Ruang Kolaborasi
Modul 3.3
Berdasarkan pemahaman mereka terhadap konsep kepemimpinan murid, CGP akan bekerja dalam kelompok membuat gambaran umum sebuah program/kegiatan sekolah yang mempromosikan suara, pilihan, kepemilikan murid.
CGP mempresentasikan hasil kerja kelompoknya kepada kelompok lain dan saling memberikan umpan balik.
Demonstrasi Kontekstual
Modul 3.3
CGP dapat mengembangkan ide dari ruang kolaborasi menjadi sebuah prakarsa perubahan dalam bentuk rencana program/kegiatan yang memanfaatkan model manajemen perubahan BAGJA.
Koneksi Antar Materi Modul 3.3
Setelah mempelajari modul ini, saya merasa termotivasi dan tercerahkan. Modul ini memperdalam pemahaman saya tentang konsep kepemimpinan murid dan pentingnya memberikan ruang bagi murid untuk mengambil peran aktif dalam pembelajaran mereka. Selain itu saya mendapatkan pengetahuan baru mengenai berbagai jenis program pendidikan yang bisa memberikan dampak positif terhadap pembelajaran, keterampilan sosial, dan perkembangan pribadi murid. Dengan memahami pengaruh program-program tersebut, para pendidik, pengelola sekolah, dan pembuat kebijakan dapat merancang atau menilai inisiatif yang lebih efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kesejahteraan murid.
Agar kita dapat menjadikan murid sebagai pemimpin bagi proses pembelajarannya sendiri, maka kita perlu memberikan kesempatan kepada murid untuk mengembangkan kapasitasnya dalam mengelola pembelajaran mereka sendiri, sehingga potensi kepemimpinannya dapat berkembang dengan baik. Peran kita yakni mendampingi murid agar pengembangan potensi kepemimpinan mereka tetap sesuai dengan kodrat, konteks dan kebutuhannya dan mengurangi kontrol kita terhadap mereka. Saat murid menjadi pemimpin dalam proses pembelajaran mereka sendiri (atau kita katakan: saat murid memiliki agency), maka mereka sebenarnya memiliki suara (voice), pilihan (choice), dan kepemilikan (ownership) dalam proses pembelajaran mereka. Lewat suara, pilihan, dan kepemilikan inilah murid kemudian mengembangkan kapasitas dirinya menjadi seorang pemilik bagi proses belajarnya sendiri. Tugas kita sebagai guru sebenarnya hanya menyediakan lingkungan yang menumbuhkan budaya di mana murid memiliki suara, pilihan, dan kepemilikan dalam apa yang mereka pikirkan, niat yang mereka tetapkan, bagaimana mereka melaksanakan niat mereka, dan bagaimana mereka merefleksikan tindakan mereka.
Voice (suara) adalah pandangan, perhatian, gagasan yang diekspresikan oleh murid melalui partisipasi aktif mereka di kelas, sekolah, komunitas, dan sistem pendidikan mereka, yang berkontribusi pada proses pengambilan keputusan dan secara kolektif mempengaruhi hasilnya. Mempertimbangkan suara murid adalah tentang bagaimana kita memberdayakan murid kita agar memiliki kekuatan untuk mempengaruhi perubahan. Suara murid yang otentik memberikan kesempatan bagi murid untuk berkolaborasi dan membuat keputusan dengan orang dewasa seputar apa dan bagaimana mereka belajar dan bagaimana pembelajaran mereka dinilai.
Pilihan (choice) adalah peluang yang diberikan kepada murid untuk memilih kesempatan-kesempatan dalam ranah sosial, lingkungan, dan pembelajaran. Aiken et al (2016) dalam Thibodeaux et al. (2019), menyimpulkan bahwa memberi pilihan akan memberdayakan murid, mendorong keterlibatan, dan mempromosikan minat dalam pengalaman belajar. Selain itu, memberi peserta didik pilihan dan kepemilikan mensyaratkan bahwa kontrol dalam proses pembelajaran harus diberikan juga kepada murid-murid (Thibodeaux 2017; 2019).
Kepemilikan (Ownership), pilihan dan suara murid menjadi penting agar murid mempunyai rasa ‘memiliki’ proses pembelajaran mereka sendiri. Di sisi lain, melalui pilihan dan dengan rasa memiliki yang kuat, suara mereka kemudian dapat diwujudkan.
Upaya menumbuhkembangkan kepemimpinan murid akan menyediakan kesempatan bagi murid untuk mengembangkan profil positif dirinya, yang kemudian diharapkan dapat mewujud sebagai pengejawantahan Profil Pelajar Pancasila dalam dirinya. Sebagaimana padi yang hanya akan tumbuh subur pada lingkungan yang sesuai, maka kepemimpinan murid pun akan tumbuh dengan lebih subur jika sekolah dapat menyediakan lingkungan yang cocok. Lingkungan yang menumbuhkembangkan kepemimpinan murid adalah lingkungan di mana guru, sekolah, orangtua, dan komunitas secara sadar mengembangkan wellbeing atau kesejahteraan diri murid-muridnya secara optimal. lingkungan yang menumbuhkembangkan kepemimpinan murid akan memiliki beberapa karakteristik, di antaranya adalah:
Lingkungan yang menyediakan kesempatan untuk murid menggunakan pola pikir positif dan merasakan emosi yang positif
Lingkungan yang mengembangkan keterampilan berinteraksi sosial secara positif, arif dan bijaksana, di mana murid akan menjunjung tinggi nilai-nilai sosial positif yang berbasis pada nilai-nilai kebajikan yang dibangun oleh sekolah
Lingkungan yang melatih keterampilan yang dibutuhkan murid dalam proses pencapaian tujuan akademik maupun non-akademiknya
Lingkungan yang melatih murid untuk menerima dan memahami kekuatan diri, sesama, serta masyarakat dan lingkungan di sekitarnya
Lingkungan yang membuka wawasan murid agar dapat menentukan dan menindaklanjuti tujuan, harapan atau mimpi yang manfaat dan kebaikannya melampaui pemenuhan kepentingan individu, kelompok, maupun golongan
Lingkungan yang menempatkan murid sedemikian rupa sehingga terlibat aktif dalam proses belajarnya sendiri
Lingkungan yang menumbuhkan daya lenting dan sikap tangguh murid untuk terus bangkit di tengah kesempitan dan kesulitan.
Komunitas adalah bentuk dari aset sosial yang dimiliki sekolah yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas program/kegiatan pembelajaran di sekolah. Sebagai pusat dari proses pendidikan, murid ‘berada’ dalam lintas komunitas. Mereka dapat berada sekaligus pada:
komunitas keluarga (anggotanya dapat terdiri orang tua, kakak, adik, pengasuh, dsb)
komunitas kelas dan antar kelas (anggotanya dapat terdiri teman sesama murid, guru)
komunitas sekolah (anggotanya dapat terdiri dari kepala sekolah, pustakawan, penjaga sekolah, laboran, penjaga keamanan, tenaga kebersihan, petugas kantin, dsb)
komunitas sekitar sekolah (anggotanya dapat terdiri dari RT/RW, tokoh masyarakat setempat, puskesmas, tokoh agama setempat, dsb)
komunitas yang lebih luas. (anggotanya dapat terdiri dari organisasi masyarakat, dunia usaha, media, universitas, DPR, dsb)
Keterkaitan Modul 3.3 ini dengan modul sebelumnya antara lain :
Modul 1.1 : Guru memiliki peran strategis untuk menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak sehingga mereka dapat bahagia dan selamat sebagai individu masyarakat. Dalam mengelola program sekolah yang berdampak pada murid, hendaknya melibatkan murid dan memperhatikan pengembangan potensi atau kodrat murid.
Modul 1.2 : Nilai-nilai dari seorang guru penggerak, yaitu mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif, dan berpihak pada murid. Nilai dan peran dari guru penggerak tidak terlepas dari cita-cita mulia untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila dan merdeka belajar. Dalam menjalankan perannya, seorang guru tidak hanya cukup sebagai pemimpin pembelajaran di kelas, tetapi juga mempunyai tanggung jawab sebagai pemimpin dalam pengelolaan program sekolah yang berpihak pada murid.
Modul 1.3 : Dalam merencanakan dan mengelola program yang berdampak pada murid dilakukan dengan menggunakan pendekatan inkuiri apresiatif model BAGJA, dengan terlebih dahulu memetakan aset atau sumber daya sekolah, dan mengembangkan aset atau potensi yang bisa dikembangkan untuk merencanakan program sekolah yang berdampak pada murid.
Modul 1.4 : Budaya positif tebentuk dari lingkungan yang mendukung pengembangan potensi, minat dan profil belajar murid. Hal pertama yang dilakukan adalah menemukan kekuatan diri anak. Guru harus mampu mengoptimalkan sumber daya lingkungan yang positif dan mengembangkan budaya positif sehingga anak dapat tumbuh sesuai kodrat alam dan kodrat zamannya.
Modul 2.1 : Pembelajaran berdiferensiasi adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan belajar murid (minat, kesiapan, dan profil belajar murid) kebutuhan belajar murid ini harus menjadi dasar dalam menumbuhkan kepemimpinan murid melalui program yang berdampak positif pada murid.
Modul 2.2 : Pembelajaran sosial emosional memberikan pondasi yang kuat bogi guru dan murid untuk dapat sukses dalam berbagai area kehidupan, termasuk kesejahteraan psikologis (well being) secara optimal dalam mengelola program guru harus berupaya sosial mengintegrasikan pembelajaran emosional dalam prosesnya agar dapat terwujud kesadaran penuh sehingga bisa berdampak positif bagi murid.
Modul 2.3 : Dalam pengelolaan program yang berdampak pada murid, coaching dapat digunakan sebagai strategi untuk mengembangkan sumber daya murid, mengembangkan kepemimpinan murid, menggali potensi murid untuk mencapai tujuan pendidikan, yaitu keselamatan dan kebahagiaan anak setinggi-tingginya.
Modul 3.1 : Guru sebagai seorang pemimpin pembelajaran dapat mengambil keputusan secara bijak, yaitu keputusan yang berpihak pada murid. Dasar, prinsip, paradigma, atau nilai dalam pengambilan keputusan harus konsisten, terutama berkaitan dengan dilema etika atau bujukan moral.
Modul 3.2 : Pengelolaan program yang akan dirancang selalu berprinsip pada kebermanfaatanya yaitu mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada murid. Pengelolaan program ini harus didukung oleh identifikasi aset/ modal yang dimiliki oleh sekolah. Sehingga pemanfaatan dan pengefektifan sumber daya menjadi prioritas yang perlu diperhatikan oleh seluruh stakeholder yang ada.
Program yang berdampak positif pada murid adalah program yang dirancang dengan memperhatikan kebutuhan dan karakteristik siswa, serta mendukung perkembangan akademik, sosial, emosional, dan keterampilan hidup mereka. Berikut adalah perspektif saya tentang bagaimana seharusnya program-program atau kegiatan sekolah direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi agar berdampak positif pada murid:
Perencanaan : Perencanaan program harus dimulai dengan pemahaman mendalam tentang kebutuhan siswa, baik dari segi akademik, sosial, emosional, maupun fisik. Melibatkan siswa dalam proses identifikasi kebutuhan melalui diskusi atau survei bisa membantu merancang program yang lebih relevan. Program harus mempertimbangkan keragaman siswa, termasuk siswa dengan kebutuhan khusus atau yang datang dari latar belakang yang berbeda. Dengan memastikan bahwa program dapat diakses oleh semua siswa, maka dampaknya bisa lebih merata.
Pelaksanaan : Program yang sukses harus cukup fleksibel untuk menyesuaikan diri dengan situasi yang berubah. Semua murid harus memiliki akses yang sama terhadap sumber daya dan kegiatan dalam program, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik atau ekonomi. Program yang berpihak pada murid harus memastikan tidak ada yang terabaikan. Program-program yang mengintegrasikan teknologi dengan bijak, misalnya platform belajar online atau aplikasi pendampingan, dapat memberikan dampak yang lebih besar, terutama dalam meningkatkan akses pendidikan.
Evaluasi : Proses evaluasi tidak hanya dilakukan di akhir program, tetapi harus dilakukan secara berkala untuk melihat perkembangan murid dan efektivitas dari kegiatan yang dilaksanakan. Ini membantu untuk melakukan penyesuaian jika diperlukan. Agar evaluasi lebih akurat dan sesuai dengan pengalaman murid, mereka perlu dilibatkan dalam proses evaluasi. Misalnya, murid dapat memberikan umpan balik mengenai cara mereka merasa terlibat, apakah mereka merasa program ini relevan, dan apakah mereka mendapat manfaat darinya. Data dari evaluasi, baik kuantitatif maupun kualitatif, harus digunakan untuk memperbaiki dan mengembangkan program di masa depan. Hal ini penting agar program yang ada terus berkembang dan tetap sesuai dengan kebutuhan murid.
Program yang berdampak positif pada murid harus berpusat pada kebutuhan, suara, dan keberagaman murid. Dengan perencanaan yang cermat, pelaksanaan yang responsif, serta evaluasi yang berkelanjutan dan berbasis data, program-program sekolah dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik dan lebih relevan bagi setiap murid. Melalui pendekatan yang berpihak pada murid, sekolah dapat memastikan bahwa setiap program yang dilaksanakan memberikan manfaat maksimal dalam mendukung perkembangan akademik dan pribadi murid.
Winda Ratna Siswaningtyas, S.Pd., Gr.
Aksi Nyata Modul 3.3
CGP dapat menjalankan tahapan B (Buat Pertanyaan) & A (Ambil Pelajaran) berdasarkan model prakarsa perubahan B-A-G-J-A yang telah dibuat sebelumnya pada tahapan Demonstrasi Kontekstual dalam sebuah aksi nyata.
CGP membuat dokumentasi pelaksanaan tahapan yang telah dijalankan tersebut.