Kumpulan Ulasan Buku

The Gifts of Imperfection: Tak Apa-Apa Tak Sempurna, Hilangkan Pikiran Kita Harus Jadi Seperti Apa, Jadilah Diri Sendiri

A. Identitas Buku

Judul : The Gifts of Imperfection: Tak Apa-Apa Tak Sempurna, Hilangkan Pikiran Kita Harus Jadi Seperti Apa, Jadilah Diri Sendiri

Penulis : Brené Brown, Ph.D., L.M.S.W.

Penerbit Alih Bahasa : PT Gramedia Pustaka Utama

Penerbit Asli : Hazelden Publishing

ISBN : 978-602-06-4092-1 

Tebal Buku : xiii + 220 halaman

Harga Buku : Rp. 75.000,00 (Harga Pulau Jawa)


B. Latar Belakang Penulis

Dr. Brené Brown merupakan seorang periset, penulis, dan profesor. Tak hanya itu, di luar halaman Tentang Penulis, Brown  mendeskripsikan dirinya sendiri sebagai seorang ibu, istri, peneliti, penulis, pembawa cerita, saudari, teman, putri, dan guru. Beliau adalah anggota dewan riset di College of Social Work, tempat dia telah menghabiskan sepuluh tahun terakhir untuk mempelajari konsep yang beliau sebut sebagai Kepenuhan-Hati.

Sebelum menulis buku luar biasa ini, Brown menghabiskan tujuh tahun pertama dari perjalanan riset sepanjang sepuluh tahunnya yang tidak mudah untuk mempelajari mengenai pengalaman perasaan malu dan takut. Brené tinggal di Houston bersama suaminya, Steve dan dua anak mereka, Ellen dan Charlie. Ketiga orang yang ia sayangi itu juga menuntun Brené memperoleh hasil riset penelitian untuk buku ini. Menariknya, proses riset Brown sedikit berbeda dari periset pada umumnya. Brené mengatakan bahwa datanya bukan datang dari kuesioner atau survei; beliau mewawancarai orang-orang dan mengumpulkan kisah dengan memggunakan catatan lapangan. Pada dasarnya tugas beliau adalah penangkap kisah.

C. Ringkasan Isi

Memang sangat penting untuk mengetahui seberapa banyak kita mengenal dan memahami diri kita, tetapi ada sesuatu yang lebih penting lagi untuk menjalani Kehidupan Sepenuh Hati, yaitu: mencintai diri kita sendiri. ⸺halaman xv

Buku penuh inspirasi ini berisi tentang banyak hal, dan akar dari segala permasalahan yang dibahas berasal dari rasa malu. Halangan kita semua untuk menjadi diri sendiri adalah rasa malu. Malu adalah soal takut. Kita takut orang tidak akan menyukai kita jika mereka mengetahui tentang siapa diri kita. Brown menegaskan bahwa kisah-kisah memalukan perlu diceritakan ke orang lain; tentunya ke orang yang tepat. Jika kita memendamnya, rasa malu akan beranak-pinak dalam pikiran. Maka, apabila kita mencintai diri sendiri, kita harus menghilangkan rasa malu; kita harus menghilangkan pribadi yang merahasiakan sesuatu dari dunia. Jangan jadi perfeksionis atau bahkan menari dengan topengmu; biarkan dunia mengetahui kerentananmu dan siapa dirimu. 

Semua itu adalah jalan untuk mengantarkan kita kepada kehidupan Sepenuh Hati yang menyadarkan kita bahwa: Terlepas dari apa yang sudah terselesaikan dan berapa banyak yang belum selesai, saya ini sudah memadai. Ya, saya tidak sempurna, rentan, dan terkadang takut, tetapi itu tidak mengubah kebenaran bahwa saya juga berani dan pantas untuk perasaan cinta serta memiliki. ⸺halaman 1

Pada bab-bab berikutnya, kita akan menjelajahi apa yang Brown temukan sebagai penghalang terbesar dari hidup dan mencintai dengan sepenuh hati dan bagaimana kita dapat mengembangkan strategi untuk bergerak maju; Brown menyebut itu sebagai Sepuluh Tiang Petunjuk. Sepuluh Tiang Petunjuk di dalam buku ini bukanlah sekadar materi di dalam “daftar hal yang perlu dilakukan”; melainkan merupakan upaya menumbuhkan dan melepaskan. Sepuluh Tiang Petunjuk ini adalah upaya hidup dan upaya jiwa. 

D. Kelebihan dan Kekurangan

Karya Brown ini unik karena memberikan pandangan baru tentang bagaimana menjalani hidup dengan penuh cinta dan penerimaan terhadap diri sendiri. Berbeda dari buku self-improvement lainnya yang hanya langsung menyatakan poin-poinnya, di sini penulis berulang kali menceritakan peristiwa dalam hidupnya, kerentanannya, dan Brown sendiri pernah menjadi bukan diri sendiri. Brown juga menyisipkan terkait proses riset dan metodologi yang dia gunakan, di mana buku self-improvement lain tidak mencantumkannya (seperti buku yang saya baca yaitu Bicara Itu Ada Seninya dan Rahasia Menjadi Pelajar Sukses). Brown seolah menyampaikan kisah hidupnya kepada kita sebagai seorang teman; kita tahu hal-hal berat yang ia alami, kita seolah merasa seperti seumuran dengannya, kita jadi tahu orang sehebat Brown bisa mengalami banyak kisah memalukan.

Namun, buku ini membutuhkan daya literasi tinggi untuk memahami apa yang ingin disampaikan penulis. Hal tersebut dapat menjadi kesempatan dan tantangan kita untuk mempelajari kosakata baru. Pada bagian pendahuluan yang panjang, penulis kurang mengajak atau mengarahkan pembaca bahwa mereka akan didatangkan menuju Sepuluh Tiang Petunjuk; alias penulis tidak memberi banyak informasi terkait Sepuluh Tiang Petunjuk (dari halaman 1 sampai 80). Selain isi, sampul buku juga alangkah baiknya dibuat lebih ramai, tidak putih polos; bisa juga menambahkan ilustrasi yang sesuai dengan isi buku.

E. Simpulan

Kalimat yang pertama kali muncul saat membaca pendahuluan buku ini: “Ternyata hal yang mengekangku selama ini adalah ‘rasa malu’!” Jarang sekali mendengar suatu topik terkait rasa malu, hal itu memang canggung untuk didiskusikan. Brown pun menyampaikan bahwa pengalaman memalukan (contoh umum: salah bicara saat presentasi) dapat mengubah diri kita secara signifikan. Sebagai pembaca kita akan paham dengan apa yang ingin disampaikan penulis karena kita mungkin juga pernah tidak menjadi diri sendiri karena pengalaman memalukan. Kemudian kita menyadari bahwa rasa malu itu merupakan akar dari sifat perfeksionis, dan sifat tersebut perlu dihilangkan; tentu saja manusia tidak bisa mencapai kesempurnaan, jadi untuk apa mengejar hal yang mustahil?

Besar kecilnya suatu masalah itu sangat tergantung pada diri kita; mau dibawa perasaan atau bodoh amat, mau mengutamakan pandangan orang lain atau membahagiakan diri sendiri. Buku ini memberikan jawaban atas pernyataan itu. Buku self-improvent dan self-help (julukan dari Brown sendiri) ini sangat pantas dibaca oleh siapa pun, bahkan individu yang sudah merasa menjadi diri sendiri pun perlu membaca buku ini untuk mencapai apa yang penulis sebut sebagai Kehidupan Sepenuh Hati.


Cerpen dan Dongeng Terbaik Bobo

📖 Pengantar

Sebenarnya masa kecilku nggak se-Bobo itu, maksudnya nggak sesering itu dibelikan Majalah Bobo oleh Mama. Sebenarnya aku beli buku ini untuk dipelajari gaya penulisannya, dikarenakan aku juga tertarik mengarang cerita untuk anak-anak.

Buku ini sempat mengubah pola pikirku dari "cerita itu yang penting konfliknya bagus" menjadi "cerita itu yang penting bermakna dan membawa kebaikan". Pola pikir itu tertuang menjadi cerpen seperti Warok Insani yang bagiku padat dengan nilai baik.

📚 Isi Buku

Aku suka dengan dongeng dan cerpen Bobo karena bahasanya mudah dipahami, bisa menggunakan perumpamaan yang tepat, dan yang pasti semuanya memiliki amanat yang jelas. Setiap cerita juga ada gambar ilustrasi yang memanjakan mata, orang dewasa atau anak-anak pasti tertarik membacanya. Ejaan yang ada di ceritanya juga rapi, contohnya elipsis ada spasi sebelum dan sesudah.

Aku dapat poster Bobo gratis juga ketika membeli buku ini di Shopee, sayangnya posternya hilang jadi nggak aku posting di sini.

Satu lagi yang membuat aku bertanya-tanya, cerpen dan dongeng yang dimasukkan ke buku ini penulisnya tidak lebih dari 4 (seingatku). Ada satu penulis yang mendominasi cerita di situ, sehingga secara pribadi bagiku kurang variatif. Awalnya aku berekspetasi isi bukunya berasal dari penulis yang berbeda-beda sehingga aku bisa menikmati cerita dengan gaya bahasa yang variatif pula.

Secara keseluruhan buku ini sangat disarankan untuk menjadi bahan bacaan anak-anak. Bisa juga dibacakan ke anak-anak secara lisan (mendongeng).

Arisan di Kelas? Boleh Enggak Sih?

✨️ Sekilas tentang buku mamah aku ✨️


📚 Eits jangan sangka beneran arisan di kelas ya! Ini hanya perumpaan saja.


👀 Buku ini tentang apa sih? 👀


🔮 Buku ini menjelaskan kalau di Era Globalisasi ini guru dituntut untuk melaksanakan pembelajaran yang bervariasi dan tidak monoton. Zaman Now, siswa dengan mudah browsing di internet untuk menemukan apapun yang ada di benak mereka antara lain materi pelajaran, buku pelajaran elektronik dan sumber belajar lainnya. Untuk itu Mamahku (penulis) berusaha membuat suasana kelas menjadi lebih menyenangkan dengan melakukan arisan di kelas. 


🔮 Arisan di sini dimodifikasi dengan mengocok tugas yang dipilih siswa dalam sebuah botol yang berisi gulungan arisan sehingga siswa merasa penasaran apa tugas yang harus dilakukan. Setelah mendapat giliran untuk mengocok arisan, secara berkelompok siswa melakukan tugas yang berbeda-beda sesuai yang diperintahkan pada gulungan kertas yang mereka terima. Di akhir pembelajaran siswa menempel hasil pekerjaan di papan tulis untuk dikonfimasi oleh guru. Model Pembelajaran ini dikembangkan dari model pembelajaran Talking Stick yang sudah ada sebelumnya dengan modifikasi di beberapa bagian.


💚 Seru ya kalau pembelajarannya kayak gini! Bisa dishare lho ke guru kalian atau ke orang tua kalian yang merupakan guru.