Computational Thingking (CT) digubakan oleh Seymour Papert pada tahun 1980. Pada tahun 2006 Wing mendefinisikan CT sebagai kombinasi antara keterampilan intelektual dan berpikir yang menyatakan bagaimana manusia berinteraksi dan belajar dengan bahasa computer (Wing., 2011). Hal ini merupakan proses berpikir ketika merumuskan masalah dan menyelesaikan masalah, disajikan dalam bentuk yang bisa diimplementasikan secara efektif menggunakan alat proses komunikasi. CT adalah keterampilan yang sangat penting bagi semua orang didunia yang semakin berorientasi pada komputasi (Borkulo., 2021). Computational Thinking dapat membantu peserta didik menemukan alat pemecahan masalah, memutuskan alat yang paling tepat untuk diterapkan kepada masalah yang diberikan, dan mengenali bagaimana memecahkan masalah dengan cara yang baru (Pellegrino., 2012). Alasan masuknya CT dalam pembelajaran matematika adalah karena dunia semakin berorientasi pada komputer, dimana para peserta didik perlunya memahmi prinsip-prinsip bagaimana komputer bekerja dan apa jenis masalah yang dapat diselesaikan menggunakan computer atau secara komputasi . CT mengacu pada pembelajaran aljabar dan pembelajaran yang terkait dengan bidang matematika lainnya (angka, geometri, probabilitas dan statistika), dapat berkontribusi pada perkembangan CT. Kemampuan lain terkait aljabar dan CT yakni identifikasi pola untuk membuat generalisasi, langkah algoritma. Sains dan matematika banyak mengalami pertumbuhan terutama dalam bagian komputasi. Peningkatan pentingnya konputasi di bidang sains, teknologi, teknik dan matematika (STEM) yang telah diakui oleh komunitas pendidikan STEM. Di berbagai negara maju seperti Iggris, Amerika, Jepang, dan Singapura. CT telah menjadi salah satu kompetensi dasar di era pendidikan berbasis STEM pada saai ini. Sementara situasi Indonesia saat ini belum menjadi hal yang wajib untuk memasukkan kedalam mata pelajaran, CT belum menjadi perhatian penting bagi pendidikan Indonesia, namun pada tahun 2020 kementrian pendidikan dan kebudayaan (kemdikbud) telah merencanakan dua kemampuan yang harus ada dalam kurikulum indonesia salah satunya adalah computational thinking. Negara Indonesia sadar bahwa CT nantinya akan sangat membantu anak Indonesia dalam menghadapi permasalahan yang kompleks.
Salah satu potensi yang perlu dikembangkan pada peserta didik adalah kemampuan menyelesaikan masalah. Kemampuan ini jika dimiliki peserta didik, maka mereka akan lebih siap dalam menghadapi tantangan kedepannya. Namun, pada kenyataannya pendidikan belum memberikan kesempatan untuk peserta didik dalam menyelesaikan masalah secara mandiri. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan bernalar untuk pemecahan masalah yaitu dengan berpikir komputasi. Berpikir komputasi merupakan sebuah proses pemikiran untuk memecahkan masalah berasal dari ilmu komputer akan tetapi dapat diterapkan dalam aspek apa pun, atau disiplin ilmu lain melalui proses pemecahan masalah. Berpikir komputasi adalah proses yang perlu dilakukan secara kreatif dalam mengimplementasikan penyelesaian masalah, meliputi ide, peluang, dan tantangan yang ditemui untuk menemukan solusi. berpikir adalah berpikir dengan menggunakan logika, melakukan sesuatu dengan pertimbangan tertentu, menentukan keputusan apabila menghadapi dua kemungkinan yang berbeda. berpikir komputasi juga dapat diartikan proses berpikir untuk pemecahan suatu permasalahan yang mengadopsi dari ilmu komputer dengan menggunakan logika untuk menentukan solusi yang efektif, efisien, dan optimal.
Berpikir computasi (Computational Thinking) sangat penting karena saat ini computational thinking sudah menjadi bagian dari kurikulum merdeka. Untuk jenjang pendidikan dasar computationa thinking diintegrasikan pada mata pelajaran matematika, bahasa Indonesia, dan IPAS. Computational Thinking dapat membantu proses berpikir dalam pengembangan aplikasi komputer, tetapi juga mendukung proses berpikir dengan pemecahan masalah (problem solving). Kaitan Computational Thinking dengan pembelajran yakni untuk memadukan pemikiran komputasi dengan praktik literasi dengan memanfaatkan keterampilan atau kemampuan literasi yang telah dimiliki peserta didik untuk ditingkatkan lagi hasil komputasinya. Sebaliknya, untuk dapat mendorong perkembangan literasi peserta didik di sekolah yang dilakukan dengan berpikir secara komputasi.
Pembelajaran Matematika berbasis Computational Thinking sesuai diterapkan pada kurikulum merdeka belajar. Metode ini dapat meningkatkan kemampuan pemahaman matematis siswa dan kinerja siswa menjadi lebih cepat, akurat dan terstruktur sebagaimana kinerja pada komputer. Selain itu, menurut salah satu guru matematika , pembelajaran matematika dengan metode computational thinking dapat dikolaborasi dengan metode yang digunakan sebelumnya, yang pasti dengan mengkolaborasi keduanya menjadi pembelajaran matematika yang lebih menyenangkan dan mudah dipahami siswa. Karena di dalam menerapkan suatu metode pembelajaran, perlunya persiapan yang matang, baik adaptasi guru dengan siswa, penyesuaian karakter dan tingkat pemahaman siswa, serta sarana dan prasarana sekolah yang memadai. kemampuan matematika siswa di Indonesia masih terbilang sangat rendah, mengingat tingkat literasi dan numerasi di Indonesia yang juga rendah. Tingkat kemampuan siswa yang berbeda-beda sedangkan metode pembelajaran di samaratakan, kemampuan matematika siswa yang jarang diasah, karena siswa sudah menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit sehingga secara tidak langsung siswa sudah membenci matematika sebelum masuk pada ruang lingkupnya. Hal ini sudah tertanam dari dulu seperti itu hingga terbawa sampai sekarang, dan kurangnya kreativitas guru dalam melakukan pembelajaran matematika, artinya selama guru masih berada dalam zona nyaman dan tidak berusaha untuk keluar dari zona tersebut, pendidikan di Indonesia tidak akan berkembang. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pentingnya bagi seorang pendidik untuk senantiasa melakukan peng-upgrade-an/pembaharuan dalam pembelajaran matematika dengan menyesuaikan kemampuan siswanya, hal ini dimaksudkan supaya matematika tidak lagi dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dan membosankan. Oleh karena itu, metode pembelajaran computational thinking dapat dijadikan solusi yang tepat untuk meningkatkan nilai dan minat siswa pada pelajaran matematika di era kurikulum merdeka belajar. Hal ini dikarenakan konsep computational thinking yang terstruktur, mudah dipahami dan menjadi menyenangkan apabila disampaikan sesuai prosedur kurikulum merdeka belajar meliputi : (1) pengenalan konsep, (2) mengaitkan materi ke dalam realita (kenyataan), (3) mengeksplor secara terbuka, dan (4) menghasilkan produk nyata sehingga terdapat output di setiap materi yang disampaikan. Artinya siswa memiliki tujuan untuk mempelajari suatu materi yang diberikan.
Berpikir komputasional tidak hanya menjadi kunci bagi para peserta didik yang bercita-cita di bidang teknologi atau komputasi, melainkan juga dapat memberikan manfaat bagi individu di berbagai sektor (Wing, 2008). Sebagai contoh, dalam konteks bisnis, kemampuan berpikir komputasional dapat mendukung optimalisasi proses bisnis dan peningkatan efisiensi operasional. Di sektor pendidikan, kemampuan berpikir komputasional juga dapat membantu siswa dalam menyelesaikan tantangan sains atau matematika dengan lebih efektif. Dalam kalangan akademisi dan praktisi konsep berpikir komputasional sudah sangat popular di berbagai bidang pengetahuan, seperti bidang ilmu komputer, ilmu alam, ilmu social, matematika dan pendidikan. Ini dikarenakan oleh tingginya relevansi kemampuan berpikir komputasional dalam era digital yang semakin mendominasi. Dengan demikian penting bagi kita sebagai seorang pendidik atau calon pendidik untuk mengetahui bagaimana keterampilan berpikir komputasional siswa dalam proses pembelajaran dan apa saja manfaat, tahapan, karakteristik serta tantangan dan upaya dalam menerapkan computational thinking bagi siswa. Dan siswa laki-laki maupun perempuan di tingkat pendidikan dasar memiliki kesempatan untuk mengenal, memahami, dan mengaplikasikan berpikir komputasional dalam berbagai aspek kehidupan seharihari. Ketika menghadapi suatu permasalahan atau ketika ingin mencapai tujuan dapat diselesaikan dengan solusi yang efektif, efisien, dan optimal (Pujiharti et al., 2022).