Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Panca yang berarti lima dan Sila yang berarti dasar. Pancasila adalah dasar yang menopang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengalaman pancasila berasal dari nilai-nilai yang terkandung dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang telah di ekstrak sedemikian rupa oleh orang-orang hebat pendiri bangsa Indonesia. Pancasila juga dapat dikatakan sebagai jiwa dari bangsa Indonesia.
Pancasila merupakan fondasi bangsa yang harus yang harus dihidupi oleh seluruh masyarakat Indonesia. Namun sayangnya, sekarang ini penanaman mengenai Pancasila terhadap generasi milenial tidak utuh dan kurang menyeluruh. Ini menyebabkan ketidakpedulian generasi milenial yang semakin menjadi-jadi dan tidak mengindahkan nilai-nilai Pancasila. Tidak heran jika sebagian besar generasi milenial sangat mudah untuk terpegaruh oleh ideologi dan budaya luar dan bahkan ideologi-ideologi tersebut mengatakan bahwa bertentangan dengan Pancasila.
Nilai-nilai pancasila kini sedikit demi sedikit mulai tergerus oleh globalisasi yang selalu membawa karakter individualistik. Pancasila tidak lagi mampu dijadikan sarana untuk menahan dampak globalisai yang hadir. Dalam ranah ini , Pancasila dapat diartikan sebagai tubuh tanpa jiwa. Pancasila hanya dianggap sebagai simbol dan garnis saja. Pelengkap dan pemais, Tidak kurang dan tidak lebih. Hal ini terlihat dari begitu pesat masuknya dampak globalisasi yang masuk begitu saja ke Indonesia tanpa tedeng aling-aling dan filter.
Dampak globalisasi tidak hanya berdampak positif saja, Dampak negatif dari adanya arus globalisasi berbanding lurus dengan dampak positif. Salah satu contoh dampak arus globalisasi adalah kecenderungan memudarnya rasa nasionalisme bangsa Indonesia, dan merupakan fenomena yang aktual bahwa globalisasi sesungguhnya membawa misi liberalisasi dengan pesan-pesan visi dan misi Hak Asasi manusia (HAM) serta demokrasi, kebebasan dan keterbukaan.
Makin minimnya pengamalan nilai pancasila tentu sangat meresahkan semua anak bangsa. Pembiaran atas kondisi ini, Apalagi jika sampai melanda anak mudah sebagai generasi penerus bangsa berpotensi membawa Indonesia menjadi Negara yang kehilangan pegangan atas ideologinya. Kondisi ini bisa semakin kritis, melihat apa yang teradi belakangan ini dimana munculnya pengaruh paham keagamaan pada tingkatan ektrem, Dimana ada kelompok keagamaan yang ingin mengganti pancasila dan meniadakan NKRI, kemudian menggantinya dengan khilafah. Tak kalah menghawatirkan, Potensi gerakan radikalisme yang terus menggerus pancasila yang ironisnya menarik minat kalangan mudah.
Namun pada era sekarang belakangan ini kebinekaan Indonesia telah diuji. Berbagai kelompok dan pandangan yang ingin mengubah, mengancam, intoleran, dan mengusung selain ideology pancasila mulai bermunculan, banyak fenomena-fenomena dan isu- isu nasional belakangan mencuat kepermukaan yang menyangkut kebinnekaan mulai dari perbedaan agama, suku, ras dan antar golongan yang belakangan hari garis perbedaan semakin terlihat melebar akibat dari orang-orang yang berusaha merusak kebinnekaan Indonesia yang terbingkai dalam pancasila bahkan sampai kepada usaha-usaha suatu kelompok yang ingin mengganti pancasila sebagai dasar Negara, ideology nasional, dan falsafah atau pandangan hidup bangsa.
Seharusnya pada usia Negara kesatuan republik Indinesia yang semakin dewasa ini tidaklah kita mempersalah, melakukan perdebatan mengenai dasar Negara kita bahkan sampai ke isu sudah tidak relevan, dalam usaha untuk menggantikan pancasila, pada hal jamak di ketahui sejak bangsa dan Negara ini memerdekakan diri sebagai Negara yang berdaulat bahkan jauh sebelum itu pancasila sudah mengalir dan mendarah daging dalam setiap kehidupan dan sejarah bangsa ini.
Hal ini harus kita pahami bersama bahwa pancasila merupakan ideology yang terbuka, yaitu ideology yang dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman dan adanya dinamika secara internal. Sebagai ideology terbuka pancasila selalu dapat berkembang sesuai dengan perkembangan zaman bukan dalam artian sempit bahwa pancasila sudah tidak relevan atau sudah tidak sesuai kebutuhan zaman, bahwa orang-orang tersebutlah yang memaknai pancasila dengan sempit, untuk menyulut usaha-usaha untuk mengubah ideology pancasila dengan ideology lain oleh karena itu ideology pancasila sebagai dasar Negara, falsafah atau pandangan hidup bangsa merupakan keputusan final yang tidak dapat di ubah dan di tukar ganti dengan ideology lain.
Generasi milenial atau kadang juga disebut dengan generasi Y adalah sekelompok orang yang lahir setelah generasi X, Yaitu orang yang lahir pada kisaran tahun 1980-2000 an. Maka ini berarti milenial adalah generasi mudah yang berumur 17-37 pada tahun ini. Milenial sendiri dianggap sangat special karena genersi ini sangat berbeda dengan generasi sebelumnya, Apalagi dalam hal yang berkaitan dengan tekologi.
Generasi mileial mempuyai ciri khas tersendiri yaitu, Mereka lahir pada saat TV berwarna, Handphone juga Internet sudah diperkenalkan. Sehingga generasi ini sangat mahir dalam teknologi.
Dari sebagian besar penduduk Indonesia merupakan generasi milenial, Hal ini berarti Indonesia memiliki banyak kesempatan untuk membangun negaranya,104
Jika melihat dunia sosial media, generasi milenial sangat mendominasi jika dibandingkan dengan generasi X. Dengan kemampuannya di dunia teknologi dan sarana yang ada, generasi milenial belum banyak yang sadar akan kesempatan dan peluang di depan mereka. Generasi milenial cenderung lebih tidak peduli terhadap keadaan sosial diskitar mereka seperti dunia politik ataupun perkembangan ekonomi Indonesia. Kebanyakan dari generasi milenial hanya peduli untuk membanggakan pola hidup kebebasan dan hedonism. Memiliki visi yang tidak realistis dan terlalu idealistis, yang penting bisa gaya.105
Generasi milenial acap kali menganggap segala sesuatu itu dengan remeh temeh, woles dan tidak kaku ( suka sekali melompat dari sau pekerjaan ke pekerjaan yang lain atau mencoba hal-hal yang baru) karena merasa tidak cocok dengan lingkungan yang begitu kaku, rekan kerja yang cules, dan atasan yang hobinya marah melulu, memiliki tingkat narsisitas yang berlebihan, notabene dari mereka penggila gadget suka kepo dan up-dete status-status alay, pamer kemewahan dalam liburan atau kuliner yang di upload atau di posting ke akun pribadi media sosialnya, egois, malas dan manja. Tak ayal kebanyakan dari mereka disebut generasi micin.
Generasi milenial sangat membutuhkan Pancasila sebagai dasar hidup dan sebagai ideologi. Dengan mengamalkan Pancasila, penyimpangan-penyimpangan yang didasrkan kata tidak menyadari bahwa perbuatan yang telah dilakukan salah tidak akan marak terjadi. Kecelakaan-kecelakaan yang merenggut nyawa karena keinginan untuk dilihat dunia tidak akan terjadi. Dengan masih terjadinya kejadian-kejadian tersebut mengindikasikan bahwa generasi milenial belum sepenuhnya mengamalkan Pancasila sebagai dasar hidup.
Gerakan cinta Pancasila khususnya terhadap generasi milenial dapat mengacu kepada keteladanan, pendidikan dan teknologi. Pancasila untuk generasi milenial tidak lagi berpatokan kepada indoktrinasi, melainkan kesungguhan menghidupkan nilai keteladanan para pahlawan bangsa. Perlu diciptakan figur manusia Pancasilais masa lalu dan sekarang.
Sarana pendidikan mulai level usia sekolah dasar sampai perguruan tinggi sangat efektif melahirkan generasi muda Pancasilai. Khusus perguruan tinggi pembangunan karakter manusia Indoneia berjiwa Pancasila dapat dibangun dengan dialog dan pemikin kritis. Mahasiswa tidak lagi didoktrinasi melainkan dibangun upaya dialog mengenai pentingnya Pancasila, sejarah dan bagaimana realisasi dalam kehidupan keeharian mereka. Tak kalah penting, mahasiswa bisa diajarkan debat secara ilmiah, logis, argumentative dan kritis mengapa Pancasila dilupakan dan mengajakpartisifasi aktif mahasiswa untuk menghidupkan Pancasila. Pengemasan kegiatan lapangan dengan metode pembelajaran yang kreatif sangat mendukung hasil akhir pembelajaran Pancasila, sehingga kegiatan pembelajaran tidak selalu berbentuk ceramah saja.
Penyampaian nilai-nilai Pancasila melalui teks panjang sangatla membosankan dan membuat generasi milenial sangat “melek” teknologi akan mudah merasa bosan. Penyampaian dapat dibuat lebih menarik dengan quotes atau video sehingga akan lebih mudah diserap dan diingat oleh generasi milenial. Informasi yang diberikan harus juga mengandung hal-hal positif jangan sampai mengandung hal-hal yang negatif yang dapat menyebabkan salah paham. Hal-hal yang menjurus radikal da mengacam keberagaman harus dihindari. Cara penyampaian nilai-nilai dengan baik harus dilakukan untuk mengurangi kesalahpahaman.
Munculnya teknologi adalah alat efektif “memikat” generasi milenial untuk terus bergerak memahami dan mengamalkan Pancasila. Pembuatan konten positif pancasila atau aplikasi games Salam pancasila misalnyadapat menjadi permainan mengasyikkan untuk mengenalkan Pancasila kepada anak-anak muda saat ini. Media social sebagai “makanan sehari-hari” anak muda dapat dikembangkan sebagai sarana pembelajaran aktif, kreatif dan menyenangka seputar Pancasila.
Generasi milenial sangat membutuhkan pancasila sebagai dasar hidup dan sebagai ideologi. Dengan mengamalkan Pancasila, penyimpangan-penyimpangan yang didasarkan dengan kata tidak menyadari bahwa perbuatan yang telah dilakuan salah tidak akan marak terjadi. Kecelakaan-kecelakaan yang merenggut nyawa karena keinginan untuk melihat dunia tidak akan terjadi. Dengan masih terjadinya kejadian-kejadian tersebut mengindakasikan bahwa generasi milenial belum sepenuhnya mengamalakan Pancasila sebagai dasar hidup.