Oleh Ike Wardhana Efroza, S.Pd.
“Dengan adanya budi pekerti, tiap-tiap manusia berdiri sebagai manusia merdeka (berpribadi), yang dapat memerintah atau menguasai diri sendiri. Inilah manusia beradab dan itulah maksud dan tujuan pendidikan dalam garis besarnya.” (Ki Hajar Dewantara)
Kutipan dari Ki Hajar Dewantara di atas menyiratkan harapan atas hasil dari proses pendidikan yakni Budi Pekerti. Dalam Islam pun, akhlak adalah output dari sebuah pemahaman tentang keimanan dan ibadah yang benar.
Maka dari itulah, sebagai guru yang menjadi poros penting dalam proses pendidikan di sekolah harus benar-benar memahami hal ini. Dengan pemahaman tersebut, guru diharapkan tidak hanya sekedar mengajar, namun memiliki visi untuk dapat berperan optimal dalam menumbuhkan karakter yang baik (budi pekerti/akhlak).
Strategi atau metode yang bisa dilakukan tentu beragam, namun beberapa hal yang bisa dilakukan adalah penanaman budaya positif dan pembelajaran sosial emosional.
Dewasa ini, barangkali banyak guru yang merasa bahwa tugas utamanya hanyalah mengajar dan yang menjadi target pengembangan murid hanya sebatas kemampuan akademik, padahal jika kita merujuk pada apa yang disampaikan Ki Hajar Dewantara, keberadaan guru tentu tidaklah hanya ditujukan untuk membuat murid pintar secara akademik. Namun lebih dari itu adalah agar mereka menjadi manusia paripurna dengan budi pekerti yang baik.
“Apapun yang dilakukan oleh seseorang itu, hendaknya dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri, bermanfaat bagi bangsanya, dan bermanfaat bagi manusia di dunia pada umumnya.” (Ki Hajar Dewantara)