Pencegahan Kekerasan Seksual yang mengutamakan kepentingan terbaik bagi Korban adalah Pencegahan terjadinya kekerasan seksual terutama bagi kelompok rentan. Pada aspek Pencegahan, Perguruan Tinggi wajib menyediakan mekanisme pengaduan atau pelaporan yang aman bagi orang yang mengalami dan/atau mengetahui adanya Kekerasan Seksual saat pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi di dalam dan/atau luar kampus;
menyosialisasikan layanan atau kanal pelaporan kekerasan seksual ke seluruh Mahasiswa, Dosen, Tenaga Kependidikan, dan pekerja di kampus secara rutin; dan
•memasang tanda peringatan dan lokasi satgas untuk melaporkan “area bebas dari kekerasan seksual” di kampus sebagai upaya untuk menginternalisasi nilai-nilai anti kekerasan seksual dan meningkatkan kesadaran Mahasiswa, Dosen, Tenaga Kependidikan, dan setiap Warga Kampus.
Pelaksanaan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi menerapkan nilai keadilan dan kesetaraan gender dengan menggunakan perspektif kesetaraan gender dan inklusi sosial melalui
mata kuliah dan/atau program pengenalan lingkungan kampus
peningkatan kapasitas sebanyak mungkin Pendidik untuk menyampaikan materi perkuliahan atau program orientasi Mahasiswa, Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Warga Kampus baru (walau tetap ada program sosialisasi Permen PPKS untuk sivitas akademika dan karyawan yang sudah ada);
Penanganan yang empatis dan sensitif terhadap kemungkinan adanya ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender dalam laporan Kekerasan Seksual;
akses dan mekanisme layanan pemulihan untuk Mahasiswa, Dosen, Tenaga Kependidikan, dan Warga Kampus yang menjadi Korban Kekerasan Seksual; dan
pengenaan sanksi yang tegas bagi pelaku kekerasan seksual secara adil dan proporsional, yang dihitung bukan berdasarkan peluang pelaku memperbaiki diri, melainkan berdasarkan penderitaan atau kerugian yang dialami Korban dan lingkungan kampus akibat perbuatan pelaku.
Melaksanakan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang berprinsip pada kesetaraan gender dan inklusi sosial bagi Mahasiswa, Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Warga Kampus dengan disabilitas berarti Perguruan Tinggi
berinisiatif mengintegrasikan perspektif disabilitas ke dalam mata kuliah, baik mata kuliah wajib universitas maupun fakultas, dan/atau menyelenggarakan seminar bertemakan hukum dan perspektif disabilitas, berdasarkan kesiapan masing-masing Perguruan Tinggi;
menyosialisasikan layanan atau kanal pelaporan Kekerasan Seksual kepada seluruh Mahasiswa, Dosen, Tenaga Kependidikan, dan pekerja kampus dengan disabilitas secara rutin;
menyediakan pedoman Penanganan laporan Kekerasan Seksual yang dapat diakses oleh Mahasiswa, Dosen, Tenaga Kependidikan, dan pekerja kampus dengan disabilitas; dan
menyediakan mekanisme koordinasi antara Satuan Tugas dan unit yang berfungsi memberikan layanan kepada penyandang disabilitas di kampus, dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan Pencegahan dan proses Penanganan.
Perguruan Tinggi yang melaksanakan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dengan akuntabilitas
menyediakan sumber daya yang memadai untuk penyelenggaraan kegiatan-kegiatan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di kampus;
mengomunikasikan langkah-langkah atau proses Penanganan yang akan diambil Satuan Tugas kepada Korban;
mempublikasikan laporan tentang kegiatan-kegiatan Pencegahan dan rekam jejak proses Penanganan yang sudah dijalankan Satuan Tugas dan Pemimpin Perguruan Tinggi secara rutin dengan tetap menjaga kerahasiaan identitas Korban dan saksi; dan
menyampaikan laporan hasil pemantauan dan evaluasi Pemimpin Perguruan Tinggi terhadap Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di kampus kepada Kementerian setiap akhir semester sebagaimana diatur dalam Bab VII Pasal 54 Permen PPKS.
Prinsip akuntabilitas dalam penanganan laporan tetap berpegang pada prinsip kerahasiaan identitas pelapor (Korban/saksi Korban).
Perguruan Tinggi bertanggungjawab melaksanakan upaya Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual secara independen, bebas dari pengaruh maupun tekanan dari pihak manapun, dengan:
membangun sistem penanganan yang bebas dari pengaruh atau tekanan apa pun
bertindak profesional atau tidak terpengaruh oleh konflik kepentingan, penilaian subjektif, perilaku favoritisme dan gratifikasi dalam Penanganan setiap laporan Kekerasan Seksual;
mendorong terwujudnya sistem layanan terpadu yang berorientasi pada kepentingan terbaik bagi Korban;
memberi pelindungan bagi Korban, Saksi, dan pendamping Korban dari berbagai bentuk intimidasi seperti ancaman fisik dan/ atau psikologis, pengurangan nilai akademik atau penurunan jabatan, pemberhentian status sebagai Mahasiswa, Pendidik, atau Tenaga Kependidikan, kriminalisasi, dan sebagainya.
Pada aspek Pencegahan, diperlukan kehati-hatian Perguruan Tinggi dalam menyusun isi dari kegiatan-kegiatan kampanye dan sosialisasi. Tujuannya supaya narasi yang terbangun bukanlah pada pembatasan ruang gerak dan ekspresi Mahasiswa, Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Warga Kampus, melainkan pada peningkatan kolaborasi di kampus. Dengan demikian, suasana pelaksanaan Tridharma yang manusiawi, bermartabat, setara, inklusif, kolaboratif, serta tanpa kekerasan dapat berkembang. Perguruan Tinggi yang melaksanakan Penanganan dengan kehati-hatian:
menerima laporan Kekerasan Seksual dengan menjaga kerahasiaan identitas pihak-pihak yang terkait langsung dengan laporan, kecuali Terlapor yang sudah terbukti melakukan Kekerasan Seksual;
memprioritaskan keamanan data dan keselamatan Korban, saksi, dan/atau pelapor dalam Penanganan kasus; dan
memberi informasi kepada Korban dan saksi mengenai hak-haknya, mekanisme penanganan laporannya dan pemulihannya, dan kemungkinan risiko yang akan dihadapi serta rencana mitigasi atas risiko tersebut.
Pelaksanaan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang konsisten berarti Perguruan Tinggi secara sistematis dan rutin:
menyosialisasikan Pencegahan Kekerasan Seksual di kampus sejak masa penerimaan mahasiswa baru;
memberi peningkatan kapasitas kepada jajaran pengelola Perguruan Tinggi, Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Warga Kampus dalam menyelenggarakan pelayanan dan pendidikan yang inklusif dan adil;
menjalankan kolaborasi antara jajaran pengelola Perguruan Tinggi dan komunitas/kelompok/organisasi yang sudah berpengalaman memberikan edukasi tentang Kekerasan Seksual dan/atau layanan pendampingan bagi Korban di kampus, untuk meningkatkan kualitas kegiatan-kegiatan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di kampus;
mendorong sebanyak mungkin Pendidik termasuk anggota rektorat, dekanat serta dewan guru besar, untuk ikut aktif mengampanyekan kegiatan-kegiatan anti Kekerasan Seksual di kampus atau mendaftarkan diri saat seleksi anggota Satuan Tugas;
menguatkan Satuan Tugas untuk melaksanakan Penanganan sesuai prosedur sejak tahap penerimaan laporan hingga pelaksanaan pemulihan Korban dan tindakan Pencegahan keberulangan;
menjalankan survei keamanan kampus dari Kekerasan Seksual bagi Mahasiswa, Pendidik, Tenaga Kependidikan, dan Warga Kampus;
membuat perencanaan pengembangan kegiatan-kegiatan Pencegahan yang dijalankan kampus; dan
memastikan penyintas Kekerasan Seksual di kampus dapat kembali memaksimalkan potensi dirinya dalam menempuh pendidikan tinggi atau menjalankan pekerjaannya dengan aman.
Setiap peristiwa Kekerasan Seksual, baik ringan maupun berat, dapat berakibat pada hilangnya kesempatan Korban dan lingkungan sekitarnya untuk memperoleh pendidikan dengan aman dan optimal. Oleh karena itu, dalam Penanganan setiap laporan Kekerasan Seksual, Perguruan Tinggi harus:
memberikan sanksi yang adil dan proporsional kepada setiap pelaku kekerasan seksual dengan tegas tanpa memandang status dan kedudukan pelaku;
melakukan langkah-langkah peningkatan keamanan kampus dari Kekerasan Seksual untuk mencegah keberulangan, mulai dari penguatan pembelajaran dan tata kelola, hingga budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di kampus; dan
memantau, mengevaluasi, serta terus meningkatkan efektivitas Satuan Tugas dalam melaksanakan PPKS.