Asas ini adalah inti dari kepercayaan dalam BK. Segala data atau keterangan tentang klien (peserta didik) yang diperoleh konselor, baik dalam bentuk verbal maupun non-verbal, tidak boleh disebarluaskan kepada siapapun. Informasi ini hanya boleh diketahui oleh konselor dan klien yang bersangkutan.
Contoh: Seorang siswa bercerita tentang masalah pribadi yang sangat sensitif kepada guru BK. Guru BK wajib menjaga informasi tersebut agar tidak bocor kepada teman, guru lain, atau orang tua tanpa izin eksplisit dari siswa, kecuali dalam situasi darurat yang membahayakan nyawa.
Asas Kesukarelaan (Voluntariness)
Layanan BK, terutama konseling, harus diberikan atas dasar sukarela dari klien. Klien tidak boleh dipaksa atau ditekan untuk menerima layanan. Jika klien datang dengan sukarela, ia akan lebih terbuka, jujur, dan aktif dalam proses konseling, yang pada akhirnya akan mempercepat penyelesaian masalah.
Contoh: Seorang siswa datang ke ruang BK karena keinginannya sendiri setelah merasa kesulitan dalam belajar, bukan karena disuruh oleh guru mata pelajaran.
Asas Keterbukaan (Openness)
Klien diharapkan terbuka dalam menyampaikan masalah yang dihadapinya tanpa ada yang ditutup-tutupi, dan juga terbuka dalam menerima berbagai ide atau saran dari konselor. Konselor juga harus terbuka dalam memberikan informasi yang relevan kepada klien sesuai batas etika dan profesionalisme. Asas ini berkaitan erat dengan asas kerahasiaan dan kesukarelaan.
Contoh: Dalam sesi konseling, siswa dengan jujur menceritakan kekhawatiran terbesarnya tanpa ragu, dan juga bersedia mempertimbangkan alternatif solusi yang disampaikan konselor.
Asas Keterkinian (Contemporaneity)
Masalah yang ditangani dalam layanan BK haruslah masalah yang sedang dialami saat ini oleh klien. Konselor harus berfokus pada apa yang sedang terjadi dan bagaimana mengatasinya sekarang, meskipun akar masalah mungkin berasal dari masa lalu.
Contoh: Jika seorang siswa datang dengan masalah kecemasan menghadapi ujian esok hari, fokus konseling adalah pada strategi menghadapi ujian tersebut, bukan melulu membahas trauma masa kecil yang mungkin memicu kecemasan.
Asas Kemandirian (Independence)
Tujuan akhir dari layanan BK adalah agar klien menjadi pribadi yang mandiri, yaitu mampu memahami diri sendiri, mengatasi masalahnya sendiri, dan membuat keputusan yang bertanggung jawab tanpa terlalu bergantung pada orang lain atau konselor. Konselor hanya berfungsi sebagai fasilitator, bukan pemecah masalah.
Contoh: Setelah beberapa sesi, siswa yang awalnya ragu dalam memilih jurusan kini mampu membuat keputusan sendiri berdasarkan pertimbangan yang matang, bukan lagi menunggu disuruh oleh orang tua atau guru.
Asas Kekinian (Recency)
Hampir mirip dengan keterkinian, asas kekinian menekankan bahwa masalah yang dibahas adalah masalah aktual yang dialami oleh klien pada saat layanan diberikan. Konselor membantu klien dalam menyelesaikan masalah yang sedang hangat terjadi.
Asas Kedinamisan (Dynamism)
Layanan BK harus selalu berkembang dan tidak monoton. Materi, metode, dan pendekatan yang digunakan harus disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, serta karakteristik dan kebutuhan klien yang terus berubah.
Contoh: Penggunaan teknologi informasi dalam penyampaian informasi karier atau penggunaan teknik konseling yang inovatif.
Asas Keterpaduan (Integrity)
Layanan BK harus terpadu dan sistematis, antara satu jenis layanan dengan layanan lainnya, dan juga antara layanan BK dengan program pendidikan lainnya di sekolah. Semua pihak yang terlibat (guru mata pelajaran, orang tua, administrasi sekolah) harus saling berkoordinasi untuk mencapai tujuan BK.
Contoh: Informasi dari bimbingan kelompok tentang minat belajar ditindaklanjuti dengan konseling individual bagi siswa yang membutuhkan, dan juga dikoordinasikan dengan wali kelas.
Asas Kenormatifan (Normativity)
Seluruh penyelenggaraan layanan BK tidak boleh bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, baik norma agama, hukum, adat istiadat, ilmu pengetahuan, maupun norma perilaku yang ditujukan bagi klien.
Contoh: Konselor tidak akan menyarankan siswa untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan sekolah atau nilai moral, meskipun siswa merasa itu adalah solusi terbaik baginya.
Asas Keahlian (Expertise)
Layanan BK harus diselenggarakan oleh tenaga ahli atau profesional yang memiliki kompetensi dan kualifikasi di bidang bimbingan dan konseling (yaitu konselor atau guru BK yang bersertifikat). Ini menjamin kualitas dan efektivitas layanan.
Contoh: Hanya guru BK yang memiliki latar belakang pendidikan BK yang dipercaya untuk memberikan layanan konseling kepada siswa.
Asas Alih Tangan Kasus (Referral)
Apabila konselor merasa tidak memiliki kemampuan atau kewenangan untuk menangani masalah klien, ia harus mengalih tangankan klien tersebut kepada pihak lain yang lebih berwenang atau kompeten, seperti psikolog, psikiater, dokter, atau ahli hukum.
Contoh: Jika seorang siswa menunjukkan gejala depresi berat yang memerlukan penanganan medis, guru BK akan merujuk siswa tersebut kepada psikiater atau psikolog klinis.
Asas-asas ini adalah fondasi etika dan praktik profesional dalam Bimbingan dan Konseling, memastikan layanan yang diberikan benar-benar bermanfaat dan bertanggung jawab.
Prayitno. (2017). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Rineka Cipta.