1.MOMENT - EDISI PERTAMA
Berdasarkan Pasal 6 ayat (18) Lampiran PKB 2010 – 2012, menjadi perantara bagi pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari Perseroan, yang merugikan Perseroan merupakan salah satu jenis Pelanggaran Disiplin Berat. Unsur-unsur yang masuk disini adalah:
Oknum pegawai menjadi perantara bagi pengusaha atau golongan yang dia kenal sebelumnya
Ada sesuatu yang ingin didapatkan, yaitu pekerjaan atau pesanan dari Perseroan bisa dalam bentuk tender barang/jasa
Merugikan Perseroan, dalam hal ini yang dilakukan oleh oknum pegawai yang menjadi perantara dalam mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari Perseroan misalnya dengan menurunkan kualitas, kuantitas dan atau spesifikasi sesuai dengan persyaratan
Contoh kasus ada pekerjaan Pengadaan Flame Tube PLTGU DG 10530 GT-12 atas usulan Manager Sektor Pembangkitan XXX, atas usulan tersebut GM mendisposisikan kepada MSB Ren untuk membuat Syarat Teknis pekerjaan. Kemudian MSB Ren membuat Syarat Teknis berdasarkan buku petunjuk yang dikeluarkan oleh PT Clip tanpa dilakukan survey terlebih dahulu ke PT Clip tentang apakah barang yang diusulkan oleh sektor Pembangkitan XXX berupa Flame Tube PLTGU GT 12 masih diproduksi oleh PT Lianhu. Setelah Syarat Teknis dibuat oleh MSB Ren, selanjutnya diteruskan kepada SRM Ren untuk dianalisa dan dievaluasi dan usulan dari MSB Ren diambil alih seluruhnya oleh SRM Ren tanpa melakukan survey dan mengkaji secara detail tentang usulan tersebut dan usulan tersebut dinyatakan telah memenuhi syarat sesuai dengan RKAP dan atas Syarat Teknis tersebut maka SRM Ren membuat RAB, dengan besaran Rp 24.323.251.000,00 (dua puluh empat milyar tiga ratus dua puluh tiga juta dua ratus lima puluh satu rupiah) termasuk PPN 10% (sepuluh persen). Selanjutnya dibuat Surat Kuasa Kerja (SKK) Nomor: XXX tanggal 29 Februari 2016 dengan nilai sebesar Rp 24.323.251.000,00 (dua puluh empat milyar tiga ratus dua puluh tiga juta dua ratus lima puluh satu rupiah) termasuk PPN 10% yang ditandatangani oleh SRM Ren, MSB Ren, diketahui oleh SRM Keu dan disetujui oleh GM untuk melaksanakan Pengadaan Flame Tube PLTGU GT.12 PT PLN (Persero) Sektor Pembangkitan XXX. Selanjutnya, Ketua Panitia PBJ mengeluarkan dokumen Prakualifikasi pelelangan umum dan Pengumuman Pelelangan melalui portal e-Proc PT PLN yang pada saat itu belum memiliki dan menyusun HPS. Ketua Panitia PBJ mengirim fax kepada PT Clip perihal informasi harga. Selanjutnya PT Clip menjawab fax tersebut dengan subyek informasi harga Flame Tube DG: 10530 Bottom Price yang diberikan adalah Rp 11.326.160.550,00 per-unit dengan total harga 2 unit flame tube termasuk PPN adalah Rp 24.917.553.210,00. Selanjutnya Ketua Panitia Pengadaan Barang/Jasa menyusun HPS dan membuat BA HPS hanya berdasarkan referensi fax PT Clip dengan detail material sesuai catalogue 3.6-0175 2 (dua) Gas Turbin adalah Rp 23.980.000.000,00 termasuk PPN. Dalam pelaksanaan pelelangan tersebut Ketua Panitia PBJ tidak secara tegas menjelaskan spesifikasi barang yang diadakan pada saat aanwijzing, tidak melakukan survey lapangan kepada pihak pabrikan mengenai spesifikasi teknis barang serta pada saat pembuatan HPS Ketua Panitia PBJ tidak melibatkan anggota panitia yang lain dan HPS dibuat hanya mengacu pada RAB yang dibuat dan ditandatangani oleh MSB Ren. Berdasarkan BA Evaluasi Penawaran dan LAHP, Panitia PBJ mengirimkan Nodin ke GM perihal usulan calon pemenang yaitu:
1. CV A Rp 23.942.490.000,00
2. CV B Rp 23.947.550.000,00
3. CV C Rp 23.953.600.000,00
Berdasarkan usulan calon pemenang tersebut GM menetapkan pemenang lelang dan menandatangani kontrak dengan CV A. Selanjutnya CV A mengirimkan barang tersebut dan diterima oleh PLH Manager Sektor XXX yang selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap Flame Tube tersebut dan ditemukan adanya perbedaan spesifikasi Flame Tube yang di supply oleh CV A dengan Flame Tube Existing. Dengan adanya perbedaan tersebut, akan berdampak pada saat peralatan di operasikan antara lain:
Brick Holder design baru tersebut berbeda daripada existing karena posisi Brick Holder design baru lebih rendah yang terletak ditengah-tengah Flame Tube pada Row G, dikhawatirkan jilatan lidah api langsung mengenai Brick Holder sehingga rusaknya Brick Holder lebih cepat yang mengakibatkan Brick Holder dan Brick Row G terlepas, maka akan berdampak terhadap kerusakan Blade Turbine;
Tidak Compatible dengan Flame Tube Existing, sehingga dikhawatirkan terjadi kendala pada saat Erection yang akan memperpanjang lama pemasangan;
Pemasangan Flame Tube Design baru tidak sama dengan Mixing Chamber Existing, Doom Roof tidak Compatible dengan Flame Tube Design baru;
Permasalahan-permasalahan lainnya khususnya untuk pengelola Inventory maupun Interchangeable dengan spare part GT. Unit lainnya;
Berdasarkan penjelasan dari PT Clip spesifikasi Flame Tube yang ada dalam RKS sudah superseded sejak 5 tahun yang lalu. Setelah ditelusuri Ketua Panitia PBJ dan direktur CV A saling mengenal yaitu rekan ketika SMP. Di luar kantor, mereka saling berkomunikasi terkait pelelangan barang/jasa ini, dalam hal ini Ketua Panitia PBJ sepakat menjadi perantara CV A agar memenangkan/mendapatkan paket pekerjaan tersebut. Setelah mendapatkan paket pekerjaan tersebut, direktur CV A memberikan hadiah kepada Ketua Panitia PBJ sebagai rasa terimakasih telah menjadi perantara untuk memenangkan pelelangan tersebut. Bahwa dalam hal ini perbuatan yang dilakukan oleh Ketua Panitia PBJ memenuhi unsur sebagai perantara CV A untuk mendapatkan/memenangkan paket pekerjaan tersebut, selain itu hal ini juga menimbulkan kerugian bagi Perseroan yaitu menimbulkan beberapa permasalahan dari dipasangnya barang tersebut. Mari kita lebih berhati-hati dalam melaksanakan tugas dan kewajiban kita sebagai pegawai ya PLNers, jangan mudah tergoyah hati kita untuk melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan perusahaan.
2.MOMENT - EDISI KEDUA
Sepanjang tahun 2015 – 2020, telah terjadi 170 (seratus tujuh puluh) Pelanggaran Disiplin Ringan di lingkungan PT PLN (Persero). Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Lampiran PKB 2010 – 2012, yang masuk dalam Pelanggaran Disiplin Ringan adalah:
“Mangkir 1 (satu) hari atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) hari secara berturut-turut atau tidak berturut-turut dalam kurun waktu satu bulan, tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi bukti yang sah”.
Menunjuk data tersebut, perbuatan mangkir rentan dilakukan pegawai. Bermula dari tidak masuk kerja 1 (satu) sampai 5 (lima) hari kerja atau lebih secara berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis maka perbuatan ini dapat dijatuhi Sanksi Disiplin Berat berupa Pemutusan Hubungan Kerja karena dikualifikasikan mengundurkan diri [Pasal 9 ayat (1) Lampiran PKB Tahun 2010-2012). Dalam Pasal 9 ayat (1) Lampiran PKB Tahun 2010-2012 menyatakan:
“Pegawai mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih secara berturut-turut tanpa keterangan secara tertulis yang dilengkapi bukti yang sah dan telah dipanggil secara patut oleh Pimpinan Unit atau Pejabat yang bertanggungjawab di bidang SDM 2 (dua) kali secara patut dan tertulis, yang bersangkutan tetap tidak bekerja seperti biasa, dijatuhi Sanksi Disiplin Berat berupa Pemutusan Hubungan Kerja karena dikualifikasikan mengundurkan diri”.
Apakah hal ini dapat terjadi? Hal ini dapat terjadi, sebagai contoh ada pegawai yang tidak masuk kerja tanpa keterangan tertulis selama 7 (tujuh) hari berturut-turut dalam kurun waktu satu bulan. Dari yang mulanya hanya tidak masuk kerja 1 – 3 (satu sampai tiga) hari kerja, kemudian terus lanjut tidak masuk sampai 5 (lima) hari dan telah dilakukan pemanggilan pertama akan tetapi pegawai tersebut masih tidak hadir di kantor tanpa keterangan. Kemudian, dilanjutkan dengan pemanggilan kedua pegawai tersebut masih tetap tidak hadir di kantor tanpa keterangan. Perbuatan ini sudah dapat dijatuhi Sanksi Disiplin Berat berupa Pemutusan Hubungan Kerja karena dikualifikasikan mengundurkan diri. Setelah ditelusuri pegawai tersebut tidak masuk kerja karena ada sakit tanpa memberikan keterangan secara tertulis kepada atasannya. Sangat disayangkan, perbuatan pegawai tersebut berimbas pada keberlanjutannya dalam berkarir di PLN. Lalu bagaimana perhitungan uang pengakhiran kepada pegawai yang diputuskan hubungan kerjanya berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (1) Lampiran PKB Tahun 2010-2012? Menurut Pasal 9 ayat (5) Lampiran PKB Tahun 2010-2012 menyatakan:
“Kepada pegawai yang diputuskan hubungan kerjanya berdasarkan ketentuan ayat (1) Pasal ini diberikan uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang pengganti hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 serta Manfaat Pensiun sesuai ketentuan yang berlaku”.
Berikut simulasi perhitungan uang pengakhiran berdasarkan Lampiran PKB Tahun 2010-2012 dan Peraturan Pemerintah No 35 Tahun 2021:
Menurut PKB Tahun 2010-2012, uang pengakhiran yang diterima adalah sebesar Rp 14.142.857,14 sedangkan menurut PP No 35 Tahun 2021 uang pengakhiran yang diterima sebesar Rp 3.142.857,14. Kemudian, dari 2 (dua) simulasi perhitungan di atas manakah yang digunakan? Berdasarkan Pasal 51 PP No 35 Tahun 2021, jika terjadi PHK karena mangkir 5 (lima) hari kerja atau lebih tanpa keterangan secara tertulis, maka pegawai berhak atas uang penggantian hak (UPH) sesuai ketentian Pasal 40 ayat (4) dan uang pisah yang besarannya diatur dalam PKB. Menurut Pasal 40 ayat (4) PP No 35 Tahun 2021 uang UPH yang diterima meliputi: cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur, biaya atau ongkos pulang untuk pegawai dan keluarganya ke tempat dimana pegawai diterima bekerja dan hal-hal lain yang ditetapkan dalam PKB. Bahwa ketentuan dalam PKB tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dalam artian kualitas dan kuantitas isi PKB tidak boleh lebih rendah dari peraturan perundangan-undangan. Maka berdasarkan hal tersebut, perhitungan uang pengakhiran menurut PKB Tahun 2010-2012 digunakan untuk menghitung uang pengakhiran karena penghitungan uang pengakhiran mengatur lebih tinggi komponen perhitungannya. Apabila PLNers ingin mengetahui simulasi penghitungan uang akhir, dapat mengakses tautan berikut: https://tinyurl.com/ecarehtda4. Dari adanya pelanggaran ini dapat disimpulkan bahwa penting sekali untuk melakukan absensi kehadiran kita di kantor, apabila pegawai tidak masuk kerja harus memberitahukan kepada atasan langsung melalui keterangan secara tertulis disertai dengan alasan tidak masuk kerja, menjalin hubungan kerja yang baik antara pegawai dengan atasan, begitupun sebaliknya dan juga dengan rekan kerja lainnya dan dari perbuatan pelanggaran disiplin ringan bisa menjadi pelanggaran disiplin berat apabila menjadi terus-menerus dilakukan, maka dari itu mari kita hindari perbuatan pelanggaran disiplin pegawai karena dapat merugikan diri sendiri dan juga perusahaan.
3.MOMENT - EDISI KETIGA
PLNers pasti sudah mengetahui kan apa itu SPPD? Menurut Pasal 1 huruf k Perdir No 314.P/DIR/2016 tanggal 21 Oktober 2016, Perjalanan Dinas Dalam Negeri adalah perjalanan Pegawai yang dilakukan atas perintah Pejabat Yang Berwenang untuk melaksanakan kegiatan atau tugas dinas dalam rangka kepentingan PLN keluar Tempat Kedudukan Pegawai yang berjarak melebihi 50 km (lima puluh kilometer). Dalam Lampiran PKB Tahun 2010 – 2012 terdapat aturan yang mengatur tentang Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD), aturan ini diatur dalam Pasal 5 ayat (20) yang merupakan salah satu jenis Pelanggaran Disiplin Sedang. Aturan tersebut berbunyi sebagai berikut: “Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) yang dibuat, digunakan dan/atau dimanfaatkan diluar kepentingan kedinasan”. Seperti yang kita ketahui, Pegawai sering melaksanakan perjalanan dinas baik dalam negeri maupun luar negeri.
Berdasarkan audit SPI Tahun 2018 terdapat banyak penyalahgunaan SPPD yang dilakukan oleh Pegawai, hal ini menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan Perjalanan Dinas rentan terjadi Pelanggaran Disiplin dan masih adanya Pegawai yang kurang memahami Peraturan Disiplin Pegawai. Apabila Pegawai memahami Peraturan tersebut, maka Pegawai akan mengetahui bahwa penyalahgunaan SPPD masuk dalam kategori Pelanggaran Disiplin Sedang atau bahkan bisa menjadi Pelanggaran Disiplin Berat apabila ada unsur-unsur yang masuk dalam Pelanggaran Disiplin Berat. Sebagai contoh, ada pegawai di unit Y yang sedang melaksanakan perjalanan dinas keluar kota untuk menghadiri agenda rapat selama 3 (tiga) hari kerja. Setelah kembali di kantor, yang bersangkutan melakukan reimbursement terhadap biaya yang dikeluarkan selama dinas. Kemudian pada saat dicek kelengkapan berkas laporan SPPD, diketahui bahwa yang bersangkutan tidak diberikan perintah dinas dari pejabat yang berwenang. Selain itu, ditemukan bukti bahwa yang bersangkutan tidak melaksanakan dinas sebagaimana mestinya, dalam hal ini yang bersangkutan hanya menghadiri rapat pada hari pertama. Perbuatan yang dilakukan pegawai tersebut telah memenuhi unsur-unsur dari Pelanggaran Disiplin Sedang dalam hal menggunakan dan/atau memanfaatkan dinas diluar kepentingan kedinasan.
Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya bahwa, penyalahgunaan SPPD bisa menjadi Pelanggaran Disiplin Berat juga lho PLNers. Hal ini bisa terjadi, ada pegawai di unit X yang sedang melaksanakan perjalanan dinas keluar kota. Perjalanan dinas ini memang benar sesuai dengan surat perintah dari atasan yang bersangkutan. Akan tetapi, pada saat membuat laporan SPPD, dalam restitusi yang bersangkutan menambahkan biaya yang dikeluarkan selama dinas. Semula total biaya transportasi penerbangan berangkat dan pulang dari kota A ke kota B beserta penginapan 3 hari 2 malam yang benar sesuai invoice adalah Rp 4.000.000,00. Kemudian pegawai tersebut menambahkan total restitusi menjadi Rp 5.500.000,00. Selisih dari total restitusi tersebut merupakan biaya penginapan pegawai yang seharusnya tidak dimasukkan karena bukan merupakan fasilitas kedinasan. Bahwa yang bersangkutan pada saat dinas langsung melaksanakan cuti, selisih biaya Rp 1.500.000,00 merupakan biaya penginapan diluar kedinasan. Bahwa pada saat dilaksanakan audit, auditor menanyakan kesesuaian tanggal SPPD dari perintah dinas atasan yang bersangkutan dan restitusi yang dibuat oleh pegawai. Setelah dilakukan analisa, pegawai tersebut memasukkan biaya penginapan diluar kepentingan dinas. Yang dilakukan oleh pegawai tersebut sudah memenuhi unsur Pasal 6 ayat (12) Lampiran PKB Tahun 2010-2012 yang berbunyi sebagai berikut: “Melakukan manipulasi data dan atau laporan yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya untuk kepentingan pribadi atau kelompok sehingga merugikan perseroan”. Unsur-unsur perbuatan yang dilakukan oleh Pegawai tersebut adalah memanipulasi data restitusi SPPD yang tidak sesuai dengan sebenarnya dan merugikan perseroan. Terhadap perbuatan yang dilakukan tersebut, pegawai telah melanggar disiplin pegawai dengan klasifikasi berat dengan sanksi berupa Pemutusan Hubungan Kerja. Mari PLNers kita jauhi perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri dan perusahaan. Dengan memahami Peraturan Disiplin Pegawai kita akan mengetahui serta menghindari perbuatan-perbuatan yang termasuk dalam pelanggaran disiplin pegawai beserta dengan sanksinya. Jangan lupa sebarkan selalu informasi positif dan bermanfaat di lingkungan kita ya PLNers.
4.MOMENT - EDISI KEEMPAT
5.MOMENT - EDISI KELIMA