Hukum dapat dibagi dalam berbagai bidang, antara lain hukum pidana/hukum publik, hukum perdata/hukum pribadi, hukum acara, hukum tata negara, hukum administrasi negara/hukum tata usaha negara, hukum internasional, hukum adat, hukum islam, hukum agraria, hukum bisnis, dan hukum lingkungan.
Hukum Pidana, sebagai salah satu bagian independen dari Hukum Publik merupakan salah satu instrumen hukum yang sangat urgen eksistensinya sejak zaman dahulu. Hukum ini ditilik sangat penting eksistensinya dalam menjamin keamanan masyarakat dari ancaman tindak pidana, menjaga stabilitas negara dan (bahkan) merupakan “lembaga moral” yang berperan merehabilitasi para pelaku pidana. Hukum ini terus berkembang sesuai dengan tuntutan tindak pidana yang ada di setiap masanya.
Hukum Pidana sebagai Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi siapa yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam Undang-Undang Pidana. Seperti perbuatan yang dilarang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Korupsi, Undang-Undang HAM dan lain sebagainya. Hukum pidana adalah hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan hukuman bagi yang melanggarnya. Perbuatan yang dilarang dalam hukum pidana adalah:
• Pembunuhan
• Pencurian
• Penipuan
• Perampokan
• Penganiayaan
• Pemerkosaan
• Korupsi
Sementara Dr. Abdullah Mabruk an-Najar dalam diktat “Pengantar Ilmu Hukum”-nya mengetengahkan defenisi Hukum Pidana sebagai “Kumpulan kaidah-kaidah Hukum yang menentukan perbuatan-perbuatan pidana yang dilarang oleh Undang-Undang, hukuman-hukuman bagi yang melakukannya, prosedur yang harus dilalui oleh terdakwa dan pengadilannya, serta hukuman yang ditetapkan atas terdakwa.”
Hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :
• Menetukan perbuatan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.
• Menentukan kapan dan dalam hal hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
• Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Menurut Sudarto, pengertian Pidana sendiri ialah nestapa yang diberikan oleh Negara kepada seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan Undang-undang (hukum pidana), sengaja agar dirasakan sebagai nestapa.
Secara konkrit tujuan hukum pidana itu ada dua, ialah :
• Untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik.
• Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan lingkunganya
Tujuan hukum pidana ini sebenarnya mengandung makna pencegahan terhadap gejala-gejala sosial yang kurang sehat di samping pengobatan bagi yang sudah terlanjur tidak berbuat baik. Jadi Hukum Pidana, ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam meniadakan pelanggaran kepentingan umum. Tetapi kalau di dalam kehidupan ini masih ada manusia yang melakukan perbuatan tidak baik yang kadang-kadang merusak lingkungan hidup manusia lain, sebenarnya sebagai akibat dari moralitas individu itu. Dan untuk mengetahui sebab-sebab timbulnya suatu perbuatan yang tidak baik itu(sebagai pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pidana), maka dipelajari oleh “kriminologi”.
Di dalam kriminologi itulah akan diteliti mengapa sampai seseorang melakukan suatu tindakan tertentu yang tidak sesuai dengan kebutuhan hidup sosial. Di samping itu juga ada ilmu lain yang membantu hukum pidana, yaitu ilmu Psikologi. Jadi, kriminologi sebagai salah satu ilmu yang membantu hukum pidana bertugas mempelajari sebab-sebab seseorang melakukan perbuatan pidana, apa motivasinya, bagaimana akibatnya dan tindakan apa yang dapat dilakukan untuk meniadakan perbuatan itu.
Secara substansial atau Ius Poenalle ini merupakan hukum pidana
Dalam arti obyektif yaitu “sejumlah peraturan yang mengandung larangan-larangan atau keharusan-keharusan dimana terhadap pelanggarnya diancam dengan hukuman”. Hukum Pidana terbagi menjadi dua cabang utama, yaitu:
• Hukum Materil ialah cabang Hukum Pidana yang menentukan perbuatan-perbuatan kriminal yang dilarang oleh Undang-Undang, dan hukuman-hukuman yang ditetapkan bagi yang melakukannya. Cabang yang merupakan bagian dari Hukum Publik ini mepunyai keterkaitan dengan cabang Ilmu Hukum Pidana lainnya, seperti Hukum Acara Pidana, Ilmu Kriminologi dan lain sebagainya.
• Hukum Formil (Hukum Acara Pidana) Untuk tegaknya hukum materiil diperlukan hukum acara. Hukum acara merupakan ketentuan yang mengatur bagaimana cara agar hukum (materil) itu terwujud atau dapat diterapkan/dilaksanakan kepada subyek yang memenuhi perbuatannya. Tanpa hukum acara maka tidak ada manfaat hukum materiil. Untuk menegakkan ketentuan hukum pidana diperlukan hukum acara pidana, untuk hukum perdata maka ada hukum acara perdata. Hukum acara ini harus dikuasai para praktisi hukum, polisi, jaksa, pengacara, hakim.
Dr. Mansur Sa’id Isma’il dalam diktat “Hukum Acara Pidana”-nya memaparkan defenisi Hukum Acara Pidana sebagai ”kumpulan kaidah-kaidah yang mengatur dakwa pidana—mulai dari prosedur pelaksanaannya sejak waktu terjadinya pidana sampai penetapan hukum atasnya, hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan hukum yang tumbuh dari prosedur tersebut—baik yang berkaitan dengan dugaan pidana maupun dugaan perdata yang merupakan dakwa turunan dari dakwa pidana, dan juga pelaksanaan peradilannnya.”. Dari sini, jelas bahwa substansi Hukum Acara Pidana meliputi:
• Dakwa Pidana, sejak waktu terjadinya tindak pidana sampai berakhirnya hukum atasnya dengan beragam tingkatannya.
• Dakwa Perdata, yang sering terjadi akibat dari tindak pidana dan yang diangkat sebagai dakwa turunan dari dakwa pidana.
• Pelaksanaan Peradilan, yang meniscayakan campur-tangan pengadilan.
Dan atas dasar ini, Hukum Acara Pidana, sesuai dengan kepentingan-kepentingan yang merupakan tujuan pelaksanaannya, dikategorikan sebagai cabang dari Hukum Publik, karena sifat global sebagian besar dakwa pidana yang diaturnya dan karena terkait dengan kepentingan Negara dalam menjamin efisiensi Hukum Kriminal. Oleh sebab itu, Undang-Undang Hukum Acara ditujukan untuk permasalahan-permasalahan yang relatif rumit dan kompleks, karena harus menjamin keselarasan antara hak masyarakat dalam menghukum pelaku pidana, dan hak pelaku pidana tersebut atas jaminan kebebasannya dan nama baiknya, dan jika memungkinkan juga, berikut pembelaan atasnya. Untuk mewujudkan tujuan ini, para ahli telah bersepakat bahwa Hukum Acara Pidana harus benar-benar menjamin kedua belah pihak—pelaku pidana dan korban.
Hukum Pidana dalam arti Dalam arti Subyektif, yang disebut juga “Ius Puniendi”, yaitu “sejumlah peraturan yang mengatur hak negara untuk menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang”.
Hukum Pidana mempunyai ruang lingkup yaitu apa yang disebut dengan peristiwa pidana atau delik ataupun tindak pidana. Menurut Simons peristiwa pidana ialah perbuatan salah dan melawan hukum yang diancam pidana dan dilakukan seseorang yang mampu bertanggung jawab. Jadi unsur-unsur peristiwa pidana, yaitu:.
• Sikap tindak atau perikelakuan manusia
. Melanggar hukum, kecuali bila ada dasar pembenaran; Didasarkan pada kesalahan, kecuali bila ada dasar penghapusan kesalahan.
Sikap tindak yang dapat dihukum/dikenai sanksi adalah
– Perilaku manusia ; Bila seekor singa membunuh seorang anak maka singa tidak dapat dihukum
– Terjadi dalam suatu keadaan, dimana sikap tindak tersebut melanggar hukum,
misalnya anak yang bermain bola menyebabkan pecahnya kaca rumah orang.
– Pelaku harus mengetahui atau sepantasnya mengetahui tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum; Dengan pecahnya kaca jendela rumah orang tersebut tentu diketahui oleh yang melakukannya bahwa akan menimbulkan kerugian orang lain.
– Tidak ada penyimpangan kejiwaan yang mempengaruhi sikap tindak tersebut.Orang yang memecahkan kaca tersebut adalah orang yang sehat dan bukan orang yang cacat mental.
Dilihat dari perumusannya, maka peristiwa pidana/delik dapat dibedakan dalam :
• Delik formil, tekanan perumusan delik ini ialah sikap tindak atau perikelakuan yang dilarang tanpa merumuskan akibatnya.
• Delik materiil, tekanan perumusan delik ini adalah akibat dari suatu sikap tindak atau perikelakuan.
Misalnya pasal 359 KUHP :
Dalam Hukum Pidana ada suatu adagium yang berbunyi : “Nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali”, artinya tidak ada suatu perbuatan dapat dihukum tanpa ada peraturan yang mengatur perbuatan tersebut sebelumnya. Ketentuan inilah yang disebut sebagai asas legalitas .
Aturan hukum pidana berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sesuai asas ruang lingkup berlakunya kitab undang-undang hukum pidana. Asas ruang lingkup berlakunya aturan hukum pidana, ialah
1. Asas Teritorialitas (teritorialitets beginsel)
2. Asas nasionalitas aktif (actief nationaliteitsbeginsel)
3. Asas Nasionalitas Pasif (pasief nationaliteitsbeginsel)
Sistem hukuman yang dicantumkan dalam pasal 10 tentang pidana pokok dan tambahan, menyatakan bahwa hukuman yang dapat dikenakan kepada seseorang pelaku tindak pidana terdiri dari :
a. Hukuman Pokok (hoofd straffen ).
1. Hukuman mati
2. Hukuman penjara
3. Hukuman kurungan
4. Hukuman denda
b. Hukuman Tambahan (Bijkomende staffen)
1. Pencabutan beberapa hak tertentu
2. Perampasan barang-barang tertentu
3. Pengumuman putusan hakim.
Hukum perdata yaitu ketetapan yang mengatur hak dan kewajiban antar individu dalam masyarakat. Istilah hukum perdata di negara Indonesia mulanya dari bahasa Belanda “BUrgerlik Recht” yang sumbernya pada Burgerlik Wetboek atau dalam bahasa Indonesia nya disebut dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
Hukum dapat dimaknai dengan seperangkat kaidah dan perdata diartikan dengan yang mengatur hak, harta benda dan kaitannya antara orang atas dasar logika atau kebendaan.
Secara umum, pengertian hukum perdata yaitu semua peraturan yang mengatur hak dan kewajiban perorangan dalam hubungan masyarakat.Hukum perdata disebut pula dengan hukum private karena mengatur kepentingan perseorangan.
Ada beberapa ahli yang mendefinisikan hukum perdata, sumak uraiannya.
Prof. Subekti
Pengertian Hukum Perdata menurut Prof. Subekti adalah segala hukum private materiil yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan perseorangan.
Prof. Sudikno Mertokusumo
Pengertian Hukum Perdata menurut Prof. Sudikno Mertokusumo adalah keseluruhan peraturan yang mempelajari mengenai hubungan antara orang yang satu dengan yang lainnya dalam hubungan keluargan dan dalam pergaulan masyarakat.
Hukum perdata yang ada di Indonesia, tidak terlepas dari sejarah hukum perdata Eropa, utamanya di Eropa kontinental berlaku Hukum Perdata Romawi sebagai hukum asli dari negara di Eropa, disamping terdapat hukum tertulis dan kebiasaan setempat.
Namun, karena terdapat perbedaan peraturan pada masing-masing daerah menjadikan orang mencari jalan yang mempunyai kepastian hukum dan kesatuan hukum. Berdasarkan prakarsa dari Napoleon, di tahun 1804 yang terhimpun hukum perdata yang bernama Code Civil de Francais atau disebut juga dengan Code Napoleon.
Di tahun 1809-1811, Perancis menjajah Belanda, lalu Raja Lodewijk Napoleon menerapkan Wetboek Napoleon Ingeriht Voor het Koninkrijk Hollad yang berisi hampir sama dengan Code Napoleon dan Code Civil de Francais untuk diberlakukan sebagai sumber hukum perdata di Belanda.
Sesudah penjajahan berakhir dan Belanda disatukan dengan Perancis, Code Napoleon dan Code Civil des Francais tetap diterapkan di Belanda
Di tahun 1814, Belanda mulai membuat susunan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil). Dengan dasar kodifikasi hukum Belanda dibuat oleh MR.J.M.KEMPER yang disebut ONTWERP KEMPER tetapi sebelum menyelesaikan tugasnya, di tahun 1824 Kemper meninggal dunia dan kemudian diteruskan oleh NICOLAI yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belanda.
Di 6 Juli 1830, kodifikasi sudah selesai dibuat dengan dibuatnya BW (Burgerlijik Wetboek) atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda dan WvK (Wetboek van Koophandle) atau Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Dari dasar asas koncordantie atau azas politik, di tahun 1948 kedua Undang-Undang tersebut berlaku di Indonesia dan hingga saat ini dikenal dengna KUHP untuk BW dan KUH dagang untuk WvK.
Asas-asas didalam hukum perdata antara lain yakni:
Asas Kebebasan Berkontrak
Asa ini mengandung arti bahwa masing-masing orang dapat mengadakan perjanjian baik yang sudah diatur dalam undang-undang ataupun yang belum diatur dalam undang-undang.
Asas ini ada dalam 1338 ayat 1 KUHP yang menyatakan bahwa “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang untuk yang membuatnya”
Asas Konsesualisme
Asas ini berkaitan dengan pada saat terjadi perjanjian. Di pasa 1320 ayat 1 KUHP, syarat wajib perjanjian itu karena terdapat kata sepakat antara kedua belah pihak.
Asas Kepercayaan
Asas ini mempunyai arti bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi masing-masing prestasi yang diantara kedua pihak.
Asas Kekuatan Mengikat
Asas ini menyatakan bahwa pernjanjian hanya mengikat pihak yang mengikatkan diri atau yang ikut serta dalam perjanjian tersebut.
Asas Persamaan Hukum
Asas ini mempunyai maksud bahwa subjek hukum membuat yang membuat perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum.
Asas Keseimbangan
Asas ini menginginkan kedua belah pihak memenuhi dan menjalankan perjanjian yang telah dijanjikan.
Asas Kepastian Hukum (Asas pacta sunt servada)
Asas ini ada karena suatu perjanjian dan diatur dalam pasal 1338 ayat 1 dan 2 KUHP.
Asas Moral
Asas moral merupakan asas yang terikat dalam perikatan wajar, ini artinya perilaku seseorang yang sukarela tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur.
Asas Perlindungan
Asas ini memberikan perlindungan hukum kepada debitur dan kreditur. Tetapi yang membutuhkan perlindungan adalah debitur karena berada di posisi yang lemah.
Asas Kepatutan
Asas ini berhubungan dengan ketentuan isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan
Asas Kepribadian
Asas ini mewajibkan seseorang dalam pengadaan perjanjian untuk kepentingan dirinya sendiri.
Asas I’tikad Baik
Sesuai dengan pasal 1338 ayat 3 KUHP, asas ini berhubungan dengan pelaksanaan perjanjian, asas ini menyatakan bahwa apa yang hendak dilakukan dengan pemenuhan tuntutan keadilan dan tidak melanggar kepatutan.
Volmare menyatakan, terdapat dua sumber hukum perdata yakni sumber hukum perdata tertulis dan sumber hukum perdata tidak tertulis, yakni kebiasaan. Dibawahi ini adalah sebagian sumber hukum perdata tertulis, antara lain yakni:
Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB), adalah ketentuan umum pemerintah Hindia Belanda yang diberlakukan di Indonesia.
Burgelik Wetboek (BW) atau KUH Perdata, adalah ketetapan hukum produk Hindia Belanda yang diberlakukan di Indonesia menurutu asas koncordantie.
KUH Dagang atau Wetboek van Koopandhel (WvK), yakni KUH dagang yang terdiri dari 754 pasal mencakup buku I (tentang dagang secara umum) dan Buku II (tentang hak dan kewajiban yang muncul dalam pelayaran).
Undang-Undang No.5 Tahun 1960 mengenai Pokok Agraria, UU ini mencabut pemberlakuan Buku II KUHP yang berhubungan dengan hak atas tanah, kecuali hipotek. Secara umum, UU ini mengatur tentang hukum pertanahan yang mempunyai landasan pada hukum adat.
Undang-Undang No.1 Tahun 1996 mengenai ketetapan pokok perkawinan
Undang-Undang No.4 Tahun 1996 mengenai hak tanggungan terhadap tanah dan juga benda yang berhubungan dengan tanah
Undang-Undang No. 42 Tahun 1996 mengenai jaminan fidusia.
Undang-Undang No. 24 Tahun 2004 mengenai lembaga jaminan simpanan
Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 mengenai kompilasi hukum Islam.
Terdapat beberapa klasifikasi jenis hukum perdata antara lain:
Berdasarkan Ilmu Pengetahuan Hukum
Hukum Perorangan (Pribadi)
Hukum perorangan merupakan hukum yang mengatur tentang manusia sebagai subjek hukum dan kecakapannya untuk mempunyai hak dan juga bertindak sendiri dalam melaksanakan haknya tersebut.
Hukum Keluarga
Hukum keluarga merupakan hukum yang berkaitan dengan kekuasaan orang tua, perwalian, pengampunan dan perkawinan. Hukum keluarga ini terjadi karena terdapat perkawinan antara laki-laki dan perempuan yang selanjutnya melahirkan anak.
Hukum Kekayaan
Hukum kekayaan merupakan hukum yang mengatur tentang benda dan hak yang ada pada benda tersebut. Benda yang dimaksud adalah segala benda dan hak yang menjadi miliki orang tua atau sebagai objek hak milik.
Hukum harta kekayaan ini mencakup dua hal yakni hukum benda yang sifatnya mutlak atau hak terhadap benda yang diakui dan dihormati oleh setiap orang dan hukum perikatn yang sifatnya kehartaan antar dua orang atau lebih.
Hukum Waris
Hukum waris merupakan hukum yang mengatur mengenai pembagian harta peninggalan seseorang, ahli waris, urutan penerimaan ahli waris, hibah, dan juga wasiat.
Berdasarkan Pembagian Dalam KUHP
Berdasarkan KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata), hukum perdatra dibedakan menjadi:
Buku I mengenai orang, ini mengatur hukum tentang diri seseorang dan hukum kekeluargaan.
Buku II mengenai hal benda, ini mengatur hukum kebendaan dan hukum waris
Buki III mengenai hal perikatan, ini mengatur hak dan kewajiban timbal balik antara orang atau pihak tertentu.
Buku IV mengenai pembuktian dan daluarsa, ini mengatur mengenai alat pembuktian dan akibat hukum yang timbul dari adanya daluarsa tersebut.
Hukum bisnis atau dalam bahasa Inggris adalah bussines law merupakan suatu perangkat hukum yang mengatur tata cara dan pelaksanaan urusan atau kegiatan perdagangan, industri maupun keuangan yang berhubungan dengan pertukaran barang dan jasa, kegiatan produksi atau kegiatan menempatkan uang yang dilakukan oleh para entrepreneur dengan usaha dan motif tertentu dengan terlebih dahulu mempertimbangkan segala resiko yang mungkin terjadi.
1. Munir Fuady
Pengertian hukum bisnis menurut Munir Fuady adalah suatu perangkat atau kaidah hukum termasuk upaya penegakannya yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan urusan atau kegiatan dagang, industri atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau jasa dengan menempatkan uang dari para entrepeneur dalam resiko tertentu dengan usaha tertentu dengan motif untuk mendapatkan keuntungan.
2. Abdul R.Saliman dkk
Pengertian hukum bisnis menurut Abdul R.Saliman dkk adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, yang mengatur hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian-perjanjian maupun perikatan-perikatan yang terjadi dalam prakterk bisnis.
3. Dr. Johannes Ibrahim, SH.M.Hum
Pengertian hukum bisnis menurut Dr. Johannes Ibrahim, SH.H.Hum adalah seperangkat kaidah hukum yang diadakan untuk mengatur serta menyelesaikan berbagai persolan yan timbul dalam aktivitas antar manusia, khususnya dalam bidang perdagangan.
Latar belakang dari sumber hukum bisnis adalah perekonomian yang sehat akan lahir melalui kegiatan bisnis, perdagangan ataupun usaha yang sehat. Oleh karena itu kegiatan ekonomi yang sehat tentu saja mempunyai aturan yang menjamin terjadinya bisnis, perdagangan ataupun usaha yang sehat
Dalam hukum bisnis terdapat tujuan yang dapat dilihat pada penjelasan dibawah ini:
Tujuan untuk menjamin keamanan mekanisme pasar secara efisien dan lancar agar berjalan sesuai fungsinya.
Pada jenis Usaha Kecil Menengah, hukum bisnis bertujuan agar dapat melindungi berbagai jenis usaha.
Pada keuangan dan sistem perbankan hukum bisnis bertujuan untuk memperbaiki sistemnya.
Untuk melindungi terhadap para pelaku ekonomi atau pebisnis
Untuk terwujudnya bisnis yang aman dan adil kepada semua pelaku bisnis.
Fungsi dari hukum bisnis adalah sebagai berikut:
Bisa sebagai sumber informasi yang bermanfaat untuk semua para pelaku bisnis.
Dapat memberikan pemaparan tentang hak dan kewajiban dalam praktik bisnis. Para palaku bisnis dapat mengetahui hak dan kewajibannya saat membantun sebuah usaha supaya usaha atau bisnis mereka tidak menyimpang dari aturan yang ada di dunia perbisnisan yang telah tertulis di undang-undang dan tidak ada yang dirugikan.
Mewujudkan suatu watak dan perilaku pelaku bisnis sehingga terwujud kegiatan dibidang bisnis.
Ruang lingkup hukum bisnis mencakup banyak hal diantaranya adalah:
Kontrak bisnis
Bentuk badan usaha (PT,Firma,CV)
Perusahaan go publik dan pasar modal
Kegiatan jual beli oleh perusahaan
Investasi atau penanaman modal
Likuidasi dan pailit
Merger, akuisisi dan konsolidasi
Pembiayaan dan perkreditan
Jaminan hutang
Surat-surat berharga
Ketenagakerjaan
Hak Kekayaan Intelektual Industri
Persaingan usaha tidak sehat dan larangan monopoli
Perlindungan terhadap konsumen
Distribusi dan agen
Perpajakan
Asuransi
Menyelesaikan sengketa bisnis
Bisnis Internasional
Hukum pengangkutan baik melalui darat, laut maupun udara
Perlindungan dan jaminan kepastian hukum bagi pengguna teknologi dan pemilik teknologi
Hukum perindustrian atau industri pengolahan
Hukum kegiatan perusahaan multinasional yang meliputi kegiatan eksport dan import
Hukum kegiatan pertambangan
Hukum perbankan dan surat-surat berharga
Hukum real estate, bangunan dan perumahan
Hukum perdagangan internasional atau perjanjian internasional
Hukum tindak pidana pencucian uang
Dasar dari terbentuknya hukum bisnis adalah sumber hukum bisnis yang meliputi:
Asas kontrak perjanjian antara pihak-pihak yang terkait dimana masing-masing pihak patuh terhadap aturan yang telah disepakati bersama.
Asas kebebasan kontrak dimana pelaku bisnis dapat membuat dan menentukan isi perjanjian yang mereka sepakati.
Menurut Perundang-Undangan sumber hukum bisnis meliputi:
Hukum Perdata (KUH Perdata)
Hukum Publik (pidana Ekonomi/KUH Pidana)
Hukum Dagang (KUH Dagang)
Peraturan perundang-undangan di luar KUH Perdata, KUH Pidana, ataupun KUH dagang.
Menurut Munir Fuady, sumber hukum bisnis meliputi: Perundang-undangan, perjanjian, traktat, yurisprudensi, kebiasaandan doktrin ahli hukum.
Sebelum membahas secara luas tentang hukum agraria dan asas-asas hukum agraria terlebih dahulu ada beberapa definisi tentang agraria itu sendiri. Adapun istilah agraria berasal dari bahasa Yunani yang berarti Ager artinya ladang atau tanah. Sedangkan menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) agraria erat hubungannya dengan urusan pertanian atau tanah pertanian dan juga urusan pemilikan tanah. Kemudian urusan agraria ini di atur oleh UU No. 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria yang memiliki dua jenis pengertian agraria, antara lain:
Pengertian agraria dalam pasal 1 ayat (2) UUPA meliputi bumi, air dan ruang angkasa: bumi meliputi permukaan bumi, tubuh bumi dibawahnya, dan yang berada di bawah air. Air meliputi perairan pedalaman maupun laut wilayah indonesia. ruang angkasa adalah ruang di atas bumi dan air.
Pengertian agraria secara sempit dapat kita temukan dalam pasal 4 ayat (1) UUPA yakni tanah.
Secara sempit agraria adalah sebuah hukum tanah yang hanya mengatur masalah pertanian, atau mengenai permukaan tanah dan kulit bumi saja. Kemudian secara luas, agraria adalah seluruh kaidah hukum baik yang tertulis ataupun tidak tertulis yang mengatur masalah bumi, air dalam batas-batas tertentu dan ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung didalam bumi. Kemudian berikut ini ada beberapa ahli hukum yang mengemukaakn pendapatnya mengenai hukum agraria, yaitu :
1. Mr. Boedi Harsono
Mengungkapkan jika hukum agraria adalah sebuah kaidah hukum yang mengatur mengenai bumi, air dalam batas tertentu juga ruang angkasa serta kekayaan alam yang terdapat di dalam bumi, baik dalam bentuk tertulis maupun tidak tertulis.
2. Drs. E. Utrecht SH
Menurutnya hukum agraria dikatakan sebagai hukum istimewa memungkinkan pejabat administrasi bertugas mengurus permasalahan tentang agraria untuk melakukan tugas mereka.
3. Bachsan Mustafa SH
Hukum agraria merupakan himpunan peraturan yang mengatur tentang bagaimana para pejabat pemerintah menjalankan tugas mereka dibidang keagrariaan.
4. Subekti
Hukum agraria adalah keseluruhan daripada ketentuan hukum, baik hukum perdata, maupun hukum tata negara maupun pula hukum tata usaha negara yang mengatur hubungan-hubungan antara orang dan badan hukum.
5. Sudargo Gautama
Hukum agraria memberikan lebih banyak keleluasaan untuk mencakup pula di dalamnya dalam berbagai hal yang mempunyai hubungan pula, namun tidak melulu hanya berhubungan dengan tanah.
6. Lemaire
Mengungkapkan hukum agraria yang mengandung bagian-bagian dari hukum privat di samping bagian-bagain dari hukum tata negara dan administrasi negara.
7. S.J Fockema Andreae
Menyatakan keseluruhan dari hukum agraria adalah mengenai tentang usaha dan tanah pertanian, tersebar dalam berbagai bidang hukum (hukum perdata dan hukum pemerintahan) yang disajikan sebagai kesatuan untuk keperluan studi tertentu.
8. Budi Harsono
Hukum agraria adalah keseluruhan dari ketentuan hukum, ada yang tertulis dan ada pula yang tidak tertulis, semua objek pengaturan yang sama, yakni tentang hak-hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga-lembaga hukum dan sebagai hubungan hukum konkret.
Berikut ini adalah beberapa asas-asas hukum agraria yang berlaku di indonesia, di antaranya:
Asas nasionalisme
Asas nasionalisme menyatakan hanya warga Negara Indonesia saja yang mempunyai hak milik atas tanah dan hubungan antara bumi dan ruang angkasa tanpa membedakan laki-laki atau perempauan baik warga negara asli ataupun keturunan.
Asas dikuasai oleh Negara
Asas dikuasai oleh Negara menyatakan bahwa bumi, air dan ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara.
Asas hukum adat yang disaneer
Asas hukum adat yang disaneer menyatakan bahwa hukum adat yang sudah bersih dari dari segi negatif dapat digunakan sebagai hukum agrarian.
Asas fungsi social
Asas fungsi social ini menyatakan bahwa penggunaan tanah tidak boleh bertentangan dengan norma kesusilaan dan keagamaan dan juga hak-hak orang lain serta kepentingan umum.
Asas kebangsaan atau (demokrasi)
Asas kebangsaan menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai hak milik tanah.
Asas non diskriminasi (tanpa pembedaan)
Asas non diskriminasi merupakan asas yang mendasari hukum agraria.
Asas gotong royong
Asas gotong royong menyatakan bahwa segala usaha bersama berdasarkan kepentingan bersama dalam rangka mewujudkan kepentingan nasional dalam bentuk gotong royong.
Asas unifikasi
Asas unifikasi merupakan sebuah hukum agraria disatukan menjadi satu UU yang berlaku bagi seluruh Warga Negara Indonesia.
Asas pemisahan horizontal (horizontale scheidings beginsel)
Asas pemisahan horizontal menyatakan adanya sebuah pemisahan hak kepemilikan antara pemilik tanah dengan benda dan bangunan yang ada di atasnya.
Hukum Administrasi Negara merupakan suatu perangkat aturan yang memungkinkan administrasi negara melaksanakan fungsinya, yang juga sebagai pelindung warga negara terhadap perbuatan tindak administrasi Negara dan sebagai pelindung administrasi Negara itu sendiri.
Berikut ini adalah definisi dari hukum administrasi negara menurut ahlinya.
1. De La Bascecoir Anan
Pengertian Hukum Administrasi Negara menurut De La Bascecoir Anan adalah himpunan peraturan tertentu yang menjadi sebab Negara berfungsi atau bereaksi dan peraturan itu mengatur hubungan antara warga Negara dengan pemerintah.
2. L. J Van Apeldoorn
Pengertian Hukum Administrasi Negara menurut L.J. Van Apeldoorn adalah keseluruhan aturan yang hendaknya diperhatikan oleh par apendukung kekuasaan penguasa yang diserahi tugas pemerintahan itu.
3. A. A. H. Strungken
Pengertian Hukum Administrasi Negara menurut A.A.H. Strungken adalah aturan-aturan yang menguasai tiap cabang kegiatan penguasa sendiri.
4. J. P. Hooykaas
Pengertian Hukum Administrasi Negara menurut J.P. Hooykaas adalah ketentuan mengenai campur tangan dan alat perlengkapan Negara dalam lingkungan swasta.
5. Sir. W. Ivor Jennings
Pengertian Hukum Administrasi Negara menurut Sir. W. Ivor Jennings adalah hukum yang berhubungan dengan Administrasi Negara, hukum ini menentukan organisasi kekuasaan dan tugas dari pejabat administrasi.
6. Logemann
Pengertian Hukum Administrasi Negara menurut Logemann adalah seperangkat dari norma yang menguji hubungan Hukum Istimewa yang diadakan untuk memungkinkan para pejabat administrasi Negara melakukan tugas mereka yang khusus.
7. J. H. P. Beltefroid
Pengertian Hukum Administrasi Negara menurut J.H.P. Beltefroid adalah keseluruhan aturan tentang cara bagaimana alat pemerintahan dan badan kenegaraan dan majelis pengadilan tata usaha hendak memenuhi tugasnya.
8. Oppen Hein
Pengertian Hukum Administrasi Negara menurut Oppen Hein adalah sebagai suatu gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan yang tinggi maupun rendah jika badan itu menggunakan wewenangnya yang telah diberikan kepadanya oleh Hukum Tata Negara.
9. R. Abdoel Djamali
Pengertian Hukum Administrasi Negara menurut R. Abdoel Djamali adalah petaruran hukum yang mengatur administrasi, yaitu hubungan antara warga negara dan pemerintahannya yang menjadi sebab hingga negara itu berfungsi.
10. Djokosutono
Pengertian Hukum Administrasi Negara menurut Djokosutono adalah hukum yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum antara jabatan-jabatan dalam negara dengan warga masyarakat.
Sumber dari hukum administrasi negara, umumnya yaitu:
Sumber Hukum Materiil
Merupkaan sumber hukum yang turut berperan dalam menetapkan isi kaidah hukum. Sumber hukum materiil ini bersumber dari peristiwa dalam pergaulan masyarakat dan kejadian tersebut bisa berpengaruh dan bahkan bisa menentukan sikap manusia.
Sumber Hukum Formil
Merupakan sumber hukum yang telah diberi bentuk tertentu. Supaya dapat diberlakukan di umum, suatu kaidah harus diberi bentuk menjadikan pemerintah bisa mempertahankannya.
Terdapat beberapa asas hukum administrasi negara, yakni:
Asas Yuridikitas (rechtmatingheid) merupakan bahwa masing masing perbuatan pejabat administrasi negara tidak boleh melanggara hukum (harus berdasarkan rasa keadilan dan kepatuhan).
Asas Legalitas (wetmatingheid), merupakan bahwa masing-masing perbuatan pejabat administrasi negara harus memiliki dasar hukumnya (ada peraturan dasar yang menjadi landasan. Terlebih, Indonesia merupakan negara hukum, sehingga asas legalitas adalah yang yang sangat penting dan utama dalam setiap tindakan pemerintah.
Asas Diskresi, merupkana kebebasan dari seorang pejabat administrasi negara dalam menetapkan keputusan dengan dasar pendapatnya sendiri namun tidak bertentangan dengan legalit.
Prajudi Atmosudirjo mengemukakan, ada enam ruang lingkup hukum administrasi negara, antara lain sebagai berikut:
Hukum mengenai dasar dan prinsiup umum dari administrasi negara.
Hukum mengenai kegiatan-kegiatan dari administrasi negara, utamanya yang sifatnya yuridis
Hukum mengenai organisasi negara
Hukum mengenai sarana-sarana dari administrasi negara, utamanya tentang kepegawaian negara dan keuangan negara.
Hukum administrasi pemerintah daerah dan wilayah, yang dibagi menjadi
-Hukum Administrasi Kepegawaian
-Hukum Adminstrasi Keuangan
-Hukum Adminstrasi Materiil
-Hukum Adminstrasi Perusahaan Negara
-Hukum tentang Peradilan Administrasi Negara
Hukum tata negara merupakan hukum yang meneliti sebuah masalah yang ada didalam negara tersebut. Meskipun ada beberapa bagian ilmu tentang pengetahuan yang membuat aturan didalam negara tersebut.
Tata Negara berarti sistem penataan negara yang berisi ketentuan mengenai struktur kenegaraan dan mengenai substansi norma kenegaraan. Dengan kata lain, Hukum Tata Negara merupakan cabang Ilmu Hukum yang membahas mengenai tata struktur kenegaraan, mekanisme hubungan antar struktur kenegaraan, serta mekanisme hubungan antara struktur negara dengan warga negara.
Istilah Hukum Tata Negara berasal dari bahasa Belanda Staatsrecht yang artinya adalah hukum Negara.Staats berarti negara-negara, sedangkan recht berarti hukum.Hukum negara dalam kepustakaan Indonesia diartikan menjadi Hukum Tata Negara.Mengenai definisi hukum tata negara masih terdapat perbedaan pendapat di antara ahli hukum tata negara. Perbedaan ini antara lain disebabkan oleh masing-masing ahli berpendapat bahwa apa yang mereka anggap penting akan menjadi titik berat perhatiannya dalam merumuskan pengertian dan pandangan hidup yang berbeda.
Hukum Tata Negara juga dapat dibedakan antara Hukum Tata Negara Umum dan Hukum Tata Negara Positif.Hukum Tata Negara Umum membahas asas- asas, prinsip-prinsip yang berlaku umum, sedangkan Hukum Tata Negara Positif hanya membahas hukum tata negara yang berlaku pada suatu tempat dan waktu tertentu. Misalnya, hukum tata negara Indonesia, Hukum Tata Negara Inggris, ataupun Hukum Tata Negara Amerika Serikat yang dewasa ini berlaku di masing-masing negara yang bersangkutan, adalah merupakan hukum tata negara positif.
Barulah setelah reformasi 1998 terjadi perkembangan yang dominan dalam studi Hukum Tata Negara.Lahirnya para ahli Hukum Tata Negara juga turut membantu perkembangan tersebut.Melalui amandemen pancasila akhirnya menghasilkan perubahan dan perombakan pada struktur / unsur kenegaraan. Terlahirnya lembaga-lembaga negara baru itu tak lain bermaksud mewujudkan Indonesia yang lebih baik dan demokratis
Menurut Cristian Van Vollenhoven
Hukum Tata Negara mengatur semua masyarakat hukum atasan dan masyarakat hukum bawahan menurut tingkatan-tingkatannya, yang masing-masing menentukan wilayah atau lingkungan rakyatnya sendiri-sendiri, dan menentukan badan-badan dalam lingkungan masyarakat hukum yang bersangkutan beserta fungsinya masing-masing, serta menentukan pula susunan dan wewenangnya dari badan-badan tersebut.
Menurut J. H. A. Logemann
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi negara.Negara adalah organisasi jabatan-jabatan.Jabatan merupakan pengertian yuridis dan fungsi, sedangkan fungsi merupakan pengertian yang bersifat sosiologis. Karena negara merupakan organisasi yang terdiri dari fungsi-fungsi dalam hubungannya satu dengan yang lain maupun dalam keseluruhannya, maka dalam pengertian yuridis, negara merupakan organisasi jabatan.
Menurut J. R. Stellinga
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur wewenang dan kewajiban alat-alat perlengkpan negara, mengatur hak dan kewajiban warga negara.
Menurut Kusumadi Pudjosewojo
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur bentuk negara dan bentuk pemerintahan, yang menunjukkan masyarakat hukum yang atasan maupun yang bawahan, beserta tingkatan-tingkatannya yang selanjutannya menegaskan wilayah dan lingkungan rakyat dari masyarakat-masyarakat hukum itu dan akhirnya menunjukkan alat-alat perlengkapan yang memegang kekuasaan dari masyarakat hukum itu, beserta susunan, wewenang, tingkatan imbangan dari dan antara alat perlengkapan negara itu.
Menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim
Hukum Tata Negara dapat dirumuskan sebagai sekumpulan peraturan hukum yang mengatur organisasi dari pada negara, hubungan antar alat perlengkapan negara dalam garis vertikal dan horizontal, serta kedudukan warga negara dan hak azasinya
Menurut Paul Scholten
Menurut Paul Scholten, Hukum Tata Negara itu tidak lain adalah het recht dat regelt de staatsorganisatie, atau hukum yang mengatur tata organisasi negara. Dengan rumusan demikian, Scholten hanya menekankan perbedaan antara organisasi negara dari organisasi non-organisasi, seperti gereja dan lain-lain.
Menurut Van der Pot
Hukum Tata Negara merupakan aturan dari yang menentukan berat badan yang diperlukan, kewenangan masing-masing lembaga, hubungan antar lembaga dengan satu sama lain, dan hubungan antara tubuh individu dalam suatu Negara.
Menurut Van Vollen Hoven
Hukum Konstitusi adalah hukum yang mengatur semua masyarakat hukum Pemimpin dan bawahan Menurut masyarakat hukum dan tingkat individu masyarakat yang menentukan area subyek lembaga hukum dan lingkungan dan Tentukan berkuasa Ulasan fungsi mereka dalam komunitas hukum, serta menentukan komposisi dan kekuatan tubuh Ulasan ini.
Menurut Logemann
Hukum konstitusi adalah hukum yang mengatur organisasi masyarakat Negara. menurut Organisasi Prof.Logemann yang bertujuan untuk Mengatur Mengatur kekuasaan dan masyarakat.
Menurut Mac Iver
Menurut Mac Iver Negara sebagai orgaization politik, harus dibedakan dari “masyarakat” adalah organisasi politik .Negara dalam masyarakat, tapi itu bukan bentuk organisasi di masyarakat bahwa barang-barang masyarakat.Negara, yaitu organisatie-gantungan.
Menurut Prof. Kusumadi Pudjosewojo, S.H.
Dalam Pelajaran bukunya hukum Pedoman Perencanaan Indonesia menyatakan bahwa: “Hukum Konstitusi adalah hukum yang mengatur negara (kesatuan atau federal), dan bentuk pemerintahan (Monarki atau revublik), yang yang menunjukkan bahwa Pemimpin komunitas hukum dan bawahan, bersama-sama dengan tingkatan- tingkatan (hierarchie), yang yang selanjutnya menegaskan wilayah lingkungan dan orang-orang dari masyarakat dan akhirnya menunjukkan hukumitu Akhirnya paerlenglkapan dari masyarakat hukum itu sendiri.
Menurut Vollenhoven
Hukum konstitusional membahas Pemimpin dan bawahan masyarakat hukum serta hubungan masyarakat hukum sesuai dengan hirarki dan hak-hak dan kewajiban masing-masing, dan masing-masing daerah menentukan dari publik, itu menunjukkan negara dalam keadaan statis.
Menurut Wade dan Phillips
Dalam bukunya berjudul “hukum KONSTITUSI” yang diterbitkan pada tahun 1936. Hukum Konstitusi adalah hukum yang mengatur negara peralatan ilmiah, tugas dan hubungan antara negara lampiran.
Menurut Van der pot
Hukum tata negara ialah peraturan-peraturan yang menentukan badan-badan yang di perlukan serta wewenangnya masing-masing, hubungannya satu dengan yang lain dan hubungannya dengan individu-individu, definisi ini menyinggung tentang warga negara negara yang bersifat dinamis.
Menurut Scholten
Aturan hukum konstitusional yang memerlukan Tentukan lembaga dan otoritas masing-masing, terkait satu sama lain dan individu, definisi dinamis ini menyebutkan warga.
Menurut Austin
Mengatakan bahwa UU Konstitusi menentukan – orang tertentu atau kelompok – kelompok yang memegang kekuasaan tertentudari istimewatertentu masyarakat (Souvereign listrik) di negara itu.
Menurut Apeldorn
Hukum konstitusi adalah Ulasan mereka yang memegang jabatan publik dan batas-batas kekuasaannya.
hukum konstitusional diistilahkan dalam hukum negara dalam arti sempit adalah untuk membedakan hukum negara dalam arti luas, yang yang mencakup hukum administrasi negara dan hukum konstitusi itu sendiri.
Menurut Maurice du verger
Hukum konstitusi hukum merupakan cabang dari hukum publik yang mengatur organisasi dan fungsi lembaga-lembaga politik.
Menurut Kusumadi pudjosewojo
Hukum konstitusi merukan hukum yang mengatur bentuk negara (kesatuan atau federal), dan bentuk pemerintahan (Monarki / republik) yang menunjukkan masyarakat hukum baik Pemimpin dan bawahan serta tingkat (hierarchie) yang yang selanjutnya menegaskan lingkungan daerah dan orang-orang dari masyarakat hukum dan akhirnya menunjukkan peralatan ilmiah (yang memegang kekuasaan penguasa) dari masyarakat hukum dan komposisi (terdiri dari satu atau beberapa orang), tingkat wewenang dan menggambar alat negara.
Menurut Vanvollen Hoven
Hukum Tata Negara adalah masyarakat hukum untuk Mengatur semua Pemimpin dan bawahan Menurut masyarakat hukum dan tingkat masing-masing mata pelajaran yang Menentukan daerah lingkungan dan akhirnya Tentukan lembaga dan fungsinya masing-masing yang berkuasa dalam masyarakat hukum ada dan Menentukan komposisi dan kewenangan berat.
Menurut Vanderpot
Hukum konstitusi adalah tubuh aturan yang Menentukan Diperlukan dan kewenangan masing-masing, hubungan dengan satu sama lain dan hubungan mereka dengan individu.
Menurut Prof. Mr. Ph Kleintjets
Hukum Konstitusi terdiri dari norma-norma norma hukum mengenai prosedur (Inrichting Hindia), keadaan peralatan listrik (Demet Overheadsgezag), otoritas pemerintah (Bevoegdheden) dan perhubungan kekuasaan (Onderlinge Machtsverhouding) antara peralatan ilmiah.
Menurut Menurut Prof. ANHOCIEZT
Hukum konstitusi adalah hukum yang pemerinatahan Pejabat peraturan yang memiliki otoritas dan kekuasaan, batas-batas sendiri untuk Mengatur negara Menyediakan alat (yang mengatur semua aspek kehidupan individu yang yang terdiri dari sejumlah Negara).
Menurut J.H.A Logemann
Hukum konstitusi adalah hukum yang mengatur organisasi negara. Untuk Logemann, kantor pemahaman Yuridis fungsi, sedangkan fungsi rasa sosiologis. Oleh karena itu, negara merupakan organisasi yang terdiri dari fungsi dalam hubungannya satu sama lain dan secara keseluruhan dalam arti pengadilan atau lembaga negara adalah sebuah organisasi yang menyebut ambtenorganisatie.
Menurut Van Vollenhoven
Hukum Konstitusi Hukum Konstitusi yang mengatur semua masyarakat Atasan dan bawahan hukum sesuai dengan masyarakat hukum dan tingkat masing-masing masyarakat yang mendefinisikan wilayah tersebut. dan akhirnya Tentukan lembaga dan fungsinya masing-masing yang berkuasa dalam masyarakat hukum serta Tentukan sususnan dan wewenang badan Ulasan ini.
Menurut Scholten
Hukum konstitusi adalah hukum yang mengatur organisasi negara. Kesimpulannya, bahwa organisasi negara telah tertutup bagaimana posisi organ di negara, hubungan, hak dan kewajiban, serta tugasnya masing-masing.
Menurut Van der Pot
Hukum konstitusi adalah aturan yang menentukan lembaga dan otoritas Diperlukan masing-masing, terkait satu sama lain dan hubungan dengan individu lain.
Menurut Apeldoorn
Hukum Tata Negara dalam arti sempit istilah ini Identik dengan hukum konstitusional dalam arti sempit, adalah untuk membedakan hukum negara dalam arti luas, yang termasuk hukum konstitusi dan administrasi hukum itu sendiri.
Menurut Paton George Whitecross
Hukum konstitusi adalah hukum yang mengatur keadaan peralatan ilmiah, tugas, wewenang dan hubungan antara negara lampiran. Dalam bukunya “yurisprudensi” yang mendefinisikan yang konstitusional fungctions bagian hukum menawarkan bagian dengan pertanyaan hukum di sekitar distribusi kekuasaan dan organ negara.
Menurut J. Maurice Duverger
Hukum Tata Negara adalah salah satu cabang dari hukum privat yang mengatur organisasi dan berfungsi politik lembaga nagara.
Menurut R. Kranenburg
Hukum Tata Negara meliputi komposisi hukum yang terkandung dalam hukum konstitusi negara.
Menurut Utrecht
Hukum Tata Negara mempelajari kewajiban sosial Pejabat negara dan kekuasaan.
Menurut Kusumadi Pudjosewojo
Hukum konstitusi adalah hukum yang mengatur bentuk negara (kesatuan atau federal), dan bentuk pemerintahan (Monarki atau republik), yang mana Menunjukkan Pemimpin hukum publik maupunyang bawahan, dan tingkat (hierarchie), yang yang selanjutnya memvalidasi lingkungan setempat dan orang-orang dari masyarakat hukum nasional dan akhirnya masyarakat yang menunjukkan pas (yang memegang kekuasaan penguasa) dari masyarakat hukum, dan komposisi (terdiri dari satu atau beberapa orang), tingkat kewenangan, dan antara alat kelengkapan menarik.
Menurut J.R. Stellinga
Hukum konstitusi adalah hukum yang mengatur wewenang dan keadaan peralatan ilmiah tugas-keawajiban, mengatur hak dan kewajiban warga negara.
Menurut L.J. Apeldorn
Negara dalam arti Penguasa, yaitu mereka yang memegang kekuasaan dalam persekutuan orang-orang yang mendiami daerah.
Menurut A.V.dicey
Dalam bukunya “Pengantar studi consrtitution hukum”, tidak pasti untuk mengatakan:
“Sebagai istilah yang digunakan di Inggris, Muncul untuk menutupi semua aturan langsung atau tidak langsung mempengaruhi distribusi atau pelaksanaan kekuasaan inthe negara Souvereign”
Hukum Tata Negara adalah semua hukum (secara tertulis kepada “semua aturan”) yang terletak pada pembagian kekuasaan di negara itu dan implementasi yang tertinggi di negara ini.
Menurut Logemann
Dalam bukunya “Lebih saatsrecht een van de teori” dan “Het Staatsrecht van Indonesia”, Logemann mengatakan: Hukum konstitusi adalah hukum yang yang mengatur organisasi negara.
Posisikan pemahaman Yuridis fungsi
Fungsi ini pengertin sosiologis. Karena Negar adalah organisasi yang terdiri dari fungsi dan hubungan mereka dengan Yuridis satu lain.Secara, maka negara adalah posisi organisasi.
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hukum tata negara adalah hukum yang mengatur organisasi negara, hubungan alat perlengkapan negara, susunan dan wewenang serta hak dan kewajiban warga negara
Undang-Undang Dasar 1945
UUD 1945 sebagai sumber hukum, yang merupakan hukum dasar tertulis yang mengatur masalah kenegaraan dan merupakan dasar ketentuanketentuan lainnya.
Ketetapan MPR
Dalam Pasal 3 UUD 1945 ditentukan bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan Garis-Garis Besar Haluan Negara. Dengan istilah menetapkan tersebut maka orang berkesimpulan, bahwa produk hukum yang dibentuk oleh MPR disebut Ketetapan MPR.
UU/peraturan pemerintah pengganti UU mengandung dua pengertian, yaitu :
a. Undang-undang dalam arti materiel yaitu peraturan yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
b. Undang-undang dalam arti formal yaitu keputusan tertulis yang dibentuk dalam arti formal sebagai sumber hukum dapat dilihat pada Pasal 5 ayat (1) dan pasal 20 ayat (1) UUD 1945.
Peraturan Pemerintah
Untuk melaksanakan undang-undang yang dibentuk oleh Presiden dengan DPR, oleh UUD 1945 kepada presiden diberikan kewenangan untuk menetapkan Peraturan Pemerintah guna melaksanakan undang-undang sebagaimana mestinya. Dalam hal ini berarti tidak mungkin bagi presiden menetapkan Peraturan Pemerintah sebelum ada undang-undangnya, sebaliknya suatu undang-undang tidak berlaku efektif tanpa adanya Peraturan Pemerintah.
Keputusan Presiden
UUD 1945 menentukan Keputusan Presiden sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan. Bentuk peraturan ini baru dikenal tahun 1959 berdasarkan surat presiden no. 2262/HK/1959 yang ditujukan pada DPR, yakni sebagai peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Presiden untuk melaksanakan Penetapan Presiden. Kemudian melalui Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, Keputusan Presiden resmi ditetapkan sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan menurut UUD 1945. Keputusan Presiden berisi keputusan yang bersifat khusus (einmalig) adalah untuk melaksanakan UUD 1945, Ketetapan MPR yang memuat garis-garis besar dalam bidang eksekutif dan Peraturan Pemerintah.
Peraturan pelaksana lainnya
Yang dimaksud dengan peraturan pelaksana lainnya adalah seperti Peraturan Menteri, Instruksi Menteri dan lain-lainnya yang harus dengan tegas berdasarkan dan bersumber pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Convention (Konvensi Ketatanegaraan)
Konvensi Ketatanegaraan adalah perbuatan kehidupan ketatanegaraan yang dilakukan berulang-ulang sehingga ia diterima dan ditaati dalam praktek ketatanegaraan. Konvensi Ketatanegaraan mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan undang-undang, karena diterima dan dijalankan, bahkan sering kebiasaan (konvensi) ketatanegaraan menggeser peraturan-peraturan hukum yang tertulis.
Asas hukum tatanegara Indonesia adalah Prinsip-prinsip Dasar yang Harus Dipatuhi dan Dilaksanakan dalam Pengaturan Ketatanegaraan Indonesia, yang Dituangkan dalam Produk- produk Hukum Ketatanegaraan. Jadi, asas hukum tatanegara indonesia terdapat dalam UUD 1945.
UUD 1945 Merupakan Sumber Formal Hukum Tata Negara Indonesia. Karenanya dalam UUD 1945 Termuat Prinsip-prinsip Dasar atau Asas-asas Mengenai Ketatanegaraan Indonesia. Beberapa asas hukum tatanegara indonesia dalam UUD 1945, antara lain:
Asas Pancasila,
Asas Negara Hukum,
Asas Kekeluargaan,
Asas Kedaulatan Rakyat (Demokrasi),
Asas Negara Kesatuan,
Asas Pembagian Kekuasaan dan Check and Balances.
Untuk kali ini hanya akan di jelaskan asas Pancasila, asas Negara Hukum, dan asas Kekeluargaan. Berikut penjelasannya.
Asas Pancasila
1. Asas Ketuhanan Yang Maha Esa,
Asas-asas hukum tata negara Indonesia yang mencerminkan asas Ketuhanan yang Maha Esa adalah sebagai berikut:
Dimuat dalam Pembukaan Alinea IV dan Pasal 29 UUD 1945.
Negara Dapat Mengatur Masalah-masalah Agama Bagi Rakyatnya.
Bidang Eksekutif – Adanya Departemen Agama.
Bidang Legislatif – UU. No. 1 Tahun 1974 : Perkawinan dan UU. 7 Tahun 1989 : Peradilan Agama.
Bidang Yudikatif – Prinsip Keadilan Berdasarkan Ketuhanan YME dalam UU. No. 4 Tahun 2004 : Kekuasaan Kehakiman.
2. Asas Kemanusiaan,
Asas-asas hukum tata negara Indonesia yang mencerminkan asas Kemanusiaan adalah sebagai berikut:
Dimuat dalam Pembukaan Alinea IVdan Pasal 27, 28, 28 A-J dan 34 UUD 1945.
Negara Berkewjiban Menangani Permasalahan Kemanusiaan.
Bidang Legislatif – Tap MPR No. VII/1998 dan UU. No. 39 Tahun 1999 : Keduanya Mengenai HAM, serta UU. 7 Tahun 2000 : Peradilan HAM.
Bidang Eksekutif – Departemen atau Lembaga Pemerintah yang Menangani Bidang Kemanusiaan, Misal: Depkum & HAM, Dep. Kesehatan, Depnaker, Menko Kesra dll.
3. Asas Kebangsaan atau Persatuan (asas negara kesatuan),
Asas-asas hukum tata negara Indonesia yang mencerminkan asas Kebangsaan atau Persatuan (asas negara kesatuan) adalah sebagai berikut:
Dimuat dalam Pembukaan Alinea IV dan Pasal 33, 35, 36, dan 36 A, B, dan CUUD 1945.
Sebagai Negara Merdeka dan Berdaulat, Indonesia Bebas Menentukan Keinginan dan Nasibnya Sendiri, Utamnya Urusan Dalam Negeri.
Bidang Eksekutif – Dibentuk Pemerintahan Sendiri.
Bidang Legislatif – UU. No. 12 Tahun 2006 Mengenai Kewarganegaraan.
4. Asas Kedaulatan Rakyat (Asas Demokrasi),
Asas-asas hukum tata negara Indonesia yang mencerminkan asas Kedaulatan Rakyat ( Asas Demokrasi) adalah sebagai berikut:
Dimuat dalam Pembukaan Alinea IV dan Pasal 1 ayat 2, 6A ayat 1, 22E, dan 28 UUD 1945.
Rakyat Diakui dan Dijamin Kedaulatannya untuk Berpartisipasi dalam Kehidupan Bernegara.
Tindakan dan Kebij akan Pemerintah Harus Berdasarkan Kemauan dan Dapat Dipertanggungjawabkan Kepada Rakyat Melalui Wakilnya.
Bidang Legislatif – Anggota MPR, DPR, DPD dan DPRD Dipilih danMewakili Rakyat.
Bidang Eksekutif – Presiden, Gubernur, Bupati dan Wali Kota Dipilih oleh Rakyat.
Bidang Yudikatif – Hakim Agung dan Anggota Komisi
Yudisial Harus MendapatPersetujuan DPR, 3 Anggota Mahkamah Konstitusi Diajukan Oleh DPR.
5. Asas Keadilan Sosial
Asas-asas hukum tata negara Indonesia yang mencerminkan asas Keadilan Sosial adalah sebagai berikut:
Terkait Erat dengan Asas Kemanusiaan.
Dimuat dalam Pembukaan Alinea IV dan Pasal 27, 28, 28 A-J, 31, 33, dan 34 UUD 1945.
Negara Berkewajiban Menangani, Memelihara, dan Merealisasi Keadilan Sosial.
Bidang Eksekutif – Departemen atau Lembaga Pemerintah yang Menangani Keadilan Sosial >> Depkes, Depnaker, Depdiknas, Menko Kesra, dll.
Bidang Yudikatif – Setiap Keputusan Hakim Harus Berdasarkan Keadilan Sosial.
Bidang Legislatif – UU. No. 7 Tahun 1984 : Penghapusan Diskrimanasi Wanita, UU. No. 4 Tahun 1979 : Kesejahteraan Anak, dan UU. No. 23 Tahun 2004 : Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Asas Negara Hukum
Indonesia Negara Hukum Secara Tersirat/TidakLangsung Dinyatakan pada:
-Pemb. UUD 1945; Alinea I : “Pri Keadilan”, Alinea II: “Adil” , Alinea IV “Keadilan Sosial”.
-Pasal-Pasal UUD 1945; Pasal 4 Ayat 1: Presiden Memegang Kekuasaan Berdasarkan UU, Pasal 9 : Presiden dan Wakil Presiden akan Menjalankan UU dan Peraturan, Pasal 27 Ayat 1 : Kesamaan dalam Bidang Hukum/Supremasi Hukum, dan Pasal 28 D Ayat 1 : Kepastian Hukum.
Pernyataan Indonesia sebagai Negara Hukum Secara Tersurat/Langsung Dimuat padaPasal 1 Ayat 3 UUD 1945: Indonesia adalah Negara Hukum.
Indonesia adalah Negara yang Berdiri di Atas Hukum, Menjamin Terlaksananya Hukum & Adanya Kesamaan Bidang Hukum.
Bidang Eksekutif – Adanya Depkum & HAM, Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan ,dll.
Bidang Yudikatif – Adanya Mahkamah Agung & Mahkamah Konstitusi.
Biadang Legislatif – Keberadaan Lembaga & Proses Penempatan Anggota LegislatifBerdasarkan Ketentuan Hukum.
Asas Kekeluargaan
Dimuat dalam Pasal 33 Ayat 1 UUD 1945.
Bersumber dari Budaya Bangsa Indonesia – Misal : Peneyelesaian denganMusyawarah.
Karakteri stik Kekeluargaan:
a. Tanggung Jawab (Orang Tua – Anak, Pemimpin – yang Dipimpin ).
b. Cinta Kasih Terhadap Sesama Anggota Keluarga.
c. Saling Menghormati,
d. Saling Melindungi,
e. Ada Toleransi,
g. Tidak Ada Paksaan.
Bidang Eksekutif – Melindungi & Mengayomi Rakyat.
Bidang Yudikatif – Hakim Menentukan Putusan dengan Musyawarah.
Bidang Legislatif – MPR, DPR, DPD, & DPRD Mengambil Keputusan dengan Musyawarah.
Deskripsi Kasus
Kasus Pemberian Grasi kepada Corby: SBY Melanggar Hukum dan Konstitusi?
Schapelle Corby adalah warga Negara Australia. Ia ditangkap membawa ganja seberat 4 Kg di Bandar udara Ngurah Rai, Bali, pada Oktober 2004. Karena perbuatannya itu, Pengadilan Negeri Denpasar mengganjar Corby 20 tahun penjara karena terbukti menyelundupkan ganja dari Australia. Corby kini mendekam di Lembaga Permasyarakatan Kerobokan Bali.
Setelah menjalani masa hukuman kurang lebih 7 tahun, Pemerintah Indonesia memberikan Grasi atau pengampunan hukuman kepada Schapelle Corby sebanyak lima tahun penjara. Pengajuan Grasi oleh pihak pengacara Corby tersebut dilakukan karena yang bersangkutan dinyatakan mengalami gangguan jiwa oleh dua dokter berbeda namun demikian, alasan pemberian grasi oleh Presiden justru berbeda dengan apa yang disampaikan oleh pihak Corby. Menurut Staf khusus Presiden bidang Hubungan Internasional Teuku Faizasyah, pemberian grasi kepada terpidana kasus narkotika Schapelle L. Corby dilakukan dalam rangka hubungan diplomatik. Dalam kaitan ini, pemerintah berharap adanya asas respirokal dari pihak Australia. Dan pertimbangan lainnya adalah aspek kemanusiaan.
Pemberian grasi kepada Corby tidak secara serta merta mendapatkan jaminan adanya balas jasa dari pemerintah Australia, terutama terhadap warga negara Indonesia yang tersangkut kasus hukum di Australia. Terkait dengan pemberian grasi tersebut, sejatinya dapat diduga bahwa sebenarnya pemberian grasi kepada terpidana narkotika Schapelle Corby di Bali dinilai tidak terlepas dari tekanan diplomasi dari pemerintah Australia. Tindakan itu menggambarkan, bagaimana pemerintah Australia begitu perhatian terhadap warga negaranya.
Walaupun Corby jelas terlibat kasus Mariyuana dan merupakan jaringan Narkotika internasional. Tapi pemerintah Australia sama sekali tidak malu melindungi warganegara. Hal tersebut menunjukkan bahwa perlindungan pemerintah Australia kepada Corby tidak melihat latar belakang persoalan kasus hukumnya. Hal ini sungguh berbeda dengan pemerintah Indonesia yang selalu terlebih dahulu melihat persoalan kasusnya dan malah terkadang membiarkannya.
Bentuk intervensi pihak asing (dalam hal ini Australia) menggambarkan bahwa Indonesia sama sekali lemah, bahkan tidak berdaulat secara hukum maupun politik. Apalagi jika dikaitkan dengan kebijakan pemerintah dalam hal penegakan hukum. Pemerintah padahal telah berkomitment bahwa perkara narkotika adalah termasuk sebagai salah satu perkara yang diketatkan untuk diberikan remisi. Dua perkara lainnya adalah soal teroris dan korupsi. Pemberian Grasi kepada Corby dalam konteks ini jelas menggambarkan bahwa Presiden telah melanggar komitmentnya sendiri terhadap masalah penegakan hukum. Bahkan diduga Presiden SBY telah melanggar hukum terkait pemberian Grasi atau pengampunan kepada Schapelle Leigh Corby.
Secara Yuridis Pemberian Grasi oleh Presiden bertentangan dengan kebijakan pengetatan atau moratorium pemberian remisi kepada napi korupsi, narkotika, terorisme dan kejahatan transnasional sebagaimana diatur PP Nomor 28/2006.
Pemberian Grasi ini juga dianggap sebagai bukan langkah yang bijaksana dari seorang presiden dalam hal pemberantasan narkotika di Indonesia. Bahkan dalam sejarah di Indonesia, pemberian grasi ini merupakan kali pertama seorang presiden memberikan grasi untuk narapidana narkotika. Jika alasannya faktor kemanusiaan, padahal selama lima tahun Corby telah mendapatkan sejumlah remisi dari pemerintah Indonesia karena dianggap berkelakuan baik selama berada dalam lembaga permasyarakatan. Dalam konteks pertimbangan masalah kemanusiaan itulah yang tidak tepat atau tidak sesuai sebagai salah satu dasar pemberian Grasi seperti yang dikemukakan oleh staf khusus Presiden.
Diduga, kecaman publik terhadap pemberian grasi oleh Presiden SBY kepada narapidana narkotika internasional ini akan secara massif diopinikan oleh berbagai kalangan, termasuk dalam hal ini sejumlah tokoh seperti ahli hukum tata negara prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra telah memberikan rilisnya kepada publik tentang dugaan pelanggaran hukum presiden SBY tersebut.
Sementara politisi Senayan, dalam hal ini anggota komisi III, Ahmad Yani, juga sepakat bahwa pemberian Grasi tersebut perlu dipertanyakan. Karena proses pemberian grasi tentunya melalui mekanisme pertimbangan hukum Mahkamah Agung. Kuat dugaan, menurut Ahmad Yani, Presiden SBY tidak melakukan proses pertimbangan hukum tersebut kepada MA. Sebab jika ditelaah, pemberian Grasi jika diletakkan dalam pertimbangan hukum, sebenarnya sudah jelas terkait dengan konstruksi peraturan presiden tentang komitmentnya terhadap kasus-kasus hukum yang merusak harkat dan martabat bangsa, yakni, kasus tindak pidana terorisme, Korupsi dan Narkotika seperti yang tertuang dalam PP Nomor 28/2006.
Persoalan ini juga akan meluas dan akan menjadi kompleks, mengingat kebijakan pemberian Grasi sudah terlanjur dikeluarkan oleh Presiden. sementara, kuat dugaan, resistensi publik terhadap kebijakan pemberian Grasi ini akan memberikan tekanan politik baru kepada Presiden SBY.
Tekanan tersebut akan datang dari para praktisi dan pengamat hukum serta aktivis atau pegiat anti Narkoba. Dalam konteks ini opinion leader sudah dikemukakan oleh oleh pakar hukum tata negara Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra terkait ketidaksetujuannya terhadap pemberian grasi tersebut. Dan dari politisi Senayan, opinion leader sudah dikemukakan oleh komisi III melalui Ahmad Yani. Sementara disisi lain, pemerintah Australia akan terus melakukan diplomasi dan menekan presiden SBY untuk konsisten dengan sikapnya yang sudah memberikan grasi tersebut.
Langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan grasi kepada terpidana narkotika yang dikenal sebagai kasus “Bali Nine”, Schapelle Leigh Corby hingga kini masih menimbulkan perdebatan. Tak sedikit pihak menilai bahwa pemberian grasi terhadap terpidana narkotika sebagai langkah yang tidak bijak dalam upaya pemberantasan narkotika.
Alhasil, kebijakan itu menuai gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Jakarta (PTUN) yang diwakili Tim Kuasa Hukum Gerakan Nasional Anti Narkotika (Granat). Salah satunya, Yusril Ihza Mahendra.
Spesifik, Granat mendaftarkan gugatan atas Keppres No. 22/G Tahun 2012 tentang Pemberian Grasi kepada Corby ke PTUN Jakarta, Kamis (7/6) kemarin. Selain itu, Granat menggugat Keppres No. 23/G Tahun 2012 tentang Pemberian Grasi kepada Peter Achim Franz Grobmaan (warga negara Jerman) yang diterbitkan bersamaaan dengan Keppres Grasi Corby, tepatnya tanggal 15 Mei 2012. Sebagaimana diketahui, sebelum memberikan grasi korting hukuman menjadi 15 tahun dari 20 tahun penjara, presiden terlebih dahulu meminta pertimbangan dari Mahkamah Agung (MA). Hal inidiatur dalam Pasal 14 ayat (1) UUD 1945 yang merumuskan “Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.”
Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur mengakui bahwa sebelum presiden memberikan grasi kepada Corby, presiden telah meminta pendapat MA. Hal ini memang telah diatur dalam UU Grasi dan UUD 1945.
Namun, apa yang disampaikan MA hanya sebatas pendapat yang sifatnya tidak mengikat. Selanjutnya, terserah presiden untuk memutuskan. “Tetapi, pendapat MA itu tidak mengikat, selanjutnya itu terserah presiden mau mengikuti atau tidak,” kata Ridwan saat dihubungi hukumonline, Sabtu (09/6). Ia mengungkapkan alasan atau pendapat MA memberikan grasi kepada Corby demi alasan kemanusiaan. Karena itu, yang bersangkutan dikurangi hukumannya menjadi 15 tahun dari seharusnya 20 tahun. “Alasan kita sih singkat saja karena pendapat MA ini tidak mutlak harus diikuti presiden, tetapi memang pertimbangan kita harus ada yang waktu itu dilakukan oleh ketua kamar pidana khusus MA,” katanya.
Pertimbangan lainnya, berdasarkan laporan dari Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham bahwa Corby sering sakit-sakitan selama berada dalam rumah tahanan (rutan). “Laporan dari Kemenkumham yang bersangkutan sering sakit-sakitan selama dalam rutan,” ungkapnya.
Terkait pendapat MA soal grasi, tegas Ridwan, pendapat MA biasanya hanya singkat-singkat saja. Menurutnya, pertimbangan pemberian grasi yang lebih luas berada di tangan presiden. “Biasanya dalam hal pendapat pemberian grasi itu singkat saja, lebih banyak pertimbangan presiden yang digunakan,” tegasnya. Untuk diketahui, dengan diberikan grasi lima tahun kepada Corby lewat Keppres No. 22/G Tahun 2012 tanggal 15 Mei 2012, hukuman Corby berkurang dari 20 tahun penjara menjadi 15 tahun penjara. Corby menjadi terpidana di Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan, Bali sejak tanggal 9 Oktober 2004.
Warga negara Australia ini pernah mendapat remisi sejak tahun 2006 sampai 2011. Total remisi yang diperoleh Corby hingga tanggal 15 Mei 2012 adalah 25 bulan. Akan tetapi, tahun 2007 Corby tercatat tidak mendapat remisi karena melakukan pelanggaran membawa handphone. Dengan demikian, apabila menggunakan rumusan baku yakni dua per tiga menjalani masa hukuman, kemungkinan Corby akan mendapatkan pembebasan bersyarat (PB) pada tanggal 3 September 2012. Dengan catatan, memenuhi syarat administratif dan kualitatif yaitu tidak pernah melakukan pelanggaran, berkelakuan baik, menaati program pembinaan, dan sebagainya.
Analisis kasus
Grasi merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh Presiden sebagaimana disebutkan dalam Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945(“UUD 1945”):“Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.”
Pemberian grasi merupakan kewenangan Presiden yang diberikan oleh UUD 1945. Pengaturan grasi selanjutnya diatur dengan UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi (“UU 22/2002”) sebagaimana telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas UU No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi (“UU 5/2010”).
Definisi grasi diatur dalam Pasal 1 angka 1 UU 22/2002 yaitu, grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden. Jika melihat pengertian grasi, maka dapat diketahui bahwa bentuk pemberian grasi dari Presiden dapat berupa (lihat pula Pasal 4 ayat [2] UU 22/2002):
peringanan atau perubahan jenis pidana;
pengurangan jumlah pidana; atau
penghapusan pelaksanaan pidana.
Terpidana hanya dapat mengajukan permohonan grasi 1 (satu) kali terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang berupa:
pidana mati,
pidana seumur hidup, atau
pidana penjara paling rendah 2 tahun (lihat Pasal 2 UU 5/2010).
Jangka waktu untuk mengajukan permohonan grasi adalah 1 (satu) tahun sejak memperoleh kekuatan hukum tetap (lihat Pasal 7 UU 5/2010). Kemudian, yang dimaksud dengan istilah “putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap” diartikan sebagai (penjelasan Pasal 2 ayat [1] UU 5/2010):
putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding atau kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana;
putusan pengadilan tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana; atau
putusan kasasi.
Permohonan grasi diajukan oleh terpidana, kuasa hukumnya, atau keluarganya dengan persetujuan terpidana, kepada Presiden, dan khusus permohonan grasi untuk pidana mati dapat diajukan oleh keluarga terpidana tanpa persetujuan terpidana (Pasal 6 UU 22/2002).
Salinan permohonan grasi (yang diajukan kepada Presiden) disampaikan juga kepada pengadilan yang memutus pada tingkat pertama untuk diteruskan kepada Mahkamah Agung (Pasal 8 ayat [2] UU 22/2002).Presiden memberikan keputusan berupa pemberian atau penolakan grasi melalui Keputusan Presiden terhadap permohonan grasi, setelah memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (Pasal 11 ayat [1] dan [2] UU 22/2002).
Menkumham Amir Syamsuddin sebelumnya menjelaskan, pengurangan hukuman bagi sang ratu mariyuana tak bisa dimungkiri merupakan bagian program diplomasi hukum antara Indonesia dan Australia. Dalam catatan sejarah, itulah grasi pertama yang diberikan presiden terhadap bandar narkotika internasional yang telah dibekuk di Bandara Ngurah Rai, Bali.
Pemberian grasi oleh Presiden SBY terhadap Corby tersebut patut diperbincangkan lebih dalam dari berbagai aspek. Baik hukum, sosiologis, maupun filosofis. Dari aspek hukum, grasi termasuk di dalamnya ialah amnesti dan abolisi merupakan hak prerogatif presiden terkait dengan kekuasaan bidang yudikatif sebagaimana jelas tertuang dalam Pasal 14 UUD 1945 pasca amandemen.
Selanjutnya, pada Pasal 1 UU Nomor 3 Tahun 1950 tentang Permohonan Grasi yang dibentuk dengan konstitusi Republik Indonesia Serikat dikatakan bahwa atas hukuman yang dijatuhkan pengadilan baik sipil maupun militer yang tidak bisa diubah lagi, orang yang di hukum dapat mengajukan grasi kepada presiden. Sesuai dengan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, UU No. 3/1950 tersebut kini telah diubah dengan UU No. 22/2002 tentang Grasi yang juga telah menjelaskan grasi didefinisikan sebagai pengampunan berupa pembatalan, peringanan, pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan presiden.
Dengan menunjuk ketentuan tentang grasi baik yang ada dalam UUD 1945 maupun dua UU tersebut, tidak dapat dimungkiri secara legal formal presiden dapat dikatakan sah secara konstitusional dalam sistem peradilan di Indonesia dalam memberikan grasi kepada Corby tersebut. Hal itu disebabkan UUD telah memberikan hak prerogatif kepada presiden. Dari kacamata sosiologis tentunya grasi tersebut bisa dan dapat diperdebatkan secara serius. Hal itu terutama berkaitan dengan semangat negara kita untuk memberantas pengguna, pengedar, sampai bandar narkoba karena dapat berakibat pada kehancuran pemuda dan generasi bangsa yang akan datang.
Oleh karena itu, secara empiris penggunaan hukum represif bagi para pelaku narkoba amatlah bisa dipahami. Pemberian grasi terhadap Corby tersebut dirasakan amat melukai perasaan masyarakat Indonesia yang baru gencar-gencarnya melawan narkoba yang sampai saat ini di Indonesia telah mencapai 5 juta orang korban narkoba.
Dugaan munculnya grasi lima tahun terhadap Corby tersebut barangkali atas desakan-desakan serta tekanan pemerintah Australia yang sejak awal menuntut adanya keringanan bahkan pembebasan kepada Corby. Kemungkinan lain ialah upaya grasi tersebut merupakan barter dengan perkara lain. Dalam hal ini nelayan-nelayan Indonesia yang tanpa proses pengadilan ditahan di Australia.
Hal itu terbukti dengan tanggapan Menteri Luar Negeri Australia Bob Carr yang berbunga-bunga menyambut grasi tersebut sehingga SBY disimbolkan sebagai teman yang hebat dan murah hati sehingga banjir pujian karena bisa mengurangi hukuman Corby.
Keganjilan lain, tampak adanya informasi bahwa terpidana Corby tidak pernah melakukan upaya hukum apa pun, termasuk grasi. Akan tetapi, pemerintah Indonesia memberikan grasi lima tahun, waktu yang tidak pendek dengan hukum 20 tahun yang harus dijalaninya. Atau pertimbangan lain seperti apa yang telah disampaikan Amir yang berpendapat bahwa ada kecenderungan dari beberapa negara yang tidak memberikan hukuman yang keras untuk orang yang memproduksi ganja.
Bahkan ada beberapa negara yang tidak menganggap membawa atau mengonsumsi ganja untuk diri sebagai bagian dari tindak pidana (walau keduanya di Indonesia tetap merupakan tindak pidana berdasarkan UU No. 35/2009 tentang Narkotika dan Obat-obatan Terlarang).
Keganjilan yang lain juga tampak mengapa yang diberikan grasi itu ialah seorang warga negara Australia, bukan warga negara lain (misalnya warga negara Nepal dan Sudan, yang telah diputus pengadilan dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat).
Grasi memang merupakan hak prerogatif presiden. Namun, publik perlu tahu apa sebenarnya dasar pertimbangan yang disampaikan MA, Dewan Pertimbangan Presiden Bidang Hukum, Menkumham, serta wakil Menkumham kepada presiden, yang dapat dijadikan dasar secara sosiologis atas putusan grasi tersebut.
Dalam era transparansi ini, masyarakat perlu tahu seiring dengan semangat pemberantasan narkoba sekarang ini. Secara legal, pemberian grasi tidaklah salah. Namun secara sosiologis, waktunya tidak tepat. Karena itu, secara filosofis grasi itu dapat dikatakan cacat secara moral di hadapan rakyat.
Jika pemerintah tidak hati-hati, masyarakat akan berpendapat bahwa pemberian grasi tersebut menyamarkan bahwa kebijakan presiden telah menoleransi narkoba atau telah ada arah kebijakan pemerintah yang lunak terhadap terpidana narkoba. Hal itu bisa menjadi preseden buruk dan menghambat pemberantasan narkoba ke depannya sehingga tidak menimbulkan efek jera serta cenderung akan ada peningkatan penggunaan dan penyalahgunaan narkoba.
Bagi dunia Internasional, pemberian grasi ini juga akan memberikan dampak negatif. Dampak negatif tersebut berupa opini publik bahwa pemberian grasi oleh Presiden kepada narapidana Internasional menunjukkan bahwa Indonesia sudah tidak lagi memiliki komitment untuk memerangi narkoba sebagai musuh bersama dunia. Artinya persoalan pemberian Grasi kepada narapidana narkoba internasional itu, justru akan kontra produktif terhadap citra presiden SBY serta malah akan mencemarkan kredibilitas Indonesia dimata dunia internasional.
Grasi memang merupakan hak prerogatif presiden sebagaimana diatur dalam konstitusi kita. Namun, itu hendaknya digunakan dalam kondisi, situasi, dan konteks yang tepat agar tidak mencederai hati rakyat dan hati para pejuang gerakan antinarkotika yang tidak henti-hentinya menyuarakan perang terhadap bandar narkotika dan pengedar. Hukum harus panglima dalam menjalankan kehidupan bernegara dan bermasyarakat, sehingga tujuan hakiki dari hukum bisa tercapai seperti keadilan, kepastian dan ketertiban. Namun pada kasus ini secara normatif hukum mempunyai cita-cita indah namun didalam implentasinya hukum selalu menjadi mimpi buruk dan bahkan bencana bagi masyarakat.
Kesimpulan
Republik Indonesia sebagai Negara hukum yang harus menjamin persamaan kedudukan semua warga negara dalam hokum yaitu menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur, adil, bersih, efisien danberwibawa; memberi perlindungan hukum kepada rakyat dengan memungkinkan rakyat dapat menggugat pemerintah melalui aparaturnya di bidang Tata Usaha Negara. Dibalik semua pengaduan dari masyarakat, tentunya perlu suatu dasar pengertian dan pemahaman yang dalam akan lembaga peradilan ini, khususnya bagi masyarakat yang merasa dirugikan hak-haknya
Dalam kasus Schapelle Leigh Corby, seorang warga negara Australia yang kedapatan menyelundupkan Ganja sebesar 4 Kg yang akan diselundupkan ke Indonesia melalui bandara Ngurah Rai Denpasar Setelah menjalani masa hukuman kurang lebih 7 tahun, Pemerintah Indonesia memberikan Grasi atau pengampunan hukuman kepada Corby sebanyak lima tahun penjara. Pengajuan Grasi oleh pihak pengacara Corby tersebut dilakukan karena yang bersangkutan dinyatakan mengalami gangguan jiwa oleh dua dokter berbeda. Dalam pemberian Grasi ini kepada Corby banyak sekali menuangkan protes dari kalangan masyarakat luas, karena ditengah gencar-gencarnya.
Pemerintahan SBY untuk memerangi permasalahan Narkoba memberikan Grasi kepada narapidana Corby yang sedang terkait masalah Narkoba. Memang, tidak mudah memahami keputusan Presiden SBY memotong masa hukuman terpidana kasus narkoba asal Australia, Schapelle Leigh Corby. Bukan hanya tak mudah, keputusan yang tertuang dalam Kepres 22/2012 itu juga membingungkan karena tidak tidak disertai kejelasan alasan dalam hubungan bilateral kedua negara yang bersifat resiprokal atau timbal balik.
Dalam sebuah Sidang Kabinet di tahun 2011 Menkopolhukam Djoko Sujanto menyatakan bahwa Presiden SBY tidak akan mengampuni para terpidana kasus terorisme, narkoba, dan korupsi, kecuali atas pertimbangan kemanusiaan. Itupun akan diberikan kepada narapidana yang berusia di atas 70 tahun Corby tertangkap basah di Bandara Ngurah Rai, Bali pada 8 Oktober 2004, Corby kedapatan menyelundupkan 4,2 kilogram narkoba jenis ganja atau mariyuana.
Indonesia adalah negara yang berdasarkan kepada hukum (rechtaat), hukum harus dijadikan panglima dalam menjalankan kehidupan bernegara dan bermasyarakat, sehingga tujuan hakiki dari hukum bisa tercapai seperti keadilan, kepastian dan ketertiban. Karena pada dasarnya kehidupan manusia tidak dapa dipisahkan dari hukum. Sepanjang sejarah peradaban manusia, peran sentral hukum dalam upaya menciptakan suasana yang memungkinkan manusia merasa terlindungi, dan hidup berdampingan.
Adat atau kebiasaan dapat diartikan sebagai berikut:
“Tingkah laku seseorang yang terus menerus dilakukan dengan cara tertentu dan diikuti oleh masyarakat luar dalam waktu yang lama”
Dengan demikian, unsur-unsur terciptanya adat adalah:
Adanya tingkah laku seseorang
Dilakukan terus-menerus
Adanya dimensi waktu
Diikuti oleh orang lain/masyarakat
Prof. Mr. B. Terhaar Bzn; Hukum adat adalah keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan dari kepala-kepala adat dan berlaku secara spontan dalam masyarakat. Teori Keputusan dari Terhaar menyatakan bahwa untuk melihat apakah sesuatu adat istiadat itu sudah merupakan hukum adat, maka perlu melihat dari sikap penguasa masyarakat hukum terhadap si pelanggar peraturan peraturan adat istiadat. Apabila penguasa menjatuhkan putusan hukum terhadap si pelanggar, maka adat istiadat itu sudah merupakan hukum adat.
Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven; Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku masyarakat yang berlaku dan mempunyai sanksi dan belum dikodifikasikan.
Dr. Sukanto, SH; Hukum adat adalah kompleks adat-adat yang pada umumnya tidak dikitabkan, tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan, mempunyai sanksi jadi mempunyai akibat hukum.
Mr. JHP Bellefroid; Hukum adat sebagai peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak diundangkan oleh penguasa, tetapi tetap dihormati dan ditaati oleh rakyat dengan keyakinan bahwa peraturan-peraturan tersebut berlaku sebagai hukum.
Prof. M.M. Djojodigoeno, SH; Hukum adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-peraturan.
Prof. Dr. Hazairin; Hukum adat adalah endapan kesusilaan dalam masyarakat yaitu kaidah-kaidah kesusilaan yang kebenarannya telah mendapat pengakuan umum dalam masyarakat itu.
Soeroyo Wignyodipuro, SH; Hukum adat adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturan-peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian besar tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat karena mempunyai akibat hukum (sanksi).
Prof. Dr. Soepomo, SH; Hukum adat adalah hukum tidak tertulis, meliputi peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh yang berwajib tetapi ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum.
Dari pengertian-pengertian yang dikemukakan di atas, maka terlihat unsur-unsur dari Hukum Adat sebagai berikut:
Adanya tingkah laku yang terus menerus dilakukan oleh masyarakat
Tingkah laku tersebut teratur dan sistematis
Tingkah laku tersebut mempunyai nilai sakral
Adanya keputusan kepala adat
Adanya sanksi/akibat hukum
Tidak tertulis
Ditaati dalam masyarakat.
Hukum internasional adalah hukum bangsa-bangsa, hukum internasional atau hukum antar negara. Hukum bangsa-bangsa yang digunakan untuk menunjukkan kebiasaan dan aturan hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum internasional atau hukum negara untuk menunjukkan bahwa aturan yang kompleks dan prinsip-prinsip yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara.
Berikut ini merupakan pendapat dari Pengertian Hukum internasional Menurut Para Ahli.
Menurut J.G. S
Hukum Internasional adalah seperangkat hukum (badan hukum), yang sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan aturan perilaku dan perasaan negara terikat untuk mematuhi membangun hubungan dengan satu sama lain.
Menurut Grotius (Hugo de Groot)
Hukum internasional terdiri dari seperangkat prinsip-prinsip hukum dan karena biasanya dalam hubungan antara negara-negara. Hubungan ini didasarkan pada kehendak bebas dan persetujuan dari semua anggota untuk kepentingan bersama.
Menurut Sugeng Istanto
Hukum internasional adalah seperangkat ketentuan hukum berlakunya dipertahankan oleh masyarakat internasional.
Menurut Oppenheimer
Hukum internasional sebagai hukum yang timbul dari masyarakat internasional dan perjanjian pelaksanaannya dijamin dengan kekuatan dari luar.
Menurut Brierly
Hukum internasional sebagai seperangkat aturan atau prinsip-prinsip untuk melakukan hal-hal yang mengikat negara-negara beradab dalam hubungan mereka satu sama lain.
Menurut Dr. Mochtar Kusumaatmadja
Kesuluruhan aturan hukum internasional atau prinsip-prinsip yang mengatur hubungan berkecil atau masalah yang melintasi batas-batas nasional.
Hukum internasional publik yang berbeda dari Hukum Internasional Swasta. Keseluruhan aturan hukum privat internasional dan prinsip-prinsip hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas-batas negara atau hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku masing-masing subjek hukum untuk hukum perdata (nasional) yang berbeda. Sementara hukum internasional adalah aturan secara keseluruhan dan prinsip-prinsip hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara (hubungan internasional) tidak sipil.
Kesamaan adalah bahwa kedua mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara (internasional). Perbedaannya adalah sifat hukum atau subjek (objek).
Hukum internasional yang terdapat beberapa perwujudan atau pola tertentu dari pembangunan yang berlaku di beberapa bagian dunia (wilayah), khususnya:
Hukum Internasional Regional
Internasional hukum yang berlaku / daerah berlakunya terbatas lingkungan, seperti Undang-Undang Amerika / Amerika internasional, seperti konsep landas kontinen (Continental Shelf) dan konsep perlindungan sumber daya hayati laut (konservasi sumber daya hayati laut Latin ) awalnya tumbuh di Amerika sehingga menjadi umum hukum internasional.
Hukum Internasional Khusus
Hukum internasional dalam bentuk kaedah khusus berlaku untuk negara-negara tertentu seperti Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia sebagai cerminan keadaan, kebutuhan, tingkat perkembangan dan tingkat yang berbeda dari integritas dari berbagai bagian masyarakat. Berbeda dengan pertumbuhan regional melalui hukum adat.
Hukum internasional adalah aturan secara keseluruhan dan prinsip-prinsip yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas antara:
negara oleh negara
negara-negara dengan subjek hukum lainnya tidak menyatakan atau hukum subjek non-negara satu sama lain.
Hukum internasional didasarkan pada pikiran masyarakat internasional yang terdiri dari sejumlah berdaulat dan mandiri dalam arti bahwa setiap berdiri sendiri yang tidak di bawah otoritas lain sehingga tatanan hukum koordinasi antara anggota internasional masyarakat adalah sama.
Hukum dunia batang di dasar pikiran lain. Dipengaruhi analogi dengan Hukum Tata Negara (hukum Konstitusi), hukum dunia adalah semacam negara (federasi) dunia yang mencakup semua negara di dunia. Negara-negara dunia hirarkis berdiri di negara nasional. Tatanan hukum dunia di bawah konsep ini adalah tatanan hukum subordinasi.
Selain istilah hukum internasional, orang juga mempergunakan istilah hukum bangsa-bangsa,hukum antar bangsa atau hukum antar negara untuk lapangan hukum. Aneka ragam istilah ini juga terdapat pula dalam bahasa berbagai bangsa yang telah lama mempelajari hukum internasional sebagai suatu cabang ilmu hukum tersendiri. Istilah hukum internasional ini tidak mengandung keberatan, karena perkataan internasional walaupun menurut asal katanya searti dengan antarbangsa sudah lazim dipakai orang untuk segala hal atau peristiwa yang melintasi batas wilayah suatu negara.
Hukum bangsa-bangsa akan dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan (hukum) yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu, ketika hubungan demikian baik karena jarangnya maupun karena sifat hubungannya, belum dapat dikatakan merupakan hubungan antara anggota suatu masyarakat bangsa-bangsa.
Hukum antarbangsa atau hukum antarnegara akan dipergunakan untuk menunjuk pada kompleks kaidah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa atau negara-negara yang kita kenal sejak munculnya negara dalam bentuknya yang modern sebagai negara nasional (nation-state).
Di atas telah diuraikan dua segi dari masyarakat internasional sebagai dasar sosiologis hukum internasional yaitu adanya sejumlah negara dan kebutuhan negara-negara itu untuk mengadakan hubungan satu sama lain. Kebutuhan bangsa-bangsa untuk hidup berdampingan secara teratur ini merupakan suatu keharusan kenyataan sosial.
Hubungan yang teratur demikian itu tidak semata-mata merupakan akibat dari fakta adanya sejumlah negara dan kemajuan dalam berbagai perhubungan. Fakta fisik demikian tidak dengan sendirinya menimbulkan suatu masyarakat bangsa-bangsa. Juga keharusan hidup bersama, baru merupakan sebagai dari penjelasan mengapa suatu kumpulan bangsa ini untuk dapat benar-benar dinamakan suatu masyarakat hukum internasional harus ada unsur pengikat lain di samping berbagai kenyataan yang merupakan fakte eksistensi fisik semata-mata yang telah diuraikan di atas.
Faktor pengikat yang nonmaterial ini ialah adanya asas kesamaan hukum antara bangsa-bangsa di dunia ini, betapapun berlainan wujudnya hukum positif yang berlaku di masing-masing negara tanpa adanya suatu masyarakat hukum bangsa-bangsa.
Hukum Internasional dalam arti luas adalah termasuk pengertian hukum bangsa-bangsa, dapat dikatakan bahwa sejarah hukum internasional telah tua sekali. Apabila kita gunakan istilah ini dalam arti yang sempit yakni hukum yang terutama mengatur hubungan antara negara-negara, hukum internasional baru berusia beberapa ratus tahun. Hukum internasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur hubungan antara negara-negara, lahir dengan kelahiran masyarakat internasional yang didasarkan atas negara-negara nasional.
Sebagai titik saat lahirnya negara-negara nasional yang modern biasanya diambil saat ditandatanganinya perjanjian perdamaian Westphalia yang mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun (Thirty Years War) di Eropa. Walaupun menurut anggapan umum selama abad pertengahan tidak dikenal satu sistem organisasi masyarakat nasional yang terdiri dari negara-negara yang merdeka, menurut berbagai penyelidikan yang terakhir anggapan tadi ternyata tidak seluruhnya benar.
Memang benar selama abad pertengahan dunia Barat dikuasai oleh satu sistem feodal yang berpuncak pada kaisar sedangkan kehidupan gereja berpuncak pada Paus sebagai kepala Gereja Katolik Roma. Masyarakat Eropa waktu itu merupakan satu masyarakat Kristen terdiri dari beberapa negara yang berdaulat dan Takhta Suci. Masyarakat Eropa inilah yang menjadi pewaris kebudayaan Romawi dan Yunani. Perdamaian Westhpalia dianggap sebagai peristiwa penting dalam sejarah hukum internasional modern.
Bahkan, dianggap sebagai suatu peristiwa yang meletakkan dasar masyarakat internasional modern yang didasarkan atas negara-negara nasional. Perjanjian Westphalia ini telah meletakkan dasar bagi suatu susunan masyarakat internasional yang baru, baik mengenai bentuknya yaitu didasarkan atas negara-negara nasional (tidak lagi didasarkan atas kerajaan-kerajaan) maupun mengenai hakikat negara-negara itu dan pemerintahannya yakni pemisahan kekuasaan negara dan pemerintahan dan pengaruh gereja.
Akan tetapi, keliru sekali kalau kita menganggap Perjanjian Westphalia ini sebagai suatu peristiwa yang mencanangkan suatu zaman baru dalam sejarah masyarakat internasional yang tidak ada hubungannya dengan masa lampau. Kiranya lebih tepat untuk memandang Perjanjian Westphalia ini sebagai titik puncak satu proses yang sudah dimulai pada zaman abad pertengahan yaitu yaitu gerakan reformasi dan sekularisasi kehidupan manusia, khususnya perebutan kekuasaan duniawi antara gereja dan negara.
Di bagian lain dunia, asas dan sistem hukum dunia Barat diperkenalkan dengan berbagai cara. Asas dan sistem hukum inggris yang berlaku di daerah jajahannya di Benua Amerika bagian Utara, berkembang menjadi sistem hukum Amerika (Serikat) setelah tiga belas jajahannya disana memproklamirkan kemerdekaannya, sedangkan asas dan sistem hukum yang dibawa orang Spanyol dan Portugis ke Amerika Selatan dan Tengah merupakan dasar bagi sistem hukum nasional negara-negara Amerika Latin yang kemudian timbul di bagian dunia itu.
Di bagian dunia lain juga, di Asia dan Afrika asas dan sistem hukum Barat dibawa oleh negara-negara Eropa seperti Portugal, Spanyol, Inggris, Perancis dan Belanda dan dimasukkan ke daerah jajahannya. Cara pemasukan dan penanaman asas dan sistem hukum Barat dilakukan dengan cara yang berbeda apabila dilihat dalam hubungannya dengan hukum penduduk bumi-putera yang berlaku, berdasarkan politik hukum yang berlainan satu sama lain. Namun, dapat dikatakan bahwa pada umumnya asas dan sistem hukum Barat dikatakan bahwa pada umumnya asas dan sistem hukum Barat dikenal dan berlaku di bidang kehidupan masyarakat yang terpenting.
Sumber hukum memiliki banyak arti, salah satunya kata sumber hukum ada kalanya dipergunakan juga dalam arti lain, yaitu : kekuatan atau faktor apakah (politis, kemasyarakatan, ekonomis, teknis dan psikologis) yang membantu dalam pembentukan hukum sebagai suatu bentuk perwujudan atau gejala sosial dalam kehidupan masyarakat manusia. Dengan perkataan lain, sumber hukum ini meneliti faktor kausal atau penyebab yang turut membantu dalam pembentukan suatu kaidah.
Persoalan ini lebih terletak dalam bidang luar ilmu hukum (ekstra yuridis) sebagaimana juga masalah sumber hukum material merupakan soal ekstra yuridis yakni pada hakikatnya merupakan persoalan falsafah. Bagi seorang yang belajar hukum positif yaitu hukum yang berlaku seperti misalnya mahasiswa fakultas hukum atau seorang pengacara atau pejabat diplomatik, yang terpenting di antara tiga arti kata sumber hukum di atas adalah sumber hukum dalam arti formal.