Capaian Pelatihan
Peserta pelatihan dapat memahami konsep dasar koding dan kecerdasan artifisial (KA).
Peserta pelatihan dapat menjelaskan dampak koding dan KA dalam kehidupan sehari-hari.
Peserta pelatihan dapat mengintegrasikan pembelajaran koding dan KA dalam kegiatan belajar mengajar.
Peserta pelatihan dapat merancang pembelajaran koding dan KA dengan metode plugged dan unplugged.
Pokok Bahasan
Pengantar Mapel Koding dan Kecerdasan Artifisial
Pendahuluan
Rasional, Tujuan, Karakteristik dan Elemen Mapel
Konsep Keilmuan Koding dan Kecerdasan Artifisial
Berpikir Komputasional
Literasi Digital
Literasi dan Etika Kecerdasan Artifisial
Pemanfaatan dan Pengembangan Kecerdasan Artifisial
Implementasi Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial di Sekolah
Tujuan Pelatihan
Peserta pelatihan mampu mendefinisikan konsep dasar koding dan konsep KA
Peserta pelatihan mampu menerapkan konsep koding dan KA dalam proses pembelajaran
Peserta pelatihan mampu menyusun pembelajaran koding dan KA yang berkontribusi pada pencapaian dimensi profil lulusan
Peserta pelatihan mampu mengembangkan nilai-nilai etik dalam koding dan KA
Indikator Capaian Pelatihan
Peserta pelatihan mampu menjelaskan ruang lingkup koding dan KA dan dampaknya pada pembelajaran koding dan KA
Peserta pelatihan mampu menjelaskan prinsip berpikir komputasional, literasi digital, dan kecerdasan artifisial
Peserta pelatihan mampu merancang penerapan berpikir komputasional, literasi digital, dan kecerdasan artifisial di sekolah
Peserta pelatihan mampu menentukan dimensi, elemen, dan sub elemen dimensi profil lulusan untuk setiap tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dalam setiap kegiatan pembelajaran koding dan KA.
Video Pengantar Modul 1
Buku Modul 1
Slide Presentasi Fasil - Modul 1
Buku Referensi dari Hamzah Ramdani
Mata pelajaran KKA berkontribusi mewujudkan dimensi profil lulusan agar peserta didik memiliki nalar kritis, kemampuan bekerja mandiri, berkomunikasi dan berkolaborasi secara daring merupakan kemampuan penting sebagai anggota masyarakat abad ke-21. Peserta didik juga memiliki kewargaan yang baik, serta menjaga keseimbangan hidup dan kesehatan di ruang digital. Peserta didik diharapkan dapat menjadi warga digital (digital citizen) yang beretika dan mandiri dalam berteknologi informasi, sekaligus menjadi warga dunia (global citizen) yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME.
Koding adalah proses mengonversi keinginan manusia menjadi format yang dapat dipahami oleh komputer menggunakan bahasa pemrograman. Koding juga merujuk pada sub-aktivitas dalam pemrograman atau pemberian instruksi kepada komputer dalam berbagai bentuk seperti PC, server, perangkat IoT, robot dan lainnya, yang menerapkan solusi yang dirumuskan melalui berpikir komputasional.
Koding dan pemrograman adalah dua istilah yang saling terkait, namun keduanya memiliki perbedaan sesuai dengan konteksnya. Koding merupakan proses mengkonversi ide, keinginan, atau solusi menjadi instruksi yang dapat dipahami dan dijalankan oleh sebuah komputer menggunakan bahasa pemrograman. Di sisi lain, pemrograman mencakup semua siklus pengembangan perangkat lunak, mulai dari perencanaan, analisis, desain, pengimplementasian, pengujian, hingga pemeliharaan sistem (McConnell, 2004). Dengan kata lain, seluruh proses pemrograman mencakup koding, tetapi tidak terbatas pada koding itu sendiri.
Koding dianggap sebagai pintu gerbang bagi peserta didik untuk memahami konsep-konsep dasar pemrograman dan logika komputasi. Pengenalan koding dapat membantu menyemai keterampilan berpikir kritis, kreatif, dan problem-solving yang esensial di era digital saat ini. Dengan memahami relasi antara koding dan pemrograman, peserta didik dapat menciptakan solusi inovatif untuk tantangan yang dihadapi.
Pembelajaran koding dapat dilakukan melalui berbagai metode, antara lain:
plugged coding yang memanfaatkan perangkat komputer dan perangkat lunak;
unplugged coding yang mengajarkan konsep pemrograman tanpa menggunakan komputer, melalui aktivitas fisik, simulasi atau permainan; serta
internet-based coding yang memungkinkan pembelajaran melalui platform daring interaktif dengan koneksi internet.
Referensi guru untuk belajar KKA:
Para ahli memiliki berbagai definisi terkait kecerdasan artifisial (KA), tergantung pada perspektif masing-masing. Kaplan dan Haenlein (2019) mendefinisikan KA sebagai kemampuan sistem untuk secara akurat menginterpretasikan data eksternal, belajar dari data tersebut, dan menerapkan pembelajaran tersebut untuk mencapai tujuan dan menyelesaikan tugas tertentu. Sementara itu, Poole dan Mackworth (2010) mengartikan KA sebagai bidang kajian yang fokus pada sintesis dan analisis agen komputasional yang dapat bertindak dengan cara yang cerdas.
Russell dan Norvig (2010) lebih lanjut mendefinisikan KA sebagai studi tentang agen cerdas yang mampu menerima persepsi dari lingkungan dan mengambil tindakan. Agen tersebut dapat melakukan proses berpikir seperti manusia (thinking humanly), bertindak seperti manusia (acting humanly), berpikir secara rasional (thinking rationally), dan bertindak secara rasional (acting rationally).
Pemahaman literasi kecerdasan artifisial (KA) bagi peserta didik mencakup beberapa aspek penting yang harus dikuasai untuk menghadapi era digital dengan lebih baik. Peserta didik perlu memahami dasar-dasar konsep KA, serta bagaimana sistem KA beroperasi, termasuk proses pembelajaran mesin dan teknik-teknik yang digunakan (UNESCO, 2021).
Literasi KA juga mencakup keterampilan praktis, seperti kemampuan untuk berinteraksi dengan sistem KA, serta pemahaman dasar tentang pengkodean dan penggunaan alat KA yang relevan (UNESCO, 2021). Dengan menguasai aspek-aspek tersebut, peserta didik akan lebih siap untuk berkontribusi dalam diskusi mengenai teknologi dan penerapannya, serta menerapkan keterampilan tersebut dalam konteks kehidupannya sehari-hari.
Beberapa kurikulum tentang KA yang dibuat berbagai lembaga di dunia yang dapat menjadi acuan bagi para pendidik:
The Artificial Intelligence (AI) for K-12 initiative https://ai4k12.org/
Learn AI Singapore https://learn.aisingapore.org/educators/
Commonsense https://www.commonsense.org/education/collections/ai-literacy-lessons-for-grades-6-12
Berpikir Komputasional
Berpikir komputasional, seperti yang didefinisikan oleh Wing (2006), disajikan sebagai keterampilan dan pola pikir dasar yang tidak terbatas pada ilmuwan komputer tetapi dapat diterapkan secara universal.
Proses berpikir komputasional dapat dibagi menjadi empat pilar:
Dekomposisi, yaitu proses memecah masalah kompleks menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan lebih dapat dikelola. Ini memungkinkan pendekatan yang lebih sistematis dalam memecahkan masalah.
Pengenalan pola, yaitu proses identifikasi pola atau kesamaan yang berulang dalam data atau di berbagai masalah. Mengenali pola-pola ini dapat mengarah pada penerapan solusi yang serupa dalam berbagai konteks.
Abstraksi, adalah proses menyaring informasi yang tidak perlu dan fokus pada detail yang relevan yang penting untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Ini memungkinkan pendekatan yang lebih efisien dan terarah.
Algoritma, melibatkan pengembangan urutan instruksi yang logis dan bertahap untuk mencapai solusi. Ini menekankan pendekatan terstruktur dan metodis dalam memecahkan masalah.
Contoh : Berpikir komputasional menghitung modulus dengan analogi jam (Halaman 21 - Modul 1 Fase C)
Lebih memahami lagi berikut ini referensi tentang Berpikir komputasional: https://drive.google.com/file/d/1MJeLQ4KvM7xrPmBxLwRxGdUhVmufOaSx/view?usp=drive_link
Contoh-contoh pembelajaran Berpikir Komputasional secara unplugged dapat didapatkan dari beberapa sumber:
Literasi Digital
Literasi digital merujuk pada keterampilan dan pemahaman yang diperlukan untuk menggunakan, mengevaluasi, dan menerapkan teknologi digital secara bijaksana dan bertanggung jawab. Literasi digital meliputi pemahaman dan keterampilan menggunakan perangkat keras, perangkat lunak, dan aplikasi TIK untuk mengakses informasi, berkomunikasi, dan mencari solusi dalam berbagai konteks. Penting bagi peserta didik untuk memahami dasar-dasar sistem komputer, arsitektur jaringan, serta mekanisme komunikasi antar komputer, yang mencakup pengetahuan tentang perangkat keras, sistem operasi, protokol jaringan, dan aspek teknis lainnya.
Selain itu, literasi digital melibatkan pemahaman tentang informatika sebagai cabang ilmu komputer yang berkaitan dengan analisis data, kecerdasan buatan, dan pemrosesan informasi. Peserta didik perlu dikenalkan dengan konsep-konsep seperti algoritma, analisis data, dan komputasi statistik. Aspek lain dari literasi digital adalah pemahaman tentang dampak media sosial terhadap individu dan masyarakat, yang mencakup isu privasi dan keamanan data, etika bermedia sosial, efek psikologis penggunaan media sosial, serta kemampuan mengidentifikasi berita palsu (hoaks) dan konten yang meragukan.
Adanya kemampuan untuk secara kritis menilai dan mengevaluasi informasi di internet, memahami sumber daya online, serta membedakan informasi yang dapat diandalkan dari yang tidak dapat dipercaya juga merupakan bagian dari literasi digital.
Peserta didik juga harus mempelajari dampak teknologi terhadap lingkungan dan kesehatan manusia, seperti penggunaan energi perangkat digital, pengelolaan limbah elektronik, dan pengaruh radiasi dari perangkat elektronik. Oleh karena itu, pendidikan harus memberikan perhatian besar pada literasi digital, sehingga peserta didik dapat menjadi pengguna teknologi yang cerdas, kritis, dan bertanggung jawab dalam dunia yang semakin terhubung dan bergantung pada teknologi.
Literasi digital didefinisikan oleh UNESCO (2018) sebagai kemampuan untuk mengakses, mengatur, memahami, mengintegrasikan, mengkomunikasikan, mengevaluasi, dan membuat informasi dengan aman dan tepat melalui teknologi digital untuk keperluan kerja dan wirausaha.
Beberapa referensi untuk memperdalam literasi digital:
Materi Literasi Media UNESCO : https://www.unesco.org/mil4teachers/en/curriculum
Modul Ajar Literasi Digital MAFINDO https://lms.cekfakta.com/modulajar/
Situs Digital Citizenship Commonsense.org https://www.commonsense.org/education/digital-citizenship
Materi 4 Pilar Literasi Digital Siberkreasi https://linktr.ee/4pilarcabe
Situs Literasi Digital Komdigi https://literasidigital.id/
Literasi dan Etika Kecerdasan Artifisial
Literasi kecerdasan artifisial (KA) bagi peserta didik sekolah dasar dan menengah mencakup pemahaman fundamental tentang apa itu KA, bagaimana KA bekerja, dan bagaimana KA diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik juga perlu mengetahui lanskap KA, dan bisa membedakan masing-masing modelnya.
Penjelasan dari Lanskap KA:
Machine Learning: Ini adalah bagian dari KA yang merujuk pada sistem yang dapat belajar sendiri. Model pembelajaran mesin mengambil data dan menyesuaikan data tersebut dengan algoritma, untuk membuat prediksi seperti berapa banyak uang yang mungkin dihasilkan sebuah toko dalam sehari.
Deep Learning: Ini adalah subkategori dari pembelajaran mesin yang berbasis pada jaringan saraf buatan. Proses pembelajaran ini disebut mendalam karena struktur jaringan saraf buatan terdiri dari beberapa lapisan input, output, dan tersembunyi. Setiap lapisan berisi unit-unit yang mengubah data input menjadi informasi yang dapat digunakan oleh lapisan berikutnya untuk suatu tugas prediktif tertentu. Ini beroperasi pada kumpulan data yang sangat besar.
KA Generatif: Ini adalah subkategori dari model Deep Learning yang dapat menghasilkan konten baru berdasarkan apa yang dijelaskan dalam input. Kumpulan model KA generatif ini dapat menghasilkan bahasa, kode, dan gambar.
Pada tingkat dasar, peserta didik perlu memahami bahwa KA adalah sistem komputer yang dirancang untuk meniru kemampuan kognitif manusia, seperti belajar, memecahkan masalah, dan pengambilan keputusan. peserta didik harus memahami bahwa KA melibatkan sistem komputer yang dapat belajar dan membuat keputusan, seringkali berdasarkan sejumlah besar data. Hal ini dapat diilustrasikan melalui contoh-contoh KA yang mereka temui setiap hari, seperti asisten virtual (misalnya, Siri atau Google Assistant), pengenalan gambar di ponsel mereka, atau sistem rekomendasi di layanan streaming. Penekanannya harus pada demistifikasi KA, menunjukkan cara kerjanya di tingkat tinggi, dan menyoroti aplikasi positifnya di bidang yang dapat mereka hubungkan, seperti peningkatan perawatan kesehatan atau bantuan dalam mengatasi tantangan lingkungan. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan rasa ingin tahu dan pemahaman dasar tentang kemampuan dan keterbatasan KA tanpa membahas detail teknis yang kompleks.
Etika KA merupakan aspek krusial yang harus dipahami oleh peserta didik. Mereka perlu menyadari bahwa sistem KA dikembangkan dan dilatih oleh manusia, sehingga sistem tersebut dapat mencerminkan bias dan prasangka yang ada dalam data pelatihan. Oleh karena itu, sangat penting untuk menanamkan pemahaman tentang pentingnya keadilan, akuntabilitas, dan transparansi dalam pengembangan dan penggunaan KA. Peserta didik perlu diajarkan untuk mengidentifikasi potensi bias dalam sistem KA dan bagaimana hal ini dapat memengaruhi pengambilan keputusan dan tindakan yang diambil. Diskusi tentang privasi data dan keamanan informasi yang berkaitan dengan KA juga sangat penting untuk membangun kesadaran akan perlindungan data pribadi dan tanggung jawab dalam penggunaan teknologi digital. (Hagendorff, 2020; UNESCO, 2021).
Mempelajari literasi dan etika KA tidak hanya memberikan pemahaman teknis tetapi juga mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan bijaksana dalam menghadapi kemajuan teknologi. Mereka harus dilatih untuk berpikir kritis tentang dampak KA pada masyarakat dan lingkungan, serta mengembangkan keterampilan untuk mengevaluasi informasi dan sumber daya yang terkait dengan KA. Keterampilan ini akan membantu mereka dalam membuat keputusan yang bijaksana dan bertanggung jawab dalam penggunaan teknologi KA di masa depan. Pendekatan interdisipliner yang menggabungkan ilmu komputer, etika, dan studi sosial akan memberikan pemahaman yang lebih komprehensif dan mempersiapkan mereka untuk menjadi kontributor positif dalam perkembangan KA di masa yang akan datang. (Lathrop & Gold, 2016; Mittelstadt, 2016).
Etika pemanfaatan kecerdasan artifisial (KA) yang relevan untuk peserta didik di sekolah dasar dan menengah mencakup beberapa aspek kunci yang perlu dipahami dan diterapkan sejak dini.
Pertama, kesadaran akan bias dan ketidakadilan dalam KA merupakan hal yang sangat penting. Peserta didik perlu memahami bahwa sistem KA dilatih berdasarkan data, dan data tersebut dapat merefleksikan bias dan ketidakadilan yang ada di masyarakat. Hal ini dapat menyebabkan sistem KA menghasilkan keluaran yang tidak adil atau diskriminatif terhadap kelompok tertentu.
Kedua, privasi data dan keamanan informasi menjadi perhatian utama. Peserta didik perlu memahami bahwa KA seringkali mengolah data pribadi dalam jumlah besar, dan pentingnya melindungi privasi data tersebut. Mereka harus diajarkan untuk memahami implikasi dari berbagi informasi secara online, serta pentingnya melindungi data pribadi mereka sendiri. Mengajarkan pentingnya keamanan siber dan bagaimana melindungi diri dari ancaman online juga merupakan bagian penting dari pendidikan etika KA. (Vayena et al., 2018).
Ketiga, tanggung jawab dan akuntabilitas dalam pengembangan dan penggunaan KA sangatlah penting. Peserta didik harus memahami bahwa mereka bertanggung jawab atas bagaimana mereka menggunakan KA dan teknologi digital lainnya. Ini mencakup memahami dampak potensial dari penggunaan KA pada individu, masyarakat, dan lingkungan. Penting untuk menekankan bahwa teknologi KA bukanlah sesuatu yang netral, dan mereka harus mempertimbangkan implikasi etis dari tindakan mereka. Mengajarkan mereka untuk berpikir kritis tentang potensi dampak negatif dan positif dari KA akan membantu mereka membuat keputusan yang bertanggung jawab. (Floridi et al., 2018).
Keempat, keterbukaan dan transparansi dalam algoritma dan data KA sangat penting. Peserta didik perlu memahami bahwa sistem KA tidak selalu bekerja seperti "kotak hitam", dan pentingnya memahami bagaimana sistem KA mengambil keputusan. Keterbukaan dalam algoritma dan data akan membantu meningkatkan kepercayaan publik dan memastikan akuntabilitas. Ini juga mencakup pentingnya memahami keterbatasan KA dan bagaimana hal tersebut dapat memengaruhi keputusan dan tindakan. (Goodman & Flaxman, 2017).
Kelima, perhatian terhadap hak cipta menjadi sangat krusial dalam pemanfaatan KA, terlebih KA generatif, mengingat banyak karya yang dihasilkan KA dapat terinspirasi atau didasarkan pada materi yang dilindungi hak cipta. Oleh karena itu, penting bagi pengguna dan pengembang teknologi KA generatif untuk memahami dan menghormati hak cipta, baik dengan memastikan bahwa data yang digunakan untuk pelatihan model tidak melanggar hak cipta, maupun dengan menentukan batasan yang jelas terkait kepemilikan dan penggunaan konten yang dihasilkan. Dengan pendekatan yang bijaksana terhadap hak cipta, pemanfaatan AI generatif tidak hanya dapat menjadi alat yang berharga untuk kreativitas, tetapi juga mendukung ekosistem yang adil dan berkelanjutan dalam industri kreatif.
Pemanfaatan dan Pengembangan Kecerdasan Artifisial
Pemanfaatan dan pengembangan kecerdasan buatan (KA) yang relevan untuk peserta didik di sekolah dasar dan menengah dapat dibagi menjadi beberapa kategori utama, dengan pendekatan yang disesuaikan dengan tingkat pemahaman dan kemampuan mereka.
Di sekolah dasar, fokusnya adalah pada pengenalan konsep KA yang sederhana dan aplikatif serta membangun minat tentang KA. Contoh pemanfaatan KA meliputi: aplikasi pengenalan gambar untuk belajar tentang objek dan makhluk hidup, serta permainan edukatif yang memanfaatkan KA untuk memberikan umpan balik dan personalisasi pembelajaran. Hal ini membantu menumbuhkan rasa ingin tahu dan pemahaman tentang cara kerja KA secara fundamental. Patut menjadi perhatian bagi pendidik untuk berhati-hati mengenalkan pemanfaatan perangkat KA, jangan sampai membuat peserta didik menjadi ketergantungan atau kecanduan, sehingga justru menghambat kemampuan berpikir kritis peserta didik.
Di sekolah menengah, pemanfaatan KA dapat diperluas dengan memperkenalkan konsep dan teknik yang lebih kompleks. peserta didik dapat diajak untuk menggunakan KA dalam menganalisis data, memecahkan masalah yang kompleks, dan mengembangkan proyek berbasis KA. Contoh pemanfaatan KA meliputi: pemanfaatan KA generatif baik untuk berbagai aktivitas baik menjadi asisten virtual, membantu memecahkan permasalahan, belajar bahasa asing, membantu memberikan saran untuk penulisan dan tata bahasa, hingga untuk berkreasi dalam seni. Di jenjang sekolah menengah atas, pengembangan KA dapat diarahkan pada proyek yang lebih menantang yang melibatkan pemrograman berbasis teks dan penggunaan library atau framework KA yang tersedia. Penting untuk menekankan aspek etika dan tanggung jawab dalam pengembangan dan penggunaan KA, termasuk kesadaran akan bias algoritma dan dampak sosial KA. (Russell & Norvig, 2010).
Pada kedua jenjang pendidikan, integrasi KA dalam pembelajaran harus memperhatikan aspek pedagogi yang tepat. Pembelajaran berbasis proyek (project-based learning), permainan (game-based learning), dan pendekatan inquiry learning merupakan pendekatan yang efektif untuk melibatkan peserta didik secara aktif dalam proses pembelajaran dan memahami konsep KA dengan lebih mendalam. Kolaborasi dan partisipasi peserta didik dalam proyek pengembangan KA juga penting untuk menumbuhkan kreativitas, kerja sama, dan pemecahan masalah. (Christensen et al., 2008).
Beberapa Teknologi KA yang bisa kita kenalkan kepada peserta didik kita antara lain:
Pengenalan Suara Teknologi pengenalan suara memanfaatkan KA untuk mengubah ucapan menjadi teks dan menginterpretasikan perintah suara. Contoh penerapan KA dalam pengenalan suara bisa ditemukan di berbagai aplikasi yang sering kita gunakan. Asisten suara seperti Google Assistant, Siri, dan Alexa memanfaatkan teknologi ini untuk menjawab pertanyaan, memberikan informasi berita atau cuaca, atau mengontrol perangkat rumah pintar. Misalnya, saat kita bertanya, "Apakah hari ini akan hujan?" asisten suara langsung memberikan jawabannya.
Teknologi pengenalan suara dengan KA ini juga diterapkan dalam penerjemahan suara. Aplikasi seperti Google Translate memungkinkan pengguna menerjemahkan ucapan secara real-time dari satu bahasa ke bahasa lainnya. Misalnya, jika Anda berbicara dengan seseorang yang tidak berbicara bahasa yang sama, Anda dapat menggunakan aplikasi ini untuk memudahkan komunikasi.
Selain itu, aplikasi pencatatan seperti Otter.ai atau Fathom juga memanfaatkan teknologi ini untuk mentranskripsikan percakapan teks secara otomatis. Ini sangat bermanfaat bagi mereka yang sering mengadakan pertemuan yang memerlukan pencatatan tanpa harus mengetik.
Pengenalan Gambar KA juga digunakan untuk mengidentifikasi objek, wajah, dan pola dalam gambar atau video. Pengenalan gambar ini sangat berguna dalam berbagai bidang, mulai dari keamanan hingga hiburan. Teknologi deteksi wajah, misalnya diterapkan dalam aplikasi keamanan yang dapat mengenali individu dalam rekaman video pengawasan untuk menjaga keamanan area tertentu.
Teknologi KA digunakan dalam mobil yang dapat mengemudi sendiri. Mobil ini memanfaatkan KA untuk mendeteksi objek di jalan, baik itu kendaraan lain, kelokan jalan, pejalan kaki, hingga pembacaan rambu lalu lintas, semua dilakukan secara otomatis tanpa intervensi manusia, sehingga membuat perjalanan lebih aman.
Dalam dunia medis, KA menganalisis citra medis seperti sinar-X atau MRI untuk mendeteksi masalah kesehatan, KA dapat membantu dokter dalam mendeteksi tumor atau kelainan lainnya dengan akurasi yang tinggi dan cepat.
Analisis Data, Rekomendasi dan Prediksi Teknologi KA digunakan untuk menganalisis data dalam jumlah besar untuk menemukan pola tersembunyi yang kadang terlepas dari pantauan manusia. Teknologi ini membantu dalam pengambilan keputusan di berbagai sektor. Misalnya pemanfaatan KA untuk menganalisis perilaku konsumen. Dari data yang terkumpul, KA menemukan tren pasar, mengidentifikasi peluang baru, dan memberikan gambaran untuk strategi penjualan yang baru.
Platform digital, seperti Youtube, Amazon dan Netflix, juga menggunakan KA untuk memberikan rekomendasi produk atau film berdasarkan preferensi dan perilaku pengguna, KA menganalisis kebiasaan pengguna dan memberikan rekomendasi yang lebih relevan di masa depan.
Pemanfaatan KA Generatif KA generatif, yang mencakup teknologi dan algoritma seperti LLM, GAN, dan lainnya memberikan banyak peluang bagi didik di sekolah untuk meningkatkan pengalaman belajar mereka. Dengan menggunakan perangkat KA generatif, peserta didik dapat menciptakan konten baru, seperti tulisan, gambar, atau musik, yang dapat mendukung proyek kreatif mereka.
Misalnya, mereka dapat menggunakan KA untuk membuat inspirasi dan struktur sebuah esai, dan mereka bisa mengelaborasi dengan imajinasi mereka sendiri. Selain itu, peserta didik juga bisa menggunakan aplikasi KA generatif untuk mengembangkan presentasi visual yang menarik, menciptakan karya seni digital, atau bahkan menyusun lagu, sehingga mendorong eksplorasi dan ekspresi kreatif yang lebih dalam dalam proses pembelajaran mereka. Dengan demikian, pemanfaatan KA generatif di lingkungan sekolah tidak hanya membantu mengasah keterampilan teknis, tetapi juga meningkatkan kreativitas dan inovasi peserta didik. Namun pemanfaatan KA generatif ini harus disertai dengan pemahaman etika yang sangat baik, supaya peserta didik bisa memanfaatkan dengan aman dan bertanggungjawab.
Modul ini diharapkan dapat memperkuat kompetensi pendidik mata pelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial (KKA) dalam keilmuan koding, pemahaman materi berpikir komputasional dan literasi digital, serta kecerdasan artifisial. Pendidik diharapkan terus bisa meningkatkan keahliannya merancang dan menyampaikan pembelajaran KKA dengan materi yang berbasis Higher Order Thinking Skills (HOTS) serta menggunakan kerangka kerja Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) serta Pembelajaran Mendalam (Deep Learning) yang akan diperdalam pada modul 5 dalam Bimtek ini.