Ingatkah kamu lagu “Gebyar-Gebyar” yang diciptakan Gombloh, bunyinya “Indonesia... merah darahku, putih tulangku bersatu dalam semangat-mu….” Lagu tersebut menunjukkan kecintaan seseorang terhadap bangsa dan negara dengan diwujudkan bahwa merahnya darah dan putihnya tulang sebagai bukti cinta terhadap sang saka merah putih yang akan terus dibela agar tetap berkibar di negeri tercinta.
Kecintaan terhadap bangsa dan negara telah dibuktikan oleh para pahlawan dan segenap rakyat Indonesia pada masa merebut serta mempertahankan kemerdekaan dari penjajah. Kemerdekaan suatu bangsa adalah hak yang telah dijamin oleh piagam PBB. UUD 1945 menyatakan “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan peri keadilan.”
Alinea pertama Pembukaan UUD 1945 tersebut jelas menyatakan bahwa kemerdekaan itu adalah hak sebuah bangsa dan tidak ada satu negara mana pun di dunia memiliki hak untuk menjajah negara lain. Negara yang dijajah tentunya akan mengalami penderitaan yang sangat berat. Kemerdekaan adalah sesuatu hak yang akan diper juangkan oleh seluruh rakyat walaupun dengan mengorbankan jiwa dan raga.
Pengorbanan para pahlawan untuk kemerdekaan dari penjajahan tentunya tidak akan sia-sia. Dengan kemer dekaan, sebuah bangsa dapat menentu kan nasib bangsanya sendiri. Dengan kemerdekaan, sebuah negara dapat menentukan pemerintahan dan men jamin hak-hak rakyatnya. Dalam merebut kemer dekaan, rakyat suatu bangsa berjuang melalui per juangan fisik dan nonfisik. Untuk menggambarkan bagaimana sebuah perjuangan kemerdekaan dilakukan, simaklah puisi Chairil Anwar berikut ini.
Kemerdekaan bagi bangsa Indonesia saat ini tidak lagi menjadi sebuah cita-cita. Namun apa yang disam pai kan Chairil Anwar dalam puisi tersebut tepat kira nya bahwa kerja belum selesai. Tugas semua orang untuk terus memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan demi menghargai pengorbanan ribuan nyawa para pejuang bangsa pada masa lalu. Kamu sebagai generasi muda tentulah tidak berjuang dengan memanggul senjata, tetapi mengisi pembangunan ini dengan berbagai karya nyata. Dengan demikian, hakikat kemerdekaan adalah kebebasan dari jajahan bangsa lain, baik fisik maupun nonfisik. Kemerdekaaan yang sebenarnya adalah bebas mengekspresikan diri dalam mengisi kemerdekaan untuk mengangkat derajat bangsa Indonesia.
Penderitaan Rakyat pada saat Penjajahan Belanda
Kamu tentu sudah tahu, baik dari pelajaran yang kamu dapat kan pada waktu di SD maupun dari ber bagai informasi lain bahwa kondisi bangsa Indonesia pada masa penjajahan sungguh sangat menderita. Akan tetapi, pernahkah kamu sadari bahwa sebelum masuk nya penjajah, sebenarnya bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya raya. Namun, dengan berkembang nya teknologi pelayaran dan mendesaknya kebutuhan ekonomi negara-negara Eropa menyebabkan negara-negara di Eropa melakukan pelayaran untuk mencari sumber-sumber ekonomi baru ke seluruh dunia. Kemudian, bangsa Eropa, bukan hanya melakukan per dagangan, melainkan langsung me nguasai dan men jajah negara-negara yang mereka anggap baru di temukan. Menurut berbagai sumber sejarah, penjajahan di Indonesia diawali oleh ke datangan tentara Portugis. Kemudian berlanjut dengan kedatangan Belanda sampai akhirnya menjajah Indonesia cukup lama, yakni kurang lebih 350 tahun.
Beberapa ahli sejarah menyatakan bahwa penjajahan Belanda di Indonesia dimulai sejak di dirikan nya Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) pada 20 Maret 1602. Sejak Belanda berada di Indonesia melalui VOC, dimulailah berbagai bentuk kekerasan yang menimpa rakyat Indonesia. Penderitaan rakyat Indonesia terjadi dalam berbagai segi kehidupan. Di berbagai daerah, VOC melakukan tindakan di luar peri kemanusian, seperti menyiksa dan membunuh hampir seluruh penduduk di Pulau Banda dan diganti kan dengan tenaga kerja budak. VOC juga membantai rakyat Ambon pada 1623 yang terkenal dengan peris tiwa pem bantaian Ambon.
Berbagai tindakan licik dilakukan oleh VOC, seperti melaksanakan devide et impera (adu domba), yaitu saling mengadu domba antara kerajaan yang satu dengan kerajaan yang lain atau mengadu domba di dalam kerajaan itu sendiri. Politik adu domba ini semakin melemah kan kerajaan-kerajaan di Indonesia dan merusak sistem tingkah laku sosial yang sudah ada. Ketika Daendles berkuasa, rakyat semakin menderita, Daendles memaksa rakyat untuk bekerja paksa (rodi) mem bangun jalan sepanjang Pulau Jawa (Anyer-Panarukan) untuk kepentingan militer. Penderitaan bangsa Indonesia belum berakhir karena Belanda menerapkan cultuur stelsel (tanam paksa). Tanam paksa menyebab kan rakyat menderita kelaparan dan terjadi imigrasi besar-besaran di Cirebon.
Penderitaan yang dialami oleh bangsa Indonesia mendorong per lawanan yang dipimpin ulama atau kaum bangsawan di berbagai daerah. Perjuangan fisik melawan penjajah Belanda terjadi beberapa daerah anatar lain di Sulawesi Selatan yang dipimpin Sultan Hasanuddin, di Sumatra Barat oleh Tuanku Imam Bonjol, di Jawa Tengah oleh Pangeran Diponegoro, dan Sultan Ageng Tirtayasa di Banten. Perjuangan rakyat Indonesia belum berhasil mengusir penjajah Belanda. Perjuangan fisik oleh para pejuang pergerakan nasional diganti menjadi perjuangan nonfisik, yaitu membangun nilai-nilai pendidikan kebangsaan dan pergerakan melalui jalur politik.
Penderitaan Rakyat pada saat Penjajahan Jepang
Pendudukan Jepang di Indonesia dimulai 1942 sampai dengan tahun 1945 merupakan rangkaian politik imprealisme Jepang di Asia Tenggara. Jepang mulai menguasai Indonesia setelah Belanda menyerah kepada Jepang dalam Perjanjian Kalijati pada 8 Maret 1942. Setelah menginjakkan kakinya di Indonesia, Jepang menjanjikan akan memberikan ketenangan dan kedamaian bagi bangsa Indonesia. Semboyan “Jepang Pelindung Asia, Jepang Pemimpin Asia, dan Jepang Cahaya Asia” ternyata hanya manis di mulut. Tidak berapa lama setelah Jepang menduduki Indonesia, terjadilah pen deritaan dan keseng saraan yang dirasakan rakyat Indonesia. Penjajahan Jepang pun di mulai.
Sejak 9 Maret 1942, Jepang menguasai Indonesia. Dengan segala macam cara Jepang menguras kekayaan dan tenaga rakyat Indonesia. Hal ini menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat Indonesia. Kelaparan terjadi di mana-mana. Rakyat dipaksa untuk menyerah kan padi. Rakyat juga dipaksa menjadi tenaga kerja (romusha). Perlakuan kasar dan tidak manusiawi seperti kurangnya makanan, beratnya pekerjaan, dan perlakuan semena-mena terhadap pekerja romusha menyebabkan ribuan romusha meninggal pada saat bekerja.
Di pedesaan, masyarakat dipaksa harus menyerah kan padi dan menanam pohon jarak sebagai bahan minyak pelumas. Dampaknya adalah rakyat menderita kelaparan yang berkepanjangan sehingga mengakibat kan kematian. Di mana-mana rakyat terpaksa harus memakai baju yang sangat tidak layak untuk dipakai karena terbuat dari karung goni. Penderitaan rakyat ternyata tidak hanya secara fisik, tetapi juga nonfisik. Jepang juga memaksa ribuan wanita Indonesia untuk menjadi pemuas nafsu bejat tentaratentara Jepang. Martabat wanita yang dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia dirusak oleh Jepang. Perlakuan tentara Jepang terhadap wanita yang dianggap bersalah karena terlibat pergerakan nasional sangat tidak manusiawi.
Masa penjajahan Jepang di Indonesia memang lebih pendek jika dibandingkan dengan penjajahan Belanda. Namun penderitaan yang dirasakan bangsa Indonesia selama penjajahan Jepang sangatlah luar biasa. Setelah Jepang mengalami kekalahan dalam perang Asia Timur Raya, ada harapan bagi bangsa Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Seperti telah dijelaskan dalam pembahasan sebelumnya bahwa setelah berkuasa kurang lebih 350 tahun, akhirnya Belanda pada 1942 harus menyerah kepada Jepang. Berakhirnya penjajahan Belanda ternyata tidak berarti bahwa Indonesia dapat menentu kan nasib sendiri. Hal ini seperti sebuah pepatah “lepas dari mulut harimau jatuh ke mulut buaya.” Isi dari pepatah tersebut seakan memberikan gambaran tentang kondisi bangsa Indonesia pada saat itu. Bangsa Indonesia kembali menjadi sebuah bangsa jajahan yang ter tindas.
Berkobarnya Perang Dunia kedua, membawa dampak terjepitnya Jepang oleh Sekutu. Namun, di penghujung 1944, Jepang melakukan upaya untuk menarik simpati bangsa Indonesia dengan memberikan janji bahwa bangsa Indonesia akan diberi kemerdekaan. Hal ini dilakukan untuk menarik simpati rakyat Indonesia dan pada giliran nya diperbantukan untuk membantu Jepang dalam peperangan melawan Sekutu. Janji kemerdekaan Indonesia diumumkan pada September 1944 di depan parlemen Jepang oleh Perdana Menteri Jepang, Koiso.
Sebagai tindak lanjutnya, pada 1 Maret 1945, Jepang mengumum kan dibentuknya Badan Penyelidik UsahaUsaha Persiapan Kemer dekaan Indonesia (Dokuritsu Zunbi Chosakai/BPUPKI). BPUPKI ber anggota kan 67 orang, terdiri atas tokoh-tokoh bangsa Indonesia dan tujuh orang anggota perwakilan Jepang. BPUPKI diketuai dr. Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Widyodiningrat. Dalam menjalankan tugasnya BPUPKI bersidang sebanyak dua kali.
a. Sidang I BPUPKI, 29 Mei–1 Juni 1945
Dalam sidang I BPUPKI, dibicarakan asas dan dasar negara Indonesia merdeka. Usul tersebut kali pertama dikemukakan oleh Mohammad Yamin pada 29 Mei 1945. Mohammad Yamin mengusulkan lima asas dan dasar bagi Negara Indonesia merdeka yang akan didirikan, antara lain sebagai berikut.
Peri kebangsaan
Peri kemanusiaan
Peri ketuhanan
Peri kerakyatan
Kesejahteraan sosial
Setelah selesai berpidato, Mohammad Yamin menyampai kan konsep asas dan dasar Negara Indonesia merdeka secara tertulis kepada ketua sidang, yang berbeda dengan isi pidato sebelum nya. Asas dan dasar Indonesia merdeka secara tertulis menurut Mohammad Yamin adalah sebagai berikut.
Ketuhanan Yang Maha Esa
Persatuan kebangsaan Indonesia
Rasa kemanusian yang adil dan beradab
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijak sanaan dalam permusyawaratan/per wakilan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Setelah Mohammad Yamin menyampaikan pendapatnya, kemudian Soepomo menyampaikan pe mikiran - nya mengenai asas dan dasar Negara Indonesia merdeka pada 30 Mei 1945. Gagasan Soepomo mengenai dasar Negara Indonesia merdeka adalah sebagai berikut.
Persatuan
Kekeluargaan
Keseimbangan lahir dan batin
Musyawarah
Keadilan rakyat
Pada 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan pendapatnya mengenai asas dan dasar negara Indonesia merdeka yang isinya sebagai berikut.
Kebangsaan Indonesia
Internasionalisme atau peri kemanusiaan
Mufakat atau demokrasi
Kesejahteraan sosial
Ketuhanan Yang Maha Esa
Ir. Soekarno dalam sidang itu pun menyampaikan bahwa kelima dasar Negara tersebut dinamakan Panca Dharma. Kemudian, atas saran seorang ahli bahasa Ir. Soekarno mengubahnya menjadi Pancasila.
b. Sidang Panitia Kecil, 22 Juni 1945
Sebelum mengadakan sidang kedua, para tokoh membentuk Panitia Kecil. Panitia Kecil atau Panitia Sembilan dibentuk untuk menindaklanjuti sidang yang belum mencapai simpulan. Panitia Kecil bertugas merumuskan hasil sidang I dengan lebih jelas. Sembilan anggota dari Panitia Kecil, antara lain sebagai berikut.
Ir. Soekarno (ketua).
Drs. Moh. Hatta.
A.A. Maramis, S.H.
Abikusno Cokrosuyoso.
Abdul Kahar Muzakkir.
Haji Agus Salim.
K.H. Wahid Hasyim.
Achmad Soebardjo, S.H.
Mohammad Yamin
Sidang Panitia Kecil tersebut dilaksanakan di Gedung Jawa Hokokai dan dihadiri oleh anggota BPUPKI lainnya sehingga jumlah peserta rapat sebanyak 38 orang. Rapat Panitia Kecil berhasil memu tus kan ke putusan sebagai berikut.
Menggolongkan usul-usul yang masuk.
Usul prosedur yang harus dilakukan, yaitu prosedur agar lekas tercapai Indonesia merdeka.
Menyusun usul rencana pembukaan hukum dasar yang disebut Piagam Jakarta oleh Mohamad Yamin.
Setelah itu, Piagam Jakarta disusun yang bunyinya sebagai berikut.
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus di ha pu skan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampai kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa meng hantarkan rakyat Indonesia ke pada pintu gerbang Negara Indonesia yang merdeka, ber daulat, adil, dan makmur. Atas berkat rahmat Allah Yang Mahakuasa dan dengan dido rongkan oleh keinginan yang luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaan nya. Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu hukum dasar Negara Indonesia yang berbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan, dengan berdasar kepada: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujud kan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
c. Sidang II BPUPKI, 10–16 Juli 1945
Sidang II BPUPKI membahas penyusunan Rencana Pembukaan Undang-Undang Dasar, Ren cana UndangUndang Dasar, serta rencana lain yang berhubungan dengan kemerdekaan bangsa Indonesia. Dalam rapat pada 11 Juli 1945, dibentuk Panitia Perancang UndangUndang Dasar. Dalam rapat yang dilaksanakan selama tujuh hari, di hasil kan rancangan Undang-Undang Dasar Indonesia merdeka. Setelah sidang kedua, pada 7 Agutus 1945, BPUPKI dibubarkan dan sebagai gantinya dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 9 Agustus 1945. Ketua PPKI ialah Ir. Soekarno dan wakilnya ialah Drs. Mohammad Hatta.
Pergolakan yang terjadi dalam Perang Asia Timur Raya semakin membuat Jepang tersudutkan. Sepanjang awal Agustus sampai dengan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 terjadi beberapa peristiwa penting yang mendorong diproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Kemerdekaan bangsa Indonesia, bukan merupakan hadiah dari Jepang, melainkan hasil per juangan dan anugerah Tuhan Yang Mahakuasa. Tahukah kamu peristiwa-peristiwa penting sebelum dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia?
Peristiwa dibomnya Hiroshima pada 6 Agustus 1945 dan Nagasaki pada 9 Agustus 1945 oleh Sekutu, membawa dampak besar bagi perjuangan rakyat Indonesia. Kekalahan Jepang tidak dapat ditutup-tutupi lagi. Kondisi ini kemudian dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pejuang Indonesia yang sudah lama menunggu waktu yang tepat.
Perjuangan dan usaha yang dipersiapkan BPUPKI tidak sia-sia, karena pada 19 Agustus 1945, tiga tokoh nasional yaitu Soekarno, Hatta, dan Radjiman Widyodiningrat dipanggil ke Dalat, Saigon (Vietnam). Ketiga tokoh ini berangkat untuk memenuhi undangan Panglima Angkatan Perang Jepang di Asia Tenggara Marskal Terauchi.
Perubahan BPUPKI menjadi PPKI merupakan sebuah proses Indonesianisasi segala buatan Jepang di tanah air. PPKI tidak melibatkan Jepang dalam keanggotaannya. Oleh karena, PPKI merupakan lembaga bentukan bangsa Indonesia untuk memper juangkan kemerdekaan Indonesia secara utuh. Pada 14 Agustus 1945, rombongan yang berkunjung ke Dalat kembali ke Indonesia dan golongan pemuda mendengar desas-desus pada hari itu juga Jepang akan menerima ultimatum dari Sekutu untuk menyerah tanpa syarat. Cerita tersebut tersebar dengan cepat sehingga Sjahrir menjumpai Hatta dan mendesak supaya melaksanakan proklamasi di luar kerangka PPKI.
Pada 15 Agustus 1945, pengumuman Kaisar Hirohito bahwa Jepang telah menyerah diterima oleh para pemuda melalui siaran radio di Jakarta. Para Pemuda yang berkumpul di Menteng Raya 31, seperti Chaerul Saleh, Abubakar Lubis, Aidit, Darwis, Djohar Nur, dan Wikana bersepakat untuk mendorong golongan tua agar segera memproklamasikan kemer dekaan Indonesia. Golongan muda (rata-rata usia 25 tahun), kemudian mendesak kepada golongan tua (usia 45–50 tahun) untuk mengabulkan kemerdekaan Indonesia. Perbedaan kehendak antara golongan tua yang menginginkan kemerdekaan Indonesia dalam kerangka PPKI dan para pemuda yang menginginkan dipercepatnya kemerdekaan menyebabkan terjadinya suasana emosional di antara kedua golongan tersebut.
Perbedaan pendapat tentang waktu pelaksanaan proklamasi kemerdekaan menyebabkan terjadinya peristiwa Rengasdengklok. Musyawarah pemuda yang dilaksanakan di ruang Lembaga Bakteriologi di Pegangsaan Timur Jakarta, semakin membulatkan tuntutan pemuda bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak dan soal rakyat itu sendiri, tidak dapat digantungkan kepada orang dan kerajaan lain. Tekad para pemuda ini akhirnya mendorong terjadinya peristiwa Rengasdengklok. Para pemuda beranggapan jika Soekarno dan Hatta tetap berada di Jakarta, kedua tokoh ini akan dipengaruhi oleh Jepang. Pemilihan Rengasdengklok yang merupakan kota kecil di utara Kabupaten Karawang didasarkan pada per hitungan militer dan letaknya yang strategis.
Peristiwa Rengasdengklok, yaitu diculiknya Soekarno dan Hatta, pada 16 Agustus 1945 pukul 4.00 WIB menunjukkan ketegangan antara golongan tua dan muda. Golongan muda me miliki sifat, karakter, dan cara bergeraknya sendiri. Per bedaan pendapat yang mengarah pada tindakan pemaksaan hanya ditujukan untuk kemerdekaan Indonesia. Di Jakarta telah ada kese pakatan antara golongan tua dengan golongan muda, yaitu antara Ahmad Subardjo dan Wikana untuk melaksanakan Proklamasi di Jakarta. Kemudian, Ahmad Subardjo menjemput Soekarno ke Rengas dengklok. Ahmad Subardjo mampu meyakinkan para pemuda bahwa Proklamasi akan dilaksanakan keesokan harinya sebelum pukul 12.00 WIB.
Dalam peristiwa tersebut, Ahmad Subardjo ber peran besar karena ia bertindak sebagai penengah golongan tua dan golongan muda serta menjadi penghubung kepada Laksamana Maeda. Kemudian, Laksamana Maeda mengizinkan rumahnya digunakan sebagai tempat menyusun naskah Prok lamasi Kemer dekaan Republik Indonesia. Di kediaman Maeda Jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta, teks Proklamasi ditulis. Kalimat pertama yang berbunyi “Kami rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia” yang kemudian diubah menjadi “Kami bangsa Indonesia dengan ini me nyatakan kemerdekaan Indonesia” berasal dari Ahmad Subardjo. Kalimat kedua oleh Soekarno yang berbunyi “Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain akan diselenggarakan dengan cara yang secermat-cermatnya serta dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.” Kedua kalimat ini kemudian digabung dan disempurna kan oleh Moh. Hatta sehingga berbunyi seperti teks proklamasi yang ada sekarang.
Soekarno kemudian meminta semua yang hadir menan datangani naskah proklamasi itu selaku wakilwakil bangsa Indonesia. Namun, Sukarni selaku salah satu pemimpin golongan muda mengusulkan agar Soekarno – Hatta menandatangani atas nama bangsa Indonesia. Selanjutnya, Soekarno meminta Sayuti Melik untuk mengetik naskah tersebut dengan beberapa perubahan yang telah disetujui.
Keesokan harinya, Jumat Legi 17 Agustus 1945 tepat pukul 10.00 WIB di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, teks Proklamasi akhirnya dibacakan. Sebelum teks proklamasi dibacakan, Soekarno menyampaikan pidato.
Saudara-saudara sekalian! Saja sudah minta saudara-saudara hadir disini untuk menjaksikan satu peristiwa maha penting dalam sejarah kita. Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berdjoang untuk kemerdekaan tanah air kita. Bahkan telah beratus-ratus tahun! Gelombangnja aksi kita untuk mentjapai kemerdekaan itu ada naik ada turunnya, tetapi djiwa kita tetap menudju kearah tjita-tjita. Djuga di dalam djaman Djepang, usaha kita untuk mentjapai kemerdekaan nasional tidak henti-henti. Di dalam djaman Djepang ini, tampaknya sadja kita menjandarkan diri pada mereka. Tetapi pada hakekat nya, tetap kita menjusun tenaga kita sendiri, tetap kita pertjaja kepada kekuatan sendiri. Sekarang tibalah saatnja kita benar-benar meng ambil nasib bangsa dan nasib tanah air di dalam tangan kita sendiri. Hanja bangsa jang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri akan dapat berdiri dengan kuatnja. Maka kami, tadi malam telah mengadakan musjawarat dengan pemuka-pemuka rakjat Indonesia, dari seluruh Indonesia. Permusjawaratan itu seia-sekata berpendapat, bahwa sekaranglah datang saatnja untuk menjatakan kemerdekaan kita. Saudara-saudara! Dengan ini kami njatakan kebulatan tekad itu. Dengarlah Proklamasi kami:
Teks naskah proklamasi atau Proklamasi Klad adalah naskah asli yang merupakan tulisan tangan sendiri oleh Ir. Soekarno sebagai pencatat, dan adalah merupakan hasil gubahan (karangan) oleh Drs. Mohammad Hatta dan Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo.
Adapun yang merumuskan proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia terdiri dari Tadashi Maeda, Tomegoro Yoshizumi, S. Nishijima, S. Miyoshi, Mohammad Hatta, Soekarno, dan Achmad Soebardjo.[38]
Para pemuda yang berada di luar meminta supaya teks proklamasi bunyinya keras. Namun Jepang tak mengizinkan. Beberapa kata yang dituntut adalah "penyerahan", "dikasihkan", diserahkan", atau "merebut". Akhirnya yang dipilih adalah "pemindahan kekuasaan"[38]. Setelah dirumuskan dan dibacakan di rumah orang Jepang, isi proklamasi pun disiarkan di radio Jepang.
Berikut isi proklamasi tersebut:
Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara saksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17 - 8 - '05
Wakil2 bangsa Indonesia.
Naskah Proklamasi Klad ini ditinggal begitu saja dan bahkan sempat masuk ke tempat sampah di rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda. B.M. Diah menyelamatkan naskah bersejarah ini dari tempat sampah dan menyimpannya selama 46 tahun 9 bulan 19 hari, hingga diserahkan kepada Presiden Soeharto di Bina Graha pada 29 Mei 1992.[39][40]
Teks Naskah Proklamasi Otentik yang ditempatkan di Monumen Nasional
Teks naskah Proklamasi yang telah mengalami perubahan, yang dikenal dengan sebutan naskah "Proklamasi Otentik", adalah merupakan hasil ketikan oleh Mohamad Ibnu Sayuti Melik (seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan Proklamasi), yang isinya adalah sebagai berikut:
P R O K L A M A S I
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta.
(Keterangan: Tahun pada kedua teks naskah Proklamasi di atas (baik pada teks naskah Proklamasi Klad maupun pada teks naskah Proklamasi Otentik) tertulis angka "tahun 05" yang merupakan kependekan dari angka "tahun 2605", karena tahun penanggalan yang dipergunakan pada zaman pemerintah pendudukan militer Jepang saat itu adalah sesuai dengan tahun penanggalan yang berlaku di Jepang, yang kala itu adalah "tahun 2605".)
Teks Proklamasi yang tercantum pada uang pecahan 100,000 Rupiah.
Di dalam teks naskah Proklamasi Otentik sudah mengalami beberapa perubahan yaitu sebagai berikut:
Kata "Proklamasi" diubah menjadi "P R O K L A M A S I",
Kata "Hal2" diubah menjadi "Hal-hal",
Kata "tempoh" diubah menjadi "tempo",
Kata "Djakarta, 17 - 8 - '05" diubah menjadi "Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05",
Kata "Wakil2 bangsa Indonesia" diubah menjadi "Atas nama bangsa Indonesia",
Isi naskah Proklamasi Klad adalah asli merupakan tulisan tangan sendiri oleh Ir. Soekarno sebagai pencatat, dan adalah merupakan hasil gubahan (karangan) oleh Drs. Mohammad Hatta dan Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Sedangkan isi naskah Proklamasi Otentik adalah merupakan hasil ketikan oleh Mohamad Ibnu Sayuti Melik (seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan Proklamasi),
Pada naskah Proklamasi Klad memang tidak ditandatangani, sedangkan pada naskah Proklamasi Otentik sudah ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta.