Buku "Jendela Inspirasi"
Sinopsis:
-
Penulis:
Penulis terpilih event menulis buku gratis by Salam Pena
Penerbit:
Salam Pena
Link Pembelian Buku: -
Inspirasi Menulisku, Wahid Nashihuddin
oleh: Dwi Ridho Aulianto
“Kenapa sih, Dho, kamu suka menulis?” Itulah pertanyaan yang akhir-akhir ini sering aku dengar dari rekan kerja maupun teman-teman yang mengenalku. Aku memang suka menulis untuk menceritakan pengalaman, keresahan ataupun hal terkait pekerjaan. Tulisan dalam bentuk fiksi dan nonfiksi coba kupelajari, alhamdulillah beberapa publikasi telah terbit dalam buku antologi dan artikel di jurnal ilmiah.
Awal mula aku kenal dengan dunia menulis, tak lepas dari peran seseorang yang aku anggap sebagai kakak sekaligus sahabat terbaik selama aku hidup di perantauan. Namanya Wahid Nashihuddin, akrab dipanggil Mas Wahid, pria asal Kebumen yang bekerja sebagai Pustakawan di Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII LIPI), Jakarta.
Sekitar delapan tahun lalu, pertama kali aku bertemu dengan Mas Wahid. Tepatnya saat aku baru masuk sebagai CPNS di PDII LIPI, Januari 2014. Ia salah satu pegawai senior yang pertama aku kenal. Keramahannya kepada para pegawai baru membuat aku cepat akrab dengannya. Mas Wahid adalah pustakawan yang bertugas di Layanan Meja Informasi, sebuah layanan yang memiliki fungsi memberikan informasi kepada pengunjung tentang produk, jasa, layanan, dan fasilitas yang ada di perpustakaan.
Sesekali aku berkesempatan menemani Mas Wahid bertugas di meja informasi, tepatnya saat piket layanan perpustakaan hari Sabtu yang merupakan program rutin yang dilakukan oleh Perpustakaan PDII LIPI saat itu. Selain untuk mengenal sosok Mas Wahid lebih jauh, kesempatan ini aku gunakan untuk belajar langsung dan memperhatikan setiap aktivitas yang dilakukannya. Di saat luang, ia memanfaatkan waktu dengan hal positif seperti menelusur informasi, membaca artikel, berita terkini, mencari bahan referensi untuk membuat artikel ilmiah atau berbagi informasi kepada orang di sekitarnya terutama terkait dengan penulisan artikel ilmiah dan pengelolaan jurnal. Tidak pernah sekalipun aku melihatnya bermain game atau membuang waktu dengan percuma.
Saat itu, terlintas dalam pikiranku “betapa sulitnya membuat artikel ilmiah” Itulah yang mungkin dirasakan oleh kebanyakan orang, terutama yang belum pernah menulis. Aku membayangkan bagaimana aku bisa seperti dia? Rasa kagumku kepadanya muncul ketika aku mulai tahu kebiasaan yang ia lakukan.
Setelah setahun aku bekerja di PDII LIPI, pimpinan mulai memberikan kesempatan padaku untuk mengikuti kegiatan kantor yang dilaksanakan secara kolaborasi dengan bagian lain. Aku dan Mas Wahid sering dimasukkan dalam satu tim yang sama. Saking akrabnya banyak rekan kerja yang menyebut aku dan Mas Wahid seperti kakak beradik “Ada Wahid, ada Ridho, seperti kakak adik selalu bersama.”
Hari demi hari, aku mempelajari cara mencari data dan referensi untuk menyusun artikel ilmiah. Kini, aku mempunyai kesempatan untuk coba mulai menulis. Semangat menulis muncul karena tawaran kolaborasi dari Mas Wahid yang saat itu sedang aktif menulis artikel ilmiah. Kegemaran menulis membuat keberadaannya selalu memberikan pengaruh positif bagi sekitarnya, itulah yang kurasakan.
Setelah penelitian yang kami lakukan, akhirnya terbitlah tulisan pertamaku dengan Mas Wahid dengan judul “Evaluasi Kepuasan Pelanggan pada Jasa Perpustakaan dan ISSN PDII LIPI” yang diterbitkan di Jurnal BACA: Jurnal Dokumentasi dan Informasi pada Juni 2015. Kajian sederhana yang bersumber dari hasil pekerjaan yang dituangkan ke dalam tulisan ilmiah. Kolaborasi menulis kedua, kami lakukan saat kegiatan Lokakarya Nasional Dokumentasi yang bertema “Data, Informasi, dan Pengetahuan” tanggal 1-2 September 2015. Kami mengirimkan tulisan berjudul “Pengelolaan Lisensi untuk Legalitas Layanan Informasi Full Text Perpustakaan Digital.” Kolaborasi menulis berikutnya mengenai “Strategi Peningkatan Kompetensi dan Profesionalisme Pustakawan di Perpustakaan Khusus.” Artikel ini diterbitkan pada bulan Oktober 2015 oleh Jurnal Perpustakaan Pertanian.
Tahun 2015 merupakan tahun yang berkesan bagiku karena dari sanalah pemantik semangat menulis mulai berkobar. Empat tulisan berhasil terselesaikan, satu tulisan sebagai penulis pertama dan tiga tulisan sebagai penulis kedua. Begitu spesial bagiku karena di luar ekspektasi, aku bisa melewati batas kemampuanku dan meruntuhkan segala keraguan yang dulu berkecamuk dalam pikiranku. Kolaborasi menulis terus berlanjut dan kami lakukan di tahun berikutnya 2016, 2017, dan 2018.
Di tahun 2018, aku berkesempatan melanjutkan studi S2 di Universitas Padjadjaran, Bandung. Aku fokus menjalani status sebagai mahasiswa. Selain belajar, tuntutan sebagai mahasiswa yaitu dapat mempublikasikan artikel ilmiah pada jurnal ilmiah terakreditasi atau jurnal internasional. Hal yang tidak mengagetkan bagiku karena sebelumnya aku sudah terbiasa belajar menulis, sehingga hal tersebut tidak menjadi hambatan bagiku untuk melakukannya.
Walaupun berjauhan, aku sangat sering berkomunikasi dengan rekan-rekan kerja melalui sambungan video call whatsapp untuk menanyakan kabar atau sekedar melepas rasa kangen. Alhamdulillah di tahun 2019, teman-teman terdekatku satu persatu mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan studi S2, begitu juga dengan Mas Wahid. Akhirnya ia bisa melanjutkan studi S2 ke Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Memasuki tahun 2020, bencana besar melanda dunia. Virus Covid-19 mulai menyebar ke seluruh pelosok Indonesia. Berbagai macam kebijakan pemerintah dilakukan untuk mencegah laju penularan Covid-19 dengan membatasi mobilitas masyarakat. Covid-19 di Indonesia mengalami masa puncak sekitar pertengahan tahun 2021. Begitu dahsyat lonjakan penularan dan angka kematian yang terjadi di Indonesia. Pada masa pandemi, aku tetap menjaga komunikasi dengan keluarga, sahabat, rekan kerja, dan orang lain. Namun, melihat berita yang setiap hari menayangkan pemberitaan yang begitu menakutkan membuat rasa cemas begitu menghantui. Sampai hari itu pun tiba, hari Selasa tanggal 13 Juli 2021 kabar duka menghampiriku. Aku menerima telepon dari teman yang mengabarkan bahwa Mas Wahid meninggal dunia. Apa? Mas Wahid meninggal dunia? Iya, benar.
Mendengar kabar tentang kepergiannya, aku langsung tertunduk lesu. Rasanya seperti hati tertusuk panah. Nafas terasa sesak dan detak jantung semakin kencang. Sekuat tenaga menahan rasa sakit ini, tak terasa air mataku pun menetes deras tanpa henti. Bagai disambar petir di siang bolong, hal yang tak pernah terbayangkan sedikit pun akan ditinggal olehnya secepat ini.
Perlahan aku menerima kenyataan ini, perjalanan hidup seseorang tidak ada yang tahu. Sekarang, aku berusaha terus menyebarkan semangat menulis dengan mengajak orang-orang di sekitarku agar mau belajar menulis. Hal yang dulu pernah dilakukan oleh Mas Wahid kepadaku. Walaupun kadang tak kuasa air mata ini menetes jika mengingat tentangnya. Seluruh kebaikan yang telah ia lakukan untukku dan orang lain semoga menjadi amal ibadah yang terus mengalir untuknya. Sosoknya sekarang sudah tak ada lagi di dunia, namun semangatnya selalu hidup menemani orang-orang yang pernah mengenalnya. Mas Wahid, You are the best person I have ever known.
“Terus belajar dan tebarlah kebaikan serta jangan pernah takut mencoba hal baru karena sebuah keraguan hanya bisa terjawab jika kamu sudah melakukannya”
*****