SMPN2Wanayasa,(31/10/24). Di halaman dan kebun TdBA SMPN 2 Wanayasa, bunga matahari berdiri anggun di bawah sinar mentari, menghadap ke langit seakan mengucap syukur atas cahaya yang menyinari. Di balik keindahannya, tersembunyi filosofi tentang ketegaran dan kesabaran. Bunga matahari yang selalu mengarah ke cahaya mengajarkan kita untuk senantiasa mencari ilmu, menuju kebenaran, meskipun dihadapkan pada rintangan yang menghadang. Di sekolah ini, prinsip yang sama tertanam dalam diri setiap siswa, bahwa pendidikan adalah jalan panjang menuju masa depan yang cerah, sebuah perjalanan yang penuh dedikasi dan ketulusan.
Lebah-lebah kecil tak henti mengunjungi bunga matahari, mengisap sari dan menjadikannya madu, yang kelak menjadi kehidupan bagi banyak makhluk. Begitu pula siswa-siswa di SMPN 2 Wanayasa, yang datang ke sekolah dengan semangat, menimba ilmu yang akan menjadi bekal hidup mereka. Setiap helai kelopak bunga seakan menggambarkan perjuangan di balik pencapaian mereka, bahwa tak ada keberhasilan tanpa proses panjang dan penuh kesungguhan. Lebah dan bunga matahari adalah simbol kerja keras dan keikhlasan, seperti halnya di sini, setiap siswa diajarkan bahwa usaha adalah kunci dari setiap hasil yang akan mereka raih.
Bunga matahari yang tetap tegak meski diterpa angin dan hujan menjadi cermin keteguhan hati para guru. Mereka berdiri kokoh, mendampingi siswa-siswanya dalam setiap langkah, memberi ilmu dan nasihat tanpa pamrih. Di SMPN 2 Wanayasa, para guru adalah cahaya yang membimbing siswa menuju arah yang benar, seperti matahari yang menyinari bunga. Dalam proses ini, guru-guru tak hanya mengajarkan materi pelajaran, tetapi juga menanamkan karakter, membentuk kepribadian siswa agar kuat menghadapi tantangan hidup.
Ketika lebah-lebah membawa sari bunga matahari kembali ke sarang, mereka membawa serta pelajaran penting tentang kolaborasi dan tanggung jawab. Di sekolah ini, setiap siswa belajar untuk saling bekerja sama, mengasah kemampuan mereka dengan dukungan teman-teman sekelas dan bimbingan guru. Mereka sadar bahwa setiap prestasi yang mereka raih adalah hasil dari kerjasama, bahwa di balik setiap kesuksesan ada proses panjang yang melibatkan banyak tangan dan hati. SMPN 2 Wanayasa menjadi tempat di mana siswa tak hanya belajar untuk meraih keberhasilan, tetapi juga menghargai setiap proses menuju kemenangan.
Bunga matahari juga mengajarkan kita tentang kesetiaan. Setiap hari ia menghadap ke arah matahari, menerima cahaya yang datang tanpa pernah meminta balasan. Di sekolah ini, setiap guru memberi ilmu dengan tulus dan tanpa pamrih, mengharap yang terbaik bagi siswa-siswinya. Mereka menyadari bahwa ilmu adalah hadiah yang terindah yang bisa mereka berikan, bahwa keberhasilan sejati adalah ketika siswa-siswa mereka mampu berdiri tegak di dunia yang luas, berbekal nilai-nilai yang telah tertanam selama di sekolah.
Setiap helai kelopak bunga matahari yang mekar adalah lambang dari keberhasilan yang dicapai siswa setelah melalui proses yang panjang. Seperti bunga yang tumbuh dari benih kecil menjadi bunga penuh warna, siswa di SMPN 2 Wanayasa juga tumbuh, berkembang, dan mekar dengan segala potensi yang ada di dalam diri mereka. Sekolah ini adalah tanah subur yang menumbuhkan harapan, di mana setiap tunas muda diberi kesempatan untuk berkembang dan berproses, hingga suatu saat mereka dapat membawa kebanggaan bagi diri sendiri dan orang lain.
Ketika bunga matahari akhirnya menutup kelopaknya di kala senja, ia tidak memandang hari yang telah berlalu sebagai akhir, tetapi sebagai awal dari hari yang baru. Demikian juga di SMPN 2 Wanayasa, setiap siswa diajarkan untuk merenung di penghujung hari, mengingat kembali langkah-langkah yang telah mereka ambil, dan mempersiapkan diri untuk langkah berikutnya. Setiap pencapaian adalah bagian dari perjalanan panjang, dan setiap tantangan yang dihadapi adalah pelajaran berharga untuk masa depan.
Bunga matahari dan lebah adalah dua makhluk sederhana yang mengajarkan filosofi mendalam tentang kehidupan. Dari hubungan simbiosis antara keduanya, kita belajar bahwa setiap pencapaian adalah hasil dari usaha bersama, bahwa kebersamaan adalah kunci dari keberhasilan. Di SMPN 2 Wanayasa, siswa-siswa diajarkan untuk menghargai arti dari setiap proses, bahwa dalam setiap langkah, mereka harus saling mendukung, berbagi ilmu, dan belajar dari satu sama lain.
Di sinilah filosofi bunga matahari dan lebah menemukan maknanya, bahwa pendidikan adalah cahaya yang menyinari setiap siswa untuk mekar dan berkembang. SMPN 2 Wanayasa menjadi taman ilmu, tempat di mana siswa bisa menjadi lebah-lebah kecil yang selalu mencari sari bunga, selalu haus akan pengetahuan dan kebijaksanaan. Dari taman ini, mereka akan terbang, membawa harapan dan cita-cita yang tinggi, menuju masa depan yang luas dan penuh warna.
Pada akhirnya, bunga matahari yang berdiri kokoh dan lebah yang setia mengunjunginya adalah cerminan dari SMPN 2 Wanayasa dan seluruh keluarga besar yang ada di dalamnya. Bunga dan lebah mengajarkan bahwa setiap perjuangan adalah bagian dari keindahan, bahwa di balik setiap pencapaian ada kerja keras yang tulus dan penuh dedikasi. Sekolah ini adalah tempat di mana mimpi-mimpi tumbuh, tempat di mana setiap siswa diajarkan untuk terus mengejar matahari, dan menjadi pribadi yang bercahaya di dunia.
SMPN2Wanayasa,(30/10/24). Di SMPN 2 Wanayasa, kegiatan kaulinan barudak setiap hari Rabu menjadi salah satu upaya untuk menghubungkan siswa dengan budaya dan permainan tradisional yang sarat makna, salah satunya adalah permainan kelereng. Permainan ini, yang sederhana namun menantang, menyimpan filosofi mendalam yang berkontribusi pada perkembangan mental, emosional, dan sosial siswa. Di era modern ini, di mana digitalisasi sering kali menjadi prioritas, permainan kelereng di lingkungan sekolah mengajarkan anak untuk menemukan kebahagiaan dari interaksi langsung dan keterampilan bermain bersama.
Permainan kelereng melatih ketelitian dan fokus siswa. Dalam setiap langkahnya, pemain harus merencanakan strategi yang tepat agar kelereng dapat tepat sasaran. Di sinilah siswa belajar untuk tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan. Kesalahan atau kecerobohan sedikit saja bisa membuat mereka kehilangan kesempatan. Maka, permainan ini menjadi media yang mengajarkan tentang pentingnya ketepatan dan kecermatan dalam berpikir, yang relevan bagi kehidupan sehari-hari maupun akademik.
Selain itu, bermain kelereng mengasah keterampilan motorik halus siswa. Gerakan mengarahkan dan menggeser kelereng memerlukan keseimbangan antara kekuatan dan ketepatan. Bagi siswa SMP, keterampilan ini penting dalam perkembangan koordinasi tangan-mata mereka. Melalui permainan ini, mereka berlatih mengendalikan otot tangan dan belajar untuk memperkirakan gerak benda, sesuatu yang bermanfaat dalam pelajaran sains dan olahraga.
Pada tingkat sosial, permainan kelereng menjadi sarana untuk membangun kerja sama dan menumbuhkan rasa kebersamaan. Dalam suasana permainan, siswa belajar untuk saling menghormati giliran dan menghargai pencapaian teman-teman mereka. Mereka juga belajar menghadapi kemenangan dengan rendah hati dan menerima kekalahan dengan lapang dada. Aspek-aspek ini menjadi fondasi penting bagi pembentukan karakter siswa, terutama dalam hal toleransi dan kerja sama.
Lebih dari itu, permainan kelereng ini juga mengasah keterampilan dalam menghadapi kompetisi yang sehat. Siswa saling bersaing untuk memenangkan permainan, namun kompetisi yang terjadi jauh dari sifat agresif atau berlebihan. Dengan membiasakan diri menghadapi persaingan sehat, siswa diajarkan untuk berfokus pada upaya mereka sendiri tanpa meremehkan teman. Nilai ini sangat relevan bagi perkembangan karakter mereka di masa depan.
Tidak hanya itu, bermain kelereng mengajarkan siswa tentang kejujuran. Dalam permainan tradisional ini, tidak ada teknologi yang merekam aturan atau skor secara otomatis, sehingga siswa dituntut untuk saling mempercayai. Apabila ada ketidaksepakatan, mereka belajar untuk berkomunikasi dengan jujur dan terbuka demi menjaga kelancaran permainan. Dengan demikian, kejujuran menjadi landasan yang diinternalisasi siswa dalam situasi sehari-hari.
Permainan ini pun mengajarkan bagaimana siswa bisa memanfaatkan sumber daya yang ada di sekitarnya, seperti menggunakan kelereng buatan atau lapangan seadanya. Di era serba modern, permainan ini mengajarkan bahwa kebahagiaan dan hiburan tidak selalu datang dari hal yang mahal atau teknologi canggih. Kesederhanaan dalam permainan kelereng menjadi pelajaran hidup yang berarti untuk mengapresiasi hal-hal kecil yang ada di sekitar.
Dalam aspek budaya, kegiatan ini menghubungkan siswa dengan warisan budaya leluhur mereka. Kaulinan barudak seperti kelereng bukan hanya permainan, tapi juga cara untuk menjaga identitas dan menghormati tradisi. Melalui permainan ini, siswa merasakan nilai-nilai kebersamaan yang menjadi esensi dari budaya lokal yang kaya, sehingga mereka bangga menjadi bagian dari tradisi ini.
Dengan rutin melaksanakan kaulinan barudak, termasuk kelereng, setiap hari Rabu, SMPN 2 Wanayasa memberikan ruang bagi siswa untuk melepaskan diri dari tekanan akademik dan kembali ke dunia bermain yang penuh pembelajaran. Melalui permainan sederhana, siswa diajarkan bahwa perkembangan diri tidak selalu terjadi di dalam kelas atau melalui materi pelajaran saja, tetapi juga melalui aktivitas bermain yang kaya akan nilai dan filosofi hidup.
Pada akhirnya, kegiatan main kelereng ini tidak hanya menjadi sarana bermain, tetapi juga sebuah cara bagi SMPN 2 Wanayasa untuk menanamkan nilai-nilai karakter dan budaya yang berharga pada siswanya. Permainan ini menjadi bukti bahwa
pendidikan karakter bisa datang dari aktivitas sederhana, dan bahwa warisan budaya dapat menjadi alat yang efektif untuk membentuk generasi yang tangguh, berintegritas, dan menghargai sesama.
SMPN2Wanayasa,(29/10/24). SMPN 2 Wanayasa kembali mengirimkan perwakilan terbaiknya dalam ajang tahunan English Contest 2024 yang berlangsung di SMPN 1 Pasawahan. Perwakilan dari SMPN 2 Wanayasa mengikuti beberapa kategori lomba, yaitu English Olympiad yang diwakili oleh Dhifa, News Reading oleh Neng Eni, Poetry Reading oleh Silvi, dan lomba Menyanyi oleh Raina. Para peserta ini telah berlatih dengan tekun dan penuh antusias, membawa harapan besar agar dapat meraih hasil yang memuaskan.
Sejak awal persiapan, para peserta telah diarahkan oleh para pembina yang kompeten, termasuk Miss Ivoni, Miss Zuli, Pak Iip, dan beberapa guru pendukung lainnya. Mereka membimbing para siswa dengan materi yang sesuai untuk setiap lomba, memberikan latihan intensif, dan memperkuat kepercayaan diri anak-anak dalam menghadapi kompetisi. Para guru ini juga memberikan motivasi dan dukungan moral agar setiap peserta mampu memberikan yang terbaik.
Dalam kategori English Olympiad, Dhifa bersiap menunjukkan kemampuannya di bidang penguasaan kosakata, tata bahasa, dan pengetahuan umum tentang budaya serta sejarah dunia berbahasa Inggris. Dhifa menunjukkan tekad yang kuat untuk menjadi wakil yang dapat membawa nama baik sekolah, seraya berharap dapat bersaing dengan baik dalam kompetisi yang penuh tantangan ini.
Pada kategori News Reading, Neng Eni mempersiapkan diri untuk menyajikan berita dalam Bahasa Inggris dengan artikulasi, intonasi, dan gaya yang menarik. Dengan bimbingan dari Miss Ivoni dan tim, Neng Eni dilatih untuk menyampaikan informasi dengan penuh percaya diri, seakan-akan menjadi jurnalis profesional. Dengan persiapan matang, Neng Eni diharapkan mampu memukau para juri dengan kemampuannya.
Silvi yang mewakili SMPN 2 Wanayasa dalam lomba Poetry Reading juga tidak kalah antusias. Puisi yang telah disiapkannya dipilih untuk menyentuh emosi, mengombinasikan irama dan ekspresi yang mendalam. Latihan intensif telah membuat Silvi semakin percaya diri dan siap menampilkan karya yang menginspirasi serta berkesan.
Sementara itu, Raina yang tampil di kategori Menyanyi akan membawakan lagu dengan penuh perasaan dan penghayatan. Persiapan vokal dan teknik bernyanyi yang dibimbing oleh tim pembina membuat Raina merasa lebih yakin untuk tampil. Dia berharap dapat membawa suasana meriah dalam English Contest, dengan membawa warna yang berbeda dari kategori lain.
Kepala SMPN 2 Wanayasa, Drs. Asep Tata Sonjaya, turut memberikan dukungan penuh pada para siswa yang berkompetisi. Menurut beliau, partisipasi dalam kegiatan ini adalah salah satu cara untuk meningkatkan kepercayaan diri siswa serta mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dalam bentuk nyata. Ia mengungkapkan bahwa motivasi ini bukan sekadar untuk meraih kemenangan, melainkan juga untuk mengembangkan potensi siswa.
Drs. Asep Tata Sonjaya menyampaikan bahwa yang terpenting adalah proses dan usaha yang dijalani oleh setiap siswa. Menurutnya, partisipasi aktif dalam perlombaan adalah bentuk nyata pengembangan diri siswa, serta membentuk jiwa yang kompetitif dan disiplin. Dengan mengikuti perlombaan, mereka belajar berjuang dan menantang diri sendiri.
Para siswa yang menjadi perwakilan SMPN 2 Wanayasa ini berharap bahwa segala persiapan dan latihan mereka akan membuahkan hasil yang maksimal. Walaupun tujuan utama bukan sekadar untuk menang, mereka tetap berharap dapat membawa kebanggaan bagi sekolah. Dukungan dari seluruh warga sekolah, termasuk rekan-rekan sekelas mereka, menambah semangat para peserta untuk tampil sebaik mungkin.
Dari ajang ini, SMPN 2 Wanayasa berharap dapat terus memperluas kesempatan bagi para siswanya untuk mengembangkan kemampuan berbahasa Inggris mereka. Ajang kompetisi ini juga diharapkan dapat menjadi motivasi bagi siswa lain untuk berani mengambil peran dalam kegiatan yang positif.
English Contest 2024 ini tidak hanya menjadi momen untuk bersaing, namun juga menjadi sarana pembelajaran dan pengembangan karakter bagi para siswa SMPN 2 Wanayasa. Mereka merasa semakin bersemangat untuk terus belajar dan meningkatkan kemampuan bahasa Inggris mereka ke tingkat yang lebih tinggi.
SMPN2Wanayasa,(23/10/24). SMPN 2 Wanayasa terus berinovasi dalam memajukan pendidikan, salah satunya melalui digitalisasi pembelajaran berbasis lingkungan. Kini, di sekitar lingkungan sekolah, berbagai tumbuhan telah dilengkapi dengan barcode khusus. Barcode ini berfungsi untuk memudahkan guru, siswa, serta masyarakat sekitar dalam mendapatkan informasi lengkap mengenai tumbuhan-tumbuhan yang ada. Dengan hanya melakukan scan barcode melalui ponsel pintar, informasi terkait nama, jenis, hingga manfaat dari setiap tumbuhan langsung tersaji dengan lengkap dan interaktif.
Inisiatif ini lahir dari kreativitas siswa kelas 9 yang bersemangat membawa perubahan positif. Sebagai bagian dari pembelajaran berbasis proyek, para siswa bertanggung jawab dalam mengembangkan database informasi mengenai tumbuhan yang ada di lingkungan sekolah. Mereka mengumpulkan data, mengolahnya, dan menyusun konten digital yang informatif serta mudah diakses oleh siapa pun. Proyek ini tak hanya melatih keterampilan digital mereka, tetapi juga memperkuat kesadaran terhadap pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.
Proses pembuatan barcode ini melibatkan kolaborasi antara berbagai pihak. Para siswa bekerja sama dengan guru untuk melakukan identifikasi tumbuhan, mulai dari pohon-pohon besar yang ada di halaman sekolah hingga tanaman kecil di sekitar taman. Data yang dikumpulkan meliputi nama ilmiah tumbuhan, klasifikasi botani, hingga manfaat kesehatan dan lingkungan yang dimiliki oleh setiap tumbuhan. Hasilnya adalah sistem informasi digital yang mudah digunakan dan bermanfaat.
Digitalisasi ini juga memberikan peluang besar bagi kegiatan belajar mengajar. Guru dapat memanfaatkan barcode tersebut sebagai alat bantu dalam pembelajaran interaktif. Misalnya, ketika sedang belajar tentang biologi atau ilmu lingkungan, siswa dapat langsung mempraktikkan scanning barcode di lapangan untuk mendapatkan informasi mendalam mengenai materi yang sedang dipelajari. Ini menjadikan proses belajar lebih menyenangkan dan kontekstual.
Tidak hanya untuk siswa dan guru, inisiatif ini juga terbuka bagi masyarakat sekitar. Orang tua yang datang ke sekolah, warga sekitar, atau siapa saja yang berkunjung ke lingkungan SMPN 2 Wanayasa bisa memanfaatkan barcode ini untuk belajar lebih banyak tentang tumbuhan di sekitar mereka. Dengan begitu, sekolah tak hanya menjadi tempat belajar bagi siswa, tetapi juga pusat edukasi lingkungan bagi masyarakat.
Kegiatan digitalisasi ini sejalan dengan visi SMPN 2 Wanayasa yang terus beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Dengan menghadirkan inovasi ini, sekolah menunjukkan komitmennya dalam mempersiapkan generasi yang siap menghadapi tantangan di era digital. Selain itu, inisiatif ini juga mendukung pelestarian lingkungan dengan cara yang modern dan mudah diakses.
Bagi siswa kelas 9, pengalaman ini memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya teknologi dalam mendukung ilmu pengetahuan. Mereka juga belajar mengenai tanggung jawab sosial, mengingat proyek ini memberikan dampak positif tidak hanya bagi mereka, tetapi juga bagi masyarakat luas. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis proyek dapat memberikan manfaat nyata dan berkelanjutan.
Tumbuhnya barcode di setiap sudut sekolah bukan hanya menandai adanya perubahan teknologi, tetapi juga mencerminkan bagaimana pendidikan di SMPN 2 Wanayasa terus berinovasi dengan cara yang kreatif dan relevan. Para siswa tidak hanya belajar di kelas, tetapi juga melalui praktik langsung di lapangan, memanfaatkan teknologi untuk memahami dunia sekitar mereka.
Dengan adanya barcode tumbuhan ini, SMPN 2 Wanayasa telah mengambil langkah penting dalam mengintegrasikan teknologi dan lingkungan ke dalam pembelajaran. Proyek ini membuktikan bahwa teknologi bisa menjadi jembatan untuk lebih mendekatkan siswa dengan alam, sekaligus menambah pengetahuan mereka dengan cara yang modern. Masa depan pendidikan ada di tangan generasi yang mampu beradaptasi dengan teknologi tanpa melupakan pentingnya menjaga lingkungan.
SMPN2Wanayasa,(22/10/24). Hari Santri Nasional di SMPN 2 Wanayasa tahun ini dirayakan dengan penuh semangat. Siswa-siswi yang berasal dari berbagai latar belakang menyatukan tekad dan hati untuk mengenang jasa para santri yang telah berjuang membela bangsa dan agama. Di bawah langit cerah bulan Oktober, mereka berkumpul dalam kebersamaan yang sarat makna. Berbagai kegiatan diselenggarakan untuk memperkuat jiwa spiritual dan kebangsaan para siswa.
Seperti halnya setiap tahun, kegiatan dimulai dengan upacara peringatan Hari Santri yang dipimpin oleh Ustadz Zainul dan ibu Laila. Suasana khidmat terasa kental saat doa-doa dipanjatkan, diiringi oleh suara lantunan shalawat dari siswa. Para santri zaman dahulu diingatkan dalam doa-doa itu, sebagai penguat mereka yang berjuang dengan teguh dalam menjaga akidah dan kedaulatan bangsa. Kebersamaan menjadi nilai utama yang senantiasa ditanamkan kepada siswa-siswi SMPN 2 Wanayasa.
Namun, yang membuat peringatan kali ini lebih istimewa adalah digelarnya makan nasi liwet bersama. Seluruh siswa duduk melingkar, bersila di atas tikar panjang, menikmati nasi liwet yang dimasak oleh mereka sendiri. Ini bukan hanya soal makan bersama, melainkan simbol solidaritas dan kesederhanaan, nilai-nilai yang diwariskan para santri. Dalam kebersamaan itu, mereka berbagi, menyantap nasi dengan lauk sederhana, merasakan kebahagiaan yang tak terbeli oleh materi.
Di sudut-sudut sekolah,
bunga matahari sedang mekar dengan indah. Filosofi bunga matahari yang tumbuh di halaman sekolah menjadi simbol inspirasi tersendiri. Seperti bunga yang selalu menghadap ke matahari, para siswa diajak untuk selalu mengarahkan hati dan pikirannya kepada Tuhan Yang Maha Esa, sumber cahaya dan kehidupan. Bunga matahari juga melambangkan keindahan yang tumbuh dalam kebersamaan, dengan kelopak-kelopaknya yang kokoh mengelilingi pusatnya, seperti para siswa yang berdiri teguh dalam nilai-nilai agama dan persatuan.
Bunga matahari tidak hanya indah, tetapi juga memiliki akar yang kuat yang menembus ke dalam tanah. Filosofi ini menggambarkan bagaimana para siswa SMPN 2 Wanayasa diharapkan memiliki pondasi iman yang kokoh, tumbuh dari akar spiritual yang kuat. Akar ini, layaknya akhlak dan pengetahuan agama yang ditanamkan dalam pendidikan, akan menopang mereka dalam menghadapi tantangan zaman.
Semangat kebersamaan yang terpancar dari setiap kegiatan di Hari Santri ini mengingatkan kita pada filosofi bunga matahari yang selalu saling mendukung dalam satu batang yang sama. Para siswa, meski memiliki latar belakang yang berbeda, belajar untuk tumbuh bersama dalam harmoni, saling menguatkan satu sama lain seperti kelopak-kelopak bunga yang saling menyokong. Inilah indahnya keberagaman yang disatukan dalam kebersamaan dan cinta kepada Tuhan.
Di akhir acara, seluruh siswa berfoto bersama dengan latar bunga matahari, sebagai simbol bahwa mereka akan terus tumbuh bersama, menghadap pada satu arah yang sama, yaitu kebaikan dan ketaatan kepada Tuhan. Di sini, mereka belajar bahwa kekuatan sejati bukan terletak pada diri sendiri, melainkan pada kebersamaan dan persatuan dalam iman.
Hari Santri di SMPN 2 Wanayasa bukan hanya seremonial tahunan, melainkan momentum refleksi tentang nilai-nilai kehidupan. Sama seperti bunga matahari yang akan selalu mengejar sinar matahari, siswa-siswi diajak untuk terus mengejar ilmu dan kebaikan, agar mereka kelak menjadi pribadi yang berdaya dan berguna bagi sesama. Dengan filosofi ini, mereka tumbuh tidak hanya menjadi individu yang cerdas, tetapi juga berakhlak mulia.
Peringatan ini menanamkan keyakinan bahwa di tengah perubahan zaman yang cepat, akar kebersamaan dan iman harus terus dipertahankan. Karena dengan pondasi yang kuat, seperti bunga matahari yang kokoh tertanam di tanah, para siswa akan mampu bertahan dan tumbuh menjadi pribadi yang tangguh dan bermanfaat.
Dengan filosofi bunga matahari yang indah dan kuat ini, SMPN 2 Wanayasa berharap bahwa peringatan Hari Santri bukan hanya sekadar acara tahunan, tetapi menjadi bagian dari perjalanan panjang pembentukan karakter siswa. Di sinilah mereka diajarkan untuk selalu tumbuh dalam cahaya, mengakar dalam iman, dan berbunga dalam kebersamaan.
SMPN2Wanayasa,(18/10/24). Dalam penutupan kegiatan workshop implementasi Kurikulum Merdeka di SMPN 2 Wanayasa, Drs. Asep Tata Sonjaya, kepala sekolah yang penuh dedikasi, menyampaikan pesan dan kesan yang mendalam. Ia memulai dengan ungkapan rasa syukur, bukan hanya karena kegiatan ini berlangsung dengan baik, tetapi juga karena setiap individu yang terlibat telah berkontribusi penuh dengan hati dan pikirannya. Baginya, keberhasilan workshop ini bukanlah sekadar hasil dari kerja keras manusia, tetapi adalah tanda bahwa ilmu pengetahuan, ketika dipelajari dan diajarkan dengan ketulusan, akan membuahkan hasil yang bermanfaat bagi banyak orang.
Di hadapan seluruh guru yang hadir, beliau menyampaikan terima kasih kepada ibu Sadiah, M.Pd., Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta, yang telah membuka acara dengan pemaparan yang mencerahkan. Tidak lupa pula ia berterima kasih kepada Bapak Kasi GTK, yang turut memberikan arahan terkait pengembangan tenaga kependidikan, serta kepada Ibu Indah Rizki Aprianti, M.Pd., pengawas bina SMPN 2 Wanayasa, yang memberikan pencerahan terkait pembelajaran terdiferensiasi dan kompetensi sosial emosional. Setiap elemen ini, kata beliau, adalah seperti bagian dari sebuah simfoni, yang bila dimainkan bersama akan menciptakan harmoni dalam pendidikan.
Namun, kepala sekolah ini tidak sekadar berbicara tentang penghargaan dan terima kasih. Beliau menyentuh sesuatu yang lebih mendalam: esensi dari sebuah pembelajaran. Menurutnya, sebuah workshop, seminar, atau pelatihan hanyalah permulaan dari perjalanan panjang dalam dunia pendidikan. "Ilmu yang telah kita serap di sini," ujarnya, "adalah bahan bakar yang akan menyalakan api pengetahuan lebih besar di dalam diri kita dan para siswa. Tetapi ingat, api ini harus dijaga agar tetap menyala dan tidak padam oleh rutinitas dan keterbatasan."
Beliau melanjutkan dengan menekankan pentingnya praktik nyata. "Kita sering terjebak dalam keindahan acara-acara seperti ini, namun yang terpenting adalah dampaknya terhadap kehidupan nyata, terutama di dalam kelas." Baginya, workshop ini bukanlah sekadar seremonial yang berakhir begitu acara selesai. Justru, ia mengajak seluruh guru untuk merefleksikan setiap pengetahuan yang telah diperoleh dan menerapkannya dengan sungguh-sungguh di ruang-ruang kelas. Karena di situlah pendidikan sejati hidup, di mana anak-anak belajar, tumbuh, dan berkembang melalui bimbingan guru.
Asep Tata Sonjaya juga menyoroti literasi dan numerasi sebagai fondasi yang harus diperkuat. "Kompetensi literasi dan numerasi bukanlah sekadar kemampuan dasar," katanya, "tetapi adalah kunci untuk membuka berbagai pintu pengetahuan lain." Ia berharap, dengan meningkatnya kompetensi guru, kemampuan literasi dan numerasi siswa SMPN 2 Wanayasa juga akan meningkat secara signifikan. "Setiap buku yang dibaca, setiap soal yang dikerjakan, adalah langkah kecil menuju peradaban yang lebih tinggi."
Dalam suasana yang hening, beliau menutup dengan pesan yang filosofis, bahwa pendidikan bukan hanya tentang transmisi pengetahuan, tetapi tentang transformasi jiwa. “Kita bukan hanya mengajarkan anak-anak untuk menjadi cerdas, tetapi kita mempersiapkan mereka untuk menjadi manusia yang bijaksana,” ujarnya dengan suara yang lembut namun penuh makna. Baginya, tujuan akhir dari pendidikan adalah membentuk manusia yang utuh, yang mampu berpikir, merasa, dan bertindak dengan kebijaksanaan.
Ia mengakhiri pesannya dengan mengajak seluruh pihak untuk terus bekerja sama, saling mendukung, dan berinovasi. "Kita adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar dari diri kita sendiri," ujarnya. "Kita tidak bekerja hanya untuk hari ini, tetapi untuk masa depan yang belum kita lihat." Sebagai penutup, beliau mengajak semua guru dan stakeholder untuk terus menghidupi semangat belajar yang tanpa henti, karena dalam dunia pendidikan, berhenti belajar berarti berhenti hidup.
Dengan senyum penuh harapan, ia meninggalkan podium, memberikan keyakinan bahwa apa yang dimulai hari ini akan tumbuh menjadi sesuatu yang lebih besar di masa depan. Sebuah harapan yang dibangun di atas landasan yang kokoh, yakni pengetahuan yang diperoleh dengan cinta, disebarkan dengan kasih, dan diterapkan dengan kebijaksanaan.
SMPN2Wanayasa,(18/10/24). Semangat luar biasa terasa menyelimuti ruang workshop di SMPN 2 Wanayasa saat para guru mengikuti kegiatan yang bertujuan meningkatkan kompetensi asesmen dan penyusunan soal berbasis literasi numerasi. Implementasi Kurikulum Merdeka yang menantang semakin mendorong para pendidik untuk terus berkembang dan beradaptasi. Pada kesempatan ini, mereka tidak hanya belajar, tetapi juga terinspirasi untuk mengeluarkan seluruh potensinya.
Dipimpin oleh Bapak Mulyono Qadarullah, S.Pd.,Gr., pemateri yang dikenal dengan kepiawaiannya dalam menyampaikan materi, para guru merasa mendapatkan pengalaman yang berharga. Beliau memberikan arahan dan paparan yang tidak hanya teknis, tetapi juga membuka wawasan mereka tentang pentingnya asesmen yang tepat dalam pembelajaran. "Asesmen bukan hanya soal mengukur hasil, tapi bagaimana kita membantu siswa memahami proses belajar mereka sendiri," ujarnya.
Dengan antusias, guru-guru SMPN 2 Wanayasa mendalami setiap penjelasan yang diberikan. Mereka merasa tertantang untuk meningkatkan kompetensi, terutama dalam penyusunan soal yang berbasis literasi dan numerasi. Penyandang predikat Guru Penggerak ini menekankan bahwa asesmen yang baik adalah kunci untuk membantu siswa mencapai hasil terbaik, dan ini memerlukan kreativitas serta inovasi dalam menyusunnya. Paparan ini membangkitkan semangat para guru untuk berpikir lebih kritis dan inovatif.
Tidak hanya fokus pada materi yang berat, suasana workshop diwarnai dengan berbagai aktivitas yang membuat waktu berjalan cepat dan menyenangkan. Bapak Mulyono, dengan caranya yang penuh kehangatan, mampu mencairkan suasana, membuat para guru merasa lebih rileks namun tetap fokus pada tujuan utama kegiatan. Berbagai simulasi dan diskusi kelompok menjadi momen yang paling ditunggu, di mana guru-guru dapat saling bertukar ide dan berdiskusi tentang berbagai strategi pembelajaran.
Keceriaan juga semakin terasa ketika Beliau menyelipkan berbagai permainan edukatif yang melibatkan seluruh peserta. Kegiatan ini tidak hanya menyegarkan pikiran, tetapi juga menumbuhkan rasa kebersamaan dan kolaborasi yang kuat di antara para guru. "Kegiatan ini membuat kita merasa bahwa belajar itu menyenangkan," ungkap salah satu guru dengan senyum cerah.
Seiring berjalannya waktu, para guru tidak hanya belajar, tetapi juga merasa didorong untuk keluar dari zona nyaman. Tantangan dalam menyusun soal yang berbasis literasi dan numerasi menjadi momentum bagi mereka untuk menggali lebih dalam kemampuan mereka sebagai pendidik. Setiap guru tampak bersemangat menyelesaikan tugas yang diberikan, didorong oleh semangat untuk memberikan yang terbaik bagi siswa.
Bapak Mulyono dengan kepiawaiannya terus memotivasi guru-guru agar tidak hanya berfokus pada hasil akhir, tetapi juga pada proses pembelajaran yang dilalui. Ia menegaskan pentingnya kesadaran bahwa setiap guru memiliki potensi besar untuk menciptakan perubahan dalam dunia pendidikan. "Jika kita ingin siswa kita berprestasi, maka kita harus terlebih dahulu berani menjadi pembelajar sejati," tambahnya dengan penuh inspirasi.
Workshop ini tidak hanya meninggalkan kesan yang mendalam, tetapi juga membawa perubahan nyata dalam cara pandang para guru terhadap asesmen dan penyusunan soal. Mereka merasa lebih percaya diri dan siap menghadapi tantangan Kurikulum Merdeka dengan strategi yang lebih baik. Bagi mereka, pengalaman ini tidak hanya tentang menambah pengetahuan, tetapi juga perjalanan menuju peningkatan profesionalisme sebagai pendidik.
Kepala SMPN 2 Wanayasa, Drs. Asep Tata Sonjaya, turut memberikan apresiasi atas semangat yang ditunjukkan oleh para guru. Ia berharap kegiatan semacam ini dapat terus mendorong peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah. "Dengan semangat dan komitmen seperti ini, saya yakin SMPN 2 Wanayasa akan terus melahirkan siswa-siswa yang unggul dan berkarakter," ujarnya menutup kegiatan dengan penuh optimisme.
SMPN2Wanayasa,(16/10/24). Dalam suasana yang penuh semangat dan dedikasi, SMPN 2 Wanayasa kembali menyelenggarakan workshop yang mengusung tema besar implementasi Kurikulum Merdeka. Kegiatan ini merupakan refleksi dari upaya sekolah untuk terus meningkatkan kualitas pembelajaran, menyelaraskan setiap langkah dengan kebutuhan zaman dan karakter siswa. Pada kesempatan ini, salah satu sosok yang memberikan pencerahan ialah pengawas Bina SMPN 2 Wanayasa, Ibu Indah Rizki Aprianti, M.Pd., yang menjelaskan secara mendalam mengenai pembelajaran diferensiasi dan implementasi kompetensi sosial emosional (KSE).
Mengawali penjelasannya, Ibu Indah menekankan bahwa pendidikan bukan hanya soal transfer ilmu, melainkan juga tentang membentuk manusia seutuhnya. "Pembelajaran diferensiasi adalah jantung dari Kurikulum Merdeka," ujar beliau dengan penuh semangat. "Setiap siswa memiliki potensi unik yang menunggu untuk dibangkitkan, dan tugas kita adalah menciptakan ruang bagi mereka untuk berkembang sesuai dengan kemampuannya."
Penjelasan mengenai pembelajaran diferensiasi membawa guru-guru pada pemahaman bahwa pembelajaran bukan lagi berbasis satu ukuran untuk semua. Ibu Indah menggambarkan bagaimana pendekatan ini, jika diterapkan dengan tepat, mampu mendongkrak hasil belajar siswa. "Seperti halnya alam yang memberi ruang bagi setiap jenis pohon untuk tumbuh dengan caranya masing-masing, demikian pula pendidikan harus mengakomodasi perbedaan setiap individu."
Namun, pembelajaran diferensiasi bukanlah satu-satunya unsur penting dalam Kurikulum Merdeka. Ibu Indah kemudian membahas Kompetensi Sosial Emosional (KSE), aspek yang sering kali luput dari perhatian. Dengan nada yang mendalam, ia menegaskan bahwa pendidikan yang baik harus mampu membangun keseimbangan antara kecerdasan akademik dan kecerdasan emosional. "Jika kita mengabaikan aspek sosial dan emosional, maka kita hanya mencetak mesin, bukan manusia."
KSE, menurut Ibu Indah, bukanlah sekadar teori belaka, melainkan kunci penting dalam menciptakan pembelajaran yang lebih manusiawi. Guru-guru pun mendapatkan pengalaman baru tentang bagaimana KSE dapat diterapkan dalam kelas sehari-hari, bagaimana ia berfungsi untuk meningkatkan empati, kepedulian, dan kebersamaan dalam lingkungan belajar. "Ketika seorang siswa merasa dipahami, hasil belajarnya akan melesat," tambah beliau dengan keyakinan.
Selama sesi tersebut, guru-guru SMPN 2 Wanayasa diajak untuk merenungkan, apakah selama ini mereka telah cukup memberikan ruang bagi perkembangan emosional siswa. Dalam diskusi yang hangat, beberapa guru berbagi pengalaman bahwa memahami emosi siswa memang sering kali menjadi tantangan tersendiri. Namun, mereka menyadari pentingnya aspek ini setelah mendengar penjelasan Ibu Indah.
Workshop tersebut tidak hanya menjadi forum diskusi, melainkan juga tempat untuk memperdalam kesadaran akan tanggung jawab sebagai pendidik. Pengalaman baru yang didapat dari sesi ini membuka wawasan bahwa setiap keputusan dalam pembelajaran memiliki dampak yang jauh melampaui hasil akademik. "Setiap tindakan kita di kelas adalah sebuah kebijakan pendidikan," ucap Ibu Indah menutup sesinya, mengingatkan bahwa guru adalah arsitek masa depan.
Di akhir kegiatan, para guru tidak hanya pulang dengan pemahaman teknis, tetapi juga dengan pemahaman baru tentang pendidikan. Pembelajaran diferensiasi dan KSE kini bukan lagi konsep teoretis, melainkan sebuah jalan untuk membentuk generasi yang lebih baik, yang tidak hanya cerdas, tetapi juga bijaksana. Workshop ini menjadi landasan bagi SMPN 2 Wanayasa untuk terus bergerak menuju pendidikan yang lebih bermakna, menyentuh sisi terdalam kemanusiaan.
Kepala SMPN 2 Wanayasa, Drs. Asep Tata Sonjaya, menyampaikan rasa syukur dan terima kasih atas kontribusi Ibu Indah serta seluruh tim pengajar yang terus berkomitmen meningkatkan kualitas pendidikan. Beliau berharap semangat yang tercipta dari kegiatan ini dapat menyebar ke seluruh komunitas sekolah, membawa dampak nyata pada hasil belajar siswa dan kualitas kehidupan mereka.
SMPN2Wanayasa,(15/10/24). Pada suatu pagi yang penuh semangat di SMPN 2 Wanayasa, atmosfer perubahan kurikulum merdeka semakin terasa. Dalam kegiatan bertema literasi numerasi serta asesmen dalam pembelajaran, hadir sosok penting, Ibu Hj. Dwi Rachmayani, M.Pd., sebagai narasumber yang membawa pencerahan bagi para guru. Tema yang diangkat kali ini adalah sebuah pintu menuju pencapaian esensi pendidikan yang lebih bermakna, yakni membangun pondasi literasi dan numerasi dalam setiap aspek pembelajaran.
Dalam paparannya, Ibu Dwi Rachmayani tidak hanya memberikan teori atau wacana, tetapi langsung mencontohkan berbagai cara kreatif untuk menunjukkan bagaimana para pendidik dan sekolah dapat bersama-sama meningkatkan kompetensi siswa dalam literasi dan numerasi. Setiap kata yang beliau ucapkan seolah menggugah kesadaran, bahwa literasi dan numerasi adalah kunci emas yang dapat membuka cakrawala pengetahuan yang luas dan mendalam bagi setiap siswa.
Para guru pun tak henti-hentinya mencatat, menyerap, dan berdiskusi dalam sesi yang dinamis ini. Materi yang disampaikan oleh Ibu Dwi menyentuh relung tugas guru sebagai pengajar yang tidak hanya memberikan materi, tetapi juga mendidik siswa agar mampu berpikir kritis, logis, dan terampil dalam memecahkan masalah. Dalam literasi, kemampuan membaca tidak lagi sekadar memahami teks, tetapi menafsirkan dunia. Sementara numerasi menjadi alat untuk membaca pola-pola kehidupan melalui angka dan logika.
Salah satu hal yang paling berharga dari kegiatan ini adalah bagaimana Ibu Dwi mengintegrasikan teknologi dalam proses pembelajaran. Beliau menekankan bahwa teknologi bukan hanya alat bantu, tetapi media yang dapat menghidupkan literasi dan numerasi menjadi lebih menarik dan kontekstual bagi siswa zaman sekarang. Dengan berbagai aplikasi dan platform edukasi yang ada, guru tidak hanya dituntut untuk melek teknologi, tetapi juga kreatif dalam memanfaatkannya untuk mengoptimalkan pembelajaran.
Para guru di SMPN 2 Wanayasa menyambut baik hal ini. Mereka merasa mendapatkan wawasan baru, serta keterampilan praktis yang langsung dapat diterapkan di dalam kelas. Salah seorang guru mengungkapkan bahwa apa yang diajarkan Ibu Dwi telah membuka matanya untuk lebih sadar akan potensi teknologi dalam meningkatkan kualitas pembelajaran, terutama dalam mendongkrak kompetensi literasi dan numerasi siswa.
Di akhir kegiatan, antusiasme para guru menjadi refleksi dari kesungguhan mereka untuk membawa perubahan dalam proses pembelajaran. Kurikulum merdeka bukan sekadar kebijakan, tetapi juga sebuah perjalanan spiritual bagi para pendidik. Sebuah langkah maju yang memampukan guru untuk lebih memahami, membimbing, dan menginspirasi siswa, sehingga generasi masa depan bukan hanya cerdas, tetapi juga tangguh menghadapi tantangan zaman.
Ibu Dwi pun menekankan, bahwa literasi dan numerasi bukanlah tujuan akhir, melainkan proses pembelajaran yang terus berkembang. Dengan bekal tersebut, siswa diharapkan mampu berpikir kritis dan mengambil keputusan yang tepat dalam kehidupan nyata. Pesan ini menyentuh nurani para guru, bahwa apa yang mereka lakukan hari ini akan membentuk masa depan generasi penerus bangsa.
Workshop yang berlangsung penuh inspirasi ini membuktikan bahwa pendidikan adalah proses tanpa henti. Setiap langkah yang diambil, setiap wawasan yang diterima, merupakan bagian dari perjalanan panjang untuk menciptakan pendidikan yang lebih baik. Guru-guru SMPN 2 Wanayasa kini siap menapaki jalan baru ini, membawa api semangat perubahan dalam literasi dan numerasi ke dalam setiap ruang kelas yang mereka ajar.
Implementasi kurikulum merdeka di SMPN 2 Wanayasa telah membuka cakrawala baru, sebuah penguatan gerbang menuju pendidikan yang tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga menanamkan nilai-nilai, keterampilan, dan kecerdasan untuk masa depan yang lebih cerah.
SMPN2Wanayasa,(15/10/24). Pada kegiatan workshop implementasi Kurikulum Merdeka yang diadakan di SMPN 2 Wanayasa, kehadiran Kepala Seksi Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta, Bapak Asep Rahmatudin, M.Ag., memberikan suatu penguatan yang mendalam tentang hakikat pendidikan. Selain membahas pentingnya kualitas sumber daya manusia (SDM) dan pelayanan, beliau juga menyinggung isu yang sering kali terabaikan namun krusial, yaitu introspeksi diri bagi para guru. Menurut beliau, introspeksi adalah fondasi utama bagi seorang pendidik dalam menjalankan perannya, terutama dalam menghadapi dinamika siswa yang sering kali penuh dengan tantangan.
Dalam pandangan Beliau, seorang guru tidak boleh terburu-buru mencari kambing hitam ketika muncul masalah perilaku negatif pada siswa. Setiap permasalahan yang terjadi di kelas atau di lingkungan sekolah harus dilihat dari berbagai sudut pandang, termasuk sudut pandang diri sendiri sebagai pendidik. Beliau menekankan bahwa guru harus bertanya pada diri sendiri: "Apakah saya sudah cukup memahami siswa saya? Apakah pendekatan yang saya lakukan sudah tepat?" Dengan introspeksi, guru dapat memahami apakah ada hal dalam cara mengajar atau sikap sehari-hari yang mungkin menjadi pemicu atau berkontribusi pada perilaku negatif siswa.
Seiring dengan itu, beliau menjelaskan lebih lanjut mengenai pentingnya memahami profil siswa. Dalam perspektif ini, pembelajaran tidak lagi sekadar kegiatan mentransfer ilmu, melainkan proses memahami potensi unik yang ada pada setiap peserta didik. Pemahaman yang mendalam terhadap profil siswa ini, dalam pandangannya, akan memungkinkan seorang guru menciptakan pembelajaran yang tidak hanya efektif tetapi juga manusiawi. Bagi beliau, pendidikan haruslah menjadi jalan untuk membangkitkan kekuatan batin siswa, bukan sekadar memenuhi kewajiban kurikulum.
Dalam pandangan filsafat pendidikan yang mendalam, Bapak Asep juga menyoroti manajemen aset sebagai hal yang krusial. Baginya, sekolah bukan sekadar tempat yang menunggu fasilitas lengkap agar dapat berfungsi, tetapi lebih sebagai ruang hidup di mana potensi dapat diciptakan dari apa yang ada. Filosofi ini menggambarkan bahwa setiap aset, baik fisik maupun non-fisik, adalah sesuatu yang dinamis dan selalu bisa diberdayakan. Manajemen aset bukanlah perkara kepemilikan materi, tetapi tentang kemampuan manusia untuk beradaptasi dan memaksimalkan sumber daya yang ada.
Ketika berbicara tentang tuntutan fasilitas, beliau dengan bijaksana mengingatkan para guru bahwa kebutuhan tidak pernah akan benar-benar terpenuhi. Oleh karena itu, tugas seorang guru bukanlah terus menuntut apa yang belum ada, tetapi bagaimana ia bisa menciptakan pembelajaran berkualitas dengan segala keterbatasan. Dalam perspektif ini, beliau menyatakan bahwa keberhasilan pendidikan tidak diukur dari kelengkapan fasilitas, melainkan dari adaptabilitas guru dalam situasi apapun. Ini adalah seni untuk melihat potensi dalam keterbatasan, suatu kebijaksanaan yang berasal dari pemahaman mendalam terhadap esensi pendidikan itu sendiri.
Lebih lanjut, Beliau menegaskan bahwa pendidikan sejati terletak pada bagaimana guru mampu mentransformasikan keterbatasan menjadi kekuatan. Seorang guru yang adaptif bukanlah mereka yang selalu menunggu kesempurnaan, melainkan yang mampu bekerja dengan apa yang ada. Guru, dalam hal ini, tidak hanya berperan sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pencipta lingkungan belajar yang dinamis dan kreatif. Filosofi ini mengajarkan bahwa makna pendidikan bukan pada seberapa banyak yang dimiliki, tetapi pada bagaimana setiap elemen yang ada bisa diberdayakan secara maksimal.
Beliau kemudian menyoroti, bahwa sering kali, manusia terjebak dalam ilusi bahwa kebahagiaan dan kesuksesan hanya bisa diraih jika semua kebutuhan materi terpenuhi. Namun, dalam pendidikan, kebijaksanaan sejati lahir dari kemampuan untuk berdamai dengan keadaan dan tetap menghasilkan sesuatu yang bermakna. Fasilitas hanyalah alat, bukan tujuan. Tujuan dari pendidikan adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan mandiri pada diri siswa, dan itu dapat dicapai dengan cara yang paling sederhana sekalipun.
Pernyataan ini menyiratkan filsafat hidup yang lebih dalam, bahwa kita sering kali tidak memiliki kendali penuh atas situasi luar, namun kita memiliki kendali penuh atas cara kita meresponsnya. Dengan demikian, seorang guru yang bijaksana adalah mereka yang mampu menerima kenyataan, bukan sebagai batasan, tetapi sebagai tantangan untuk melampaui diri sendiri. Pendidikan adalah proses yang tidak pernah berhenti, di mana keterbatasan seharusnya menjadi titik awal kreativitas, bukan akhir dari usaha.
Dalam kesimpulannya, Kasi GTK Pendidikan Kabupaten Purwakarta ini mengajak para guru untuk melihat pendidikan dari sudut pandang yang lebih luas. Pendidikan bukan hanya soal fasilitas, tetapi tentang bagaimana seorang guru mampu menciptakan ruang belajar yang inspiratif dari apa yang ada. Guru harus menjadi pionir perubahan, yang tidak hanya merespons perubahan, tetapi juga menciptakan perubahan melalui daya adaptasi dan inovasi. Dengan demikian, pembelajaran yang baik tidak perlu menunggu segala fasilitas terpenuhi, tetapi harus dimulai dari keberanian untuk menciptakan sesuatu yang bermakna dalam situasi apapun.
Melalui penguatan ini, beliau meninggalkan kesan mendalam bahwa esensi pendidikan sejati adalah kemampuan untuk memberdayakan, bukan untuk menuntut. Guru adalah pemimpin dalam lingkup kecilnya, yang memiliki kekuatan untuk menciptakan perubahan besar dari hal-hal kecil. Filosofi ini mengajarkan bahwa setiap keterbatasan dapat menjadi peluang jika dilihat dengan mata yang bijak dan hati yang terbuka.
SMPN2Wanayasa,(15/10/24). SMPN 2 Wanayasa kembali menjadi wadah bagi para pendidik untuk mendalami langkah-langkah menuju peningkatan kualitas pendidikan melalui workshop bertajuk "Implementasi Kurikulum Merdeka: Meningkatkan Kompetensi Guru dalam Penyusunan Bahan Ajar dan Asesmen Berbasis Literasi Numerasi." Kegiatan ini menggambarkan sebuah kesadaran mendalam akan pentingnya adaptasi di era digital, di mana sistem pendidikan terus bergerak menuju arah yang lebih modern dan terintegrasi dengan teknologi.
Dibuka secara resmi oleh Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta, Ibu Sadiah, M.Pd., acara ini menjadi momentum reflektif bagi para guru untuk merenungkan peran mereka dalam menghadapi tantangan zaman. Dalam sambutannya, beliau menegaskan bahwa pendidikan tidak bisa terlepas dari perubahan yang terjadi di masyarakat. "Hari ini, kita hidup dalam era di mana segala aspek kehidupan terhubung dengan sistem elektronik dan digital. Sebagai pendidik, kita tidak boleh tertinggal oleh perkembangan ini. Kita harus memahami dan mampu beradaptasi, agar bisa tetap relevan dalam proses pendidikan," ujar beliau.
Lebih jauh, beliau mengingatkan tentang pentingnya memahami sistem administrasi yang sesuai dengan regulasi pemerintah. Dalam pandangan beliau, aturan bukan sekadar batasan, melainkan pijakan filosofis yang membantu pendidikan bergerak dalam kerangka yang tepat. Pemahaman mendalam mengenai regulasi adalah bentuk penghormatan pada hukum, yang sejalan dengan tugas pendidik sebagai penjaga nilai-nilai kebenaran dalam pendidikan.
Tidak hanya itu, Ibu Sadiah juga mendorong SMPN 2 Wanayasa untuk terus meningkatkan kualitasnya dengan mengaplikasikan program Sekolah Penggerak. Menurut beliau, sekolah yang bergerak adalah sekolah yang sadar akan tanggung jawabnya, tidak hanya sebagai lembaga pengajaran, tetapi sebagai institusi yang menggerakkan perubahan sosial melalui pendidikan yang bermutu.
Beliau juga menyinggung tentang pentingnya Asesmen Nasional sebagai bentuk evaluasi mendalam terhadap kualitas pembelajaran. “Asesmen ini bukan semata-mata penilaian, tetapi sebuah proses reflektif yang memaksa kita untuk melihat diri dan kinerja kita sebagai pendidik. Melalui asesmen, kita bisa menilai apakah pendidikan yang kita berikan sudah benar-benar menyentuh kebutuhan siswa,” tambah beliau.
Gerakan sekolah sehat dan pendidikan inklusif, dalam pandangan Ibu Sadiah, adalah dua pilar penting yang harus dipegang oleh setiap sekolah. Kesehatan fisik dan mental siswa menjadi fondasi bagi proses belajar yang efektif, sedangkan pendidikan inklusif adalah manifestasi dari komitmen kemanusiaan yang menghargai perbedaan dan memberikan ruang bagi semua siswa untuk berkembang sesuai potensinya.
Kepala SMPN 2 Wanayasa, Drs. Asep Tata Sonjaya, menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam atas kehadiran Ibu Sekdis. Dalam pidatonya, Asep mengakui bahwa apa yang disampaikan oleh Ibu Sadiah adalah bentuk motivasi yang akan menjadi bahan refleksi bagi seluruh warga sekolah. "Kehadiran Ibu Sekdis menjadi sebuah pencerahan bagi kami. Arahan dan bimbingannya akan menjadi panduan kami dalam melanjutkan misi pendidikan di SMPN 2 Wanayasa,” ungkapnya.
Drs. Asep Tata Sonjaya juga berbagi tentang filosofi kepemimpinannya di SMPN 2 Wanayasa. Baginya, membangun sekolah bukanlah sekadar menjalankan tugas sehari-hari, tetapi menciptakan sistem yang berkelanjutan. "Selama ini, saya selalu berusaha memperkuat sistem yang ada di sekolah. Sistem ini dibangun bukan untuk saya pribadi, melainkan untuk sekolah ini. Tugas saya adalah memastikan bahwa setiap individu di sekolah ini menjalankan perannya dengan baik dalam sistem ini," ujarnya dengan penuh perenungan.
Ia berharap bahwa sistem yang telah dibangunnya dapat menjadi warisan berharga bagi sekolah. Dalam pandangannya, sistem yang kuat adalah bentuk dedikasi yang nyata, yang akan terus hidup bahkan setelah dirinya tidak lagi menjabat sebagai kepala sekolah. “Saya berharap, siapa pun yang menggantikan saya kelak, sistem ini akan terus berjalan dengan baik. Sistem inilah warisan terbesar yang saya berikan kepada sekolah ini,” tutupnya dengan bijak.
Dengan adanya workshop ini, guru-guru SMPN 2 Wanayasa semakin dipersiapkan untuk menghadapi tuntutan pendidikan masa depan. Mereka tidak hanya dituntut untuk menguasai kurikulum, tetapi juga memahami esensi filosofis dari peran mereka sebagai penggerak perubahan. Di balik setiap kebijakan dan aturan, tersirat misi luhur untuk membentuk generasi yang bukan hanya cerdas secara akademis, tetapi juga berkarakter.
Workshop ini mengingatkan bahwa pendidikan bukanlah sekadar proses transfer ilmu, tetapi sebuah perjalanan panjang untuk menciptakan generasi yang unggul, yang mampu menghadapi tantangan zaman dengan kepala tegak dan hati yang lapang.
SMPN2Wanayasa,(9/10/24). Pada sebuah pagi yang cerah di halaman SMPN 2 Wanayasa, siswa-siswa tampak sibuk dan antusias. Mereka tidak sedang terlibat dalam aktivitas olahraga atau belajar di kelas, melainkan berkumpul untuk melaksanakan sebuah projek istimewa. Projek kali ini mengambil tema yang begitu dekat dengan keseharian dan budaya lokal, yaitu membuat mainan khas daerah seperti egrang (jajangkungan), kincir (kolecer), dan layangan (langlayangan). Kegiatan ini merupakan bagian dari Projek Penguatan Profil Pancasila yang berfokus pada kolaborasi, kreativitas, serta kecintaan terhadap warisan budaya.
Dalam kegiatan tersebut, setiap kelompok siswa diberikan tugas untuk menciptakan satu jenis mainan tradisional. Dengan bahan-bahan sederhana seperti bambu, kertas, tali, dan kayu, mereka bekerja sama membangun mainan yang menjadi simbol keakraban masa lalu. Egrang, yang dikenal dengan istilah jajangkungan di daerah setempat, merupakan permainan yang mengajarkan keseimbangan dan keterampilan. Dalam proses pembuatannya, para siswa tidak hanya belajar tentang teknik konstruksi, tetapi juga tentang filosofi hidup sederhana yang terkandung di balik mainan ini.
Di sudut lain, beberapa siswa sedang sibuk merancang kincir angin atau kolecer. Angin yang berhembus lembut seakan memberi semangat kepada mereka untuk menyelesaikan proyek tersebut. Kolecer bukan hanya sekadar mainan, melainkan cerminan dari cara manusia beradaptasi dengan alam. Siswa-siswa diajak untuk menyadari bahwa setiap putaran kolecer mengingatkan kita akan pentingnya keseimbangan dalam kehidupan, sebagaimana sila-sila Pancasila yang mengajarkan harmonisasi antara manusia dan lingkungannya.
Layangan, atau yang dikenal dengan langlayangan di daerah Sunda, juga menjadi salah satu daya tarik dalam projek ini. Dengan kreativitas yang mengalir, siswa merangkai kertas warna-warni menjadi layangan yang indah. Filosofi dari layangan sendiri mengajarkan tentang kebebasan yang bertanggung jawab, di mana layangan terbang tinggi, namun tetap terikat oleh tali yang menghubungkannya dengan bumi. Ini menjadi pengingat akan pentingnya menjaga keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab dalam kehidupan berbangsa.
Projek ini bukan hanya sekadar kegiatan membuat mainan. Melalui aktivitas ini, nilai-nilai Pancasila benar-benar dihayati oleh siswa. Dalam bekerja sama membuat jajangkungan, kolecer, dan langlayangan, mereka belajar tentang gotong royong, yang merupakan inti dari sila ketiga, Persatuan Indonesia. Siswa-siswa diajak untuk saling membantu, menghargai perbedaan, dan bekerja menuju tujuan yang sama.
Di samping itu, mereka juga merasakan nilai-nilai kemandirian dan tanggung jawab saat masing-masing kelompok dituntut menyelesaikan mainan dengan ide dan kreativitas sendiri. Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, tercermin ketika siswa-siswa berdiskusi untuk membuat keputusan bersama mengenai desain dan cara terbaik menyelesaikan proyek mereka.
Kegiatan ini juga memberikan ruang bagi siswa untuk menghargai budaya lokal, yang erat kaitannya dengan sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa, di mana kebudayaan adalah bagian dari ciptaan Tuhan yang harus dijaga. Mainan tradisional yang mereka buat bukan hanya sebatas permainan, melainkan simbol identitas bangsa yang mengajarkan mereka untuk bangga akan warisan budaya sendiri.
Dengan adanya projek ini, SMPN 2 Wanayasa berhasil menanamkan nilai-nilai luhur Pancasila melalui pendekatan yang kreatif dan menyenangkan. Para siswa tidak hanya memperoleh keterampilan praktis, tetapi juga mendapatkan pelajaran moral yang mendalam. Mereka belajar bahwa budaya adalah jati diri bangsa yang harus terus dilestarikan, sekaligus menjadi jembatan untuk menghubungkan masa lalu dengan masa kini.
Pada akhir kegiatan, siswa-siswa dengan bangga menunjukkan hasil karya mereka. Jajangkungan berdiri tegak, kolecer berputar lembut ditiup angin, dan langlayangan menghiasi langit cerah Wanayasa. Karya-karya ini menjadi simbol nyata dari keberhasilan Projek Penguatan Profil Pancasila di SMPN 2 Wanayasa, yang tak hanya mengasah keterampilan, tetapi juga menumbuhkan kecintaan terhadap budaya dan nilai-nilai luhur Pancasila.
SMPN2Wanayasa,(8/10/24).SMPN 2 Wanayasa kembali mencatatkan langkah gemilang lewat salah satu siswa berprestasinya, Haikal, yang turut ambil bagian dalam kegiatan Science Camp 2024 di SMPN 1 Darangdan, Purwakarta. Dengan wajah penuh harapan dan memancarkan semangat, Haikal mengikuti ajang bergengsi ini dalam kategori Olimpiade IPA. Bukan hanya sekadar kompetisi, kegiatan ini menjadi medan bagi Haikal untuk menjelajahi luasnya cakrawala ilmu pengetahuan.
Sejak awal kedatangannya di SMPN 1 Darangdan, atmosfer kompetisi sudah terasa. Setiap sudut ruang menyimpan harapan dan impian dari para siswa berbakat yang siap mengasah kemampuan mereka. Haikal, dengan penuh keyakinan, melangkah memasuki kelas Olimpiade IPA.
Haikal bukanlah siswa biasa. Di balik kerendahan hatinya, tersembunyi ketekunan dan dedikasi tinggi terhadap dunia ilmu pengetahuan. Tidak heran jika ia terpilih mewakili SMPN 2 Wanayasa dalam ajang sebesar Science Camp. Baginya, ilmu sains adalah sesuatu yang penuh misteri dan keindahan, dan melalui Olimpiade IPA ini, ia berharap bisa menyelami lebih dalam rahasia alam semesta.
Selama kegiatan berlangsung, Haikal tak pernah surut dalam mengejar mimpinya. Setiap soal dan tantangan yang diberikan oleh panitia Science Camp ia hadapi dengan teliti dan penuh perhitungan. Meski berat, ia tetap tenang, seolah-olah seluruh dedikasi dan latihannya selama ini terwujud dalam setiap jawabannya. Ia tidak hanya ingin menjawab benar, tapi juga memahami esensi dari setiap konsep yang ada.
Dukungan dari keluarga besar SMPN 2 Wanayasa pun mengalir deras. Seluruh guru dan teman-temannya berharap yang terbaik untuk Haikal. Bapak Asep Tata Sonjaya, kepala sekolah, bahkan menyampaikan doa agar Haikal bisa meraih prestasi yang membanggakan. Semua yakin, Haikal memiliki potensi besar untuk memberikan hasil yang luar biasa dalam kegiatan ini.
Di balik keikutsertaan Haikal dalam Science Camp 2024, tersimpan harapan besar. Harapan agar kegiatan ini bukan hanya tentang menang atau kalah, tetapi lebih kepada perjalanan pembelajaran dan pengembangan diri. Setiap langkah Haikal di Olimpiade IPA ini adalah wujud dari kecintaannya pada ilmu pengetahuan, yang kelak akan membawanya ke puncak prestasi.
Setiap detik dalam kompetisi ini terasa berharga bagi Haikal. Ia memahami bahwa kesempatan untuk berkompetisi di level seperti ini tidak datang setiap hari. Oleh karena itu, ia bertekad memberikan yang terbaik, tidak hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk sekolah yang telah memberikan banyak dukungan.
Kegiatan Science Camp ini juga memberikan Haikal kesempatan untuk bertemu dengan siswa-siswa berprestasi lainnya dari berbagai sekolah. Mereka berbagi cerita, pengalaman, dan inspirasi, menciptakan suasana belajar yang kaya dan menyenangkan. Dari interaksi ini, Haikal mendapatkan banyak pelajaran berharga, yang semakin memotivasinya untuk terus berprestasi.
SMPN 2 Wanayasa bangga dengan apa yang telah dicapai Haikal sejauh ini. Kegigihannya adalah cerminan dari semangat juang yang diajarkan oleh sekolah kepada seluruh siswanya. Tidak ada yang lebih membahagiakan selain melihat siswa seperti Haikal, yang dengan penuh keyakinan melangkah di jalan impiannya, membawa nama baik sekolah dan daerahnya.
Dengan segala usaha yang telah dilakukan, semua berharap Haikal bisa meraih prestasi dan hasil yang memuaskan dalam Science Camp 2024. Namun, apapun hasilnya nanti, Haikal sudah menjadi kebanggaan SMPN 2 Wanayasa. Langkahnya dalam dunia sains akan terus berlanjut, dan semua menunggu kejutan prestasi selanjutnya.
SMPN2Wanayasa,(8/10/24). SMPN 2 Wanayasa kembali mengukir prestasi dalam pengembangan e-kinerja yang diawasi secara langsung oleh pengawas pembina. Dalam kegiatan bedah e-kinerja ini, pengawas terkesan dengan kemajuan yang telah dicapai oleh guru-guru di sekolah. Pengawas pembina, Ibu Indah, menyaksikan secara langsung bagaimana implementasi e-kinerja di SMPN 2 Wanayasa berlangsung dengan sangat baik, terutama melalui paparan yang disampaikan oleh Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum, Mulyono Qadarullah.
Mulyono Qadarullah memaparkan secara rinci pelaksanaan dan capaian e-kinerja yang telah dijalani oleh para guru. Ia menekankan bahwa setiap tahap dalam proses tersebut, mulai dari perencanaan, observasi, tindak lanjut, hingga refleksi, dimaknai sebagai bagian dari tanggung jawab dalam meningkatkan kompetensi. "Kami berusaha menjalani setiap tahap dengan kesungguhan, demi mencapai peningkatan kualitas pendidikan," ungkap Mulyono.
Ibu Indah selaku pengawas pembina menilai bahwa paparan Mulyono tidak hanya menjelaskan teori, tetapi juga mencerminkan kondisi nyata dari penggunaan Platform Merdeka Mengajar di SMPN 2 Wanayasa. Platform ini telah menjadi landasan bagi para guru dan kepala sekolah untuk memantau dan mengukur hasil pendidikan yang lebih baik.
Untuk lebih meyakinkan, pengawas pembina juga membuka secara langsung pemantauan Platform Merdeka Mengajar (PMM). Dengan langkah ini, beliau dapat memastikan bahwa data dan capaian yang dipaparkan oleh Wakasek Kurikulum bukan sekadar laporan, melainkan gambaran nyata dari apa yang telah dicapai oleh sekolah. Hasilnya, pengawas semakin terkesan dengan komitmen sekolah dalam memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan kualitas kinerja.
“Ini adalah kemajuan yang luar biasa. Saya harap capaian ini terus dipertahankan dan bahkan ditingkatkan, sehingga SMPN 2 Wanayasa bisa terus berkontribusi pada prestasi akademik, tidak hanya di tingkat sekolah, tetapi juga untuk Kabupaten Purwakarta,” ujar Ibu Indah dalam pesannya kepada para guru dan staf sekolah.
Kepala SMPN 2 Wanayasa, Drs. Asep Tata Sonjaya, turut hadir dalam kegiatan ini dan menyampaikan rasa terima kasihnya atas bimbingan yang telah diberikan oleh pengawas pembina. Ia juga mengapresiasi kerja keras para guru dalam menjalankan e-kinerja dengan dedikasi yang tinggi. “Apa yang telah kami capai sejauh ini tentu tidak lepas dari bimbingan dan dukungan stakeholder terkait. Semoga semangat ini terus terjaga dalam bekerja dan berkarya untuk kemajuan bersama,” Ujar Kepalas SMPN 2 Wanayasa tersebut.
Kegiatan bedah e-kinerja ini menegaskan pentingnya kolaborasi antara guru, kepala sekolah, dan pengawas dalam mencapai peningkatan kualitas pendidikan. Dengan pengawasan yang efektif dan pemanfaatan platform digital yang tepat, SMPN 2 Wanayasa membuktikan bahwa mereka siap menjadi salah satu sekolah yang terus berinovasi dan berprestasi.
Semangat yang ditunjukkan oleh para guru dan kepala sekolah dalam kegiatan ini menjadi inspirasi bagi semua pihak, bahwa kinerja bukan sekadar kewajiban, melainkan komitmen untuk selalu memberikan yang terbaik. Dengan dukungan dari pengawas dan kerja keras dari seluruh elemen sekolah, SMPN 2 Wanayasa optimis akan terus meraih pencapaian-pencapaian gemilang di masa depan.
Momentum bedah e-kinerja ini menjadi bukti nyata bahwa perubahan yang positif dalam dunia pendidikan bisa diraih dengan kerja sama yang baik dan pemanfaatan teknologi yang bijak. Ibu Indah menutup kegiatan ini dengan memberikan semangat kepada para guru dan kepala sekolah, agar terus menjaga prestasi ini dan membawa nama baik sekolah serta kabupaten.
SMPN 2 Wanayasa kembali membuktikan bahwa mereka siap melangkah lebih jauh dalam dunia pendidikan, tidak hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi untuk seluruh masyarakat Purwakarta.