Hi T-Friends!
Teman-teman tau ga apa itu Kontes Robot Terbang Indonesia? Apa itu lomba membuat pesawat terbang? atau membuat transformers yang bisa terbang? Mari kita simak mengenai hal ini melalui pengalaman yang dibagikan oleh Edo, TELADAN 2023!
Kontes Robot Terbang Indonesia (KRTI) pertama kali diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi menlalui Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (Ditlitabmas) bersama dengan Institut Teknologi bandung pada tahun 2013. Latar belakang terbentuknya kegiatan ini adalah karena pesawat tanpa awak (Unmanned Aerial Vehicle, UAV) atau Unmanned Aircraft System (UAS), yang merupakan wahana terbang nir-awak, sedang kian berkembang pesat di ranah riset unmanned system (sistem nir-awak) di dunia selama satu dasawarsa ini. Pesawat terbang tipe ini sudah banyak digunakan di ranah departemen pertahanan, seperti untuk pemantauan (monitoring) dan pemetaan (mapping), atau badan-badan riset, termasuk di perguruan tinggi yang meneliti, mengkaji, dan mengembangkan. Selain itu, hal ini sudah mulai digunakan dalam dunia industri dan bidang sipil. Kontes Robot Terbang Indonesia (KRTI) 2023 dimulai dengan babak penyisihan yang dibagi menjadi KRTI Wilayah I dan Wilayah II dan nanti peserta yang lolos akan menuju KRTI final di Institut Teknologi Sumatera (ITERA), Lampung.
Edo (Teladan'23)
Pembicara kita kali ini adalah Alfiedo Aryaputra Pongrante yang kerap disapa Edo. Edo merupakan mahasiswa Teknik Mesin angkatan 2022 dan merupakan peserta teladan 2023. Selain mengikuti kegiatan dari TSA ITB, Edo juga merupakan anggota aktif dari unit AKSANTARA, unit kegiatan mahasiswa yang bergerak di bidang penelitian dan pengembangan Unmanned Aerial Vehicle (UAV). Kali ini, Edo akan berbagi cerita dengan T-friends mengenai keseruan persiapan dan pengalaman mengikuti KRTI!
Sejak kecil, Edo sudah menyukai pesawat dan memiliki cita-cita impian untuk menjadi pilot pesawat tempur. Edo juga sudah sering menonton air show pesawat karena kebetulan rumah Edo terletak dekat dengan bandara Halim Perdanakusuma. Namun, sayangnya impian itu pupus ketika tidak lolos penyisihan penerimaan mahasiswa penerbangan. Kegagalan ini tidak membuat Edo menyerah dengan kecintaannya terhadap pesawat, sehingga Edo memili mindset “Jika tidak bisa membawa pesawat, maka harus bisa membuat mesin pesawatnya”. Oleh karena itu, saat ini Edo menimba ilmu di Teknik Mesin ITB dan mengikuti kegiatan unit Aksantara agar dapat belajar banyak mengenai pesawat dan mesin-mesinnya. Dibandingkan dengan Teknik Penerbangan yang secara garis besarnya belajar mengenai aerodynamics, Edo lebih memilih masuk Mesin karena lebih suka belajar bagian sistem mesinnya.
Persiapan sebelum mengikuti KRTI
KRTI sendiri memiliki 4 cabang, yaitu Fix Wing, VTOL, Technology Development, dan Racing Plane dengan beberapa sub-tema pada cabang Technology Development, yaitu Airframe Innovation, Propulsion System Development yang dibagi menjadi Prime Mover; Electronic Speed Controller; dan Propeller, Flight Controller Development, dan Ground Control System, sehingga terdapat banyak kelompok juga yang dikirim sebagai perwakilan ITB untuk setiap cabang dan sub-temanya. Edo berada di kelompok cabang technology development Edo bercerita bahwa persiapan yang dilakukan untuk KRTI sangatlah hectic, sampai beberapa kali tidak tidur dan harus rela meninggalkan kelas (ini hanya 1 atau 2 pelajaran ya teman-teman ^^). KRTI memberikan guidebook kepada peserta, sehingga peserta mempersiapkan terlebih dahulu hal yang akan dibawakan pada saat lomba. Edo menjelaskan bahwa pada tahapan awal, mereka melakukan kegiatan design dengan media komputasi kemudian dianalisis. Jika sudah dirasa baik, maka akan dilanjut ke proses manufaktur. Edo menjelaskan bahwa tahapan design dan manufaktur ini adalah tahapan yang memakan waktu paling panjang.
Selain persiapan materi dan prototype pesawat, Edo juga melakukan persiapan mental dalam mengikuti kegiatan. Cara Edo mempersiapkannya adalah dengan percaya diri terhadap apa yang dibawakan pada saat lomba. Pada perlombaan ini, peserta tidak melihat lawan secara langsung, beda seperti permainan sepak bola atau lomba lainnya, KRTI bergantung pada juri, sehingga harus percaya dengan apa yang dibawakan dan yang sudah dipersiapkan selama ini.
KRTI memiliki babak penyisihan yang dibagi menjadi dua wilayah Indonesia, yaitu Indonesia bagian barat dan timur, dan akhirnya nanti akan lanjut ke final di Institut Teknologi Sumatera, Lampung. Selama mengikuti rangkaian kegiatan, Edo memiliki cerita senang dan sedih. Edo bercerita bahwa timnya terdiri dari 19 orang dan baru terbentuk 1 tahun yang lalu dan tahun lalu covid, sehingga timnya tidak mengikuti lomba dan akhirnya tidak mengenali siapa-siapa dan susah bertemu. Hal ini membuat koordinasi dan komunikasi menjadi sulit. Namun, karena seleksi wilayah dan nasional dilakukan karantina, kurang lebih 4 hari, hal ini membuat tim Edo menjadi lebih mengenal satu dengan yang lain dan banyak melakukan interaksi. Pengalaman sedih lainnya adalah ketika pesawat yang dibuat sering jatuh dan patah mendekati hari lomba, sehingga mereka harus melakukan reparasi yang memakan waktu sekitar 2 hari. Hal ini juga terjadi saat satu hari sebelum final, saat percobaan, pesawat tim Edo nyangkut ke pohon, sehingga harus memperbaiki sayap dan motor pesawat (sangat bersyukur tim Edo membawa motor cadangan dari ITB). Namun, semua orang dalam tim tetap mencoba mendukung dan memberi semangat satu dengan yang lain sehingga tidak ada yang merasa sangat tertekan dan stress berat.
Pengalaman yang paling berkesan dan tidak dapat dilupakan adalah ketika diumumkan sebagai Juara 2 pada cabang Technology Development dengan tema Propulsion System Development dan sub-tema Propeller. Ketika dipanggil sebagai Juara 2, rasa lelah dan stress yang sudah dialami mulai dari persiapan hingga saat final pada saat itu langsung hilang dan diganti dengan rasa bangga dan senang karena semua yang sudah dilalui terbayarkan oleh kemenangan tersebut.
Selama mengikuti kegiatan, pastinya ada rasa tidak percaya diri melihat hasil inovasi pesawat mereka apalagi saat berbicara mengenai persiapan dan perancangan pesawat mereka, apalagi ketika tahu mereka sangat difasilitasi oleh kampus, mulai dari proses pemotongan bahan hingga tempat mereka bekerja. Namun, cara mengatasi hal ini, Edo merasa pasti tidak ada yang perfect di dunia ini, sehingga Edo melihat kelemahan yang dimiliki oleh tim lain dan membandingkannya dengan tim dari ITB. Sehingga hal ini yang membuat Edo percaya diri dengan apa yang dimiliki oleh tim KRTI - Aksantara ITB.
Edo sendiri sudah membuat janji kepada ketua tim sebelumnya. Edo berjanji jika pada KRTI 2023 tidak bisa mendapat juara 1, maka Edo akan melanjutkan perjuangan ini di tahun depan. Edo, yang merasa kurang puas dengan hasil yang didapatkan, sudah mulai membuat rancangan dan draft baru untuk perlombaan KRTI tahun depan. Edo berharap melalui pengalaman KRTI 2023 ini, Edo dan tim Aksantara ITB bisa mengembangkan dan mendevelop prototype dari setiap cabang lomba menjadi lebih baik lagi dan bisa membawa kemenangan bagi ITB di tahun 2024.
"Untuk teman-teman yang masih ragu untuk mengikuti lomba, boleh coba untuk mengikuti lomba yang sesuai dengan passion masing-masing. Jangan ikut lomba hanya karena nama lomba tersebut besar, FOMO, dan hanya untuk memenuhi CV saja. Teman-teman juga harus percaya diri dengan apa yang dibawakan dan sesuai dengan kapabilitas yang dimiliki pada saat itu. Jika teman-teman kapabilitasnya hanya mampu meberikan sampai tingkat tertentu, percaya saja dengan apa yang sudah dipersiapkan dan kembangkan saja hal yang sudah dimiliki sekarang. Jika nanti belum menang, ambil saja ilmunya dan pelajari untuk kedepannya. Pengalaman lapangan adalah pengalaman yang paling berharga dan tidak tergantikan, walau sudah riset beberapa tahun, tetapi tidak mengikuti lomba, sama saja riset tersebut akan sia-sia. Jadi, coba dan percaya diri saja dulu!"
-Edo, Teladan'23
Ditulis oleh : Veronica Theresya (AS'20 | TELADAN'21)