Lokasi: Desa Sendang Duwur Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan 

Pendiri: Sunan Sendang bernama asli Raden Nur Rachmad 

Tahun Didirikan: 1561 M

Kompleks masjid dan makam Sendang Duwur ini terletak di Desa Sendang Duwur Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. Jaraknya kurang lebih 3 km di sebelah timur Kecamatan Paciran, tidak jauh dari jalan raya Kabupaten Sedayu Tuban dan termasuk wilayah pantai utara Jawa Timur. Desa Sendang Duwur berdampingan dengan Desa Sendang Agung atau Sendang Lebak, terletak di atas Bukit Karang yang oleh masyarakat setempat dinamakan bukit Tunon. Kedua desa ini terletak pada ketinggian antara 25 sampai 75 meter di atas permukaan laut. Masjid yang terletak di jalan R. Nur Rahmat Sunan Sendang ini berbatasan dengan rumah penduduk di sebelah timur, sebelah barat dan utara berbatasan dengan kompleks makam kuno dan di sebelah selatan dengan pemakaman umum.


Legenda pendirian masjid di atas mungkin mengandung kebenaran. Menurut Uka Tjandrasasmita, antara Masjid Mantingan di Jepara dan Masjid Sendang Duwur ini banyak memiliki kesamaan atau kemiripan, terutama pada bidang bangunan (arsitektur) maupun pada bidang dekorasi (ragam hias). Dia menyingkap pula dalam bukunya “Islamic Antiquities of Sendang Duwur”, bahwa sebenarnya yang disebut dengan Mbok Rondo Mantingan adalah Ratu Kalinyamat, kerabat kesultanan Demak yang kekuasaannya selain di Jawa Tengah juga sampai ke Jawa Timur termasuk Sendang Duwur. Tahun pendirian Masjid Mantingan yang 1559 M tidak jauh berbeda dengan Masjid Sendang Duwur yang 1561 Masehi. Dengan demikian dapat diduga bahwa kedua masjid ini mungkin direncanakan dan dikerjakan oleh orang-orang yang sama atau mendapatkan keahlian yang sama.

Pada tahun 1851 masyarakat sekitar merenovasi bangunan masjid atas inisiatif dan biaya swasembada masyarakat. Masyarakat bergotong royong dan bekerjasama merenovasi bangunan masjid dengan tetap mempertahankan desain konstruksi bangunan aslinya. Atap masjid tetap berkonstruksi tumpang tiga, namun atap yang awalnya berbahan sirap diganti dengan genteng. Demikian juga dengan konstruksi bangunannya tetap berbentuk Joglo khas Jawa bertiang soko guru terbuat dari kayu jati, namun dindingnya berbahan beton. Pada tahun 1919 Pemerintah Hindia Belanda mengutus Kepala Dinas Arkeologi Belanda untuk datang ke Desa Sendang Duwur menyaksikan perenovasian Masjid Sendang Duwur yang akan dilaksanakan oleh swadaya masyarakat. Pada tahun 1920 Masjid Sendang Duwur direnovasi dengan memperbaiki konstruksi bangunannya yang sudah rusak dan hampir roboh dimakan rayap tanpa mengubah sedikit pun arsitektur bangunan awal. Pada tahun 1938- 1939 Dinas Arkeologi Belanda dan Kegubernuran Jawa Timur mengadakan renovasi pada atap makam Sunan Sendang, pemugaran gapura makam dan tangga naik ke masjid yang berundakundak berjumlah 35 anak tangga terbuat dari batu. Selain itu juga memperbaiki konstruksi bangunan yang rusak karena kebocoran akibat hujan ataupun rayap.