MODUL II GP

Pengimbasan

Pembelajaran Berdiferensiasi

PENILAIAN FORMATIF SEBAGAI PANDUAN ALUR PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI MULAI PERENCANAAN, PROSES KBM BERDIFERENSIASI DAN PENILAIAN BELAJAR ITU SENDIRI...

DIAGRAM PRAYER

SEBUAH DIAGRAM YANG SANGAT MEMBANTU MENGKLASIFIKASIKAN PENGETAHUAN DENGAN BERPIJAK PADA

  1. PENGERTIAN

  2. KARAKTERISTIK

  3. CONTOH

  4. BUKAN CONTOH


Rubrik RPP Aspek Nilai

Tujuan Pembelajaran Tujuan pembelajaran dideskripsikan dengan jelas dengan kalimat lengkap, dan mengandung keterangan tentang ABCD (Audience, Behavior, Condition, Degree)*

Tujuan pembelajaran dideskripsikan dengan jelas dengan kalimat lengkap dan dapat diukur.

Kegiatan Pembelajaran

● Berhubungan langsung dengan tujuan pembelajaran. ● Mendeskripsikan pengetahuan dan keterampilan yang akan dikembangkan. ● Mempertimbang kan kebutuhan belajar murid.

Penilaian Pembelajaran

● Mendeskripsikan strategi dan alat penilaian yang akan digunakan, lengkap dengan instrumennya. ● Penilaian yang dilakukan mencakup penilaian pengetahuan, keterampilan dan sikap. ● Mendeskripsikan strategi dan alat penilaian yang akan digunakan, lengkap dengan instrumennya.


*Keterangan: Proses penulisan tujuan pembelajaran dapat disederhanakan dengan mengikuti pendekatan ABCD. Dengan menggunakan pendekatan ini, Anda akan dapat menciptakan tujuan yang jelas dan efektif. A- Audience (Audiensi): Tentukan siapa yang akan mencapai tujuan. B-Behavior (Perilaku): Gunakan kata kerja tindakan (taksonomi Bloom) untuk menulis perilaku yang dapat diamati dan diukur yang menunjukkan penguasaan tujuan. C- Condition (Kondisi): Jika ada, nyatakan kondisi di mana perilaku harus dilakukan. (Pilihan) D-Degree (Kriteria kinerja): Jika mungkin, nyatakan kriteria untuk kinerja, kecepatan, ketepatan, kualitas yang dapat diterima, dll. (Opsional) Contoh: Dengan menggunakan media yang dipilihnya sendiri, murid dapat menyebutkan ciriciri makhluk hidup minimal 4.

Elaborasi Pemahaman


Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid.

How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek.

Ketiga aspek tersebut adalah:

  1. Kesiapan belajar (readiness) murid

  2. Minat murid

  3. Profil belajar murid

Dalam praktik pembelajaran berdiferensiasi, penilaian formatif memegang peranan yang sangat penting. Mengapa? Berbeda dengan penilaian sumatif yang biasanya dilakukan setelah sebuah unit atau proses pembelajaran selesai -- sehingga biasanya hasilnya digunakan untuk membuat keputusan tentang sang anak, misalnya untuk memutuskan nilai rapor anak, kenaikan kelas, dsb -- maka penilaian formatif dilakukan saat proses pembelajaran masih berlangsung. Penilaian formatif ini bersifat memonitor proses pembelajaran, dan dilakukan secara berkelanjutan serta konsisten, sehingga akan membantu guru untuk memantau pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan murid yang berkembang terkait dengan topik atau materi yang sedang dipelajari. Hasil dari penilaian ini akan menjadi sumber yang sangat berharga untuk mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid, sehingga lewat proses ini, guru akan dapat mengetahui bagaimana ia dapat melanjutkan proses pengajaran yang ia lakukan dan memaksimalkan peluang bagi tercapainya pertumbuhan dan kesuksesan murid dalam materi atau topik tersebut. Lalu seperti apa dan bagaimana melakukan penilaian formatif ini? Karena sifatnya memonitor pembelajaran, maka penilaian formatif ini dapat terjadi setiap hari melalui berbagai strategi. Penilaian formatif tidak hanya dapat dilakukan secara tertulis.

Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut.

1. Rencana pembelajaran berdiferensiasi

2. KBM berdiferensiasi

3. penilaian

4.Remedial dan pengayaan

5. Refleksi


POJOK KECIL PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI

UNTUK GURUKU

TERIMA KASIH TELAH MENJADI PANUTAN NYATA SEBAGAI GURU YANG BAIK...

fasilitatorku yang sangat luar biasa

AGUS SISWANTO

Program

Pengimbasan

Pembelajaran Berdiferensiasi

Pengantar

Kutipan hari ini:

“Serupa seperti para pengukir yang memiliki pengetahuan mendalam tentang keadaan kayu, jenis-jenisnya, keindahan ukiran, dan cara-cara mengukirnya. Seperti itulah seorang guru seharusnya memiliki pengetahuan mendalam tentang seni mendidik, Bedanya, Guru mengukir manusia yang memiliki hidup lahir dan batin.”

(Ki Hajar Dewantara)

  1. mengelola kelas untuk memenuhi kebutuhan murid secara individu

  2. latar belakang murid , pembelajaran sebelumnya, dan perkembangan keterampilan mereka

  3. minat murid (di sekolah dan di luar), motivator, dan tujuan mereka

  4. profil belajar murid Apa gaya belajar yang disukai

  5. informasi tentang minat, kesiapan dan profil belajar murid membantu merancang dan melaksanakan pembelajaran secara efektif

Pengantar

memenuhi kebutuhan murid menggunakan informasi tentang minat, kesiapan dan profil belajar murid untuk membantu merancang dan melaksanakan pembelajaran secara efektif




Pengertian Pembelajaran Berdiferensiasi

Ingatlah satu persatu murid di kelas .

Bagaimanakah karakteristik setiap anak di kelas

apa kekuatan mereka

Bagaimana gaya belajar

Apa minat

Siapakah yang memiliki keterampilan menghitung paling baik di kelas Anda, Siapakah yang sebaliknya?

Siapakah yang paling menyukai kegiatan kelompok

Siapakah yang justru selalu menghindar saat bekerja kelompok?

Siapakah yang level membacanya paling tinggi? Siapakah murid yang masih perlu dibantu untuk meningkatkan keterampilan memahami bacaan mereka?

Siapakah yang paling senang menulis? Siapakah yang lebih senang berbicara?

Setiap harinya, tanpa disadari, dihadapkan oleh keberagaman yang banyak sekali bentuknya. secara terus menerus menghadapi tantangan yang beragam dan kerap kali harus melakukan dan memutuskan banyak hal dalam satu waktu.

Keterampilan ini banyak yang tidak disadari oleh para guru, karena begitu naturalnya hal ini terjadi di kelas dan betapa terbiasanya menghadapi tantangan ini. Berbagai usaha mereka lakukan yang tentu saja tujuannya adalah untuk memastikan setiap murid di kelas mereka sukses dalam proses pembelajarannya.

Pengertian Pembelajaran Berdiferensiasi

mengelola kelas untuk memenuhi kebutuhan murid secara individu memastikan setiap murid di kelas sukses dalam proses pembelajarannya.


Ibu Renjana adalah guru kelas 3 SD dengan jumlah murid sebanyak 32 murid. Di antara 32 murid di kelasnya tersebut, Bu Renjana memperhatikan bahwa 3 murid selalu selesai lebih dahulu saat diberikan tugas menyelesaikan soal-soal perkalian. Karena dia tidak ingin ketiga anak ini tidak ada pekerjaan dan malah mengganggu murid lainnya, akhirnya ia berinisiatif untuk menyiapkan lembar kerja tambahan untuk 3 anak tersebut. Jadi jika anak-anak lain mengerjakan 15 soal perkalian, maka untuk 3 anak tersebut, Bu Renjana menyiapkan 25 soal perkalian.

Berdasarkan ilustrasi kelas tersebut, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

  1. Menurut Anda, apakah strategi yang dilakukan oleh Ibu Renjana tepat? Jika ya, mengapa? Jika tidak, mengapa?

  2. Jika Anda adalah Ibu Renjana, apakah yang akan Anda lakukan? Jelaskanlah mengapa Anda melakukan hal tersebut.

Sebuah Ilustrasi

1. kurang tepat karena hanya disesuaikan dengan kebutuhan anak dalam bentuk tambahan soal, ada baiknya ditambah pekerjaan dengan menjadikan mentor teman sebaya sehingga meningkatkan pengayaan dan membantu siswa yang lain dalam remedial pembelajaran.

2. akan membagi tiga kelompok, menjadikan siswa yang memiliki kompetensi lebih sebagai mentor teman sebaya dalam pembelajaran karena belajar dengan teman sebaya siswa akan lebih termotivasi dan siap belajar

Miskonsepsi tentang Pembelajaran Berdiferensiasi

Menurut Tomlinson (2001: 45), Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid.

Namun demikian, pembelajaran berdiferensiasi bukanlah berarti bahwa guru harus mengajar dengan 32 cara yang berbeda untuk mengajar 32 orang murid. Bukan pula berarti bahwa guru harus memperbanyak jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja dibandingkan yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi juga bukan berarti guru harus mengelompokkan yang pintar dengan yang pintar dan yang kurang dengan yang kurang. Bukan pula memberikan tugas yang berbeda untuk setiap anak. Pembelajaran berdiferensiasi bukanlah sebuah proses pembelajaran yang semrawut (chaotic), yang gurunya kemudian harus membuat beberapa perencanaan pembelajaran sekaligus, di mana guru harus berlari ke sana kemari untuk membantu si A, si B atau si C dalam waktu yang bersamaan. Bukan. Guru tentunya bukanlah malaikat bersayap atau Superman yang bisa ke sana kemari untuk berada di tempat yang berbeda-beda dalam satu waktu dan memecahkan semua permasalahan.

Lalu seperti apa sebenarnya pembelajaran berdiferensiasi?


Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid. Namun demikian, pembelajaran berdiferensiasi bukanlah berarti bahwa guru harus mengajar dengan 32 cara yang berbeda untuk mengajar 32 orang murid. Bukan pula berarti bahwa guru harus memperbanyak jumlah soal untuk murid yang lebih cepat bekerja dibandingkan yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi juga bukan berarti guru harus mengelompokkan yang pintar dengan yang pintar dan yang kurang dengan yang kurang. Bukan pula memberikan tugas yang berbeda untuk setiap anak. Pembelajaran berdiferensiasi bukanlah sebuah proses pembelajaran yang semrawut (chaotic)



Pengertian Pembelajaran Berdiferensiasi

Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:

  1. Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.

  2. Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.

  3. Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya.

  4. Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.

  5. Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.

Jika kita mengacu ke kasus Ibu Renjana di atas, maka keputusannya untuk memberikan soal tambahan, dengan jenis soal yang tetap sama serta tingkat kesulitan yang juga sama, kepada tiga murid yang selesai terlebih dahulu, belum dapat dikatakan sebagai diferensiasi. Apalagi, tujuan diberikannya soal tadi adalah agar tiga murid tersebut ada ‘pekerjaan’ sehingga tidak mengganggu murid yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut. Dengan demikian, Ibu Renjana perlu melakukan identifikasi kebutuhan belajar dengan lebih komprehensif, agar dapat merespon dengan lebih tepat terhadap kebutuhan belajar murid-muridnya, termasuk ketiga murid tersebut.

Selanjutnya, kita akan mempelajari bagaimana kita dapat melakukan pemetaan kebutuhan belajar murid.


Pengertian Pembelajaran Berdiferensiasi

Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid

-tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas

-menanggapi atau merespon kebutuhan belajar murid -lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar -Manajemen kelas yang efektif

-Penilaian berkelanjutan



Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Murid

Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek.

Ketiga aspek tersebut adalah:

  1. Kesiapan belajar (readiness) murid

  2. Minat murid

  3. Profil belajar murid

Sebagai guru, kita semua tentu tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugas-tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar).

Mari kita bahas satu persatu ketiga aspek tersebut.

Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Murid

kategori kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek. Ketiga aspek tersebut adalah: 1. Kesiapan belajar (readiness) murid 2. Minat murid 3. Profil belajar murid Tomlinson (2001);How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom




1. KESIAPAN BELAJAR (READINESS)

Apa yang Anda pikirkan ketika mendengar kata “Kesiapan Belajar”?

Bayangkanlah situasi berikut ini:

Dalam pelajaran bahasa Indonesia, Bu Renjana ingin mengajarkan muridnya membuat karangan berbentuk narasi. Ia kemudian melakukan penilaian diagnostik. Ia menemukan bahwa ada tiga kelompok murid di kelasnya.

  • Kelompok A adalah murid yang telah memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik dan memiliki kosakata yang cukup kaya. Mereka juga cukup mandiri dan percaya diri dalam bekerja.

  • Kelompok B adalah murid yang memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik, namun kosakatanya masih terbatas.

  • Kelompok C adalah murid yang belum memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik dan kosakatanya pun terbatas.

Apa yang dilakukan oleh Bu Renjana di atas adalah memetakan kebutuhan belajar berdasarkan kesiapan belajar.

1. KESIAPAN BELAJAR (READINESS)

KESIAPAN BELAJAR (READINESS) memetakan kebutuhan belajar berdasarkan kesiapan belajar.

-rencana pembelajaran

-penilaian diagnostik

-kelompok kesiapan belajar


Kesiapan Belajar

Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi baru. Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan murid akan membawa murid keluar dari zona nyaman mereka, namun dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai materi baru tersebut.

Ada banyak cara untuk membedakan kesiapan belajar. Tomlinson (2001: 46) mengatakan bahwa merancang pembelajaran berdiferensiasi mirip dengan menggunakan tombol equalizer pada stereo atau pemutar CD. Untuk mendapatkan kombinasi suara terbaik biasanya Anda akan menggeser-geser tombol equalizer tersebut terlebih dahulu. Saat Anda mengajar, menyesuaikan “tombol” dengan tepat untuk berbagai kebutuhan murid akan menyamakan peluang mereka untuk mendapatkan materi, jenis kegiatan dan menghasilkan produk belajar yang tepat di kelas Anda. Tombol-tombol dalam equalizer tersebut mewakili beberapa perspektif yang dapat kita gunakan untuk menentukan tingkat kesiapan murid. Dalam modul ini, kita hanya akan membahas 6 perspektif dari beberapa contoh perspektif yang terdapat dalam Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (2001: 47).

Kesiapan Belajar

Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi baru


Kesiapan Belajar

Tombol-tombol dalam equalizer mewakili beberapa perspektif kontinum yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesiapan murid. Dalam modul ini, kita akan mencoba membahas 6 dari beberapa contoh perspektif kontinum tersebut, dengan mengadaptasi alat yang disebut Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (Tomlinson, 2001).

  1. Bersifat mendasar - Bersifat transformatif
    Saat murid dihadapkan pada sebuah ide yang baru, yang mungkin belum dikuasainya, mereka akan membutuhkan informasi pendukung yang jelas, sederhana, dan tidak bertele-tele untuk dapat memahami ide tersebut. Mereka juga akan perlu waktu untuk berlatih menerapkan ide-ide tersebut. Selain itu, mereka juga membutuhkan bahan-bahan materi dan tugas-tugas yang bersifat mendasar serta disajikan dengan cara yang membantu mereka membangun landasan pemahaman yang kuat. Sebaliknya, saat murid dihadapkan pada ide-ide yang telah mereka kuasai dan pahami, tentunya mereka membutuhkan informasi yang lebih rinci dari ide tersebut. Mereka perlu melihat bagaimana ide tersebut berhubungan dengan ide-ide lain untuk menciptakan pemikiran baru. Kondisi seperti itu membutuhkan bahan dan tugas yang lebih bersifat transformatif.

  2. Konkret - Abstrak
    Di lain kesempatan, guru mungkin dapat mengukur kesiapan belajar murid dengan melihat apakah mereka masih di tingkatan perlu belajar secara konkret atau sudah siap bergerak mempelajari sesuatu yang lebih abstrak.

  3. Sederhana - Kompleks
    Beberapa murid mungkin perlu bekerja dengan materi lebih sederhana dengan satu abstraksi pada satu waktu, yang lain mungkin bisa menangani kerumitan berbagai abstraksi pada satu waktu.

  4. Terstruktur - Open Ended
    Kadang-kadang murid perlu menyelesaikan tugas yang ditata dengan cukup baik untuk mereka, di mana mereka tidak memiliki terlalu banyak keputusan untuk dibuat. Namun, di waktu lain murid mungkin siap menjelajah dan menggunakan kreativitas mereka.

  5. Tergantung (dependent) - Mandiri (Independent)
    Walaupun pada akhirnya kita mengharapkan bahwa semua murid kita dapat belajar, berpikir, dan menghasilkan pekerjaan secara mandiri, namun sama seperti tinggi badan, mungkin seorang anak akan lebih cepat bertambah tinggi daripada yang lain. Dengan kata lain, beberapa murid mungkin akan siap untuk kemandirian yang lebih awal daripada yang lain.

  6. Lambat - Cepat
    Beberapa murid dengan kemampuan yang baik dalam suatu mata pelajaran mungkin perlu bergerak cepat melalui materi yang telah ia kuasai atau sedikit menantang. Tetapi di lain waktu, murid yang sama mungkin akan membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang lain untuk mempelajari topik yang lain.

Perlu diingat bahwa kesiapan belajar murid bukanlah tentang tingkat intelektualitas (IQ). Hal ini lebih kepada informasi tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid saat ini, sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang akan diajarkan. Adapun tujuan melakukan identifikasi atau pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan belajar adalah untuk memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran, sehingga dipastikan murid terpenuhi kebutuhan belajarnya (Joseph, Thomas, Simonette & Ramsook, 2013: 29).

Kesiapan Belajar

Tombol-tombol dalam equalizer mewakili beberapa perspektif kontinum yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesiapan murid yang diperkenalkan oleh Tomlinson (Tomlinson, 2001) 1. Bersifat mendasar - Bersifat transformatif 2. Konkret - Abstrak 3. Sederhana - Kompleks 4. Terstruktur - Open Ended 5. Tergantung (dependent) - Mandiri (Independent) 6. ambat - Cepat kesiapan belajar murid bukanlah tentang tingkat intelektualitas (IQ). Hal ini lebih kepada informasi tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid saat initujuan melakukan identifikasi atau pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan belajar untuk memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran, sehingga dipastikan murid terpenuhi kebutuhan belajarnya (Joseph, Thomas, Simonette & Ramsook, 2013: 29).


Contoh Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Kesiapan Belajar

Berikut ini adalah contoh Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Kesiapan Belajar (Readiness):


Contoh Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Kesiapan Belajar

mendiferensiasi pembelajaran dengan mempertimbangkan kesiapan belajar 1. rencana pembelajaran 2. mengidentifikasi kebutuhan belajar ( contoh: memahami, memahami tetapi belum lancar dan belum memahami) 3. pemberian tugas yang berbeda berdasarkan kesiapan belajar


2. MINAT MURID

Minat merupakan suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan diri.

Tomlinson (2001: 53), mengatakan bahwa tujuan melakukan pembelajaran yang berbasis minat, diantaranya adalah sebagai berikut:

  • membantu murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan kecintaan mereka sendiri untuk belajar;

  • mendemonstrasikan keterhubungan antar semua pembelajaran;

  • menggunakan keterampilan atau ide yang dikenal murid sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau keterampilan yang kurang dikenal atau baru bagi mereka, dan;

  • meningkatkan motivasi murid untuk belajar.

Minat sebenarnya dapat kita lihat dalam 2 perspektif. Yang pertama sebagai minat situasional. Dalam perspektif ini, minat merupakan keadaan psikologis yang dicirikan oleh peningkatan perhatian, upaya, dan pengaruh, yang dialami pada saat tertentu. Seorang anak bisa saja tertarik saat seorang gurunya berbicara tentang topik hewan, meskipun sebenarnya ia tidak menyukai topik tentang hewan tersebut, karena gurunya berbicara dengan cara yang sangat menghibur, menarik dan menggunakan berbagai alat bantu visual. Yang kedua, minat juga dapat dilihat sebagai sebuah kecenderungan individu untuk terlibat dalam jangka waktu lama dengan objek atau topik tertentu. Minat ini disebut juga dengan minat individu. Seorang anak yang memang memiliki minat terhadap hewan, maka ia akan tetap tertarik untuk belajar tentang hewan meskipun mungkin saat itu guru yang mengajar sama sekali tidak membawakannya dengan cara yang menarik atau menghibur.

Karena minat adalah salah satu motivator penting bagi murid untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam proses pembelajaran, maka memahami kedua perspektif tentang minat di atas akan membantu guru untuk dapat mempertimbangkan bagaimana ia dapat mempertahankan atau menarik minat murid-muridnya dalam belajar.


2. MINAT MURID

Minat merupakan suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan diri. Minat sebenarnya dapat kita lihat dalam 2 perspektif 1. minat situasional 2. minat juga dapat dilihat sebagai sebuah kecenderungan individu untuk terlibat dalam jangka waktu lama dengan objek atau topik tertentu tujuan melakukan pembelajaran yang berbasis minat, diantaranya adalah sebagai berikut: membantu murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan kecintaan mereka sendiri untuk belajar; mendemonstrasikan keterhubungan antar semua pembelajaran; menggunakan keterampilan atau ide yang dikenal murid sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau keterampilan yang kurang dikenal atau baru bagi mereka, dan; meningkatkan motivasi murid untuk belajar. Tomlinson (2001: 53)


Pentingnya Mempertimbangkan Minat Murid

Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk menarik minat murid diantaranya adalah dengan:

  • menciptakan situasi pembelajaran yang menarik perhatian murid (misalnya dengan humor, menciptakan kejutan-kejutan, dsb),

  • menciptakan konteks pembelajaran yang dikaitkan dengan minat individu murid,

  • mengkomunikasikan nilai manfaat dari apa yang dipelajari murid,

  • menciptakan kesempatan-kesempatan belajar di mana murid dapat memecahkan persoalan (problem-based learning).

Seperti juga kita orang dewasa, murid juga memiliki minat sendiri. Minat setiap murid tentunya akan berbeda-beda. Sepanjang tahun, murid yang berbeda akan menunjukkan minat pada topik yang berbeda. Gagasan untuk membedakan melalui minat adalah untuk "menghubungkan" murid pada pelajaran untuk menjaga minat mereka. Dengan menjaga minat murid tetap tinggi, diharapkan dapat meningkatkan kinerja murid. Hal lain yang perlu disadari oleh guru terkait dengan pembelajaran berbasis minat adalah bahwa minat murid dapat dikembangkan. Pembelajaran berbasis minat seharusnya tidak hanya dapat menarik dan memperluas minat murid yang sudah ada, tetapi juga dapat membantu mereka menemukan minat baru.

Untuk membantu guru mempertimbangkan pilihan yang mungkin dapat diberikan pada murid, guru dapat mempertimbangkan area minat dan moda ekspresi yang mungkin digunakan oleh murid-murid mereka. (Tomlinson, 2001)

Perlu diingat bahwa daftar pada tabel hanya sebagai contoh. Daftar tersebut tentunya masih dapat ditambah atau diperluas.


Pentingnya Mempertimbangkan Minat Murid

Pembelajaran berbasis minat seharusnya tidak hanya dapat menarik dan memperluas minat murid yang sudah ada, tetapi juga dapat membantu mereka menemukan minat baru.



Contoh Mengidentifikasi atau Memetakan kebutuhan belajar berdasarkan minat

Berikut ini adalah contoh mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar berdasarkan minat:

Ibu Putik ingin mengajarkan murid-muridnya keterampilan membuat teks prosedur. Setelah selesai mendiskusikan tentang apa dan bagaimana membuat teks prosedur, Bu Putik lalu meminta murid berlatih membuat sendiri teks prosedur tersebut. Setiap murid diperbolehkan untuk menulis dengan topik sesuai dengan minat mereka. Anak yang memiliki minat terhadap memasak, boleh membuat teks prosedur tentang bagaimana cara memasak makanan tertentu. Murid yang memiliki minat terhadap kerajinan tangan boleh membuat teks prosedur tentang membuat sebuah produk kerajinan tangan tertentu, dan sebagainya. Keterampilan yang dilatih tetap sama, yaitu membuat teks prosedur, walaupun topiknya mungkin berbeda.

Contoh Mengidentifikasi atau Memetakan kebutuhan belajar berdasarkan minat

Keterampilan yang dilatih tetap sama, walaupun topiknya mungkin berbeda.


3. PROFIL BELAJAR MURID

Profil Belajar mengacu pada cara-cara bagaimana kita sebagai individu paling baik belajar. Tujuan dari mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara natural dan efisien. Namun demikian, sebagai guru, kadang-kadang kita secara tidak sengaja cenderung memilih gaya belajar yang sesuai dengan gaya belajar kita sendiri. Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil belajar sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini sangat penting agar guru dapat memvariasikan metode dan pendekatan mengajar mereka.

Profil belajar murid terkait dengan banyak faktor. Berikut ini adalah beberapa diantaranya:

  • Preferensi terhadap lingkungan belajar, misalnya terkait dengan suhu ruangan, tingkat kebisingan, jumlah cahaya, apakah lingkungan belajarnya terstruktur/tidak terstruktur, dsb.
    Contohnya: mungkin ada anak yang tidak dapat belajar di ruangan yang terlalu dingin, terlalu bising, terlalu terang, dsb.

  • Pengaruh Budaya: santai - terstruktur, pendiam - ekspresif, personal - impersonal.

  • Preferensi gaya belajar.
    Gaya belajar adalah bagaimana murid memilih, memperoleh, memproses, dan mengingat informasi baru. Secara umum gaya belajar ada tiga, yaitu:

    1. visual: belajar dengan melihat (misalnya melalui materi yang berupa gambar, menampilkan diagram, power point, catatan, peta, graphic organizer );

    2. auditori: belajar dengan mendengar (misalnya mendengarkan penjelasan guru, membaca dengan keras, mendengarkan pendapat saat berdiskusi, mendengarkan musik);

    3. kinestetik: belajar sambil melakukan (misalnya bergerak dan meregangkan tubuh, kegiatan hands on, dsb).
      Mengingat bahwa murid-murid kita memiliki gaya belajar yang berbeda-beda, maka penting bagi guru untuk berusaha untuk menggunakan kombinasi gaya mengajar.

  • Preferensi berdasarkan kecerdasan majemuk (multiple intelligences): visual-spasial, musical, bodily-kinestetik, interpersonal, intrapersonal, verbal-linguistik, naturalis, logic-matematika.

3. PROFIL BELAJAR MURID

Profil Belajar mengacu pada cara-cara bagaimana kita sebagai individu paling baik belajar. Tujuan dari mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara natural dan efisien. dengan memvariasikan metode dan pendekatan mengajar



Contoh Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Profil Belajar murid

Berikut ini adalah contoh Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Profil Belajar murid:

Pak Neon akan mengajar pelajaran IPA, dengan tujuan pembelajaran yaitu agar murid dapat mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang habitat makhluk hidup. Berdasarkan identifikasi yang ia lakukan, Pak Neon telah mengetahui bahwa sebagian muridnya adalah pembelajar visual, sebagian lagi adalah pembelajar auditori, dan pembelajar kinestetik. Untuk memenuhi kebutuhan belajar murid-muridnya tersebut, Pak Neon lalu memutuskan untuk melakukan beberapa hal berikut ini:

  1. Saat mengajar, Pak Neon:

    • menggunakan banyak gambar atau alat bantu visual saat menjelaskan.

    • menyediakan video yang dilengkapi penjelasan lisan yang dapat diakses oleh murid.

    • membuat beberapa sudut belajar atau display yang ditempel di tempat-tempat berbeda untuk memberikan kesempatan murid bergerak saat mengakses informasi.

  2. Saat memberikan tugas, Pak Neon memperbolehkan murid-muridnya memilih cara mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang habitat makhluk hidup. Murid boleh menunjukkan pemahaman dalam bentuk gambar, rekaman wawancara maupun performance atau role-play.


1. Saat mengajar menggunakan banyak gambar atau alat bantu visual saat menjelaskan. menyediakan video yang dilengkapi penjelasan lisan yang dapat diakses oleh murid. membuat beberapa sudut belajar atau display yang ditempel di tempat-tempat berbeda untuk memberikan kesempatan murid bergerak saat mengakses informasi. 2. Saat memberikan tugas memperbolehkan murid-murid memilih cara mendemonstrasikan pemahaman mereka . Murid boleh menunjukkan pemahaman dalam bentuk gambar, rekaman wawancara maupun performance atau role-play.



Contoh cara-cara yang dapat dilakukan guru untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid

Guru dapat mengidentifikasi kebutuhan murid dengan berbagai cara. Berikut ini adalah beberapa contoh cara-cara yang dapat dilakukan guru untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid:

  1. mengamati perilaku murid-murid mereka;

  2. mengidentifikasi pengetahuan awal yang dimiliki oleh murid terkait dengan topik yang akan dipelajari;

  3. melakukan penilaian untuk menentukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka saat ini, dan kemudian mencatat kebutuhan yang diungkapkan oleh informasi yang diperoleh dari proses penilaian tersebut;

  4. mendiskusikan kebutuhan murid dengan orang tua atau wali murid;

  5. mengamati murid ketika mereka sedang menyelesaikan suatu tugas atau aktivitas;

  6. bertanya atau mendiskusikan permasalahan dengan murid;

  7. membaca rapor murid dari kelas mereka sebelumnya untuk melihat komentar dari guru-guru sebelumnya atau melihat pencapaian murid sebelumnya;

  8. berbicara dengan guru murid sebelumnya;

  9. membandingkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan tingkat pengetahuan atau keterampilan yang ditunjukkan oleh murid saat ini;

  10. menggunakan berbagai penilaian penilaian diagnostik untuk memastikan bahwa murid telah berada dalam level yang sesuai;

  11. melakukan survey untuk mengetahui kebutuhan belajar murid;

  12. mereview dan melakukan refleksi terhadap praktik pengajaran mereka sendiri untuk mengetahui efektivitas pembelajaran mereka; dll.

Daftar di atas hanya beberapa contoh saja. Masih banyak cara lain yang dapat guru lakukan untuk mendapatkan informasi atau mengidentifikasi kebutuhan belajar murid-murid mereka. Dapatkah Bapak/Ibu mengidentifikasi cara lainnya?


Perlu diperhatikan bahwa mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid, tidak selalu harus melibatkan sebuah kegiatan yang rumit. Guru yang memperhatikan dengan saksama hasil penilaian formatif, perilaku murid atau terbiasa mendengarkan dengan baik murid-muridnya biasanya akan dengan mudah mengetahui kebutuhan belajar murid-muridnya.



Contoh cara-cara yang dapat dilakukan guru untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid

mengidentifikasi kebutuhan belajar murid mendapatkan informasi atau mengidentifikasi kebutuhan belajar murid-murid tidak selalu harus melibatkan sebuah kegiatan yang rumit Guru yang memperhatikan dengan saksama hasil penilaian formatif, perilaku murid atau terbiasa mendengarkan dengan baik murid-muridnya biasanya akan dengan mudah mengetahui kebutuhan belajar murid-muridnya.



Refleksi

Selamat! Anda telah menyelesaikan materi pembelajaran untuk tahapan ini. Demi membantu Anda mengonsolidasikan pemahaman Anda dan mempersiapkan diri untuk sesi pembelajaran berikutnya, kami mohon Bapak/Ibu dapat melakukan refleksi singkat dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

  1. Jelaskanlah apa yang dimaksud dengan pembelajaran berdiferensiasi!

  2. Mengapa kita perlu mengidentifikasi kebutuhan belajar murid?

  3. Sebagai guru, apa yang dapat kita lakukan untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid-murid kita? Apa saja yang perlu dipertimbangkan?

Refleksi

1. Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid -tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas -menanggapi atau merespon kebutuhan belajar murid -lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar -Manajemen kelas yang efektif -Penilaian berkelanjutan 2. memenuhi kebutuhan murid menggunakan informasi tentang minat, kesiapan dan profil belajar murid untuk membantu merancang dan melaksanakan pembelajaran secara efektif serta mengelola kelas untuk memenuhi kebutuhan murid secara individu memastikan setiap murid di kelas sukses dalam proses pembelajarannya. 3. Mengidentifikasi atau Memetakan Kebutuhan Belajar Murid mendapatkan informasi atau mengidentifikasi kebutuhan belajar murid-murid tidak selalu harus melibatkan sebuah kegiatan yang rumit Guru yang memperhatikan dengan saksama hasil penilaian formatif, perilaku murid atau terbiasa mendengarkan dengan baik murid-muridnya biasanya akan dengan mudah mengetahui kebutuhan belajar murid-muridnya. kategori kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek. Ketiga aspek tersebut adalah: 1. Kesiapan belajar (readiness) murid 2. Minat murid 3. Profil belajar murid Tomlinson (2001);How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom


Anda diminta untuk merenungkan jawaban dari beberapa pertanyaan berikut.

  1. Bagaimana saya mengelola pembelajaran secara efektif sehingga dapat memenuhi kebutuhan belajar murid saya?

  2. Apa yang akan saya minta murid pelajari?

  3. Bagaimana murid saya harus belajar, difasilitasi pembelajarannya dan berinteraksi satu sama lain?

  4. Bagaimana mereka mendemonstrasikan hasil pembelajaran mereka? Apa yang akan mereka hasilkan?

  5. Apa peran penilaian formatif dan sumatif dalam pembelajaran berdiferensiasi ?

Simaklah 2 video berikut ini. Saat menyimak, Anda dapat membuat catatan tentang hal-hal penting yang disampaikan video tersebut.



Peran Penilaian dalam Pembelajaran Berdiferensiasi

Anda tentu tahu dan mungkin pernah berhubungan dengan seorang dokter. Dalam bekerja, ketika seorang dokter membantu pasiennya, maka yang akan ia lakukan adalah menegakkan diagnosis. Diagnosis yang ia buat tentunya didasarkan pada pengetahuan dan ilmu sains kedokteran yang telah ia pelajari. Namun, dokter tidak hanya dapat bekerja berdasarkan diagnosis. Ia juga perlu membangun rasa percaya pasien agar si pasien mau mengikuti apa yang ia sarankan untuk mereka. Tanpa rasa percaya dari si pasien, apa yang disarankan oleh dokter mungkin tidak akan dilakukan oleh si pasien. Nah, agar dapat tercipta rasa saling percaya, maka dokter yang baik akan membangun hubungan komunikasi yang baik, jujur, dan terbuka kepada pasiennya. Dokter hanya akan meresepkan obat setelah ia menegakkan diagnosis. Sama seperti seorang dokter, seorang guru juga akan berada dalam situasi yang mungkin serupa. Saat ia mengajar, ia akan mendasarkan praktiknya pada pengetahuan dan keterampilan yang ia miliki yang berhubungan dengan mata pelajaran yang ia ampu dan ilmu pedagogi. Namun demikian, ia juga harus membangun komunikasi dan kepercayaan murid-muridnya, agar murid-muridnya tersebut mau mengikuti instruksi dan saransaran yang ia berikan. Tanpa membangun rasa percaya dan komunikasi yang baik, tidak akan terjadi hubungan positif antara murid dan guru, sehingga akan sulit bagi guru untuk memotivasi murid untuk mencapai tujuannya. Nah, jika seorang dokter membuat diagnosis, maka yang dilakukan oleh guru dan menjadi dasar bagi praktik mereka saat mengajar sebenarnya adalah melakukan penilaian. Lewat proses penilaian, guru akan dapat mengetahui kebutuhan belajar murid-muridnya. Guru juga perlu berkomunikasi dan membangun hubungan saling percaya dengan murid-muridnya untuk mengetahui perasaan, latar belakang, keinginan, minat dari murid-muridnya. Kesemua informasi tersebut kemudian akan digunakan oleh guru untuk merancang pembelajaran yang sesuai untuk murid-murid mereka, dengan harapan murid-murid akan merespon dengan baik pembelajaran yang telah dirancangnya. Proses mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan murid inilah yang terkadang terlewat dilakukan oleh guru. Padahal, sama seperti seorang dokter, ia tidak bisa meresepkan obat tanpa diagnosis. Demikian pula seharusnya seorang guru. Tanpa mengetahui kebutuhan belajar murid, akan sulit baginya untuk bisa memberikan pengalaman belajar yang tepat untuk murid-muridnya. Dalam praktik pembelajaran berdiferensiasi, proses penilaian memegang peranan yang sangat penting. Guru diharapkan memiliki pemahaman yang terus berkembang secara terus menerus tentang kemajuan akademik murid-muridnya agar ia bisa merencanakan pembelajaran sesuai dengan kemajuan tersebut. Guru diharapkan dapat mengetahui dimana posisi murid-muridnya saat mereka akan belajar dan mengaitkannya dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Ini tentunya akan berbeda-beda untuk setiap murid, untuk setiap mata pelajaran, untuk setiap materi, dan bahkan untuk setiap waktu, karena kondisi psikologis dan kemampuan seorang anak mungkin saja berbeda dari waktu ke waktu. Penilaian, dalam hal ini akan berfungsi seperti sebuah kompas yang mengarahkan dalam praktik pembelajaran berdiferensiasi. Tomlinson & Moon (2013) mengatakan bahwa penilaian adalah proses mengumpulkan, mensintesis, dan menafsirkan informasi di kelas untuk tujuan membantu pengambilan keputusan guru. Ini mencakup berbagai informasi yang membantu guru untuk memahami murid mereka, memantau proses belajar mengajar, dan membangun komunitas kelas yang efektif. Di dalam kelas, kita dapat memandang penilaian dalam 3 perspektif: 1. Assessment for learning - Penilaian yang dilakukan selama berlangsungnya proses pembelajaran dan biasanya digunakan sebagai dasar untuk melakukan perbaikan proses belajar mengajar. Berfungsi sebagai penilaian formatif. Sering disebut sebagai penilaian yang berkelanjutan (on-going assessment) 2. Assessment of learning - Penilaian yang dilaksanakan setelah proses pembelajaran selesai. Berfungsi sebagai penilaian sumatif 3. Assessment as learning - Penilaian sebagai proses belajar dan melibatkan muridmurid secara aktif dalam kegiatan penilaian tersebut. Penilaian ini juga dapat berfungsi sebagai penilaian formatif. Dalam praktik pembelajaran berdiferensiasi, penilaian formatif memegang peranan yang sangat penting. Mengapa? Berbeda dengan penilaian sumatif yang biasanya dilakukan setelah sebuah unit atau proses pembelajaran selesai -- sehingga biasanya hasilnya digunakan untuk membuat keputusan tentang sang anak, misalnya untuk memutuskan nilai rapor anak, kenaikan kelas, dsb -- maka penilaian formatif dilakukan saat proses pembelajaran masih berlangsung. Penilaian formatif ini bersifat memonitor proses pembelajaran, dan dilakukan secara berkelanjutan serta konsisten, sehingga akan membantu guru untuk memantau pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan murid yang berkembang terkait dengan topik atau materi yang sedang dipelajari. Hasil dari penilaian ini akan menjadi sumber yang sangat berharga untuk mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid, sehingga lewat proses ini, guru akan dapat mengetahui bagaimana ia dapat melanjutkan proses pengajaran yang ia lakukan dan memaksimalkan peluang bagi tercapainya pertumbuhan dan kesuksesan murid dalam materi atau topik tersebut. Lalu seperti apa dan bagaimana melakukan penilaian formatif ini? Karena sifatnya memonitor pembelajaran, maka penilaian formatif ini dapat terjadi setiap hari melalui berbagai strategi. Penilaian formatif tidak hanya dapat dilakukan secara tertulis. Penilaian ini dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan setiap hari, misalnya lewat mengamati, menanya, merefleksi, berdiskusi (baik dengan teman sebaya maupun guru), dan sebagainya. Berikut ini adalah beberapa contoh strategi penilaian formatif yang mungkin dapat dilakukan guru dengan mudah: 1. Tiket Keluar. Guru memberikan pertanyaan yang diajukan kepada semua murid sebelum kelas berakhir. Murid menulis jawaban mereka pada kartu atau selembar kertas dan menyerahkannya saat mereka keluar kelas. Teknik penilaian formatif ini melibatkan semua murid dan memberikan bukti yang sangat penting tentang pembelajaran saat itu bagi guru. 2. Tiket Masuk. Guru juga bisa memberikan sebuah pertanyaan kepada semua murid sebelum pelajaran dimulai. Jawaban murid dapat menilai pemahaman awal murid terkait dengan materi yang akan didiskusikan atau sebagai ringkasan pemahaman murid terhadap materi hari sebelumnya. 3. Berbagi 30 Detik. Dengan strategi ini, murid secara bergiliran melaporkan sesuatu yang telah ia pelajari dalam pelajaran selama 30 detik. Target yang Anda cari dalam kegiatan ini adalah bagaimana pemahaman murid dikaitkan dengan kriteria keberhasilan yang diharapkan. Dapat dijadikan sebagai rutinitas di akhir pelajaran sehingga semua murid memiliki kesempatan untuk berpartisipasi, berbagi wawasan, dan mengklarifikasi apa yang dipelajari. 4. Nama dalam toples. Guru bisa meminta murid menulis nama mereka di selembar potongan kertas & kemudian memasukkannya dalam toples. Guru kemudian bisa mengajukan sebuah pertanyaan tentang konsep kunci yang sedang dipelajari, kemudian secara random mengambil sebuah potongan kertas di toples, dan meminta beberapa anak yang namanya tertulis di potongan kertas tersebut menjawab pertanyaan secara bergantian. 5. 3-2-1. Di akhir pembelajaran, strategi ini memberikan murid cara untuk merangkum atau bahkan mempertanyakan apa yang baru saja mereka pelajari. Tiga petunjuk dapat disediakan bagi murid untuk menanggapi yaitu: 3 hal yang tidak murid ketahui sebelumnya, 2 hal yang mengejutkan murid tentang topik tersebut, 1 hal yang ingin murid mulai lakukan dengan apa yang telah dipelajari. 6. Refleksi. Apapun bentuk refleksi yang dilakukan, refleksi dapat menjadi alat penilaian formatif yang sangat berguna bagi guru untuk mengetahui sejauh mana pemahaman murid dan apa yang masih menjadi kebingungan mereka. 7. Pojok pemahaman. Minta murid pergi ke pojok-pojok kelas sesuai dengan pemahaman mereka. Jika mereka tidak memahami topik yang sedang dibahas, mereka dapat pergi ke salah satu sudut dengan murid yang memiliki tingkat pemahaman yang sama. Sementara jika sudah memahami, mereka dapat pergi ke sudut yang lain. Ini dapat menjadi informasi buat guru, misalnya jika guru ingin memasangkan murid yang “sudah mengerti” dengan murid yang kesulitan dan meminta murid berkolaborasi untuk memahami materi yang menantang. 8. Strategi 5 jari. Minta murid mendeskripsikan pemahaman mereka terkait topik yang diajarkan dengan menggunakan 5 jari. 5 jika mereka sudah paham sekali, 1 jika mereka tidak paham sama sekali. Cara ini cukup cepat dan mudah untuk mengetahui gambaran umum pemahaman murid sehingga guru dapat menyesuaikan pembelajaran selanjutnya berdasarkan informasi ini. Masih banyak lagi strategi penilaian formatif yang dapat digunakan oleh guru, tanpa harus selalu membuat penilaian tertulis. Penilaian secara tertulis tentu saja juga masih akan diperlukan, namun guru dapat memvariasikannya dengan strategi-strategi penilaian yang lain juga. Mendengarkan dengan saksama saat murid berdiskusi atau bertanya, memperhatikan hasil pekerjaan tertulis mereka, juga dapat menjadi cara yang sangat berguna untuk mengetahui kebutuhan belajar murid. Pada intinya, kemampuan menilai dan menganalisis hasil penilaian ini akan menjadi keterampilan yang sangat penting bagi guru, jika mereka ingin dapat mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi dengan sukses.


Diagram Frayer.

Diagram Frayer adalah pengatur grafis untuk membantu membangun pemahaman atas kosakata atau terminologi tertentu. Teknik ini menuntut seseorang untuk mendefinisikan kosakata atau terminologi yang menjadi target dan menerapkan pemahamannya dengan mengidentifikasi apa yang merupakan contoh dan bukan contoh, memberi ciri, dan/atau mendeskripsikan arti kata tersebut. Informasi ini ditempatkan pada bagan yang dibagi menjadi empat bagian untuk memberikan representasi visual.

Diagram ini dinamakan sebagai diagram Frayer karena dikembangkan pertama kali oleh Dorothy Frayer, seorang educational psychologist.


video 1


https://youtu.be/PLT69Yf5my8


video 2


https://youtu.be/akTeGglLkIg


  1. Informasi atau fakta apa yang disampaikan dalam video dan artikel tersebut?

video 1

kategori kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek. Ketiga aspek tersebut adalah:

1. Kesiapan belajar (readiness) murid

2. Minat murid

3. Profil belajar murid

Diagram FrayerGrafik visual yang dikembangkan oleh Dorothy Frayer untuk membantu murid dalam mendefinisikan konsep atau kosakata. Diagram ini dibagi menjadi empat bagian: definisi, karakteristik, contoh dan bukan contoh.

Diferensiasi KontenDiferensiasi konten merujuk pada strategi membedakan pengorganisasian dan format penyampaian konten. Konten adalah materi pengetahuan, konsep, dan keterampilan yang perlu dipelajari murid berdasarkan kurikulum.

Diferensiasi ProdukMerujuk pada strategi memodifikasi produk hasil belajar murid, hasil latihan, penerapan, dan pengembangan apa yang telah dipelajari.

Diferensiasi ProsesMerujuk pada strategi membedakan proses yang harus dijalani oleh murid yang dapat memungkinkan mereka untuk berlatih dan memahami isi (content) materi


video 2

menciptakan lingkungan belajar yang memanusiakan setiap murid di kelas Anda serta memberikan mereka dukungan dan kesempatan sebaik-baiknya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.

Lingkungan Belajar Lingkungan yang berada di sekitar seseorang dan yang mempengaruhi proses belajar mengajar

ScaffoldingSuatu teknik pembelajaran di mana murid diberikan sejumlah bantuan, kemudian perlahan-lahan diadakan pengurangan terhadap bantuan tersebut hingga pada akhirnya, murid dapat menunjukkan kemandirian yang lebih besar dalam proses pembelajaran.

2. Gagasan baru apa yang Anda dapatkan dari video dan artikel yang Anda lihat?

Pembelajaran Berdiferensiasi

Diagram FrayerGrafik

Scaffolding


Dalam praktik pembelajaran berdiferensiasi, penilaian formatif memegang peranan yang sangat penting.

Penilaian formatif ini bersifat memonitor proses pembelajaran, dan dilakukan secara berkelanjutan serta konsisten, sehingga akan membantu guru untuk memantau pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan murid yang berkembang terkait dengan topik atau materi yang sedang dipelajari. Hasil dari penilaian ini akan menjadi sumber yang sangat berharga untuk mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid, sehingga lewat proses ini, guru akan dapat mengetahui bagaimana ia dapat melanjutkan proses pengajaran yang ia lakukan dan memaksimalkan peluang bagi tercapainya pertumbuhan dan kesuksesan murid dalam materi atau topik tersebut.

3. Apakah yang menurut Anda akan sulit diimplementasikan? Mengapa?

perlu upaya Pembelajaran Berdiferensiasi karena jumlah kelas dan siswa yang cukup banyak di kondisi PTMT Dan PJJ. masih ada persepsi bahwa adil itu diberikan pembelajaran yang sama

4. Pertanyaan apakah yang masih Anda miliki atau klarifikasi apakah yang masih Anda perlukan terkait dengan isi video dan artikel tersebut?

mewujudkan pembelajaran berdiferensi yang efektif dan efisien

https://youtu.be/SSmXRzuaA9U





ttps://sites.google.com/view/gp-rsani/komunitas-praktisi-pembelajaran-berdiferensiasi


https://sites.google.com/view/gp-rsani/modul-2-a-kse#h.hha2k86eh696