Panduan Pencegahan dan Penanganan Kasus Kekerasan Seksual
Sejak 1998 hingga 2013, Komnas Perempuan mencatat 15 jenis kekerasan seksual, yaitu:
Perkosaan merupakan serangan dalam bentuk pemaksaan hubungan seksual. Serangan dalam bentuk upaya paksa, tekanan psikologis, penyalahgunaan kekuasaan, dan dengan mengambil kesempatan dari lingkungan yang penuh paksaan.
Intimidasi seksual merupakan termasuk ancaman perkosaan, percobaan perkosaan adalah tindakan yang menyerang seksualitas untuk menimbulkan rasa takut atau penderitaan psikis. Intimidasi seksual bisa disampaikan secara langsung maupun tidak langsung melalui surat, SMS, surel, dan berbagai medium lainnya.
Pelecehan seksual merupakan tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun non-fisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korban. Tindakan ini termasuk menggunakan siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual, materi pornografi, colekan, sentuhan di bagian tubuh, gerakan atau isyarat, dan lainnya yang bersifat seksual dengan disampaikan secara langsung maupun tidak langsung melalui surat, SMS, surel, dan berbagai medium lainnya. Batasan dari segala tindakan yang disebutkan, adalah pada persetujuan (consent) dari pihak yang menerima tindakan serta pertimbangan relasi kuasa.
Eksploitasi seksual merupakan tindakan penyalahgunaan kekuasaan yang timpang atau penyalahgunaan kepercayaan untuk tujuan kepuasan seksual, maupun untuk memperoleh keuntungan dalam bentuk material, sosial, politik, dan lainnya. Praktik eksploitasi seksual termasuk memanfaatkan kedudukan struktural korban, sehingga ia terjebak dalam prostitusi atau praktik produksi dan distribusi konten intim non-konsensual. Praktik lainnya adalah tindakan mengiming-imingi perkawinan untuk memperoleh layanan seksual dari korban, lalu ditelantarkan. Situasi ini kerap disebut juga sebagai kasus “ingkar janji”. Iming-iming ini menggunakan cara pikir dalam masyarakat yang mengaitkan posisi korban dengan status perkawinannya. Korban menjadi merasa tak memiliki daya tawar, kecuali dengan mengikuti kehendak pelaku, agar ia dinikahi.
Perdagangan orang untuk tujuan seksual merupakan tindakan merekrut, mengangkut, menampung, mengirim, memindahkan, atau menerima seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atas posisi rentan, penjeratan utang atau pemberian bayaran atau manfaat terhadap korban secara langsung maupun orang lain yang menguasainya, untuk tujuan prostitusi ataupun eksploitasi seksual lainnya. Perdagangan orang dapat terjadi di dalam negara maupun antar negara.
Prostitusi paksa merupakan situasi di mana korban mengalami tipu daya, ancaman maupun kekerasan untuk menjadi pekerja seks. Keadaan ini dapat terjadi pada masa rekrutmen dan/atau untuk membuat korban tersebut tidak berdaya untuk melepaskan dirinya dari prostitusi, misalnya dengan penyekapan, penjeratan utang, atau ancaman kekerasan. Prostitusi paksa memiliki beberapa kemiripan, namun tidak selalu sama, dengan perbudakan seksual atau dengan perdagangan orang untuk tujuan seksual.
Perbudakan seksual merupakan situasi di mana pelaku merasa menjadi “pemilik” atas tubuh korban, sehingga berhak untuk melakukan apapun termasuk memperoleh kepuasan seksual melalui pemerkosaan atau bentuk lain kekerasan seksual. Perbudakan ini mencakup situasi di mana seorang dewasa atau anak-anak dipaksa menikah, melayani rumah tangga atau bentuk kerja paksa lainnya, serta berhubungan seksual dengan penyekapnya.
Pemaksaan perkawinan (termasuk “cerai gantung”) merupakan pemaksaan perkawinan dimasukkan sebagai jenis kekerasan seksual karena pemaksaan hubungan seksual menjadi bagian tak terpisahkan dari perkawinan yang tidak diinginkan oleh korban. Penahanan surat cerai korban, buku nikah korban, dan nafkah yang berhak didapat oleh korban, juga termasuk dalam kategori ini.
Pemaksaan kehamilan merupakan situasi ketika perempuan dipaksa, dengan kekerasan maupun ancaman kekerasan, untuk melanjutkan kehamilan yang tidak dia kehendaki. Kondisi ini misalnya dialami oleh perempuan korban perkosaan yang tidak diberikan pilihan lain kecuali melanjutkan kehamilannya. Juga, ketika suami menghalangi istrinya untuk menggunakan kontrasepsi, sehingga perempuan itu tidak dapat mengatur jarak kehamilannya.
Pemaksaan aborsi merupakan pengguguran kandungan yang dilakukan karena adanya tekanan, ancaman, maupun paksaan dari pihak lain.
Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi merupakan pemasangan alat kontrasepsi dan/atau pelaksanaan sterilisasi tanpa persetujuan utuh dari pasangan karena ia tidak mendapat informasi yang lengkap ataupun dianggap cakap hukum untuk dapat memberikan persetujuan.
Penyiksaan seksual merupakan tindakan khusus menyerang organ dan seksualitas korban yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan hebat, baik jasmani, rohani maupun seksual. Ini dilakukan untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari korban, atau dari orang ketiga, atau untuk menghukum korban atas suatu perbuatan yang telah atau diduga telah dilakukan olehnya ataupun oleh orang ketiga. Penyiksaan seksual juga bisa dilakukan untuk mengancam atau memaksa korban, atau orang ketiga, berdasarkan pada diskriminasi atas alasan apa pun.
Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual merupakan cara menghukum yang menyebabkan penderitaan, kesakitan, ketakutan, atau rasa malu yang luar biasa yang tidak bisa tidak termasuk dalam penyiksaan. Tindakan ini termasuk hukuman cambuk dan hukuman-hukuman yang mempermalukan atau untuk merendahkan martabat manusia karena dituduh melanggar norma-norma kesusilaan.
Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi merupakan kebiasaan masyarakat, kadang ditopang dengan alasan agama dan/atau budaya yang terkait seksualitas dan dapat menimbulkan cedera secara fisik, psikologis maupun seksual pada perempuan. Kebiasaan ini dapat pula dilakukan untuk mengontrol seksualitas kelompok tertentu dalam perspektif yang merendahkan.
Kontrol seksual merupakan kebijakan untuk mengendalikan seksual karena pandangan yang menuduh perempuan sebagai penyebab kekerasan seksual. Kontrol seksual mencakup berbagai tindak kekerasan maupun ancaman kekerasan secara langsung maupun tidak langsung untuk mengancam atau memaksakan seseorang untuk menginternalisasi simbol-simbol tertentu yang dianggap pantas. Pemaksaan busana menjadi salah satu bentuk kontrol seksual yang paling sering ditemui. Selain itu, ada juga aturan lain, seperti jam malam, larangan berada di tempat tertentu pada jam tertentu, larangan berada di satu tempat bersama lawan jenis tanpa ikatan kerabat atau perkawinan, serta aturan tentang pornografi yang lebih berlandaskan persoalan moralitas.