PETA INFORMASI
TEMPAT IBADAH
TEMPAT IBADAH
My Maps Persebaran Tempat Ibadah di Cengkareng (Sumber: Hasil survey Tim Scrambled 2024)
Berdasarkan peta persebaran tempat ibadah di atas, terdapat beberapa ikon yang memiliki perbedaan pada penampilan. Setiap ikon juga memiliki fungsi yang bervariasi.
Ikon
1. Ikon Bulan dan Bintang: Tempat Ibadah umat Islam(Masjid/Musholla).
2. Ikon orang sembahyang: Tempat Ibadah umat Buddha(Vihara).
3. Ikon Salib: Tempat ibadah umat kristen/katolik(Gereja).
Kami membuat perbedaan antara ikon agar memudahkan untuk mengenali fungsi dengan cepat, menghemat waktu, dan meningkatkan pengalaman secara keseluruhan. Selain itu, perbedaan ikon membuat proses akses menjadi lebih mudah.
Berdasarkan diagram lingkaran persebaran jumlah tempat ibadah di daerah ini, terdapat 16 gereja (29,6%), 14 musholla (25,9%), 13 vihara (24,2), dan 11 masjid (20,4%). Gereja memiliki jumlah terbesar, diikuti oleh musholla, vihara, dan masjid.
Diagram ini memperlihatkan keragaman fasilitas ibadah yang ada di daerah tersebut, mencerminkan keberagaman agama dan kepercayaan masyarakat setempat. Jumlah musholla yang cukup signifikan menunjukkan peran penting fasilitas ibadah kecil dalam kehidupan sehari-hari umat Muslim, sementara jumlah vihara dan gereja yang hampir seimbang menunjukkan populasi umat Buddha dan Kristen yang relatif setara. Secara keseluruhan, data ini memberikan gambaran yang jelas tentang keseimbangan antar tempat ibadah di daerah ini.
KEPADATAN TEMPAT IBADAH DAN JUMLAH PENDUDUK DI KECAMATAN CENGKARENG
Tabel 3.2 Kepadatan tempat ibadah dan penduduk
(Sumber: www.Kampungkb.bkkbn.go.id)
Berdasarkan tabel kepadatan tempat ibadah dan jumlah penduduk di Kecamatan Cengkareng di atas, Kelurahan Cengkareng Timur memiliki luas wilayah sebesar 4,51 km² dengan jumlah penduduk 20.140 jiwa per km² dan jumlah tempat ibadah sebanyak 31. Sementara itu, Kelurahan Cengkareng Barat memiliki luas 3,61 km² dengan jumlah penduduk 20.754 jiwa per km² dan 24 tempat ibadah. Data ini menunjukkan bahwa meskipun Cengkareng Barat memiliki kepadatan penduduk yang lebih tinggi, jumlah tempat ibadah di Cengkareng Timur lebih banyak. Hal ini mengindikasikan perbedaan dalam distribusi fasilitas ibadah di kedua kelurahan tersebut.
FAKTOR-FAKTOR PERSEBARAN TEMPAT IBADAH DI KECAMATAN CENGKARENG
FAKTOR DEMOGRAFIS
Persebaran tempat ibadah di suatu wilayah tidak terjadi secara acak, melainkan dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya adalah faktor demografis, historis, dan sosial. Faktor demografis berkaitan erat dengan jumlah dan kepadatan penduduk serta keragaman agama yang dianut oleh masyarakat setempat. Semakin padat dan beragam populasi di suatu area, semakin tinggi kebutuhan masyarakat akan tempat ibadah yang sesuai dengan kepercayaan mereka. Selain itu, karakteristik populasi, seperti usia dan komposisi keluarga, juga turut menentukan kebutuhan akan sarana ibadah, karena populasi yang lebih besar dan heterogen cenderung memerlukan lebih banyak tempat ibadah untuk memenuhi kebutuhan spiritual masing-masing kelompok.
FAKTOR HISTORIS
Faktor historis juga berperan penting dalam persebaran tempat ibadah. Sejarah perkembangan wilayah sering kali membentuk pola persebaran tempat ibadah yang ada saat ini. Banyak tempat ibadah yang didirikan seiring dengan perkembangan komunitas pada masa lalu, dan mereka cenderung terletak di daerah-daerah yang dahulu menjadi pusat pemukiman atau aktivitas masyarakat. Peran agama dalam sejarah masyarakat setempat juga memengaruhi jumlah dan lokasi tempat ibadah yang ada. Misalnya, daerah yang memiliki sejarah keagamaan kuat biasanya memiliki banyak tempat ibadah yang tersebar luas. Tempat ibadah ini bisa menjadi bagian dari warisan budaya yang dilestarikan hingga kini, sehingga menciptakan pola persebaran yang terus dipertahankan dari generasi ke generasi.
FAKTOR SOSIAL
Selain itu, faktor sosial memiliki pengaruh yang tidak kalah pentingnya dalam menentukan persebaran tempat ibadah. Faktor sosial ini mencakup interaksi antarkelompok agama, budaya lokal, serta tradisi keagamaan yang ada di wilayah tersebut. Di daerah yang memiliki hubungan antarkelompok yang baik, tempat ibadah dapat berkembang dengan lebih bebas dan tersebar luas, karena masyarakat mendukung keberagaman dan toleransi beragama. Sebaliknya, di wilayah dengan interaksi antarkelompok yang kurang harmonis, persebaran tempat ibadah mungkin lebih terbatas. Budaya lokal dan tradisi keagamaan juga turut berperan dalam menentukan persebaran tempat ibadah. Masyarakat cenderung membangun tempat ibadah di lokasi-lokasi yang mudah dijangkau oleh komunitas setempat serta sesuai dengan tradisi dan nilai-nilai yang mereka anut. Tradisi keagamaan yang kuat pada suatu kelompok dapat mendorong mereka untuk mendirikan tempat ibadah khusus sebagai bagian dari identitas budaya mereka.
Secara keseluruhan, persebaran tempat ibadah di suatu wilayah adalah hasil dari interaksi kompleks antara faktor demografis, historis, dan sosial yang saling memengaruhi. Kombinasi ketiga faktor ini menciptakan pola distribusi tempat ibadah yang tidak hanya memenuhi kebutuhan spiritual masyarakat tetapi juga mencerminkan sejarah dan budaya wilayah tersebut.
KESESUAIAN JUMLAH TEMPAT IBADAH DENGAN JUMLAH PENDUDUK
Tabel 3.3 Kesesuaian jumlah tempat ibadah dengan penduduk
(Sumber: www.scribd.com dan survey Tim Scrambled 2024)
Berdasarkan tabel di atas, jumlah penduduk beragama Islam di wilayah ini mencapai 138.342 orang dengan jumlah tempat ibadah sebanyak 25. Penduduk beragama Kristen/Katolik berjumlah 30.633 orang dengan 16 tempat ibadah, sedangkan umat Buddha berjumlah 15.748 orang dengan 13 tempat ibadah. Data ini menunjukkan bahwa meskipun jumlah penduduk beragama Islam lebih besar, perbandingan jumlah tempat ibadah untuk setiap agama relatif seimbang sesuai dengan jumlah penganutnya.
Dengan demikian, meskipun populasi Islam jauh lebih besar dibandingkan dengan agama lain, jumlah tempat ibadah untuk agama Kristen/Katolik dan Buddha tetap signifikan. Hal ini mencerminkan upaya untuk menyediakan fasilitas ibadah yang memadai bagi semua umat beragama. Rasio jumlah tempat ibadah terhadap jumlah penganut juga menunjukkan keseimbangan, di mana setiap kelompok agama memiliki akses terhadap tempat ibadah yang mendukung kegiatan spiritual dan sosial mereka. Data ini juga mengindikasikan pentingnya keberagaman dan toleransi beragama dalam masyarakat setempat, dengan fasilitas ibadah yang didistribusikan sesuai kebutuhan komunitas masing-masing.