Hukum Acara Pidana FH UI
Public Lecture @FH UI
Film klasik ‘12 Angry Men’ (1957) mengangkat topik seputar ketidakadilan terhadap warga non-kulit putih di Amerika Serikat. Dikisahkan tentang perdebatan antara 12 juri di pengadilan AS dalam kasus pembunuhan tunggal. Terdakwa adalah seorang anak berusia 18 tahun yang dituduh membunuh ayahnya sendiri, dan dalam persidangan ini ia terancam hukuman mati.
1. Kronologi Kasus
Film ‘12 Angry Men’ menggambarkan berjalannya persidangan di pengadilan Amerika Serikat, yang menjatuhkan hukuman terhadap seorang Terdakwa berkulit hitam berusia 18 tahun, atas tuduhan tindak pidana pembunuhan berencana tingkat pertama.
Plot persidangan berlokasi di New York City, AS, sebagai tempat yang menggunakan sistem juri dalam proses di pengadilan. Seluruh alat bukti dihadirkan dalam persidangan ini untuk memperkuat bahwa terdakwa adalah pelaku pembunuhan.
Berdasarkan alat bukti, berupa keterangan saksi, keterangan terdakwa, petunjuk, dan barang bukti, disimpulkan bahwa kejadian pembunuhan ini disebabkan karena perselisihan antara Terdakwa (anak) dengan ayahnya, yang mana pada saat pertengkaran, sang ayah memukuli anaknya beberapa kali. Setelah pertengkaran, anak itu keluar rumah pukul 20:00 menuju toko bekas dan membeli pisau lipat dengan ukiran pada bagian gagangnya.
Lanjut sekitar pukul 20:45 anak itu berada di kedai bersama kawan-kawannya, yang melihat pisau yang baru dibelinya. Diduga pisau itulah yang digunakan untuk membunuh korban. Terdakwa meninggalkan kedai pukul 21:45 dan tiba di rumah pukul 22:00. Kemudian keluar lagi menuju bioskop pukul 23:30. Saat pulang pukul 03:10 anak tersebut menemukan ayahnya telah tewas tergeletak di rumah akibat ditusuk suatu dengan menggunakan pisau lipat.
Guna memperoleh keputusan Terdakwa bersalah atau tidak, harus ada suara bulat 12 juri di persidangan. Saat voting, 11 juri menyatakan Terdakwa bersalah, dan 1 juri meyakini Terdakwa tidak bersalah berdasarkan keraguan yang beralasan.
Perbandingan hasil voting 11:1 ini menyebabkan para juri berdiskusi membahas fakta dan alat bukti, yakni keterangan saksi dan pisau lipat. Diskusi penuh dengan emosi, karena perdebatan yang memicu kemarahan dan ketegangan. Namun setelah melewati proses panjang, semua juri akhirnya memutuskan bahwa Terdakwa tidak bersalah.
2. Perbandingan Sistem Common Law dan Civil Law
Apabila dikaitkan dengan sistem Hukum Acara Pidana, yang diterapkan dan berlaku di Indonesia berdasarkan KUHAP dan RKUHAP, terdapat perbedaan ketentuan alat bukti, sebagaimana berikut:
Indonesia menganut sistem Civil Law yang memberikan perlindungan terhadap Tersangka dengan mengacu pada asas praduga tidak bersalah. Hakim bersifat aktif dalam menemukan fakta hukum dan cermat menilai alat bukti, dan berperan besar dalam memutus perkara.
Dalam sistem Common Law, yurisprudensi merupakan sumber hukum utama. Hakim terikat untuk mengikuti dan atau menerapkan putusan pengadilan terdahulu, baik yang ia buat sendiri atau oleh pendahulunya untuk penanganan kasus serupa. Dalam sistem ini, yang berperkara adalah lawan antar satu dengan yang lainnya dengan didampingi pengacara masing-masing
3. Analisis Film 12 Angry Men dikaitkan dengan Hukum Acara Pidana
Sistem peradilan pidana di Amerika atau Adversary System mengatur bahwa yang menjadi Penggugat adalah negara, sedangkan Tergugat adalah tertuduh.
Sistem Adversary System mengenal ‘Plea Bargain’ yakni suatu sistem yang menyatakan bahwa ‘apabila seorang tertuduh menyatakan bersalah, maka proses selanjutnya adalah penjatuhan hukuman tanpa melewati proses trial. Sebaliknya apabila tertuduh menyatakan tidak bersalah, maka perkaranya akan diadili melalui tahapan trial dengan para juri’.
Pada saat trial, Terdakwa tidak perlu membuktikan kepolosan mereka (innocence) sebab beban pembuktian ada pada pemerintah yang harus memberikan bukti, untuk meyakinkan para juri atas kesalahan terdakwa.
Standar pembuktian dalam pengadilan pidana ini memberi beban yang jauh lebih besar bagi jaksa, sebab Terdakwa harus dinyatakan bersalah “tanpa keraguan" yang berarti bahwa buktinya harus kuat sehingga tidak diragukan lagi bahwa Terdakwa melakukan kejahatan tersebut. Jika masih ada keraguan pada juri, maka Terdakwa tidak dapat dinyatakan bersalah.
Analisis Film 12 Angry Man dikaitkan dengan Hukum Acara Pidana ini adalah sbb:
3.1. Keterangan Saksi
Persidangan menghadirkan 2 orang saksi yang bersaksi di bawah sumpah di hadapan hakim. Saksi pertama adalah seorang wanita yang tinggal di seberang jalan apartemen Terdakwa, yang bersaksi bahwa ia melihat langsung pembunuhan, dan menyatakan bahwa saat kejadian ia menatap ke arah jendela, dan melihat Terdakwa saat sedang bersiap menikamkan pisau ke dada ayahnya. Pada saat yang sama, ada 2 gerbong terakhir kereta melewati jalur.
Saksi kedua adalah seorang pria tua yang tinggal di bawah apartemen Terdakwa, yang bersaksi bahwa ia mendengar langsung pada saat terjadinya pertengkaran antara Terdakwa dengan ayahnya. Saksi kedua juga mengungkapkan bahwa ia mendengar ucapan keras Terdakwa “Akan kubunuh kau!” sebelum terdengar suara tubuh terjatuh. Saksi mengatakan ia bergegas menuju pintu kamarnya untuk melihat secara langsung dan terlihat Terdakwa yang lari keluar dari rumah.
Berdasarkan Criminal Procedure Law, keterangan dari saksi pertama dan saksi kedua merupakan testimonial evidence (bukti kesaksian).
Dalam KUHAP, dinyatakan bahwa suatu keterangan saksi dapat menjadi suatu alat bukti yang sah apabila dihadapkan di muka persidangan dengan dibawah sumpah dan saksi tersebut minimal 2 orang saksi. Saksi harus merupakan orang yang melihat, mendengar, ataupun mengalami sendiri suatu tindak pidana tersebut.
Analisis: keterangan saksi dalam film ini merupakan alat bukti yang sah dan memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, karena ada 2 orang saksi yang memberikan keterangannya dalam proses pemeriksaan persidangan.
Saksi pertama adalah seorang wanita yang tinggal diseberang apartemen Terdakwa yang melihat langsung kejadian pembunuhan; dan saksi kedua, seorang pria tua yang tinggal di bawah apartemen Terdakwa yang mendengar kegaduhan dan pertengkaran saat kejadian pembunuhan, dan melihat Terdakwa melarikan diri.
Agar suatu kesaksian memiliki kekuatan sebagai alat bukti di pengadilan, syarat-syarat yang harus dipenuhi diantaranya adalah:
a. Syarat objektif
Tidak boleh bersama-sama sebagai terdakwa
Tidak ada hubungan keluarga
Mampu bertanggung jawab (sudah berumur 15 tahun) atau sudah pernah kawin dan tidak sakit ingatan
b. Syarat formal
Kesaksian harus diucapkan dalam sidang
Kesaksian tersebut harus diucapkan di bawah sumpah
Tidak dikenai asas unus testis nullus testis
c. Syarat subjektif / material
Saksi menerangkan apa yang ia lihat, dengar, dan alami sendiri
Dasar-dasar atau alasan mengapa saksi tersebut melihat, mendengar,dan mengalami sendiri sesuatu yang diterangkan
3.2. Barang Bukti
Barang bukti adalah alat atau sarana yang digunakan untuk melakukan suatu tindak pidana atau yang menjadi objek tindak pidana, atau hasilnya, atau bukti fisik yang dapat menjadi bukti telah dilakukannya tindak pidana.
Alat yang digunakan Terdakwa untuk membunuh ayahnya adalah sebuah pisau lipat, yang termasuk ke dalam barang bukti yang digunakan untuk melakukan tindak pidana.
Analisis: sesuai ketentuan sistem Criminal Procedure Law, pisau lipat dalam kasus pidana ini merupakan bagian dari real evidence (bukti sungguhan). Pada persidangan dijelaskan bahwa pisau tersebut dibeli oleh Terdakwa setelah bertengkar dengan ayahnya. Pisau lipat tersebut terlihat oleh temannya ketika mereka berkumpul di sebuah kedai minuman dan diduga digunakan untuk membunuh ayah Terdakwa.
Pasal 39 ayat (1) KUHAP menyebutkan benda-benda yang termasuk dapat dikenakan penyitaan adalah:
Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atausebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana
Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana
Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana
Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana Benda lain yang memiliki hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan
Pasal 63 67 HIR menyebutkan bahwa barang-barang yang dapat dipergunakan sebagai bukti dalam persidangan terbagi atas:
Barang yang merupakan objek peristiwa pidana
Barang yang merupakan produk peristiwa pidana
Barang yang dipergunakan sebagai alat pelaksanaan peristiwa pidana
Barang-barang yang terkait di dalam peristiwa pidana
Kesimpulan analisis barang bukti berdasarkan Pasal 39 ayat (1) KUHAP, dan Pasal 63 67HIR, pisau lipat dalam kasus ini merupakan barang yang dapat disita karena merupakan objek materiil yang telah dipergunakan secara langsung sebagai alat untuk melakukan tindak pidana. Agar dapat menjadi alat bukti, maka pisau harus sesuai dengan keterangan saksi dan terdakwa.
Kemudian ada objek lainnya yang digunakan oleh 12 juri untuk mendalami fakta yang terjadi pada peristiwa pembunuhanm berupa denah apartemen. Namun denah ini hanya digunakan oleh juri dan tidak ada hubungannya secara langsung terhadap Terdakwa sehingga denah tersebut tidak memenuhi baik syarat sebagaimana ketentuan dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP dan Pasal 63 - 67 HIR.
3.3. Keterangan Terdakwa
Keterangan terdakwa adalah apa yang Terdakwa nyatakan di persidangan mengenai perbuatan yang dilakukannya atau ia ketahui sendiri atau alami sendiri. Terdakwa dalam kasus pidana ini adalah seorang anak laki-laki berusia berusia 18 tahun, yang diduga membunuh ayahnya dengan menusukkan pisau pada bagian dada.
Anak tersebut diadili di muka persidangan akibat dugaan pembunuhan yang dilakukan. Keterangan Terdakwa antara lain pernyataan bahwa ia pergi ke toko barang bekas untuk membeli sebuah pisau lipat pukul 20:00 setelah bertengkar dengan ayahnya, lalu menemui beberapa temannya dan berkumpul di kedai minuman pukul 20:45. Setelah berbincang selama 1 jam, Terdakwa meninggalkan pulang pukul 21:45 dan tiba dirumah pukul 22:00, kemudian keluar lagi menuju bioskop pukul 23:30. Terdakwa menjelaskan bahwa pisau lipat yang dibelinya terjatuh dari saku celananya yang berlubang saat ia menuju ke bioskop. Setelah menonton, Terdakwa kembali ke rumah pukul0 3:10 dan menemukan ayahnya tewas dengan bekas tusukan di dadanya.
Analisis: mengacu pada sistem Criminal Procedure Law di Amerika Serikat, keterangan Terdakwa ini tidak termasuk atau tidak sesuai dengan sistem Common Law, bahwa selama ketentuan tidak memberikan batasan maka segala sesuatu dapat dijadikan alat bukti yang sah.
Keterangan terdakwa merupakan alat bukti yang sah, karena memenuhi syarat formil dan materiil sebagaimana dijelaskan di bawah ini.
Syarat formil keterangan terdakwa adalah:
Pemeriksaan keterangan terdakwa dilakukan tanpa pengambilan sumpah
Asas non self-incrimination
Harus diucapkan sendiri di depan sidang
Sedangkan syarat materiil, adalah:
Keterangan berupa perbuatan yang ia lakukan/ketahui sendiri/alamisendiri
Merupakan alat bukti bagi dirinya sendiri
4. Kesimpulan
Kasus tindak pidana yang diceritakan lewat film “12 Angry Men” memberikan pemahaman tentang pentingnya upaya untuk memperdalam alat bukti, karena masing-masing alat bukti dapat saling melengkapi keterangan yang diberikan dalam upaya membuktikan apakah Terdakwa benar bersalah atau tidak.
Alat-alat bukti yang digunakan dalam persidangan tersebut adalah:
Keterangan 2 orang saksi, yakni wanita yang tinggal di seberang apartemen Terdakwa yang bersaksi bahwa ia melihat secara langsung pembunuhan tersebut; dan saksi seorang pria tua yang mendengar ucapan Terdakwa yang akan membunuh
Pisau lipat sebagai barang bukti. Pisau ini digunakan oleh Terdakwa untuk membunuh ayahnya.
Keterangan Terdakwa itu sendiri, dimana ia menjelaskan seluruh kegiatan yang ia lakukan pada hari ayahnya dibunuh.
Alat-alat bukti ini telah memenuhi syarat namun fakta-fakta yang ditemukan dan diperdalam oleh para juri ternyata tidak Sesuai, sehingga mereka memutuskan bahwa Terdakwa tidak bersalah.
_
Sumber referensi:
Hamzah, Andi. ”Hukum Acara Pidana Indonesia”. Jakarta: Sinar Grafika, 2015
Nurul, Qamar. 2010. “Perbandingan Sistem Hukum dan Peradilan Civil Law System dan Common Law System”, Makassar: Pustaka Refleksi.
Peter, de Cruz. “Perbandingan Sistem Hukum Common Law, Civil Law, And Socialist Law”, Bandung: Nusa Media, 2013
Satjipto, Rahardjo. “Ilmu Hukum” Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1991
_
#RJ-072
#posted @kompasiana 12 Angry Men: Pembuktian Hukum Acara Pidana
Publikasi Media Campus
RJ001 Pertukaran Mahasiswa Universitas Al-Azhar Indonesia dan Kampus Mitra UI Depok
RJ048 Pelepasan Mahasiswa Universitas Al-Azhar Indonesia, Peserta Program MBKM
RJ070 Mahasiswa PMM UAI Mengikuti Public Lecture FHUI Bersama Prof. Justice: "Climate Change"
RJ065 Mahasiswa PMM UAI Menghadiri Festival Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia 2023
RJ082 Kampus UAI Sambut 73 Mahasiswa Inbound Program PMM 3 MBKM Kemendikbud
Publikasi Media Online
Publikasi Media Online
RJ001 Pertukaran Mahasiswa Universitas Al-Azhar Indonesia dan Kampus Mitra UI Depok
RJ002 Museum Fakultas Hukum Pertama di Indonesia ada di FHUI
RJ045 MBKM Mandiri Outbound, Program Tingkatkan Soft Skills Akademisi UAI
RJ045 BKM Outbound Universitas Al-Azhar Indonesia Dorong Soft Skills Mahasiswa
RJ048 Universitas Al-Azhar Indonesia Melepas Mahasiswa Peserta MBKM
RJ048 Pelepasan Mahasiswa Universitas Al-Azhar Indonesia, Peserta Program MBKM
RJ057 Perkuliahan Program PMM MBKM Mandiri UAI di FH UI Depok
RJ070 Public Lecture Bersama Prof. Justice: ‘Climate Change Litigation in Australia’
RJ082 Kampus UAI Sambut 73 Mahasiswa Inbound PMM 3 MBKM Kemendikbud
RJ060 Sepeda Listrik Ramah Lingkungan di Kampus Universitas Indonesia
RJ065 Festival Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia 2023
RJ119 Seminar dan Bedah Film Moderasi Beragama, Universitas Indonesia