Apakah kalian pernah mendengar istilah Hackathon? Penggemar drama Korea Start Up pasti sudah tidak asing dengan istilah ini. Hackathon adalah kompetisi untuk memecahkan sebuah permasalahan berdasarkan topik tertentu dalam jangka waktu yang terbatas, solusi yang dihasilkan bisa berupa prototipe atau produk. Nah, kali ini kita akan mengulik pengalaman Octavianus Bagaswara Adi, biasa dipanggil Bagas, sebagai pemenang Ideacode Mile Zero Project 2.0, keren banget sih!
Sebelum itu, yuk kenalan dengan Bagas dulu. Bagas adalah mahasiswa jurusan Teknik Dirgantara ITB angkatan 2020 dan TELADAN 2021. Sebelum menjadi pemenang Ideacode MZP 2.0, Bagas sudah pernah mengikuti beberapa perlombaan. Uniknya, lomba pertama yang diikuti Bagas adalah Mile Zero Project juga, namun saat itu ia masih belum memiliki pengalaman dalam programming maupun penulisan paper. Menurut Bagas, dengan sering mengikuti perlombaan ia menjadi lebih terbiasa dan tahu apa pendekatan yang harus dilakukan, tidak bingung-bingung lagi seperti di awal. Selain itu, menurut Bagas perlombaan juga menarik dan seru karena sifatnya praktikal, tidak seperti di kelas yang sejauh ini hanya mempelajari teori saja. Walaupun materi di kelas tidak sepenuhnya terkait dengan topik perlombaan, ada benang merah yang bisa ditarik antara keduanya.
"Misalnya di Ideacode ini temanya adalah sustainable energy, topik yang aku ambil adalah mengenai turbin angin dan ada kaitannya dengan teori-teori yang aku pelajari di kelas karena sebenarnya Teknik Dirgantara bukan cuma belajar tentang pesawat."
Perjalanan Ideacode Milezero Project 2.0
Ideacode MZP 2.0 mengangkat tema “Accelerating SDGs by Utilizing Smart App Solution”. Sebelum memulai, hal pertama yang Bagas lakukan adalah mencari teammate. Sebelumnya, Bagas memang sudah memiliki teammate perlombaan namun salah satu requirement Ideacode adalah harus memiliki 1 teammate perempuan sehingga ia harus mencari teammate baru. Menurut Bagas, penting sekali untuk mencari teammate yang memiliki semangat juang yang sama dan mau mengikuti perlombaan dengan serius. Teammate yang sesuai itu bisa didapat dengan trial and error. Selain itu, penting juga untuk memilih teammate yang memiliki expertise yang berbeda-beda agar bisa saling membantu.
Tahap-tahap yang ada pada Ideathon MZP 2.0 cukup banyak. Tahap pertama merupakan seleksi awal yaitu mengumpulkan paper yang menjelaskan gambaran besar atas permasalahan yang diambil dan solusinya. Bagas dan teman-temannya mulai brainstorming untuk mencari permasalahan terkait dengan SDGs dan solusi yang bisa ditawarkan. Di tahap ini, sebenarnya sempat muncul rasa pesimis karena tema yang mereka ambil sangat berbeda dari peserta lain. Ketika solusi dari peserta lain lebih fokus untuk membangun sebuah start up, Bagas dan timnya sama sekali tidak berpikir ke arah tersebut. Hal ini membuat mereka sedikit insecure namun ternyata mereka berhasil lolos tahap pertama!
Setelah lolos tahap awal, tahap kedua merupakan 10 days of code yang mana mereka harus membuat prototipe aplikasi hanya dalam 10 hari. Ini merupakan salah satu tahap yang cukup sulit untuk Bagas karena aplikasi yang mereka buat tidak bisa dijalankan selama 5 hari, alias aplikasinya “ngebug”. Bagas sempat tidak tidur selama 2-3 hari pada tahap ini. Namun, Bagas dan timnya tetap berusaha untuk mencari solusi atas masalah tersebut dan akhirnya aplikasinya dapat berjalan dengan lancar.
Setelah selesai membuat prototipe aplikasi, tahap selanjutnya adalah pitching. Bagas dan timnya berusaha untuk belajar cara meng-impress orang dan latihan berkali-kali sampai lancar. Karena saat pitching juga ada sesi tanya-jawab, mereka berusaha mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan yang mungkin ditanyakan. Intinya, harus berusaha mempersiapkan diri dari segala sisi dengan baik agar bisa mendapatkan hasil yang terbaik juga.
Apakah ada pembelajaran dari TELADAN yang membantu Bagas dalam mengikuti perlombaan?
Menurut Bagas, pembelajaran yang didapat selama menjadi TELADAN membantunya untuk menjalani perlombaan. Selama menjadi TELADAN, Bagas selalu diajarkan untuk tetap grit dan strive for excellence, hal itu ia terapkan selama menjalani perlombaan. Tanpa grit, bisa saja Bagas menyerah di tengah ketika aplikasi yang dirancang “ngebug”. Ideacode berlangsung sekitar 4 bulan, yaitu dari Desember 2021 sampai Maret 2022. Selama itu, Bagas juga harus memiliki stress dan priority management yang baik karena kegiatan akademik tetap berlangsung. Hal yang paling penting juga adalah strive for excellence karena jika tidak memberikan yang terbaik maka Bagas tidak akan bisa mendapatkan pencapaian ini.
Setelah perjalanan yang cukup panjang, akhirnya Bagas dan timnya berhasil meraih peringkat pertama. Dari yang awalnya merasa insecure sampai akhirnya bisa meraih peringkat pertama, Bagas belajar bahwa menjadi unik dan berbeda itu baik.
Pesan dari Bagas untuk teman-teman
“Jika mau ikut lomba, jangan takut untuk menjadi berbeda karena menjadi berbeda itu memunculkan keunikan sendiri yang bisa menjadi nilai tambah. Selama mempunyai harapan yang kuat, lakukan saja hal yang ingin dilakukan.”
Semoga pengalaman Bagas dapat menginspirasi kalian, sampai jumpa di InsighTSA selanjutnya!
Ditulis oleh: Claudia (IF'20 | TELADAN'21)