Mau Lihat/Isi/Edit Logbook Program Kerja Pengurus DKKC ? >
DEWAN KEBUDAYAAN KOTA CIMAHI
PERIODE 2023-2026
PENDAHULUAN
Melestarikan, memelihara dan mengembangkan kebudayaan bukan semata-mata tugas pemerintah. Peranan masyarakat sudah selayaknya dilibatkan sejak tahap perencanaan, tahap pelaksanaan hingga tahap penilaian. Pemerintah dan masyarakat perlu berjalan seiring dan saling melengkapi sehingga kebudayaan betul-betul dapat diperlakukan sebagaimana yang menjadi kebutuhan kalangan pegiat kebudayaan, pekerja seni dan seluruh pihak yang terkait dengan kebudayaan, bahkan juga masyarakat penikmat kebudayaan. Oleh karenanya pemerintah perlu didampingi suatu lembaga yang bertindak sebagai pemikir dan konseptor strategi kebijakan dalam pembinaan dan pengembangan kebudayaan, di luar institusi yang berada dalam hirarki pemerintah.
Mengacu pada undang-undang di Negara Republik Indonesia yang berhubungan dengan upaya-upaya pelestarian kebudayaan yang mendorong perlu adanya suatu organisasi atau lembaga yang fokus menangani hal ini, agar lebih relevan dan atas dasar landasan itulah berdasarkan Musyawarah Luar Biasa Penggiat kebudayaan di Kota Cimahi pada tahun 2015 bersepakat melakukan penyesuaian dan pembenahan organisasi / Wadah Dewan Kesenian di Kota Cimahi dengan membubarkan DKKC Dewan Kesenian Cimahi (disingkat DKC) dan membentuk organisasi pengganti sebagai wadah perwakilan para pegiat kebudayaan di Kota Cimahi dengan nama DKKC Dewan Seni Budaya Kota Cimahi (DSBKC).
DSBKC adalah organisasi yang dibentuk oleh masyarakat penggiat kebudayaan di Kota Cimahi. DSBKC merupakan tempat berkumpulnya perwakilan dari lembaga, organisasi, wadah, forum, himpunan, komunitas, kelompok, paguyuban, padepokan, paguron, sanggar maupun individu para pelaku, maecenas, pecinta, pengamat dan penikmat produk kebudayaan terutama kesenian dan unsur-unsur budaya lainnya di Kota Cimahi. DSBKC sebagai mitra strategis dan mitra utama Pemerintah Kota Cimahi dalam pemajuan kebudayaan. Penetapan kepengurusan DSBKC melalui Surat Keputusan Walikota Cimahi. sehingga DSBKC memiliki keutamaan yang menjadi pembeda dari organisasi lain dalam bidang sejenis.
Lahirnya Undang-undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dan Peraturan Daerah Kota Cimahi No. 9 Tahun 2018 tentang Pemajuan Budaya Lokal, kedua regulasi tersebut menjadi payung hukum dan pedoman yang menguatkan posisi serta kedudukan DSB-KC dalam menjalankan peran, tugas dan fungsinya. Terbitnya regulasi itu pun menjadi bahan evaluasi dalam penggunaan nama organisasi. Menindaklanjuti hal tersebut, masyarakat pegiat kebudayaan dalam Musyawarah Daerah Ke-l Dewan Seni Budaya Kota Cimahi menyepakati penggantian kembali nama organisasi agar lebih relevan dan tepat dalam nomenklaturnya.
Untuk itu, pada Musyawarah Daerah ke I DKKC Dewan Seni Budaya Kota Cimahi pada tanggal 29 Februari 2020, ubahlah nama DKKC Dewan Seni Budaya Kota Cimahi (DSBKC) menjadi DKKC Dewan Kebudayaan Kota Cimahi (DKKC).
SELAYANG PANDANG
Penggiat kebudayaan tentu akan memahami apa yang dimaksud dengan budaya dan kebudayaan serta manusia dan kemanusiaan. Mengenali siapa yang menjadi pelaku utama dari terciptanya budaya dan kebudayaan, adalah suatu langkah serta upaya yang tepat untuk mengetahui akar dari kemunculannya. Lalu siapakah tokoh pelaku utama dalam budaya dan kebudayaan?, tiada lain dia adalah “manusia”. Manusia adalah penyebab terlahirnya budaya dan kebudayaan.
Manusia mana yang mampu menciptakan budaya dan kebudayaan?, maka jawabannya adalah manusia yang selalu memiliki rasa keingintahuan, manusia yang memiliki sifat sebagai makhluk penanya, yaitu makhluk yang selalu bertanya tentang apa, siapa, mengapa, kapan, dimana dan bagaimana serta lain sebagainya. Sebagai dampak dari perannya sebagai makhluk penanya, menjadikan manusia sebagai makhluk yang hidup di antara dimensi sebab dan akibat.
Ada sebutan lain juga yang dapat disematkan kepada manusia, yaitu sebagai makhluk pentafsir dan penjabar. Manusia akan selalu menajamkan keinginan dan keakuannya untuk mendapatkan suatu pengetahuan dengan mencurahkan daya, karya, cipta dan rasa serta karyanya. Sematan dan sebutan manusia sebagai makhluk-makhluk tersebut, maka untuk mengukuhkan eksistensinya terlahirlah hal yang teramat sangat fenomenal sebagai buah tangannya, yaitu budaya, kebudayaan dan peradaban. Kefilsafatan manusia, mampu membuka titik tolak ilmu pengetahuan luas manusia yang dihasilkan dari proses penggambaran dan penggagasan. Hal tersebut timbul dari adanya kerjasama antara daya rohaniah berupa nous, intuisi dan supranatural dengan daya akal (dianoia) dan daya pengamatan (aesthesis) yang dimilikinya.
Manusia pada prinsipnya adalah makhluk yang bersifat moral, dimana dalam dirinya selalu menggelora suatu dorongan untuk melakukan usaha. Sikap itu memunculkan kemampuan untuk menyadarkan diri sendiri, menutup dan membuka diri serta membebaskan atau membatasi diri saat berinteraksi dengan selain dirinya. Kemanusiaan dilengkapi kemampuan dan ketidakmampuan untuk memenuhi keinginan yang ada dalam dirinya. Dengan dasar itulah manusia selalu berkoloni, sebagai upaya pemenuhan hasrat dan dorongan keberhasilannya. Dengan demikian, manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, tidak dapat berdiri sendiri, selalu membutuhkan orang lain untuk keberlangsungan hidupnya.
Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang akrab dengan kebahagiaan dan penderitaan, karena didalam dirinya tertanam suatu hasrat dan nafsu rohaniah serta akliah. Sebagai makhluk yang selalu bergelut dengan suatu keinginan. Apa yang dilakukannya selalu berdampak, dapat suatu kebahagiaan atau bisa juga suatu penderitaan. Keadaan ini tiada lain disebabkan oleh besaran keinginan atau kehendak yang linear maupun tidak linear dengan besaran kemampuan yang dimilikinya.
Itulah sebab timbulnya suatu pandangan dan gambaran dari manusia itu sendiri, yang menafsirkan bahwa kenyataan hidup merupakan suatu kebahagiaan atau suatu penderitaan. Manusia hanya akan dapat menikmati suatu kebahagiaan apabila kadar penderitaan lebih kecil dari kebahagiaan yang dialaminya, begitupun sebaliknya, manusia akan merasakan suatu penderitaan apabila kadar kebahagiaannya lebih kecil dibanding dengan penderitaan.
Penderitaan akan datang ketika suatu kehendak tidak terpenuhi, rasa kekecewaan yang timbul akhirnya akan terasa sebagai belenggu dan beban. Akhirnya untuk menyiasati hal tersebut, manusia memformulasikan dan rumusan cara tentang bagaimana manusia agar selalu merasakan kebahagiaan, maka belenggu kehendak dan keinginan harus terkendali, bila memungkinkan harus dikurangi. Menyiasati hal tersebut, dengan segala kekurangan dan kelebihan yang dimiliki oleh manusia terus melakukan upaya-upaya agar sifat-sifat kemanusiaanya dapat tersalurkan secara simultan dengan mengoptimasi upaya agar keluaran hasilnya bernilai positif.
Manusia dan Kebudayaan merupakan suatu kesatuan erat saling terikat dan tidak dapat terpisahkan. Kegiatan yang dilakukan dari kolaborasi kompleksitas sifat-sifat manusia dan merupakan implementasi pemikiran serta penggagas yang dikerjakan secara terus menerus, akhirnya membentuk suatu budaya. Kegiatan dimaksud menjadi aktifitas rutin dari suatu koloni yang terkoordinasikan dalam melakukan sesuatu secara simultan secara turun temurun dari generasi ke generasi, maka terlahirlah suatu kebudayaan yang memiliki warna dan corak beragam dari suatu entitas.
Budaya dan kebudayaan itu merupakan buah dari usaha yang konstan dan dipengaruhi oleh daya, karya, cipta, rasa dan karsa manusia untuk memenuhi segala keinginan dan kehendaknya untuk mencapai suatu derajat kebahagiaan dan meminimalisir rasa penderitaan. Segala dimensi pengetahuan manusia telah mewujudkan suatu kebudayaan dengan kompleksitasnya mampu membentuk sistem norma, perangkat ekonomi, Pengetahuan, bahasa, sarana yang menjadi alat, seni dan pengorganisiran kekuasaan.
Sentuhan seluruh aspek kebudayaan tersebut ter elaborasikan dalam rangka menciptakan suatu kebaikan dan perbaikan dalam tatanan kehidupan manusia dengan landasan kemanusiaan. Kebudayaan tumbuh dan berkembang ditengah-tengah masyarakat memerlukan usaha dan kerja keras dari para manusia yang menjadi penggiatnya. Keberadaan budaya dan kebudayaan bukan tumbuh dari pengakuan penggiatnya semata, namun kehadirannya harus mampu menghadirkan penilaian dari pihak luar. Kebudayaan harus memiliki nilai dan karakteristik cerminan jati diri serta warna kepribadian kolektif. Kemanusiaan merupakan esensi dari kebudayaan, manusia berbudaya adalah manusia yang dapat memanusiakan manusia. Manusia berdaya adalah manusia yang dapat mengeksplorasi dan mengeksploitasi potensi diri, dengan menuangkan hasil dari daya ke dalam bentuk karya, cipta, rasa dan karsa.
LATAR BELAKANG
Dibuatnya Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dan terbitnya Peraturan Daerah Kota Cimahi No. 9 Tahun 2018 tentang Pemajuan Budaya Lokal, membawa semangat baru dalam upaya pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan nasional.
Setelah puluhan tahun merdeka, akhirnya Republik Indonesia memiliki sebuah panduan dalam upaya menjalankan amanat Pasal 32 Ayat 1 UUD 1945 untuk memajukan kebudayaan. "Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya."
Generasi penerus bangsa tidak boleh kehilangan jati diri bangsanya. Kebudayaan harus menjadi nafas dari kelangsungan hidup bangsa, menjadi darah kepribadian, menjadi mentalitas dan nilai-nilai kebangsaan bagi seluruh anak bangsa. Adanya Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan memberikan arah dan platform kemana budaya daerah dan nasional akan dibawa, yang selama ini, belum ada landasan strategis soal kebudayaan. Sebagai negara adidaya di bidang kebudayaan, Indonesia berpotensi beşar dalam mempengaruhi peradaban dunia. Untuk itulah strategi pemajuan kebudayaan yang disusun dari akar rumput, dimulai dari tingkat kabupaten/kota, kemudian provinsi, dalam bentuk Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) sampai tingkat nasional dalam bentuk Strategi Kebudayaan akan memainkan peranan penting dalam implementasi pemajuan kebudayaan di lapangan.
Strategi kebudayaan adalah sebuah dokumen masa depan. Strategi kebudayaan berbicara tentang arah budaya bangsa dua puluh tahun ke depan. Akan tetapi, setiap masa depan punya masa lalu. Maka dari itu, strategi kebudayaan pun mesti berangkat kesadaran penuh akan warisan masa lalu. Usaha kita untuk memajukan kebudayaan ini teramat penting, karena saat ini kita berhadapan dengan aneka tantangan abad ke-21. Di satu sisi, dunia tengah memasuki tahap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak luas pada seluruh tubuh sosial warga dunia, yakni Revolusi 4.0. Berkat perkembangan teknologi digital, kecerdasan buatan, keterbukaan informasi dan sistem kerja yang terdesentralisasi, semuanya serba terhubung. Setiap orang dengan cepat menjadi bagian dari percakapan bersama di seluruh dunia. Manusia semakin terhubung dengan sesamanya.
IDENTIFIKASI MASALAH
Dewasa ini kita berhadapan dengan sejumlah permasalahan yang merintangi upaya kita untuk memajukan kebudayaan. Berbagai permasalahan itu terjadi di lapangan maupun pada tingkat kelembagaan. Untuk membangun rumusan strategi kebudayaan yang kokoh, seluruh permasalahan tersebut perlu kita analisis.
Berdasarkan analisis atas kepelikan masalah-masalah tersebut, dapat dipetakan tujuh isu atau permasalahan pokok yang menjadi tantangan pemajuan kebudayaan hari ini. Beberapa permasalahan kebudayaan di Kota Cimahi, diantaranya : Mulai tergerusnya nilai-nilai budaya lokal oleh arus modernisasi; Pemanfaatan teknologi informatika yang tidak selaras dengan pembangunan karakter budaya bangsa dàn pergaulan sosial; Masyarakat kita hanya sebagai konsumen budaya dunia; Belum terwujud pembangunan berbasis kebudayaan dalam menangkal kerusakan lingkungan hidup dan ekosistem budaya; Belum optimalnya tata kelola kelembagaan bidang kebudayaan; Desain kebijakan kebudayaan belum memudahkan masyarakat untuk memajukan kebudayaan.
Seiring dengan masuknya berbagai ekspresi budaya modern dan perubahan tata kehidupan sosial menuju masyarakat modern, berbagai unsur budaya tradisi kehilangan khasiat dan relevansinya dalam menjawab tantangan hidup sehari-hari, maka modernisasi menjadi detradisionalisasi. Situasi ini menimbulkan disorientasi kebudayaan yang merupakan gejala dari setiap masyarakat yang berada pada tahap transisi antar kebudayaan.
Kehilangan akar, kebingungan menentukan sikap, tidak tahu kemana mesti bertanya; semua itu adalah gejala dari meredupnya cakrawala tradisi. Dewasa ini percakapan budaya kita banyak diramaikan oleh wacana tentang bagaimana perkembangan teknologi informatika telah melakukan disrupsi atau gangguan terhadap segenap hubungan sosial.
Perkembangan teknologi informatika merupakan tantangan sekaligus kesempatan. Disatu sisi, perkembangan itu menggoyahkan tata kehidupan bersama dan mengubah secara drastis orientasi hidup orang banyak. Di sisi lain, perkembangan itu juga memberikan peluang bagi kita untuk meningkatkan daya jangkau dan akses masyarakat pada aneka rupa ekspresi budaya. Kita masih berhenti sebagai pengguna teknologi, belum menjadi pencipta. Berhadapan dengañ perkembangan teknologi terbaru, kita kerap kali masih kesulitan mengejar ketertinggalan.
Ada berbagai ekspresi budaya kita, khususnya di kalangan muda, yang dengan cepat menggunakan teknologi yang ada untuk mencipta berbagai bentuk penerapan teknologi baru, akan tetapi, hal yang sama belum bisa dikatakan terjadi untuk masyarakat pada umumnya. Kita belum berhasil mengandalkan modal budaya sendiri sebagai basis inovasi kreatif lewat teknologi informatika. Kita, misalnya, belum banyak mendayagunakan khazanah manuskrip, permainan rakyat dan olahraga tradisional sebagai modal untuk menghadirkan aneka bentuk ekspresi budaya baru lewat teknologi informatika.
Seperti halnya modernitas, globalisasi adalah fakta yang tak terhindarkan. Apa yang kemudian terjadi adalah pertukaran yang timpang. Negara maju terus mengekspor budayanya, sedangkan negara berkembang hanya bisa mengimpor kebudayaan negara maju. Permasalahannya bukan adanya globalisasi itu sendiri, melainkan pada bagaimana kita hadir di tengah arus globalisasi tersebut. Persoalannya bukan menerima atau tidak menerima globalisasi, melainkan bagaimana meningkatkan peran dan pengaruh kebudayaan kita di tingkat dunia. Situasi saat ini memperlihatkan bahwa kita masih menjadi konsumen budaya dunia dan belum berhasil tampil dengan kepribadian kebudayaan sendiri dan iküt mewarnai peradaban dunia.
Saat ini, perkembangan industri dan pembangunan ekonomi kerap kali diupayakan dengan mengorbankan pertimbangan kelestarian lingkungan hidup dan ekosistem berbagai kelompok budaya. Padahal kehidupan berbagai kelompok budaya tradisional di Indonesia banyak bertumpu pada kelestarian alam sekitarnya. Rusaknya lingkungan berarti hancurnya kehidupan budaya masyarakat setempat. Apabila keadaan ini diteruskan, maka bukan tidak mungkin dalam 20 tahun ke depan, kita akan kehilangan ruang hidup bagi segenap budaya tradisi.
Pada ranah kelembagaan, permasalahan pokok yang merintangi usaha pemajuan kebudayaan terletak pada tata kelola kebudayaan di tingkat pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Struktur birokrasi yang terfragmentasi, rendahnya sinergi serta lemahnya perencanaan dan regulasi yang relevan dengan pemajuan kebudayaan adalah sebagian dari kendala pokoknya. Semua itu mempersulit usaha kita dalam memajukan kebudayaan.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dan Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 9 Tahun 2018 tentang Pemajuan Budaya Lokal mengamanatkan pemerintah untuk menjadi fasilitator pemajuan kebudayaan dengan mendukung masyarakat untuk menjalankan perannya sebagai agen utama pemajuan kebudayaan. Namun, dalam banyak kasus, pemerintah kerap masih berperan sebagai agen pemajuan kebudayaan dan belum berhasil membangun mekanisme pendukung sehingga masyarakat sendiri bisa tampil sebagai pelaku aktif pemajuan kebudayaan.
PEMECAHAN MASALAH
Untuk menjawab permasalahan diatas tentunya pemerintah Kota Cimahi dan seluruh stakeholder kebudayaan perlu duduk bersama, sabilulungan merumuskan arah kebijakan dan strategi dalam menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan dan Peraturan Daerah Kota Cimahi No. 9 Tahun 2018 tentang Pémajuan Budaya Lokal, yang berpedoman pada penyusunan dokumen Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD), Strategi Kebudayaan dan Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan.
Adapun arah kebijakan dan strategi pemajuan kebudayaan Kota Cimahi meliputi meningkatkan pemajuan dan pelestarian kebudayaan dalam memperkokoh karakter dan jati diri bangsa, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan mempengaruhi arah perkembangan budaya Indonesia. Pemahaman pada pokok-pokok pikiran yang telah dibuat pada masa DSBKC dan terus disempurnakan oleh DKKC. Penyempurnaan tersebut bertujuan untuk membantu Pemerintah Kota Cimahi dalam mengimplementasikan regulasi yang telah ada tersebut.***