Spin-Off "Arietta Si Gadis Penyihir"

Bernadeta - Belyy Medved

Bagi yang belum paham mengenai spin-off:

Spin-off adalah istilah yang digunakan untuk menceritakan kejadian khusus atau kisah khusus dari karakter yang diambil dari cerita utama. Karakter yang biasanya dibuatkan cerita khusus atau spin-off dikarenakan karakter tersebut telah mempunyai fansbase tersendiri atau telah berhasil menarik perhatian dan telah menjadi sangat populer.

Sumber: klik di sini

Cerita Utama: Arietta Si Gadis Penyihir

Novel ini sudah diterbitkan, buka bagian menu "Buku dan E-Book" untuk informasi lebih lanjut.

Dikarenakan banyak yang belum puas dengan cerita ASGP (Arietta Si Gadis Penyihir) maka penulis membuatkan cerita khusus. Request cerita dipersilakan.

Sampai Jumpa, Kampung Halaman (Amira)

Amira yang usianya 14 tahun itu duduk di dekat jendela, fokus membaca buku kimianya. Dia duduk di tumpukkan buku-buku usang, sebab kamarnya penuh dengan buku. Di kamar kecil ini hanya ada ranjang, dengan lemari baju yang justru diisi oleh buku. Amira hanya seorang anak petani, tetapi di desa ini dialah yang paling pintar. Amira sering direpotkan oleh tetangganya, oleh penduduk desa. Hampir tiap hari ada yang datang ke rumahnya dan meminta pertolongan. Warga desa percaya dengan kemampuan Amira.

Tok tok tok!

Amira mendengarnya. Lantas dia langsung menaruh bukunya dan segera berlari ke pintu utama. Ya, Amira tidak akan membiarkan tamunya menunggu lebih lama dan merasa tidak nyaman.

"Selamat datang! Mohon maaf orang tuaku tidak di rumah." ujar Amira, tersenyum manis bahkan sebelum ia menyadari siapa yang berdiri di depannya.

"Ah ... Pak Kepala Desa, apakah Bapak mencari orang tua saya?" tanya Amira, masih ramah tetapi menjadi lebih sopan.

"Sebenarnya kami butuh bantuanmu, Nak Amira. Mengenai kasus sapi yang hilang." pinta Kepala Desa.

"Sudah ada kemajuan ya? Baiklah aku akan ke lokasi." jawab Amira, tersenyum ramah menerima permintaan Kepala Desa.

***

Amira melangkah menyusuri hutan bersama Kepala Desa, menuju ke sebuah kandang sapi milik salah satu warga. Beberapa orang sedang menggeret seekor sapi yang telah mati. Tubuh sapi itu pucat dan gelap, seperti sudah mati beberapa hari. Di dekat leher sapi tersebut ada bekas gigitan taring kecil, kira-kira seukuran mulut manusia. Amira tanpa takut mendekati bangkai sapi itu.

'Jika aku berkata bahwa ini adalah ulah vampir, mereka pasti tidak percaya.' batin Amira.

'Sebaiknya aku tutup mulut.' 

"Aku tidak bisa memastikan sekarang. Namun aku akan menyelidikinya. Tenang saja." Amira tersenyum, dia berusaha menenangkan warga desa.

"Maafkan kami sudah merepotkanmu, Nak Amira." mohon Kepala Desa, merasa tidak enak.

"Ya! Tidak apa-apa! Senang hati bisa membantu kalian!" ujar Amira.

"Aku izin pulang, terima kasih sudah membantu saya mencari petunjuk kasus ini." Amira mengakhiri.

Begitu Amira berbalik badan, senyumnya langsung pudar.

Kilas balik (flashback) 3 tahun yang lalu.

"Kenapa saat aku bayi, Papa dieksekusi, Mama?" Amira yang masih berusia 11 tahun itu bertanya-tanya dengan mata berkaca-kaca.

"Amira ... darimana kamu tahu itu?" ibu Amira pun kebingungan, bagaimana anaknya bisa tahu.

"Aku tidak sengaja menguping ... tapi ketika aku bertanya, mereka malah pergi." ucap Amira.

Ibunya menarik napas, merasa keberatan untuk menceritakannya.

"Warga desa mengeksekusi Papa-mu atas tuduhan pencurian. Mama percaya Papa-mu tidak akan melakukan itu." airmata mulai berlinang di bagian bawah bola mata Ibu Amira.

"Memang benar ... memang benar itu adalah kesalahan. Mereka hanya main hakim sendiri. Meski kebenaran terungkap ... Papa-mu tidak akan mungkin kembali." 

Deg!

Amira terdiam. Anak polos dan baik hati itu, untuk pertama kalinya merasakan apa itu 'kebencian'. Amira sebelumnya tidak pernah membenci siapa pun, atau marah kepada siapa pun. Amira juga tidak tahu rasa tidak nyaman di hatinya ini adalah perasaan apa. Ya, sebab di umur 11 tahun inilah Amira pertama kali mengenal rasa 'benci'.

"Amira, janganlah membenci warga desa. Mama pun sudah memaafkan mereka. Tetap jadi anak yang baik, Amira."

Kilas balik (flashback) selesai.

Amira sendirian menyusuri tepi hutan untuk menuju rumahnya. Amira sengaja mencari jalan yang sepi, dia tidak mau orang lain melihat wajah murungnya itu.

'Aku membenci mereka ... aku membenci orang-orang bodoh yang menuduh ayahku .... Namun kini aku justru menjadi pembantu mereka untuk menyelesaikan permasalahan di desa ini, tanpa bayaran. Ya, tidak apa-apa. Itu keinginanku sendiri, aku memang sengaja banyak belajar dan ingin menjadi cerdas supaya tak ada lagi yang menjadi korban seperti ayahku.'

'Aku tidak mau membenci siapa pun lagi.'

'Meskipun rasanya berat harus membantu masalah orang yang telah mengeksekusi ayahku.'

'Tidak ada hukum di sini. Orang-orang bodoh di sini menolak memanggil orang pintar atau orang hukum.'

'Ah ... aku keceplosan. Aku berjanji ini adalah terakhir kalinya aku mengatai warga desa. Maafkan aku, Mama, Papa. Aku akan jadi anak baik yang selalu menjaga perkataanku agar tidak menyakiti orang lain.'

Amira tidak menyadari, ketika dia memikirkan itu semua, dia berjalan sembari berlinang airmata. Hatinya sangat rapuh, mengatakan hal-hal jahat seringan itu pun rasanya berat baginya. Amira pun merasa bersalah telah mengatai warga desa dengan julukan bodoh. Amira tak pernah membenci apa pun atau siapa pun selain warga desa yang telah mengeksekusi ayahnya.

***

Sssshhh ....

Srek, srek.

Suara daun kering di tanah yang tertiup angin di malam hari. Suara tonggeret yang hadir tanpa irama. Embusan angin cenderung menuju ke arah utara. Musim gugur, kebanyakan dedaunan telah jatuh, menyisakan dahan telanjang tanpa hijaunya daun. Tidak ada yang menutupi cahaya bulan memasuki bagian dalam hutan. Bukankah menyeramkan? Namun di sini Amira duduk di atas beberapa batang kayu yang sudah ditebang. Dia menikmati suasana, dari kakinya yang berayun-ayun tenang.

Tap, tap, tap.

Seseorang datang.

Rupanya itu bukan hal yang mengejutkan untuk Amira.

"Aku tahu, selama 2 tahun ini kau selalu menetap di sini 'kan? Tuan Vampir?" tanya Amira, dia bertanya dengan ramah.

"Yo! Sudah 2 tahun ya, Gadis Desa." ucapnya, memberi julukan kepada Amira.

Lelaki tersebut terlihat seumuran dengan Amira. Bajunya serba hitam.

"Gadis Desa, aku tahu kau menderita di desa ini. Maaf mengatakan ini, tapi kau yatim piatu, 'kan? Pergilah bersamaku." ajak vampir tersebut.

Amira justru kebingungan.

"Tidak. Aku harus membantu warga desa. Namun aku mengucapkan terima kasih." ucap Amira, menolak dengan sopan.

"Dasar, kau terlalu baik. Akan kutunjukkan bukti bahwa aku benar-benar memedulikanmu, Amira." pertama kali vampir itu menyebut nama Amira.

Vampir muda itu memberikan beberapa surat pesan kepada Amira yang sudah bangkit berdiri.

"Bacalah, maka kau akan tahu bahwa tuduhan kepada ayahmu itu sudah direncanakan. Ayahmu adalah manusia setengah vampir. Semua orang dewasa di desa ini tahu akan hal itu. Ibumu pun menyembunyikan fakta itu darimu. Kau telah dibohongi, Amira." ucap vampir muda itu.

Lutut Amira melemas, hingga akhirnya dia berlutut di tanah.

"Kau ... bohong 'kan?" gumam Amira, masih tersenyum menganggap vampir itu berbohong.

Namun vampir muda itu hanya diam. Tatapannya pun serius.

"Kau setengah vampir, Amira. Meski tidak ada ciri-ciri vampir pada dirimu, tapi nantinya akan kelihatan juga. Kau akan jadi vampir sepenuhnya jika sudah hidup dari kematian. Pergilah bersamaku, Amira." ajaknya sambil menyodorkan telapak tangan.

Amira sempat terdiam. Namun pada akhirnya, dia tetap menggapai tangan Ren, si vampir muda itu.

***

Bersambung.

Hubungi penulis jika mau tahu kelanjutannya ya~