ICAI (International Center for Academic Integrity) menentukan 6 nilai yang berkaitan dengan integritas akademik, yaitu: kejujuran, kepercayaan, keadilan, sikap terhormat, tanggung jawab, dan keberanian. Kejujuran merupakan landasan bagi setiap interaksi pembelajaran yang akan menumbuhkan kepercayaan atas seseorang atau sesuatu di lingkungan akademik, menumbuhkan rasa keadilan, perilaku terhormat dan saling menghormati, serta keberanian dalam mempertanggungjawabkan setiap perilaku dan tindakan pada setiap individu (dosen, mahasiswa, tendik).
Salah satu respon negatif terhadap GenAI dari dunia pendidikan adalah semakin mudahnya alat tersebut dalam memfasilitasi ketidakjujuran dan misinformasi. Di satu sisi, pemanfaatan GenAI, seperti ChatGPT, memudahkan mahasiswa dalam mengerjakan tugas, menyusun laporan, dan menulis namun di sisi lain tuntutan pembelajaran mengharuskan mahasiswa mengerjakan tugasnya secara mandiri.
Sikap kritis mahasiswa perlu ditumbuhkan di dalam kelas ketika menggunakan GenAI, karena konten yang dihasilkan merupakan keluaran mesin yang belum tentu mencerminkan proses analisis yang tepat, tidak akurat, berpotensi menyesatkan atau bahkan merupakan hasil fabrikasi (atau sering disebut “halusinasi”). Dalam situasi tertentu, dosen bahkan dapat melarang penggunaan konten yang dihasilkan oleh GenAI tersebut. Yang menjadi tantangan adalah bagaimana dosen dan mahasiswa dapat mengenali dan membedakan mana konten yang dihasilkan oleh GenAI dan yang bukan.
Industri menjawab tantangan tersebut dengan berbagai alat bantu seperti Turnitin AI Detection, Copyleaks, dan GPT Zero yang memungkinkan pendeteksian pemanfaatan GenAI pada karya tulis atau tugas yang dikumpulkan oleh mahasiswa. Sebagai contoh, Turnitin Originality yang diklaim mampu mendeteksi pelanggaran akademis baru yang diakibatkan oleh pemanfaatan GenAI, seperti konten tulisan GenAI, kecurangan dan AI paraphrasing yang sering digunakan untuk mengaburkan konten yang dihasilkan oleh alat bantu seperti ChatGPT.
Akan tetapi, tentunya terdapat berbagai cara untuk tetap dapat memanfaatkan GenAI dan lolos dari Tools Detektor tersebut, antara lain:
1. Menulis ulang setiap judul yang menjadi kerangka tulisan yang dihasilkan oleh GenAI dengan bahasa sendiri,
2. Menggunakan GenAI hanya sebagai alat bantu penelusuran dan riset, tidak sebagai content generator sehingga mahasiswa tetap menjadi pemegang kendali ide dan hasil pemikirannya,
3. Tetap mempertahankan sentuhan manusia dalam karya tulis dengan tidak sepenuhnya bergantung pada struktur kalimat yang dihasilkan oleh aplikasi, seperti Grammarly, dan mempertahankan gaya penulisannya sendiri,
4. Menghindar dan tidak tergoda untuk memanfaatkan aplikasi seperti Quilibot untuk melakukan paraphrase dan tetap menyusun kata-kata sendiri sehingga alur tulisan lebih terjaga, jelas dan koheren.
5. Memastikan struktur tulisan yang jelas mulai dari pendahuluan, sitasi dan kesimpulan. Ketika mengutip argumentasi dari tulisan lain, sangat penting untuk melakukan sitasi yang benar sehingga tidak dianggap sebagai konten GenAI.
6. Menghindari istilah, kata-kata kunci maupun kata ganti yang sering digunakan oleh GenAI, bahkan bila memungkinkan memanfaatkan tools detector tersebut untuk secara manual menulis ulang bagian yang terdeteksi sebagai hasil GenAI itu sendiri.