3 Jenis Kesombongan yang Diperbolehkan


Keangkuhan yang Terpuji

Secara umum, sifat sombong, pongah, congkak, dan sebaganya  itu memang tidak baik, bahkan amat tercela. Namun terkadang, dalam beberapa kondisi ia bisa terpuji. Keangkuhan bisa totalitas berubah menjadi amal baik layaknya sifat rendah hati. 

Di mana, kerendahan hati ini diposisikan sebagai barometer tingginya pemahaman seseorang mengenai kehidupan, keragaman, agama dan seterusnya.  

 

Suatu ketika, Rasulullah saw menyanjung sifat mulia ini. Ia bersabda: 

ذَا تَوَاضَعَ الْعَبْدُ رَفَعَهُ اللَّهُ تَعَالَى إلَى السَّمَاءِ السَّابِعَةِ  

Artinya: Bila seorang merendah hati, Allah pasti akan mengangkat derajatnya sampai langit ketujuh. (Bariqah Mahmudiyyah, [juz II, halaman 185]).

 

Berikut imam Abu Sa’id Al-Khadimi menjelaskan tiga contoh kesombongan yang dipuji agama: 

 

Pertama, sombong kepada orang yang sombong. Dalam sebuah hadits diterangkan bahwa bersikap angkuh kepada mereka yang angkuh adalah bagian dari sedekah. Alasannya, kalau saja terus merendah di hadapan orang-orang congkak, maka mereka akan semakin berlarut-larut dalam gelap kecongkakannya. 

 

Namun, bila dibenturkan dengan kecongkakan yang lebih besar, mereka akan sadar bahwa dirinya tak sesempurna yang dipikirkan. Lagi pula, membiarkan mereka larut lebih jauh dalam kecongkakan, adalah satu kezaliman besar. Imam Abu Hanifah berpandangan:

أَظْلَمُ الظَّالِمِينَ مَنْ تَوَاضَعَ لِمَنْ لَا يَلْتَفِتُ إلَيْهِ وَقِيلَ قَدْ يَكُونُ التَّكَبُّرُ لِتَنْبِيهِ الْمُتَكَبِّرِ لَا لِرِفْعَةِ النَّفْسِ فَيَكُونُ مَحْمُودًا كَالتَّكَبُّرِ عَلَى الْجُهَلَاءِ وَالْأَغْنِيَاءِ 

Artinya: Orang yang paling zalim adalah mereka yang tetap merendah bahkan kepada orang yang berpaling congkak darinya. Mengingat, seperti yang pernah dikatakan bahwa sikap sombong itu tak mesti karena tinggi hati, tapi kadang dalam maksud untuk mengingatkan yang lain. Kalau demikian, sombong kepada orang yang congkak jelas terpuji. Seperti bersikap sombong di hadapan orang-orang bodoh yang keras kepala dan para hartawan kaya raya yang membusung dada (Bariqah Mahmudiyyah [juz II, halaman 186]).

 

Kedua, sombong di tengah kecamuk perang. Tujuannya, yaitu menggentarkan hati dan memporak-porandakan kekuatan pasukan lawan.

 

Ketiga, bersikap tinggi hati saat bersedekah. Maksud tinggi hati di sini adalah mengungkapkan bahwa dirinya tidak membutuhkan materi yang akan disedekahkan, dan sang penerimalah yang paling membutuhkan hal itu.

 

Ini bertujuan agar si penerima tanpa berat hati mengambil materi yang diberikan kepadanya. Dengan begitu, si penerima tentu sangat bahagia luar biasa, kebutuhannya terpenuhi tanpa goresan rasa ketidaknyamanan di hatinya.  

 

Beda lagi ceritanya, bila bersedekah dengan penuh ketawadukan. Misalnya mengatakan," Saya termasuk orang yang tak terlalu kaya, punya banyak kebutuhan juga seperti jenengan, tapi tidak masalah, saya akan sedekahkan ini ke jenengan, mohon diterima".

 

Tawaduk dalam hal ini tidak dibenarkan. Karena berpotensi besar akan menyinggung perasaan si penerima dan tentu akan berat menerima pemberian tersebut. Sahabat Jabir ra pernah meriwayatkan sebuah hadits, Rasulullah saw bersabda:

فَأَمَّا الْخُيَلَاءُ الَّتِي يُحِبُّ اللَّهُ تَعَالَى فَاخْتِيَالُ الرَّجُلِ نَفْسَهُ عِنْدَ الْقِتَالِ وَاخْتِيَالُهُ عِنْدَ الصَّدَقَة 

Artinya: Kesombongan yang dicintai Allah swt adalah sikap sombong seorang muslim di tengah medan perang dan ekspresi besar hatinya saat memberi sedekah.

 

Semoga kita dapat memahami makna sombong yang terpuji dan tidak dilarang agama. Serta terjauhkan dari sifat sombong dan congkak yang tercela, yang merasa diri lebih hebat dan paling benar.