Kelas Bunda Produktif Batch #3 Institut Ibu Profesional
Kau atau Aku?
Oleh : Dwi R Agustin
Pembikin lempung,
angin dan ombak
Siapa rahasia yang menjelma?
Kau atau aku?
Siapa gelap yang
menyelubungi
Dunia? Kau atau aku?
Dalam malam terkoyak
duri derita
Terlindih beban bernama hidup
Siapa pikulan berat
di atas pundak
Ruang dan waktu? Siapa keberuntungan
yang lari tunggang langgang
bersama siang dan senja?
Kau atau aku?
Segumpal tanah liat
buta kau cuma,
Aku lempung terpompa jiwa,
Lintas tanah kerontang
bernama keberadaan
Siapa mengalir bagai sungai, Kau atau aku?
Oleh : Chintya Dien Amalia
Pemandangan di panti wreda beberapa minggu ini terlihat penuh kedamaian. Ramai sudah pasti. Penuh tawa dan canda setiap harinya juga selalu terdengar. Itulah yang terjadi sejak dua orang lansia yang duduk di bangku taman itu kembali bersama-sama.
Mereka sepasang suami istri, Pak Osa dan Bu Kinar, yang mana keduanya datang ke panti beberapa bulan yang lalu. Mereka datang tidak bersamaan, melainkan selisih satu bulan. Pak Osa lebih dahulu datang sendiri, lalu disusul Bu Kinar yang diantar oleh anak tertuanya sendiri.
"Kenapa kamu menyusulku kemari, Nar? Biar saja aku yang disini dan kamu tetap bersama Tari," ucap Pak Osa saat ia melihat Bu Kinar datang diantar anaknya. Selama ini Bu Kinar memang tinggal bersama Tari dan suaminya, Ucha. Sementara dua anak lainnya berada di luar negeri.
"Aku sendirian, Mas. Tari dan Ucha sibuk. Cucu-cucu dititipkan mereka pada neneknya. Sepi rasanya," jawab Bu Kinar perlahan di telinga suaminya.
"Ya udah, Pak, Bu, Tari pulang ke rumah dulu. Sekarang Ibu sudah bisa ketemu Bapak, tapi kalau ada apa-apa, Ibu bisa bilang ke Tari." Anaknya itu berkata lalu meraih tangan Pak Osa dan Bu Kinar, kemudian diciumnya takzim.
"Terima kasih ya, Tari. Salam Ucha dan cucu-cucu," kata Pak Osa, lantas menggandeng Bu Kinar untuk masuk ke dalam ruangannya. Pengurus panti sebelumnya sudah beritahu oleh Tari bahwa ia akan membawa ibunya menemui ayahnya.
Begitulah akhirnya Pak Osa dan Bu Kinar kembali bersama di panti, bukan lagi di rumah Tari, anak mereka. Tari tidak jahat, dia mengurus kedua orang tuanya dengan baik. Hanya Tari satu-satunya harapan, karena keadaan kedua kakaknya tak bisa bergantian mengurusi kebutuhannya.
"Nar, kamu bahagia tidak tinggal disini?" tanya Pak Osa sambil memainkan gitar tua milik panti.
"Kenapa tanya begitu, Mas? Ya jelas saja aku bahagia. Yang penting bersama kamu, kan," jawab Bu Kinar pelan seraya menatap ke arah suaminya. Tangannya yang sedang menyulam pun terhenti sesaat.
"Aku cuma takut … takut kamu tidak nyaman disini, Nar. Tapi, aku sejujurnya bahagia ada kamu disini. Bukan aku nggak sayang sama Tari. Aku justru tidak mau merepotkan anak-anak kita." Pak Osa menghela nafas. Diletakkannya gitar di samping bangku taman. Kemudian tangan kirinya merangkul pundak Bu Kinar.
"Nyaman, Mas. Aku tahu maksudmu. Tari tidak pernah merasa disusahkan," kata Bu Kinar lantas menempelkan kepalanya di bahu dekat leher Pak Osa. Ia menghirup udara taman panti yang sejuk. "Tari mengerti alasanmu … dan juga alasanku … mengapa aku mau tinggal denganmu saja di panti ini," lanjutnya.
"Anak-anak sudah sangat bahagia dengan keluarganya masing-masing. Aku sangat bersyukur dan bahagia, Nar."
"Iya, Mas. Aku juga merasa seperti itu. Rasanya ini keputusan yang tepat. Tinggal di panti ini bukan suatu kesalahan, bukan? Aku nyaman disini. Selain karena bersamamu, aku juga dapat teman-teman baru. Aku bisa melakukan banyak kegiatan dengan mereka. Biarkan Tari menjalani kehidupannya dengan lebih bahagia." Bu Kinar mengusap air matanya yang tiba-tiba sudah menggenang di sudut mata.
"Tari anak baik. Aku tak mau menyusahkannya. Dia sudah terlalu banyak mengalah dari kedua kakak-kakaknya. Hatinya lembut … persis kamu, Nar." Pak Osa mencium kening istrinya yang terharu mendengar kalimat suaminya.
"Iya, Mas. Tari juga sangat mandiri dan pekerja keras. Persis kamu, Mas. Begitu pula kedua kakak-kakaknya, Sella dan Resti. Aku pun bangga pada mereka berdua."
"Tangan dingin dan doa yang tak pernah putus darimu, Nar … yang bisa membuat anak-anak kita begitu hebat. Bagaimana aku tidak jatuh cinta denganmu, Nar?" Kalimat-kalimat Pak Osa membuat Bu Kinar merasa terharu. Kelembutan dan ketegasan Pak Osa-lah yang dahulu membuatnya jatuh cinta. Tidak ada kepura-puraan. Semua mengalir dengan indah sampai akhirnya Pak Osa meminang Bu Kinar, lalu tiga anak perempuan hadir diantara mereka.
"Mas, terima kasih sudah selalu membuatku bahagia. Selalu membuatku tersenyum, walaupun disaat kita susah sekalipun," ucap Bu Kinar seraya meletakkan alat sulaman ke dalam keranjang rotan yang ada di sebelahnya, lantas menggenggam tangan Pak Osa.
Suasana hari itu syahdu sekali. Pak Osa dan Bu Kinar meninggalkan sejuta kisah dan tawa canda kepada para penghuni panti. Mereka pulang ke pencipta-Nya bersama-sama dalam senyuman dan genggaman erat penuh cinta. Sebuah cinta sejati yang membahagiakan banyak orang.