KOMPETENSI DASAR
1.5. Menghayati nilai-nilai positif dari perjuangan Walisanga dalam mensyiarkan Islam
2.5. Mengamalkan sikap tanggung jawab, percaya diri, toleran dan santun
3.5. Menganalisis biografi Walisanga dan perannya dalam mengembangkan Islam
4.5. Menilai peran Walisanga dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia dalam bentuk tulisan atau media lain
PETA KONSEP
Tokoh-tokoh Walisanga sebagai waliyullah, yaitu orang yang dekat dengan Allah serta mulia. Walisanga juga berkedudukan sebagai waliyul amri, yaitu orang yang memegang kekuasaan atas hukum kaum muslimin serta pemimpin masyarakat yang berwenang menentukan dan memutuskan urusan masyarakat, baik dalam bidang keduniawian maupun keagamaan. Wali yang dimaksud adalah Waliyullah yang mempunyai makna orang yang mencintai dan dicintai Allah. Adapun kata songo berasal dari bahasa Jawa yang bermakna “sembilan”. Jadi, Walisanga berarti “wali sembilan” yang mencintai dan dicintai Allah. Mereka dipandang sebagai pemimpin dari sejumlah Da’i di Nusantara. Adapun nama-nama Walisanga sebagai berikut; Sunan Ampel, Sunan Gresik, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Kudus, Sunan Kali Jogo, Sunan Muria dan Sunan Gunung Jati.
A. BIOGRAFI WALISONGO
Sumber gambar: https://museumnusantara.com/
Beliau dikenal dengan panggilan Maulana Malik Ibrahim. Sunan Gresik dianggap sebagai ulama atau yang menyebarkan Islam pertama ke pulau Jawa sehingga dianggap sebagai wali senior di antara para wali lainnya. Maulana Malik Ibrahim meninggal pada 12 Rabi’ul Awal 882 Hijriyah atau 8 April 1419. Jenazah beliau dimakamkan di Gapura Wetan, Gresik.
Maulana Malik Ibrahim adalah keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad. Ia disebut juga Sunan Gresik, atau Sunan Tandhes, atau Mursyid Akbar Thariqat Wali Songo . Nasab As-Sayyid Maulana Malik Ibrahim Nasab Maulana Malik Ibrahim menurut catatan Dari As-Sayyid Bahruddin Ba’alawi Al-Husaini yang kumpulan catatannya kemudian dibukukan dalam Ensiklopedi Nasab Ahlul Bait yang terdiri dari beberapa volume (jilid).
Dalam Catatan itu tertulis: As-Sayyid Maulana Malik Ibrahim bin As-Sayyid Barakat Zainal Alam bin As-Sayyid Husain Jamaluddin bin As-Sayyid Ahmad Jalaluddin bin As-Sayyid Abdullah bin As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin As-Sayyid Alwi Ammil Faqih bin As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin As-Sayyid Ali Khali’ Qasam bin As-Sayyid Alwi bin As-Sayyid Muhammad bin As-Sayyid Alwi bin As-Sayyid Ubaidillah bin Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin Al-Imam Isa bin Al-Imam Muhammad bin Al-Imam Ali Al-Uraidhi bin Al-Imam Ja’far Shadiq bin Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Al-Imam Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra/Ali bin Abi Thalib, binti Nabi Muhammad Rasulullah Ia diperkirakan lahir di Samarkand di Asia Tengah, pada paruh awal abad ke-14. Babad Tanah Jawi versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah orang Jawa terhadap As-Samarqandy. Dalam cerita rakyat, ada yang memanggilnya Kakek Bantal.
Sesampainya di Jawa, beliau melanjutkan kegiatan dakwahnya menggunakan beberapa cara atau metode. Dalam melakukan dakwahnya, beliau tidak pernah menggunakan kekerasan atau memaksa masyarakat, akan tetapi beliau dengan sabar mengenalkan Islam secara perlahan dan dengan kelembutan. Beliau juga berdagang berbagai macam kebutuhan pokok dengan harga murah dan mulai berinteraksi dengan masyarakat setempat. Melalui perdagangan, beliau bisa mendekati masyarakat dan sedikit-demi sedikit mulai bisa mengenalkan ajaran Islam.
Selain itu, beliau juga menawarkan diri untuk mengobati masyarakat yang sedang sakit dengan tidak memungut biaya alias gratis. Saat beliau masih di Campa, dikabarkan bahwa beliau pernah diundang ke salah satu kerajaan untuk mengobati seorang istri raja. Melalui ini lah seorang Maulana Malik Ibrahim ini dapat dengan mudah mendapatkan hati dan simpati rakyat.
Ulama Islam yang juga memiliki sebutan Kakek Bantal ini tidak berhenti hanya menggunakan metode perdagangan dan pengobatan. Namun, ia juga memanfaatkan profesi masyarakat yang rata-rata adalah seorang petani dengan cara mengajarkan mereka bercocok tanam. Beliau mengenalkan terobosan dan teknik baru dalam bercocok tanam sehingga menghasilkan panen yang lebih banyak.
Dengan ketiga metode dakwah di atas, Sunan Gresik berusaha untuk merangkul segala golongan khususnya masyarakat yang ada di kasta rendah di agama Hindu. Karena kasta rendah biasanya disisihkan dan tidak mendapat perhatian dari para pemimpin. Oleh karena itu, upaya Maulana Malik Ibrahim dalam merebut hati dan simpati rakyat menuai kesuksesan dimana saat itu juga bertepatan dengan terjadinya perang saudara dan kondisi ekonomi yang tidak stabil.
Makam Sunan Gresik, Foto Oleh Youtube Jelajah Nesia
Syeikh Maulana Malik Ibrahim menghadap penciptanya pada tahun 1419 M. Beliau meninggal pada hari Senin 12 Rabiul Awal 822 H dan dikebumikan di daerah Gresik. Lokasi makamnya tepat berada di wilayah Gapura Waten Gresik. Di lokasi makam, terdapat dua buah bagian makam yang berisikan Sunan Gresik sendiri dan juga ulama Gresik lainnya. Tidak perlu khawatir akan akses menuju makamnya karena ia tidak terletak di pinggiran kota maupun di jalan yang menanjak, akan tetapi makam beliau terletak dekat dengan alun-alun Kota Gresik.
Sumur Pesucinan
Air merupakan sumber kehidupan. Oleh karena itu Maulana Malik Ibrahim membuat sebuah sumur untuk dipakai bersama. Sumur itu sendiri bertempat di kawasan kompleks Masjid Pesucinan. Orang-orang yang datang berziarah ke makam beliau pun biasanya akan meminum air dari sumur tersebut karena mitos yang mereka percayai bahwa air tersebut dapat menyembuhkan suatu penyakit.
Masjid Pesucinan
Memiliki bentuk bangunan perpaduan antara vihara dan pura, masjid ini dahulu dibuat dengan tujuan masyarakat Hindu dan Budha merasa dihargai dan lebih mudah menerima Islam. Masjid ini terletak di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik. Bangunan yang unik dan kental akan nuansa kerajaan juga dilengkapi dengan bebatuan arsenik yang tampak mengelilingi masjid. Tak hanya menarik bagi orang Islam, masjid ini juga banyak dikunjungi masyarakat non-Islam berkat bangunannya tersebut yang unik.
Sumur Pesucinan Sunan Gresik, Foto Oleh Kumparan. com
3. Batu Arsenik Raksasa
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwasanya bangunan Masjid Pesucinan dikelilingi oleh batu arsenik. Namun, batu arsenik yang paling menarik adalah yang berada di bagian depan Masjid. Batu tersebut menarik banyak perhatian akibat ukurannya yang besar dan berbeda dari batu arsenik di sekeliling masjid.
Sunan Ampel bernama asli Raden Rahmat, keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad. Menurut riwayat, ia adalah putra Ibrahim Zainuddin Al-Akbar dan seorang putri Champa yang bernama Dewi Condro Wulan Putri Raja Champa terakhir dari Dinasti Ming. Sunan Ampel dilahirkan di Aceh tahun 1401 M. Beliau termasuk salah satu tokoh Walisanga yang berperan besar dalam pengembangan Islam di pulau Jawa khususnya dan daerah lain di nusantara. Sunan Ampel yang memiliki nama asli Raden Rahmat menikah dengan putri Arya Teja, yaitu Bupati Tuban yang juga cucu Arya Lembu Sura, Raja Surabaya. Sunan Ampel wafat di Surabaya pada tahun 1481 dan dimakamkan di Ampel.
Sunan Ampel bernama asli Raden Rahmat, keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad. Menurut riwayat, ia adalah putra Ibrahim Zainuddin Al-Akbar dan seorang putri Champa yang bernama Dewi Condro Wulan Putri Raja Champa terakhir dari Dinasti Ming. Sunan Ampel dilahirkan di Aceh tahun 1401 M. Beliau termasuk salah satu tokoh Walisanga yang berperan besar dalam pengembangan Islam di pulau Jawa khususnya dan daerah lain di nusantara. Sunan Ampel yang memiliki nama asli Raden Rahmat menikah dengan putri Arya Teja, yaitu Bupati Tuban yang juga cucu Arya Lembu Sura, Raja Surabaya. Sunan Ampel wafat di Surabaya pada tahun 1481 dan dimakamkan di Ampel.
Mohlimo atau Molimo, Moh (tidak mau), limo (lima), adalah falsafah dakwah Sunan Ampel untuk memperbaiki kerusakan akhlak di tengah masyarakat pada zaman itu yaitu:
Moh Mabok: tidak mau minum minuman keras, khamr dan sejenisnya.
Moh Main: tidak mau main judi, togel, taruhan dan sejenisnya.
Moh Madon: tidak mau berbuat zina, homoseks, lesbian dan sejenisnya.
Moh Madat: tidak mau memakai narkoba dan sejenisnya.
Moh Maling: tidak mau mencuri, korupsi, merampok dan sejenisnya.
Beliau juga mendirikan sebuah pesantren pertama di Jawa Timur yang dikenal dengan nama Ampel Denta. Oleh karena itu, beliau disebut sebagai pengasuh pondok pesantren pertama di Indonesia. Beberapa dari santri-santri beliau nantinya juga menjadi anggota dari Wali Songo, diantaranya Sunan Giri, Sunan Bonang, dan Sunan Drajat.
Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel dari pernikahannya dengan Nyai Ageng Manila putri Arya Teja (Bupati Tuban). Beliau lahir di Surabaya pada tahun 1465 dan wafat tahun 1525. Makam Sunan Bonang berada di Tuban. Beliau dikenal juga dengan nama Raden Maulana Makdum Ibrahim dan masih termasuk saudara sepupu dari Sunan Kalijaga.
Sunan Bonang merupakan putra pertama dari Sunan Ampel. Memiliki nama Asli Raden Maulana Makhdum Malik Ibrahim, beliau lahir pada tahun 1465. Bonang merupakan panggilan akrab dari Raden Maulana Makhdum Malik Ibrahim yang berasal dari kata Bong Ang dari marga sang ayah yaitu Bong Swi Hoo.
Dalam sepak terjangnya menyebarkan ajaran Islam, beliau berdakwah di daerah Tuban dengan melihat corak dan pola tingkah laku masyarakat yang pada saat itu. Masyarakat yang memiliki ketertarikan pada kesenian menjadi sebuah ide untuk Sunan Bonang memilih media dakwahnya. Oleh karena itu, beliau menciptakan syair berisi amalan-amalan agama Islam.
Beberapa karyanya yang hingga saat ini masih didengarkan adalah lagu yang dibawakan oleh almarhum Uje berjudul Tombo Ati dan Wijil. Syair yang terkandung di dalamnya merupakan informasi-informasi terkait ajaran Islam yang dikemas sedemikian rupa sehingga menghasilkan karya yang sangat bermakna. Masyarakat yang mendengar pun menjadi tergugah dan ikut meresapi makna dibalik syair-syair tersebut.
https://id.wikipedia.org/wiki/Pasujudan_Sunan_Bonang
KARYA SASTRA
Sunan Bonang banyak menggubah sastra berbentuk suluk atau tembang tamsil. Antara lain Suluk Wijil yang dipengaruhi kitab Al Shidiq karya Abu Sa’id Al Khayr. Sunan Bonang juga menggubah tembang Tamba Ati (dari bahasa Jawa, berarti penyembuh jiwa) yang kini masih sering dinyanyikan orang.
Ada pula sebuah karya sastra dalam bahasa Jawa yang dahulu diperkirakan merupakan karya Sunan Bonang dan oleh ilmuwan Belanda seperti Schrieke disebut Het Boek van Bonang atau buku (Sunan) Bonang. Tetapi oleh G.W.J. Drewes, seorang pakar Belanda lainnya, dianggap bukan karya Sunan Bonang, melainkan dianggapkan sebagai karyanya. Dia juga menulis sebuah kitab yang berisikan tentang Ilmu Tasawwuf berjudul Tanbihul Ghofilin. Kitab setebal 234 halaman ini sudah sangat populer dikalangan para santri.
Sunan Bonang juga menggubah gamelan Jawa yang saat itu kental dengan estetika Hindu, dengan memberi nuansa baru. Dialah yang menjadi kreator gamelan Jawa seperti sekarang, dengan menambahkan instrumen bonang. Gubahannya ketika itu memiliki nuansa dzikir yang mendorong kecintaan pada kehidupan transedental (alam malakut). Tembang “Tombo Ati” adalah salah satu karya Sunan Bonang.
Dalam pentas pewayangan, Sunan Bonang adalah dalang yang piawai membius penontonnya. Kegemarannya adalah menggubah lakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Islam. Kisah perseteruan Pandawa-Kurawa Keilmuan Sunan Bonang juga terkenal dalam hal ilmu kebathinannya. Ia mengembangkan ilmu (dzikir) yang berasal dari Rasullah SAW, kemudian dia kombinasi dengan kesimbangan pernapasan[butuh rujukan] yang disebut dengan rahasia Alif Lam Mim ( ا ل م ) yang artinya hanya Allah SWT yang tahu.
Sunan Bonang juga menciptakan gerakan-gerakan fisik atau jurus yang Dia ambil dari seni bentuk huruf Hijaiyyah yang berjumlah 28 huruf dimulai dari huruf Alif dan diakhiri huruf Ya’. Ia menciptakan Gerakan fisik dari nama dan simbol huruf hijayyah adalah dengan tujuan yang sangat mendalam dan penuh dengan makna, secara awam penulis artikan yaitu mengajak murid-muridnya untuk menghafal huruf-huruf hijaiyyah dan nantinya setelah mencapai tingkatnya diharuskan bisa baca dan memahami isi Al-Qur’an. Penekanan keilmuan yang diciptakan Sunan Bonang adalah mengajak murid-muridnya untuk melakukan Sujud atau Salat dan dzikir. Hingga sekarang ilmu yang diciptakan oleh Sunan Bonang masih dilestarikan di Indonesia oleh generasinya dan diorganisasikan dengan nama Padepokan Ilmu Sujud Tenaga Dalam Silat Tauhid Indonesia
Nama asli beliau adalah Raden Paku dan dikenal juga dengan nama Raden Ainul Yaqin. Beliau merupakan putra dari Maulana Ishaq. Beliau berdakwah di daerah Giri dan sekitarnya. Selain itu, beliau banyak mengirimkan para dai ke luar Jawa seperti Madura, Bawean, Kangean, Ternate, dan Tidore. Sunan Giri wafat tahun 1506 dan dimakamkan di daerah Giri, Gresik, Jawa Timur.
Sunan Giri yang juga akrab disapa sebagai Raden Paku merupakan salah satu murid dari Sunan Ampel. Beliau adalah keturunan asli dari Maulana Ishaq. Selama menempuh pendidikan di pesantren Ampel Denta, beliau berteman akrab dengan putra Sunan Ampel yaitu Sunan Bonang. Daerah dakwah beliau adalah di daerah Pasai. Strategi dakwah yang beliau gunakan yaitu media lagu dan permainan. Hal itu bertujuan mengajak anak-anak untuk belajar dan lebih mengenal Islam. Selain itu, Sunan Giri juga menciptakan tembang yang berisi tentang ketauhidan dan dikenal dengan nama jelungan atau jitungan.
Sunan Giri yang juga akrab disapa sebagai Raden Paku merupakan salah satu murid dari Sunan Ampel. Beliau adalah keturunan asli dari Maulana Ishaq. Selama menempuh pendidikan di pesantren Ampel Denta, beliau berteman akrab dengan putra Sunan Ampel yaitu Sunan Bonang. Daerah dakwah beliau adalah di daerah Pasai. Strategi dakwah yang beliau gunakan yaitu media lagu dan permainan. Hal itu bertujuan mengajak anak-anak untuk belajar dan lebih mengenal Islam. Selain itu, Sunan Giri juga menciptakan tembang yang berisi tentang ketauhidan dan dikenal dengan nama jelungan atau jitungan.
https://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Drajat
Sunan Drajat lahir di Ampel, Surabaya pada tahun 1407 dengan nama asli Raden Qasim atau Syarifuddin. Sunan Drajat merupakan adik Sunan Bonang, putra dari Sunan Ampel. Sunan Drajat dikenal sebagai tokoh yang mengedepankan dakwah Islam melalui pendidikan budi pekerti bagi masyarakat. Ketika dewasa, Sunan Drajat mendirikan pesantren Dalem Duwur di desa Drajat, Paciran, Kabupaten Lamongan.
Pada awal kegiatannya, beliau berdakwah di daerah pesisir Gresik, atas perintah ayahnya. Kemudian beliau menetap dan melakukan dakwahnya di Desa Paciran, Lamongan. Dalam menjalankan dakwahnya, Sunan Drajat terkenal sebagai pendakwah yang berbudi luhur dan memiliki jiwa sosial yang tinggi. Beliau memperkenalkan Islam melalui ajaran luhur yang memperkenalkan Islam sebagai agama yang memiliki empati serta etos kerja. Etos kerja ini memiliki arti tentang kedermawanan dan juga solidaritas antar sesama manusia.
FILOSOFI SUNAN DRAJAT
Filosofi Sunan Drajat dalam pengentasan kemiskinan kini terabadikan dalam sap tangga ke tujuh dari tataran komplek Makam Sunan Drajat. Secara lengkap makna filosofis ke tujuh sap tangga tersebut sebagai berikut :
Memangun resep tyasing Sasoma (kita selalu membuat senang hati orang lain) Jroning suka kudu éling lan waspada (di dalam suasana riang kita harus tetap ingat dan waspada)
Laksmitaning subrata tan nyipta marang pringgabayaning lampah (dalam perjalanan untuk mencapai cita – cita luhur kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan)
Mèpèr Hardaning Pancadriya (kita harus selalu menekan gelora nafsu-nafsu)
Heneng – Hening – Henung (dalam keadaan diam kita akan memperoleh keheningan dan dalam keadaan hening itulah kita akan mencapai cita – cita luhur).
Mulya guna Panca Waktu (suatu kebahagiaan lahir batin hanya bisa kita capai dengan salat lima waktu)
Mènèhana teken marang wong kang wuta,
Mènèhana mangan marang wong kang luwé, Mènèhana busana marang wong kang wuda, Mènèhana ngiyup marang wong kang kodanan (Berilah ilmu agar orang menjadi pandai, Sejahterakanlah kehidupan masyarakat yang miskin, Ajarilah kesusilaan pada orang yang tidak punya malu, serta beri perlindungan orang yang menderita)
Sebagai penghargaan atas keberhasilannya menyebarkan agama Islam dan usahanya menanggulangi kemiskinan dengan menciptakan kehidupan yang makmur bagi warganya, ia memperoleh gelar Sunan Mayang Madu dari Raden Patah Sultan Demak pada tahun saka 1442 atau 1520 Masehi.
https://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Drajat
Sunan Drajat bernama kecil Raden Syarifuddin atau Raden Qosim putra Sunan Ampel yang terkenal cerdas. Setelah pelajaran Islam dikuasai, ia mengambil tempat di Desa Drajat wilayah Kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan sebagai pusat kegiatan dakwahnya sekitar abad XV dan XVI Masehi. Ia memegang kendali keprajaan di wilayah perdikan Drajat sebagai otonom kerajaan Demak selama 36 tahun. Ia wafat pada pertengahan abad ke-16 dan dimakamkan di daerah Sedayu, Gresik, Jawa Timur.
Nama asli beliau adalah Raden Mas Syahid, putra dari Raden Sahur Tumenggung Wilwatikta yang menjadi Bupati Tuban. Adapun ibunya bernama Nawang Rum. Nama Kalijaga dalam satu versi berasal dari bahasa Arab dari kata “qadi zaka” (pemimpin yang menegakkan kebersihan dan kesucian). Namun, pendengaran orang Jawa adalah Kalijaga. Nama dan gelar Sunan Kalijaga antara lain Raden Mas Syahid (Raden Sahid), Lokajaya, Syekh Melaya, Raden Abdurrahman, Pangeran Tuban, Ki Dalang Sida Brangti, Ki Dalang Bengkok, Ki Dalang Kumendung, serta Ki Unehan. Nama-nama tersebut berkaitan erat dengan sejarah perjalanan hidupnya. Sunan Kalijaga menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq dan memiliki tiga putra, yakni Raden Umar Said alias Sunan Muria, Dewi Ruqoyah, serta Dewi Sofiyah.
https://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Kalijaga
Sunan Kalijaga adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur atau Sayyid Ahmad bin Mansur (Syekh Subakir). Ia adalah murid Sunan Bonang. Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah, antara lain kesenian wayang kulit dan tembang suluk. Tembang suluk lir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul umumnya dianggap sebagai hasil karyanya. Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq, menikahi juga Syarifah Zainab binti Syekh Siti Jenar. Sunan Kalijaga atau Sunan Kalijogo adalah seorang tokoh Wali Songo yang sangat lekat dengan Muslim di Pulau Jawa, karena kemampuannya memasukkan pengaruh Islam ke dalam tradisi Jawa. Makamnya berada di Kadilangu, Demak.
RIWAYAT Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih dari 100 tahun. Dengan demikian ia mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit (berakhir 1478), Kesultanan Demak, Kesultanan Cirebon dan Banten, bahkan juga Kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran Kerajaan Mataram dibawah pimpinan Panembahan Senopati. Ia ikut pula merancang pembangunan Masjid Agung Cirebon dan Masjid Agung Demak. Tiang “tatal” (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga. Kelahiran Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1450 dengan nama Raden Said. Dia adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur. Nama lain Sunan Kalijaga antara lain Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman. Berdasarkan satu versi masyarakat Cirebon, nama Kalijaga berasal dari Desa Kalijaga di Cirebon. Pada saat Sunan Kalijaga berdiam di sana, dia sering berendam di sungai (kali), atau jaga kali.
Sunan Kudus adalah putra Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji, dengan Syarifah Ruhil atau Dewi Ruhil yang bergelar Nyai Anom Manyuran binti Nyai Ageng Melaka binti Sunan Ampel.
Nama aslinya adalah Ja’far Shadiq dan masih memiliki hubungan kekerabatan (silsilah) dengan Nabi Muhammad Saw. Sunan Kudus berdakwah di daerah Kudus dan sekitarnya. Beliau termasuk ulama yang menguasai banyak disiplin ilmu, seperti fiqh, ushul fiqh, tauhid, hadits, tafsir, dan logika. Oleh karena itu, beliau mendapat gelar “Waliyyul ‘Ilmi” (orang yang kuat ilmunya).
Sunan Kudus adalah keturunan ke-24 dari Nabi Muhammad. Sunan Kudus bin Sunan Ngudung bin Fadhal Ali Murtadha bin Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin Jamaluddin Al-Husain bin Ahmad Jalaluddin bin Abdillah bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah. Sebagai seorang wali, Sunan Kudus memiliki peran yang besar dalam pemerintahan Kesultanan Demak, yaitu sebagai panglima perang, penasihat Sultan Demak, Mursyid Thariqah dan hakim peradilan negara. Ia banyak berdakwah di kalangan kaum penguasa dan priyayi Jawa. Di antara yang pernah menjadi muridnya, ialah Sunan Prawoto penguasa Demak, dan Arya Penangsang adipati Jipang Panolan. Salah satu peninggalannya yang terkenal ialah Mesjid Menara Kudus, yang arsitekturnya bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550.
Sunan Kudus adalah salah satu penyebar agama Islam di Indonesia yang tergabung dalam walisongo, yang lahir pada 9 September 1400M/ 808 Hijriah. Nama lengkapnya adalah nama Sayyid Ja’far Shadiq Azmatkhan. Ia adalah putra dari pasangan Sunan Ngudung. Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. Bapaknya yaitu Sunan Ngudung adalah putra Sultan di Palestina yang bernama Sayyid Fadhal Ali Murtazha (Raja Pandita/Raden Santri) yang berhijrah fi sabilillah hingga ke Jawa dan sampailah di Kesultanan Islam Demak dan diangkat menjadi Panglima Perang.
Nama asli beliau adalah Raden Umar Said. Beliau merupakan putra dari Sunan Kalijaga sekaligus menjadi tokoh wali termuda di antara sembilan wali. Dalam dakwahnya, beliau cenderung memilih tempat yang jauh dan terpencil dengan cara menyelenggarakan semacam kursus-kursus keagamaan bagi kaum pedagang, nelayan, dan rakyat biasa.
https://wisatanabawi.com/sunan-muria/
Beliau menyebarkan agama islam dengan cara berkeliling ke daerah-daerah kepada rakyat kecil seperti petani, nelayan, dan pedagang. Beliau juga menerapkan metode penyebaran agama islam yang sama dengan sang ayah, yaitu menggunakan media kesenian Jawa. Diketahui, Sunan Muria juga menciptakan tembang Jawa yaitu Sinom dan Kinanti.
https://wisatanabawi.com/sunan-gunung-jati/
Nama asli beliau adalah Raden Syarif Hidayatullah. Beliau lahir di Mekah pada tahun 1448. Beliau merupakan cucu Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran. Area dakwah beliau meliputi daerah Cirebon, Majalengka, Kuningan, Kawali, Sunda Kelapa, serta Banten.
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah putra dari Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda. Ayah beliau merupakan tokoh Mesir keturunan dari Bani Hasyim. Sunan Gunung Jati berperan sangat besar dalam penyebaran agama islam di daerah Jawa Barat.
Beliau belajar agama islam sejak umur 14 tahun dari para ulama di Mesir. Sunan Gunung Jati merupakan satu-satunya sunan yang menjadi seorang kepala pemerintahan dengan mendirikan Kesultanan Cirebon. Melalui kedudukannya, beliau memanfaatkan untuk menyebarkan agama islam dari pesisir Cirebon hingga pedalaman Pasundan.
Sebagai seorang ulama dan juga seorang raja di Kesultanan Cirebon menjadikan Syarif Hidayatullah sebagai orang yang berpengaruh. Beliau juga memilih jalan yang sangat ciamik, yaitu menyebarkan ajaran Islam dengan menggunakan media yang disenangi oleh masyarakat. Media tersebut berupa kesenian khususnya pertunjukan alat musik gamelan yang syairnya mengandung nilai-nilai Islam. Berkat dakwah beliau di Cirebon, akhirnya nilai-nilai Islam dapat tersebar secara lebih luas lagi di tanah Nusantara.
Makam Wali Songo
Para Wali Songo yang berhasil melaksanakan misi dakwah di daerah Jawa juga merupakan manusia ciptaan Allah. Oleh karena itu, ketika ajal menjemput tidak ada yang dapat mereka lakukan. Hal terakhir yang bisa masyarakat sekitar lakukan adalah menguburkannya sebagai penghormatan terakhir.
Berikut daerah-daerah tempat para anggota Wali Songo dikebumikan.
Sunan Gresik (Gresik)
Sunan Ampel (Surabaya)
Sunan Bonang (Tuban)
Suna Giri (Gresik) Sunan Derajat (Lamongan)
Sunan Kalijaga (Demak) Sunan Kudus (Kudus)
Sunan Muria (Kudus)
Sunan Gunung Jati (Cirebon)
Sunan Muria (Kudus)
Sunan Gunung Jati (Cirebon)
KESIMPULAN
Wali Songo berperan sebagai ulama besar yang terkenal di Jawa. Para anggota Wali Songo memiliki jasa yang sangat besar dalam menyebarluaskan ajaran Islam di tanah Jawa. Dengan keistimewaannya masing-masing, para Wali Songo tersebut berhasil meluluhkan masyarakat sekitar mereka untuk juga memeluk agama Islam tanpa paksaan. Oleh karena itu, hendaknya kita berterimaksih dan tetap melaksanakan ajaran-ajaran yang telah beliau semua sampaikan dengan baik.