AKSESIBILITAS TEMPAT IBADAH
Aksesibilitas jaringan jalan adalah ukuran kemudahan atau kenyamanan dalam mencapai suatu lokasi melalui sistem jaringan transportasi. Aksesibilitas juga dapat diartikan sebagai tingkat ketersediaan lingkungan, produk, layanan, atau sumber daya bagi pengguna tertentu.
Dalam konteks jaringan jalan, aksesibilitas dapat dipertimbangkan dalam beberapa hal, seperti:
1. Pedoman persyaratan aksesibilitas
Pedoman ini menjadi acuan dalam perencanaan sistem jaringan lalu lintas yang memperhatikan kebutuhan penyandang cacat.
2. Pengembangan jaringan jalan desa
Pembangunan jaringan jalan desa yang baik dapat meningkatkan aksesibilitas masyarakat desa, mempercepat pertumbuhan ekonomi lokal, dan menciptakan lapangan kerja baru.
3. Tingkat aksesibilitas
Tingkat aksesibilitas dapat dinilai dengan mempertimbangkan jarak dan kondisi prasarana jalan.
4. Keterkaitan dengan kemajuan wilayah
Wilayah yang aksesibilitasnya tinggi umumnya merupakan wilayah yang maju, sedangkan wilayah dengan aksesibilitas rendah merupakan wilayah yang tertinggal.
Dalam eksplorasi tempat ibadah, analisis persebaran setiap tempat ibadah di Cengkareng Barat dan Cengkareng Timur terhadap Keterjangkauan tempat ibadah dengan bangunan di sekitarnya dan aksesibilitas jaringan jalan menuju tempat ibadah. Peneliti menggunakan radius 500 meter dan 1000 meter untuk mengukur tingkat aksesibilitas jaringan jalan dan bangunan yang memiliki keterjangkauan dengan tempat ibadah masjid, gereja, dan vihara. Berikut adalah hasil anilisis perbandingan aksesibilitas jaringan jalan dan keterjangkauan sarana ibadah masjid, gereja, dan vihara terhadap bangunan di Cengkareng Barat dan Cengkareng Timur.
Berikut adalah penjelasan lebih lengkap berdasarkan data mengenai jangkauan area masjid, gereja, dan vihara terhadap bangunan di sekitarnya:
a. Aksesibilitas Jaringan Jalan dan Keterjangkauan Sarana Ibadah Masjid terhadap bangunan di sekitarnya.
b. Aksesibilitas Jaringan Jalan dan Keterjangkauan Sarana Ibadah Gereja terhadap bangunan di sekitarnya.
c. Aksesibilitas Jaringan Jalan dan Keterjangkauan Sarana Ibadah Vihara terhadap bangunan di sekitarnya.
Hasil analisis spasial aksesibilitas jaringan jalan dalam radius 500 meter, masjid memiliki tingkat aksesibilitas 38% lebih mudah di akses dengan jangkauan panjang jalan 74,1 km. Geraja memiliki tingkat aksesibilitas 37% dengan jangkauan panjang jalan 71,8 km. Vihara memiliki tingkat aksesibilitas 23% dengan jangkauan panjang jalan 49,4 km. Sedangkan aksesibilitas jaringan jalan dalam radius 1000 meter, Gereja memiliki tingkat aksesibilitas 34% lebih tinggi dengan jangkauan panjang jalan 72,5 km. Vihara memiliki tingkat aksesibilitas 33% dengan jangkauan panjang jalan 69,9 km. Masjid memiliki tingkat aksesibilitas 33% dengan jangkauan panjang jalan 69,8 km. Grafik perbandingan tingkat aksesibilitas jaringan jalan dapat dilihat pada diagram berikut.
Dari data hasil analisis spasial aksesibilitas jaringan jalan digunakan untuk menganalisis keterjangkauan sarana ibadah terhadap bangunan di sekitarnya dengan radius 500 meter dan 1000 meter. Agar dapat diketahui bangunan pada area tertentu yang memiliki tingkat keterjangkauan 500 meter dari tempat ibadah, 1000 meter dari tempat ibadah dan >1000 meter dari tempat ibadah. Berikut merupakan tabel dan prosentase tingkat keterjangkauan sarana ibadah terhadap bangunan di sekitarnya.
Tabel 6.2 Perbandingan Keterjangkauan Sarana Ibadah terhadap Bangunan
(Sumber: Analisis Spasial Aksesibilitas Sarana Tempat Ibadah di Cengkareng Barat dan Timur Tahun 2024)
Hasil analisis spasial keterjangkauan sarana ibadah masjid pada radius 500 meter memiliki tingkat keterjangkauan bangunan lebih tinggi dengan nilai prosentase 41% yaitu menjangkau bangunan seluas 1.65 km². Gereja memiliki tingkat keterjangkauan 37%, menjangkau bangunan seluas 1.47 km². Vihara memiliki tingkat keterjangkauan 22%, menjangkau bangunan seluas 0,89 km². Sedangkan pada bangunan yang masuk pada radius 1000 meter, vihara memiliki tingkat keterjangkauan lebih tinggi dengan nilai prosentase 37% yaitu menjangkau bangunan seluas 1,26 km². Gereja memiliki tingkat keterjangkauan 34%, menjangkau bangunan seluas 1.16 km². Masjid memiliki tingkat keterjangkauan 29% menjangkau bangunan seluas 0,99 km². Perbedaan tingkat keterjangkauan bangunan terhadap sarana ibadah diukur berdasarkan akses jaringan jalan menuju tempat sarana ibadah, baik itu masjid, gereja, dan vihara. Keterbatasan dalam analisis ini adalah tidak memetakan sebaran persebaran populasi penduduk berdasarkan agama. Akan tetapi dapat memudahkan aksesibilitas seseorang menuju tempat ibadah terdekat dengan menggunakan lokasi terkini pada fitur networking sederhana.
Diagram di atas menunjukkan bahwa masjid memiliki keterjangkauan yang lebih tinggi pada radius 500 meter, menandakan bahwa masjid lebih banyak tersedia di area yang lebih dekat. Sebaliknya, gereja dan vihara memiliki keterjangkauan yang lebih tinggi pada radius 1000 meter, menunjukkan bahwa keduanya lebih mudah diakses dari jarak yang lebih jauh. Hal ini mencerminkan distribusi tempat ibadah yang berbeda di wilayah Cengkareng Barat dan Cengkareng Timur, dengan masjid yang lebih padat di area terdekat, sedangkan gereja dan vihara lebih tersebar.