaan peran coaching dengan metode-metode pengembangan diri tersebut,
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini.
Soal 1
Setelah membaca definisi-definisi mengenai mentoring, konseling, fasilitasi dan training, tuliskan yang Anda ketahui mengenai mentoring, coaching, konseling, training dan fasilitasi.
Your answer:
Mentoring adalah transfer pengetahuan dan pengalaman dari mentor yang lebih berpengalaman.
Coaching lebih berfokus pada potensi individu, dilakukan secara kolaboratif, dan berorientasi pada solusi.
Konseling berfokus kepada penyembuhan atau pertumbuhan pribadi yang berhubungan dengan fsikologis.
Training biasanya dilakukan sebagai cara terstruktur untuk melakukan transfer pengetahuan dan keterampilan secara formal.
Fasilitasi adalah proses identifikasi dan penyelesaian berbagai masalah yang berfokus pada kelompok, membantu anggota kelompok mencapai kesepakatan dan solusi bersama. Fasilitator tidak memberikan jawaban, tetapi memfasilitasi proses diskusi.
Soal 2
Dalam berinteraksi di sekolah, ceritakan pengalaman Anda ketika berperan sebagai coach, mentor, konselor, fasilitator, dan trainer.
Your answer:
Pada saat mendiseminasikan pemahaman budaya positif, saya mencoba melakukan training restitusi kepada rekan saya, hal ini saya lakukan sebagai implementasi memfasilitasi dalam peningkatan pengetahuan tentang budaya positif di sekolah.
Untuk lebih jelasnya lagi, perbedaan-perbedaan peran antara coaching dengan mentoring, konseling, fasilitasi dan training dapat dirangkum dalam tabel berikut:
Dari tabel tersebut, sekarang kita lebih memahami perbedaan peran dari masing-masing metode pengembangan diri tersebut. Tentunya sebagai guru kita telah melakukan peran-peran tersebut. Kita juga sudah mengetahui peran apa yang bisa kita pilih ketika menghadapi berbagai situasi baik ketika menghadapi murid atau rekan sejawat. Berikut kita akan menyimak bagaimana coaching diterapkan dalam konteks pendidikan.
Ki Hadjar Dewantara menekankan bahwa tujuan pendidikan itu ‘menuntun’ tumbuhnya atau hidupnya kekuatan kodrat anak sehingga dapat memperbaiki lakunya. Oleh sebab itu keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Proses coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara guru dan murid, murid diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya dan peran pendidik sebagai ‘pamong’ dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar murid tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya.
Sistem Among, Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, menjadi semangat yang menguatkan keterampilan komunikasi guru dan murid dengan menggunakan pendekatan coaching. Tut Wuri Handayani menjadi kekuatan dalam pendekatan proses coaching dengan memberdayakan (andayani/handayani) semua kekuatan diri pada murid. Sebagai seorang Guru (pendidik/pamong) dengan semangat Tut Wuri Handayani, maka perlulah kita menghayati dan memaknai cara berpikir atau paradigma berpikir Ki Hajar Dewantara sebelum melakukan pendampingan dengan pendekatan coaching sebagai salah pendekatan komunikasi dengan semangat among (menuntun). Dalam relasi guru dengan guru, seorang coach juga dapat membantu seorang coachee untuk menemukan kekuatan dirinya dalam pembelajaran. Pendekatan komunikasi dengan proses coaching merupakan sebuah dialog antara seorang coach dan coachee yang terjadi secara emansipatif dalam sebuah ruang perjumpaan yang penuh kasih dan persaudaraan. Oleh sebab itu, empat (4) cara berpikir ini dapat melatih guru (coach/pamong) dalam menciptakan semangat Tut Wuri Handayani dalam setiap perjumpaan pada setiap proses komunikasi dan pembelajaran.
Dalam ruang kemerdekaan belajar, proses coaching juga merupakan proses untuk mengaktivasi kerja otak coach dan coachee. Pertanyaan-pertanyaan reflektif dalam dapat membuat coachee melakukan metakognisi. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga mendorong coachee berpikir secara kritis dan mendalam yang bermuara pada coachee dapat menemukan kekuatan diri dan potensinya untuk terus dikembangkan secara berkesinambungan atau menjadi seorang pembelajar sepanjang hayat.
Pengembangan kekuatan dan potensi diri inilah yang menjadi tugas seorang coach (pendidik/pamong). Apakah pengembangan diri seorang coachee cepat, perlahan-lahan atau bahkan berhenti adalah tanggung jawab seorang coachee. Pengembangan diri baik seorang coach atau coachee dapat dimaksimalkan dengan proses coaching.
Coaching, sebagaimana telah dijelaskan pengertiannya dari awal memiliki peran yang sangat penting karena dapat digunakan untuk menggali potensi diri sekaligus mengembangkannya dengan berbagai strategi yang disepakati bersama. Proses coaching yang berhasil akan menghasilkan kekuatan bagi coach dan coachee untuk mengembangkan diri secara berkesinambungan.
Silahkan tuangkan ringkasan pemahaman Bapak/Ibu disini!
Mari kita bersama-sama mempelajari paradigma berpikir dan prinsip coaching. Pada sub pembelajaran sebelumnya, kita sudah belajar salah satu tujuan dari supervisi akademik adalah untuk mengembangkan kompetensi guru agar dapat melakukan pembelajaran yang berpihak pada murid. Untuk dapat melakukan itu, diperlukan paradigma berpikir bertumbuh dan keberpihakan pada murid. Apa pun pendekatan yang digunakan untuk pengembangan kompetensi, kesemuanya diawali dengan paradigma berpikir yang memberdayakan. Disebutkan di atas bahwa salah satu pendekatan yang memberdayakan adalah coaching. Mengapa coaching menjadi pendekatan yang memberdayakan, karena diawali dengan paradigma berpikir coaching.
Salah satu tujuan pengembangan kompetensi diri adalah agar guru menjadi otonom, yaitu dapat mengarahkan, mengatur, mengawasi, dan memodifikasi diri secara mandiri (self-directed, self-manage, self-monitor, self-modify). Untuk dapat membantu guru menjadi otonom, diperlukan paradigma berpikir dan prinsip coaching bagi orang yang mengembangkan.
Untuk dapat membantu rekan sejawat kita untuk mengembangkan kompetensi diri mereka dan menjadi otonom, kita perlu memiliki paradigma berpikir coaching terlebih dahulu. Paradigma tersebut adalah:
Fokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan
Bersikap terbuka dan ingin tahu
Memiliki kesadaran diri yang kuat
Mampu melihat peluang baru dan masa depan
Lebih jelasnya, silahkan cermati paparan dibawah ini :
Fokus pada Coachee
Paradigma berpikir yang pertama adalah fokus pada coachee atau rekan sejawat yang akan kita kembangkan. Pada saat kita mengembangkan kompetensi rekan sejawat kita, kita memusatkan perhatian kita pada rekan yang kita kembangkan, bukan pada "situasi" yang dibawanya dalam percakapan. Fokus diletakkan pada topik apa pun yang dibawa oleh rekan tersebut, dapat membawa kemajuan pada mereka, sesuai keinginan mereka. Berikut adalah percakapan yang menggambarkan bagaimana kita berfokus pada rekan sejawat kita bukan pada "situasi" yang disampaikan dalam percakapan.
Coachee : Pak, bantu saya donk …. Saya kewalahan nih menghadapi salah satu murid saya di kelas. Setiap saya sedang mengajarkan sebuah konsep, ada saja yang dia lakukan untuk mengalihkan perhatian saya dan teman-temannya.
Coach : Baik Bu. Apa yang dia lakukan untuk mengalihkan perhatian Ibu dan teman-temannya? Bisa diceritakan?
Coachee : (bercerita tentang apa yang dilakukan oleh murid yang dimaksud)
Coach : Jadi itu yang dia lakukan. Lantas, situasi ideal apa yang Ibu inginkan?
Coachee : Saya ingin murid saya ini bisa fokus menyimak penjelasan saya pada saat saya mengajar.
Coach : Jadi Ibu ingin murid Ibu ini bisa fokus menyimak penjelasan Ibu pada saat Ibu mengajar. Supaya murid Ibu ini bisa fokus menyimak penjelasan Ibu pada saat Ibu mengajar, apa saja yang perlu Ibu lakukan?
Coachee : (bercerita hal-hal yang perlu dilakukan)
Perhatikan percakapan di atas, saat seorang guru (coachee) menyampaikan situasi mengenai salah satu muridnya yang mengalihkan perhatian guru tersebut. Kemudian rekan sejawatnya (coach) memfokuskan coachee kepada apa yang perlu dilakukan. Percakapan ini berlanjut kepada hal-hal apa saja yang guru tersebut perlu lakukan berbeda, apa yang perlu diketahui atau kuasai untuk dapat mencapai tujuan yaitu, sang murid dapat fokus menyimak penjelasannya pada saat dia mengajar.
Bersikap Terbuka dan Ingin Tahu
Paradigma berpikir yang kedua adalah bersifat terbuka dan ingin tahu. Kita perlu berpikiran terbuka terhadap pemikiran-pemikiran rekan sejawat yang kita kembangkan. Ciri-ciri dari sikap terbuka dan ingin tahu ini adalah:
berusaha untuk tidak menghakimi, melabel, berasumsi, atau menganalisis pemikiran orang lain;
mampu menerima pemikiran orang lain dengan tenang, dan tidak menjadi emosional;
tetap menunjukkan rasa ingin tahu (curiosity) yang besar terhadap apa yang membuat orang lain memiliki pemikiran tertentu.
Agar kita dapat bersikap terbuka, kita perlu selalu berpikir netral terhadap apa pun yang dikatakan atau dilakukan rekan kita. Jika ada penghakiman atau asumsi yang muncul di pikiran kita atas jawaban rekan kita, maka kita mengubah pikiran tersebut dalam bentuk pertanyaan untuk mengonfirmasi penghakiman atau asumsi itu secara hati-hati. Contoh kalimat yang bisa diucapkan adalah “Pada saat saya mendengarkan apa-apa yang Ibu ceritakan, saya menangkap adanya keinginan Ibu untuk terus berusaha sebisa Ibu. Apakah betul seperti itu Bu?”
Memelihara rasa ingin tahu membantu rekan kita dan diri kita untuk memahami situasi rekan kita. Contoh kalimat yang bisa diucapkan adalah “Tadi Ibu mengatakan ya sudah saya menurut saja apa yang dikatakan oleh kepala sekolah, dari mana datangnya pikiran itu?”
Cara-cara bertanya seperti di atas akan kita pelajari lagi di bagian Kompetensi Coaching dan Alur Percakapan Coaching TIRTA.
Memiliki Kesadaran Diri yang Kuat
Paradigma berpikir coaching yang ketiga adalah memiliki kesadaran diri yang kuat. Kesadaran diri yang kuat membantu kita untuk bisa menangkap adanya perubahan yang terjadi selama pembicaraan dengan rekan sejawat. Kita perlu mampu menangkap adanya emosi/energi yang timbul dan mempengaruhi percakapan, baik dari dalam diri sendiri maupun dari rekan kita. Kompetensi yang merupakan perwujudan dari paradigma berpikir ini akan kita pelajari lebih lanjut di bagian Kompetensi Coaching.
Mampu Melihat Peluang Baru dan Masa Depan
Paradigma berpikir coaching yang keempat adalah mampu melihat peluang baru dan masa depan. Kita harus mampu melihat peluang perkembangan yang ada dan juga bisa membawa rekan kita melihat masa depan. Coaching mendorong seseorang untuk fokus pada masa depan, karena apapun situasinya saat ini, yang masih bisa diubah adalah masa depan. Coaching juga mendorong seseorang untuk fokus pada solusi, bukan pada masalah, karena pada saat kita berfokus pada solusi, kita menjadi lebih bersemangat dibandingkan jika kita berfokus pada masalah.
Agar rekan sejawat kita bisa melihat peluang baru dan fokus pada masa depan, kita dapat mengajukan pertanyaan berikut kepada mereka:
Tadi Bapak/Ibu sudah ceritakan situasi Bapak/Ibu saat ini, lantas situasi ideal apa yang Bapak/Ibu inginkan di masa depan?
Tadi Bapak/Ibu sudah ceritakan tantangan/masalah yang Bapak/Ibu hadapi saat ini, lantas idealnya situasinya seperti apa?
Apa saja yang bisa dijadikan pilihan untuk dapat mewujudkan situasi ideal tersebut?
Ada peluang apa saja yang dimiliki?
Apa yang perlu dilakukan untuk dapat memiliki peluang-peluang baru?
Cara-cara bertanya seperti di atas akan kita pelajari lagi di bagian Kompetensi Coaching dan Alur Percakapan Coaching TIRTA.
“ICF defines coaching as partnering with clients in a thought-provoking and creative process that inspires them to maximize their personal and professional potential.” www.coachingfederation.org
.
International Coaching Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai kemitraan dengan klien dalam suatu proses kreatif dan menggugah pikiran untuk menginspirasi klien agar dapat memaksimalkan potensi pribadi dan profesional coachee.
Prinsip coaching dikembangkan dari tiga kata/frasa kunci pada definisi coaching, yaitu “kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi”. Dalam berinteraksi dengan rekan sejawat atau siapa saja, kita dapat menggunakan ketiga prinsip coaching tersebut dalam rangka memberdayakan orang yang sedang kita ajak berinteraksi. Berikut adalah penjelasan ketiga prinsip tersebut.
Kemitraan
Prinsip coaching yang pertama adalah kemitraan. Dalam coaching, posisi coach terhadap coachee-nya adalah mitra. Itu berarti setara, tidak ada yang lebih tinggi maupun lebih rendah. Coachee adalah sumber belajar bagi dirinya sendiri. Coach merupakan rekan berpikir bagi coachee-nya dalam membantu coachee belajar dari dirinya sendiri. Coach bisa berbagi mengenai pengalamannya yang terkait dengan topik pengembangan coachee, jika diminta oleh coachee, sebagai salah satu sumber belajar bagi coachee.
Kemitraan ini diwujudkan dengan cara kita membangun kesetaraan dengan orang yang akan kita kembangkan, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah di antara keduanya. Kesetaraan dapat dibangun dengan cara menumbuhkan rasa percaya diri kita, pada saat kita akan mengembangkan rekan sejawat yang lebih tua, lebih senior, dan atau lebih berpengalaman. Sebaliknya, kita perlu menumbuhkan rasa rendah hati pada saat rekan sejawat yang akan kita kembangkan adalah rekan yang lebih muda, lebih junior, dan atau memiliki pengalaman yang lebih sedikit dari kita.
Kemitraan dalam mengembangkan rekan sejawat, juga ditunjukkan dengan cara mengedepankan tujuan rekan yang akan kita kembangkan. Tujuan pengembangan ditetapkan oleh rekan yang yang akan dikembangkan, bukan oleh kita, yang akan membantu pengembangan tersebut. Mengapa? Dengan demikian, harapannya rekan yang kita kembangkan akan lebih merasa termotivasi dan berkomitmen dalam prosesnya.
Pertanyaan yang bisa dilontarkan oleh kita kepada rekan sejawat kita untuk membangun kemitraan ini adalah sebagai berikut:
Apa yang ingin Bapak/Ibu kembangkan dalam enam bulan ke depan?
Apa yang ingin Bapak/Ibu capai di akhir semester/tahun pelajaran ini?
Di antara standar proses pembelajaran yang kita miliki, bagian mana yang menurut Bapak/Ibu paling perlu Bapak/Ibu tingkatkan/kembangkan?
Cara-cara bertanya seperti di atas akan kita pelajari lagi di bagian Kompetensi Coaching dan Alur Percakapan Coaching TIRTA.
Proses Kreatif
Coaching adalah proses mengantarkan seseorang dari situasi dia saat ini ke situasi ideal yang diinginkan di masa depan. Hal ini tergambar dalam prinsip coaching yang kedua, yaitu proses kreatif. Proses kreatif ini dilakukan melalui percakapan, yang:
dua arah
memicu proses berpikir coachee
memetakan dan menggali situasi coachee untuk menghasilkan ide-ide baru
Pada saat kita menggunakan prinsip coaching dalam mengembangkan kompetensi diri rekan sejawat, maka percakapan yang berlangsung adalah dua arah. Yang kita lakukan adalah mendengarkan rekan kita dan kemudian melontarkan pertanyaan untuk membantu rekan kita untuk lebih memahami situasi dirinya, situasi ideal yang dia inginkan, serta langkah-langkah untuk membawa dia dari situasi dia saat ini ke situasi ideal yang dia inginkan.
Prinsip ini dapat membantu seseorang untuk menjadi otonom karena dalam prosesnya orang yang dikembangkan perlu untuk berpikir ke dalam dirinya untuk mendapat kesadaran diri akan situasinya dan kemudian menemukan langkah-langkah apa yang perlu dilakukan untuk mengembangkan kompetensi dirinya. Berikut adalah percakapan yang menggambarkan proses kreatif antara seorang guru yang membantu rekan sejawatnya dalam mengembangkan kompetensi dirinya.
Coach : Di antara standar proses pembelajaran yang kita miliki, bagian mana yang menurut Ibu paling perlu Ibu tingkatkan atau kembangkan?
Coachee : Saya ingin mengembangkan bagaimana saya bisa memenuhi kebutuhan belajar murid-murid saya yang berbeda-beda, Pak.
Coach : O … jadi Ibu ingin mengembangkan bagaimana Ibu bisa memenuhi kebutuhan belajar murid-murid Ibu yang berbeda-beda. Apa indikator dari Ibu sudah bisa memenuhi kebutuhan belajar murid-murid Ibu yang berbeda-beda tersebut?
Coachee : Indikatornya, semua murid saya bisa memahami konsep yang saya ajarkan dengan lebih mudah. Mereka bisa menikmati proses belajar mereka karena sesuai dengan gaya dan kecepatan belajar mereka masing-masing.
Coach : Baik, jadi indikatornya adalah semua murid Ibu bisa memahami konsep yang Ibu ajarkan dengan lebih mudah dan mereka bisa menikmati proses belajar karena sesuai dengan gaya dan kecepatan belajar mereka masing-masing ya …. Sehubungan dengan tujuan tersebut, skala 1-10, jika 10 Ibu sudah dapat memenuhi kebutuhan belajar murid-murid seperti yang Ibu sampaikan tadi, dan 0 belum memenuhi, Ibu ada di angka berapa saat ini?
Coachee : Sepertinya saya masih di angka 6 deh Pak.
Coach : Di angka 6 ya. Seperti apa itu angka 6 nya Bu? Bisa dijelaskan?
Coachee : Di angka 6 karena saat ini proses belajar saya baru mengakomodir tiga tingkatan pemahaman, mudah, sedang, dan sulit. Saya belum mempertimbangkan gaya belajar dan kecepatan belajar murid sama sekali.
Coach : Baik … Ibu ingin meningkatkannya menjadi angka berapa dalam beberapa minggu ke depan?
Coachee : Ditingkatkan ke angka 8 deh Pak.
Coach : 8 nya seperti apa itu Bu?
Coachee : Saya akan mencoba menyiapkan proses belajar yang mengakomodir gaya belajar murid-murid saya Pak.
Coach : Untuk bisa menyiapkan proses belajar yang mengakomodir gaya belajar murid-murid Ibu, apa saja yang sudah Ibu lakukan?
Coachee : (bercerita hal-hal yang sudah dilakukan)
Coach : Jadi Ibu sudah melakukan itu semua ya …. Apa lagi yang perlu ditambahkan dilakukan berbeda, supaya murid Ibu ini bisa fokus menyimak penjelasan Ibu pada saat Ibu mengajar?
Coachee : (berpikir dan mengatakan hal-hal yang perlu ditambahkan dan dilakukan berbeda)
Coach : Apa lagi?
Perhatikan contoh percakapan di atas. Guru yang menjadi coach hanya melontarkan pertanyaan untuk membantu rekan sejawatnya memetakan situasi dia saat ini dan situasi yang dia inginkan di masa depan. Dua pertanyaan terakhir adalah contoh pertanyaan untuk menghasilkan ide-ide baru. Cara-cara bertanya seperti di atas akan kita pelajari lagi di bagian Kompetensi Coaching dan Alur Percakapan Coaching TIRTA.
Memaksimalkan Potensi
Prinsip coaching yang ketiga adalah memaksimalkan potensi. Untuk memaksimalkan potensi dan memberdayakan rekan sejawat, percakapan perlu diakhiri dengan suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang dikembangkan, yang paling mungkin dilakukan dan paling besar kemungkinan berhasilnya. Selain itu juga, percakapan ditutup dengan kesimpulan yang dinyatakan oleh rekan yang sedang dikembangkan.
Pertanyaan yang bisa dilontarkan oleh kita kepada rekan sejawat kita untuk bergerak maju adalah sebagai berikut:
Jadi apa yang akan Bapak/Ibu lakukan setelah sesi ini dari alternatif-alternatif tadi?
Kapan Bapak/Ibu akan melakukannya?
Bagaimana Bapak/Ibu memastikan ini bisa berjalan?
Siapa yang perlu dimintai dukungan?
Pertanyaan yang bisa dilontarkan oleh kita kepada rekan sejawat kita untuk meminta mereka menyimpulkan adalah sebagai berikut:
Apa yang bisa Bapak/Ibu simpulkan dari percakapan kita barusan?
Apa yang menjadi pandangan baru dari percakapan kita barusan?
Cara-cara bertanya seperti di atas akan kita pelajari lagi di bagian Kompetensi Coaching dan Alur Percakapan Coaching TIRTA
Dalam kehidupan sehari-hari, kemungkinan besar Bapak/Ibu sudah memiliki paradigma berpikir coaching dan memegang prinsip coaching dalam berkomunikasi dengan siapa saja. Mari kita lakukan refleksi diri sehubungan dengan paradigma berpikir coaching dan prinsip dengan menjawab pertanyaan yang disajikan.
Soal 1
Di antara paradigma berpikir dan prinsip coaching di bawah ini, manakah yang sudah Anda miliki?
Skala 1-10, jika 10 sudah dimiliki dan diterapkan setiap hari, dan 1 belum dimiliki. Ada di angka berapakah Anda?
Di akhir Program Guru Penggerak, Anda ingin meningkatkannya ke angka berapa?
Apa yang akan Anda lakukan untuk meningkatkan ke angka tersebut?
Your answer:
1. Fokus kepada coachee 6 menjadi 8
2. Bersikap terbuka dan ingin tahu 5 menjadi 8
3. Memiliki kesadaran diri yang kuat 5 menjadi 8
4. Mampu melihat peluang baru dan masa depan 6 menjadi 10
1. Kemitraan, 7 menjadi 10
2. Proses kreatif, 6 menjadi 8
3. Memaksimalkan potensi, 5 menjadi 8
Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak,
Kita sudah mempelajari paradigma berpikir coaching agar kita bisa memberdayakan rekan sejawat kita. Kita juga sudah mempelajari tiga prinsip coaching yang perlu kita pegang pada saat kita melakukan percakapan dengan rekan sejawat dalam rangka membantu mereka untuk mengembangkan kompetensi diri mereka dan menjadi otonom. Seperti kita ketahui bersama, di sekolah kita melakukan supervisi akademik untuk mengembangkan kompetensi mengajar guru yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas proses belajar di kelas. Prinsip dan paradigma berpikir coaching ini sangat bisa digunakan dalam proses supervisi ini, agar semangat yang lebih mewarnai proses supervisi adalah semangat yang memberdayakan, bukan mengevaluasi.
Kita ketahui bersama bahwa supervisi akademik memiliki tujuan untuk mengevaluasi kompetensi mengajar guru dan proses belajar di kelas. Pertanyaannya, apakah kita bisa mengevaluasi dan juga sekaligus memberdayakan? Costa dan Garmston (2016) menyampaikan bahwa kita bisa memberdayakan guru melalui coaching, kolaborasi, konsultasi, dan evaluasi, yang interaksinya bergantung kepada tujuan dan hasil yang diharapkan. Namun, posisi awal yang kita ambil adalah posisi sebagai seorang coach, sebelum kita mengetahui tujuan dan hasil yang diharapkan oleh guru yang akan kita berdayakan. Oleh sebab itu, prinsip dan paradigma berpikir coaching ini perlu selalu ada sebelum kita memberdayakan seseorang.
Bagaimana coaching digunakan dalam supervisi akademik akan kita pelajari secara lengkap di sub pembelajaran berikut. Tabel berikut memberikan gambaran perbedaan antara coaching, kolaborasi, konsultasi, dan evaluasi, dalam rangka memberdayakan guru.
Dari Tabel tersebut kita telah mengetahui perbedaan fungsi pendukung dalam usaha kita memberdayakan setiap potensi yang ada dalam komunitas sekolah.
Setelah mempelajari prinsip dan paradigma berpikir coaching, silahkan Bapak/Ibu melakukan refleksi pembelajaran dengan menjawab pertanyaan berikut.
Soal 1
Apa yang sudah Bapak/Ibu lakukan yang selaras dengan prinsip dan paradigma tersebut dalam mengembangkan kompetensi rekan sejawat?
Your answer:
Saya percaya bahwa coaching dapat menjadi alat yang baik untuk mengembangkan kompetensi rekan sejawat. Dengan menggunakan teknik-teknik seperti mendengarkan aktif, mengajukan pertanyaan yang menantang, dan memberikan umpan balik yang konstruktif, saya akan membantu mencapai potensi mereka.
Setelah memahami bagaimana paradigma berpikir dan prinsiap yang dibutuhkan agar dapat menjalankan percakapan coaching maka kali ini Bapak/Ibu Calon Guru Penggerak akan belajar kompetensi inti dalam coaching.
Berdasarkan ICF (International Coaching Federation) ada 8 kompetensi inti namun untuk kebutuhan Pendidikan Guru Penggerak, kita mempelajari 3 kompetensi inti yang penting dipahami, diterapkan, dan dilatih secara terus menerus saat melakukan percakapan coaching kepada teman sejawat di sekolah.
Kompetensi inti coaching:
Kehadiran Penuh/Presence
Mendengarkan Aktif
Mengajukan Pertanyaan Berbobot
Mendengarkan dengan RASA
Pada sesi ini, selain membaca dan mencermati materi, Bapak dan Ibu akan melakukan refleksi terkait materi Kompetensi Inti Coaching yang dipelajari, dengan menjawab beberapa pertanyaan yang disajikan.
Soal 1
Kehadiran penuh/presence adalah kemampuan untuk bisa hadir utuh bagi coachee, atau di dalam coaching disebut sebagai coaching presence sehingga badan, pikiran, hati selaras saat sedang melakukan percakapan coaching. Kehadiran penuh ini adalah bagian dari kesadaran diri yang akan membantu munculnya paradigma berpikir dan kompetensi lain saat kita melakukan percakapan coaching.
Menghadirkan diri sepenuhnya atau presence penting dilatih agar kita bisa selalu fokus untuk bersikap terbuka, sabar, ingin tahu lebih banyak tentang coachee. Kompetensi ini penting untuk dihadirkan sebelum dan selama percakapan coaching dilakukan.
Contoh kegiatan untuk melatih menghadirkan presence yang bisa kita lakukan adalah dengan melakukan kegiatan STOP dan Mindful Listening yang telah kita pelajari pada modul 2.2 Pembelajaran Sosial Emosional yang lalu.
Penting diingat tidak ada satu cara yang terbaik untuk semuanya karena setiap orang memiliki caranya masing-masing untuk dapat menghadirkan presence. Untuk itu temukan cara yang paling efektif untuk Bapak/Ibu agar bisa terus melatih diri dan menerapkannya sebelum dan selama melakukan percakapan coaching.
Pertanyaan Refleksi :
Tuliskan pengalaman Bapak/Ibu saat berhasil menghadirkan fokus selama melakukan percakapan dengan seseorang
Apa hal-hal yang biasanya dilakukan untuk menghadirkan fokus sebelum dan selama berkegiatan?
Tuliskan pengalaman Bapak/Ibu saat hilang fokus di saat sedang melakukan percakapan dengan seseorang
Apa yang biasanya menyebabkan hilangnya fokus?
Apa yang dilakukan untuk mengembalikan fokus?
Your answer:
Refleksi:
1. Menghadirkan fokus ketika sedang proses kerja kelompok berlangsung dan salah seorang murid mengganggu yang lain. Saya coba panggil ke depan dan duduk berhadapan, kemudian saya berikan air minum. Saya sarankan duduk yang tenang dan minum air secara perlahan kemudian saya bertanya tentang kesepakatan kelas tentang saling menghargai dan bagaimana setiap orang diperlakukan.
2. Saya mencoba teknik STOP dan Icebreaking
3.a Terlalu banyak tugas yang mempunyai batas waktu tertentu yang berimbas kepada pikiran, badan kurang sehat.
3.b Untuk mengembalikan fokus saat percakapan saya mencoba menarik nafas dalam dan minum teh/kopi.
Soal 2
Salah satu keterampilan utama dalam coaching adalah keterampilan mendengarkan dengan aktif atau sering kita sebut dengan menyimak. Kemampuan mendengarkan aktif atau menyimak perlu dilatih untuk fokus pada apa yang dikatakan oleh coachee dan memahami keseluruhan makna yang bahkan tidak terucapkan.
Kemampuan mendengarkan aktif atau menyimak perlu dilatih untuk fokus pada apa yang dikatakan oleh coachee dan memahami keseluruhan makna yang bahkan tidak terucapkan.
Saat menyimak atau mendengarkan aktif, elemen pertama yang perlu diperhatikan adalah menangkap kata kunci yang terucap oleh coachee. Kata Kunci biasanya mengandung makna yang tidak terucapkan dan perlu digali agar coachee dapat terbantu untuk lebih memahami situasi yang sedang dihadapinya. Ciri-ciri kata kunci biasanya:
Diucapkan dengan intonasi tertentu: Tinggi, rendah, melambat, lebih cepat atau dengan tekanan
Kadang diucapkan berulang kali: Jika satu kata, apalagi berupa kata sifat, diucapkan berulang, ini kata kunci, misal “Saya bingung/ragu/tidak tahu”
Diwakili oleh metafora atau analogi atau kata unik dalam bahasa asing, misal: “Saya tidak ingin seperti katak dalam tempurung”, “Saya merasa stuck”
Tidak jarang disertai emosi
Silakan Refleksikan Pengalaman Berada di 3 Situasi di bawah:
Tuliskan pengalaman Anda pada saat berbicara dengan orang kemudian Anda merasa di-label/dinilai oleh orang tersebut.
Apa yang Anda rasakan/pikirkan pada saat mendengarkan itu?
Apa yang Anda lakukan setelah mendengarkannya?
Tuliskan pengalaman Anda pada saat berbicara dengan orang kemudian Anda merasa/berpikir kalau orang tersebut salah mengartikan apa yang Anda sampaikan tanpa mengonfirmasinya terlebih dahulu .
Apa yang Anda rasakan/pikirkan pada saat mendengarkan itu?
Apa yang Anda lakukan setelah mendengarkannya?
Tuliskan pengalaman Anda pada saat berbicara dengan orang kemudian orang tersebut balik bercerita tentang pengalamannya/menasehati atau memberi saran berdasarkan pengalaman dia, tanpa Anda minta.
Apa yang Anda rasakan/pikirkan pada saat mendengarkan itu?
Apa yang Anda lakukan setelah mendengarkannya?
Your answer:
1.a Ketika seseorang melabeli saya apapun biasanya menjadi refleksi bahkan melabeli "cacing cau" dengan konotasi buruk tidak berguna saya hanya bergejolak sedikit.
1.b Setelah mendengarnya saya tersenyum saja, saya coba ajak bicara dengan santai. Karena saya juga tahu karakternya memang begitu. Justru dengan perkataan pedasnya kinerja menjadi naik.
2.a Saya merasa harus menjelaskan lebih lanjut secara terbuka sehingga tidak miskomunikasi dan menemukan solusi.
2.b Saya mengkonfirmasi ulang informasi yang disampaikan dengan konteks dan cara yang mungkin dimengerti.
3.a Saya mendengarkan dengan seksama dan ikut antusias
3.b Saya mengambil pelajaran dari apa yang diceritakan.
Soal 3
Dalam melakukan percakapan coaching ketrampilan kunci lainnya adalah mengajukan pertanyaan dengan tujuan tertentu atau pertanyaan berbobot. Pertanyaan yang diajukan seorang coach diharapkan menggugah orang untuk berpikir dan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan kompetensi.
Pertanyaan berbobot memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Hasil mendengarkan aktif: Menggunakan kata kunci yang didapat dari mendengarkan
Membantu coachee: Membuat coachee mengingat, merenung, dan merangkai fakta sehingga dapat memahami apa yang terjadi pada dirinya
Bersifat terbuka dan eksploratif: Struktur kalimat terbuka, membuat coachee harus menjawab sambal berpikir
Diajukan di momen yang tepat: Tidak terburu-buru dalam mengajukan pertanyaan dan ditanyakan di waktu yang coachee sudah siap memprosesnya
Setelah kita mengetahui ciri-ciri pertanyaan berbobot, tentunya kita perlu mengetahui bagaimana kiat-kiat untuk mengajukan pertanyaan berbobot. Kiat-kiat yang dapat kita coba adalah sebagai berikut:
Merangkum pernyataan-pernyataan coachee dari hasil mendengarkan aktif.
Menggunakan kata: Apa, Bagaimana, Seberapa, Kapan dan Dimana, dalam bentuk pertanyaan terbuka
Menghindari penggunaan kata tanya “mengapa” - karena bisa terasa ada “judgement”. Ganti kata “mengapa” dengan “apa sebabnya” atau “apa yang membuat”
Mengajukan satu pertanyaan pada satu waktu, jangan memberondong
Mengizinkan ada “jeda” atau “keheningan” setelah coachee selesai bicara, tidak buru-buru bertanya. Juga izinkan ada keheningan saat coachee memproses pertanyaan
Menggunakan nada suara yang positif dan memberdayakan
Kegiatan Refleksi
Bayangkan Anda berada di empat situasi di bawah ini:
Anda tidak dapat memenuhi target pekerjaan, lalu kepala sekolah/rekan kerja Anda mengajukan pertanyaan berikut:
Mengapa target tidak tercapai?
Kelihatannya Anda tidak merencanakannya dengan baik ya?
Memangnya Anda tidak mencoba cara A, B, C, D?
Apakah tidak diperhitungkan sebelumnya bahwa ini tidak akan terpenuhi?
Anda sedang bingung bagaimana mengimplementasikan apa yang Anda pelajari dalam 10 hari ini. Lalu, Anda menghubungi instruktur Anda, dan ini yang ia tanyakan:
Apakah Anda mengerjakan semua tugas selama 10 hari?
Apakah setiap ada sesi sinkronus Anda hadir? (saat Anda selesai menjawab, ia melanjutkan?) Betul?
Mengapa Anda bisa bingung kalau Anda hadir terus?
Apakah Anda tidak mencoba mencari tahu saat di kelas?
Anda tidak memahami suatu materi pelatihan, lalu meminta rekan Anda menjelaskan. Lalu ini yang ia tanyakan:
Kenapa Anda tidak mengerti?
Apa Anda tidak memperhatikan saat dijelaskan di depan?
Coba rasakan Anda ditanya seperti ini:
Sudah berapa lama Anda berada di posisi ini?
Apa tanggung jawab utama Anda?
Anda ingin “A” atau “B”?
Apakah tugasnya sudah diselesaikan?
Dia berbakat atau tidak?
Dari empat situasi di atas, jawablah pertanyaan berikut ini:
Apa yang terjadi dalam diri Anda pada saat ditanya dengan pertanyaan-pertanyaan seperti di atas?
Apa yang Anda pikirkan?
Apa yang Anda rasakan?
Apa respon Anda?
Your answer:
Jika dihadapkan pada pertanyaan yang kompleks, saya mencoba mendengarkan secara cermat dan berusaha merumuskan solusi yang lebih optimal.
Motivasi saya adalah menemukan solusi yang lebih baik untuk mencegah terjadinya insiden serupa di masa mendatang.
Saya mengalami perasaan sedih, namun segera bangkit dengan semangat untuk mengatasi permasalahan yang ada.
Sebagai respon, saya menerapkan teknik STOP untuk mengelola emosi dan fokus, kemudian mengajak pihak terkait untuk berdiskusi dan mencari solusi bersama.
Soal 4
Setelah mempelajari bagaimana mendengarkan aktif, berikut ini adalah salah satu referensi yang dapat kita gunakan untuk mengajukan pertanyaan berbobot hasil dari mendengarkan aktif yaitu RASA yang diperkenalkan oleh Julian Treasure.
RASA merupakan akronim dari Receive, Appreciate, Summarize, dan Ask yang akan dijelaskan sebagai berikut:
R (Receive/Terima), yang berarti menerima/mendengarkan semAskua informasi yang disampaikan coachee. Perhatikan kata kunci yang diucapkan.
A (Appreciate/Apresiasi), yaitu memberikan apresiasi dengan merespon atau memberikan tanda bahwa kita mendengarkan coachee. Respon yang diberikan bisa dengan anggukan, dengan kontak mata atau melontarkan “oh…” “ya…”. Bentuk apresiasi akan muncul saat kita memberikan perhatian dan hadir sepenuhnya pada coachee tidak terganggu dengan situasi lain atau sibuk mencatat.
S (Summarize/Merangkum), saat coachee selesai bercerita rangkum untuk memastikan pemahaman kita sama. Perhatikan dan gunakan kata kunci yang diucapkan coachee. Saat merangkum bisa gunakan potongan-potongan informasi yang telah didapatkan dari percakapan sebelumnya. Minta coachee untuk konfirmasi apakah rangkuman sudah sesuai
Setelah merangkum apa yang disampaikan coachee bagian terakhir adalah
A (Ask/Tanya). Sama dengan apa yang sudah disampaikan sebelumnya terkait kiat mengajukan pertanyaan berbobot berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan saat mengajukan pertanyaan:
ajukan pertanyaan berdasarkan apa yang didengar dan hasil merangkum (summarizing)
ajukan pertanyaan yang membuat pemahaman coachee lebih dalam tentang situasinya
pertanyaan harus merupakan hasil mendengarkan yang mengandung penggalian atas kata kunci atau emosi yang sudah dikonfirmasi
dalam format pertanyaan terbuka: menggunakan apa, bagaimana, seberapa, kapan, siapa atau di mana
Hindari menggunakan pertanyaan tertutup: “mengapa” atau “apakah” atau “sudahkah”
Bapak/Ibu, setelah sebelumnya kita sudah bersama-sama mendengar dan merangkum apa yang disampaikan coachee sekarang mari kita latihan untuk mengajukan pertanyaan dari apa yang sudah dirangkum sebelumnya.
Kegiatan Latihan Mendengarkan, Merangkum, dan Bertanya dengan RASA
Simak video latihan mendengarkan dan merangkum berikut ini.
Simak baik-baik apa yang dikatakan oleh coachee dalam video tersebut.
Temukan kata kunci dari perkataan coachee.
Rangkum perkataan coachee setiap setelah coachee berbicara.
Ajukan pertanyaan berbobot, menggunakan kata kunci yang disampaikan oleh coachee.
Rekam latihan tersebut dalam bentuk audio atau video.
Simak rekaman tersebut dan reviu rangkuman dan pertanyaan Anda.
Apakah Anda sudah merasa bahwa Anda sudah mendapatkan kata kunci yang tepat?
Apakah pertanyaan Anda sudah berbobot?
Anda boleh mengulangi latihan ini satu kali lagi agar lebih terlatih dalam mendengarkan dan mengajukan pertanyaan.
Bandingkan hasil latihan pertama dan kedua Anda. Bagian mana yang sudah menjadi lebih baik?
Your answer:
Rangkuman:
Kata kunci coachee
Guru-guru mengalami beban kerja yang sangat berat akibat pandemi.
Kesejahteraan guru, baik fisik maupun mental, terancam akibat beban kerja yang berlebihan.
Guru juga harus berperan sebagai orang tua bagi anak-anak mereka di rumah.
Coachee ingin membantu guru-guru meningkatkan kesejahteraan mereka.
Membantu guru-guru menemukan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan profesional.
Meningkatkan fokus dan produktivitas guru.
Solusi yang diusulkan coachee:
Melakukan percakapan satu per satu dengan guru untuk memahami kondisi mereka secara lebih mendalam dan memberikan dukungan personal.
Mengadakan pertemuan kelompok untuk berbagi pengalaman, mencari solusi bersama, dan membuat rencana aksi.
Menyediakan waktu dan ruang bagi guru untuk melakukan kegiatan yang dapat membantu mereka rileks dan mengurangi stres.
Memberikan dukungan emosional kepada guru-guru untuk membantu mereka mengatasi kesulitan yang mereka hadapi.
Pertanyaan berbobot untuk coachee berdasarkan rangkuman:
Apa yang membuat kesejahteraan guru-guru di sekolah anda terganggu?
Kesejahteraan bagi guru itu menurut anda yang seperti apa?
Berdasarkan yang ada kemukakan jika kita memakai skala 1-10, di posisi mana guru-guru anda dalam tingkat kesejahteraannya?
Kira-kira menjadi posisi berapa guru-guru anda yang ingin anda bantu tingkatkan?
Sudah mempunyai rencana untuk membantu mereka?
Apa yang membuat guru-guru di sekolah anda senang dengan hal itu?
Rencana jangka pendek untuk melakukan yang telah tadi diceritakan, kapan kira-kira?
Sekarang, saatnya Anda mempelajari tentang percakapan coaching yang menjadi acuan interaksi antara Pemimpin Pembelajaran dan Kepala Sekolah (disebut sebagai coach) dan Rekan Sejawat (disebut sebagai coachee). Dibutuhkan kemampuan seorang coach untuk dapat menavigasi tujuan dan arah percakapan yang dibutuhkan coachee dengan menggunakan acuan interaksi berikut ini (Costa dan Garmston, 2016):
Sebelum membahas dan memberikan contoh alur yang spesifik dari setiap percakapan coaching di atas, kami perkenalkan acuan umum sebuah alur percakapan coaching yang akan membantu peran coach dalam membuat percakapan coaching menjadi efektif dan bermakna yaitu alur TIRTA.
TIRTA dikembangkan dari satu model umum coaching yang dikenal sangat luas dan telah banyak diaplikasikan, yaitu GROW model. GROW adalah kepanjangan dari Goal, Reality, Options dan Will.
Pada tahapan 1) Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini,
2) Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee,
3) Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi.
4) Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.
Alur percakapan coaching TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang membuat kita memiliki paradigma berpikir, prinsip dan keterampilan coaching untuk memfasilitasi rekan sejawat agar dapat belajar dari situasi yang dihadapi dan membuat keputusan-keputusan bijaksana secara mandiri. Hal ini penting mengingat tujuan coaching yaitu untuk pengembangan diri dan membangun kemandirian. Melalui alur percakapan coaching TIRTA, kita diharapkan dapat melakukan pendampingan baik kepada rekan sejawat maupun muridnya.
Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya.
Sebagai seorang coach salah satu peran terpentingnya adalah membantu coachee menyadari potensi yang dimiliki untuk mengembangkan kompetensi dirinya, dan menjadi mandiri melalui pendampingan yang mengedepankan semangat memberdayakan
Tujuan Umum (Tahap awal dimana kedua pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. Idealnya tujuan ini datang dari coachee)
Dalam tujuan umum, beberapa hal yang dapat coach rancang (dalam pikiran coach) dan yang dapat ditanyakan kepada coachee diantaranya:
Apa rencana pertemuan ini?
Apa tujuannya?
Apa tujuan dari pertemuan ini?
Apa definisi tujuan akhir yang diketahui?
Apakah ukuran keberhasilan pertemuan ini?
Seorang coach menanyakan kepada coachee tentang sebenarnya tujuan yang ingin diraih
Identifikasi (Coach melakukan penggalian dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan, dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi)
Beberapa hal yang dapat ditanyakan dalam tahap identifikasi ini diantaranya adalah:
Kesempatan apa yang Bapak/Ibu miliki sekarang?
Dari skala 1 hingga 10, dimana posisi Bapak/Ibu sekarang dalam pencapaian tujuan Anda?
Apa kekuatan Bapak/Ibu dalam mencapai tujuan tersebut?
Peluang/kemungkinan apa yang bisa Bapak/Ibu ambil?
Apa hambatan atau gangguan yang dapat menghalangi Bapak/Ibu dalam meraih tujuan?
Apa solusinya?
Rencana Aksi (Pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat)
Apa rencana Ibu/bapak dalam mencapai tujuan?
Adakah prioritas?
Apa strategi untuk itu?
Bagaimana jangka waktunya?
Apa ukuran keberhasilan rencana aksi Bapak/Ibu?
Bagaimana cara Bapak/Ibu mengantisipasi gangguan?
Tanggungjawab (Membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya)
Apa komitmen Bapak/Ibu terhadap rencana aksi?
Siapa dan apa yang dapat membantu Bapak/Ibu dalam menjaga komitmen?
Bagaimana dengan tindak lanjut dari sesi coaching ini?
Dengan menjalankan alur TIRTA ini, harapannya seorang kepala sekolah dapat dapat menjalankan percakapan berbasis coaching dengan lebih efektif dan bermakna.
Mari kita refleksikan bersama pengalaman Anda saat memberikan dan menerima umpan balik:
Soal 1
Pengalaman proses umpan balik yang bagaimana membantu pengembangan diri dan mendorong perubahan diri Anda?
Umpan balik yang efektif mencakup contoh tindakan tertentu, memudahkan saya memahami aspek yang perlu ditingkatkan atau dipertahankan.
Umpan balik yang memberikan saran konkret, bukan sekadar kritik, saya merasa didukung untuk tumbuh.
Umpan balik dalam bentuk dialog membuka kesempatan bagi saya bertanya dan berdiskusi, menciptakan suasana yang nyaman
Soal 2
Menurut Anda, bagaimana umpan balik yang disampaikan dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mengembangkan dirinya secara mandiri?
Menurut saya adalah umpan balik yang spesifik meningkatkan kesadaran diri seseorang atas kekuatan dan kelemahannya, membangun kepercayaan diri untuk terus belajar, dan mendorong pemikiran kritis dalam mencari solusi.
Pada sesi ini, Bapak dan Ibu akan melakukan refleksi terkait materi Supervisi Akademik dengan Paradigma Berpikir Coaching yang sudah dipelajari, dengan menjawab beberapa pertanyaan yang disajikan.
Soal 1
Mari kita simak video berikut ini dimana Pak Lukman sedang menjalani percakapan coaching terkait situasi yang dihadapi: https://youtu.be/tLS_N8qfZrQ
Bagaimana Anda selama ini melihat dan merasakan peran supervisi akademik dalam proses pengembangan diri Anda?
Your answer:
Saya berpandangan bahwa supervisi akademik sangat membantu saya dalam pengembangan diri, baik sebagai guru di kelas maupun sebagai personal.
Ada umpan balik yang dapat dijadikan sebagai perbaikan atas kinerja yang kurang dan dapat berkolaborasi dengan rekan yang lainnya untuk bersama-sama memperbaiki diri.
Dalam pelaksanaannya ada dua paradigma utama yang menjadi landasan kita menjalankan proses supervisi akademik yang memberdayakan, yakni paradigma pengembangan kompetensi yang berkelanjutan dan optimalisasi potensi setiap individu.
Setiap kepala sekolah dan pemimpin pembelajaran seyogyanya berfokus pada peningkatan kompetensi pendidik dalam mendesain pembelajaran yang berpihak pada murid yang bertujuan pada pengembangan sekolah sebagai komunitas praktik pembelajaran. Seorang supervisor memahami makna dari tujuan pelaksanaan supervisi akademik di sekolah (Sergiovanni, dalam Depdiknas, 2007):
Pertumbuhan: setiap individu melihat supervisi sebagai bagian dari daur belajar bagi pengembangan performa sebagai seorang guru,
Perkembangan: supervisi mendorong individu dalam mengidentifikasi dan merencanakan area pengembangan diri,
Pengawasan: sarana dalam monitoring pencapaian tujuan pembelajaran.
Tujuan supervisi akademik ini terpadu dan integral, tidak mengesampingkan tujuan yang satu dari yang lainnya.
Dalam setiap interaksi keseharian di sekolah, seorang pemimpin pembelajaran dan sekolah perlu menghidupi paradigma berpikir yang memberdayakan bagi setiap warga sekolah dan melihat kekuatan-kekuatan yang ada dalam komunitasnya. Melalui supervisi akademik potensi setiap guru dapat dioptimalisasi sesuai dengan kebutuhan yang nantinya dapat membantu para guru dalam proses peningkatan kompetensi dengan menerapkan kegiatan pembelajaran baru yang dimodifikasi dari sebelumnya. Dan salah satu strategi yang dapat dilakukan dalam mencapai tujuan tersebut adalah melalui percakapan coaching dalam keseluruhan rangkaian supervisi akademik.
Beberapa prinsip-prinsip supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching meliputi:
Kemitraan: proses kolaboratif antara supervisor dan guru
Konstruktif: bertujuan mengembangkan kompetensi individu
Terencana
Reflektif
Objektif: data/informasi diambil berdasarkan sasaran yang sudah disepakati
Berkesinambungan
Komprehensif: mencakup tujuan dari proses supervisi akademik
Pada umumnya pelaksanaan supervisi akademik didasarkan pada kebutuhan dan tujuan sekolah dan dilaksanakan dalam tiga tahapan, yakni perencanaan, pelaksanaan supervisi, dan tindak lanjut. Pada tahap perencanaan, supervisor merumuskan tujuan, melihat pada kebutuhan pengembangan guru, memilih pendekatan, teknik, dan model, menetapkan jadwal, dan mempersiapkan ragam instrumen.
Tahap pelaksanaan diisi dengan kegiatan berdasarkan teknik dan model yang dipersiapkan. Kegiatan bervariasi dari kegiatan individu dan/atau berkelompok. Salah satu bagian dalam tahapan pelaksanaan supervisi akademik adalah observasi pembelajaran di kelas atau yang biasanya kita sebut sebagai supervisi klinis. Istilah supervisi klinis ini diperkenalkan oleh Morris Cogan dari Harvard University. Dalam buku Supervision for a Better School, Lovell (1980) mendefinisikan supervisi klinis sebagai rangkaian kegiatan berpikir dan kegiatan praktik yang dirancang oleh guru dan supervisor dalam rangka meningkatkan performa pembelajaran guru di kelas dengan mengambil data dari peristiwa yang terjadi, menganalisis data yang didapat, merancang strategi untuk meningkatkan hasil belajar murid dengan terlebih dulu meningkatkan performa guru di kelas.
Sebuah kegiatan supervisi klinis bercirikan:
Interaksi yang bersifat kemitraan
Sasaran supervisi berpusat pada strategi pembelajaran atau aspek pengajaran yang hendak dikembangkan oleh guru dan disepakati bersama antara guru dan supervisor
Siklus supervisi klinis: pra-observasi, observasi kelas, dan pasca-observasi
Instrumen observasi disesuaikan dengan kebutuhan
Objektivitas dalam data observasi, analisis dan umpan balik
Analisis dan interpretasi data observasi dilakukan bersama-sama melalui percakapan guru dan supervisor
Menghasilkan rencana perbaikan pengembangan diri
Merupakan kegiatan yang berkelanjutan
Siklus dalam supervisi klinis pada umumnya meliputi 3 tahap yakni
Pra-observasi, Observasi dan Pasca-observasi.