Sebagai makhluk sosial, pada hakikatnya setiap manusia membutuhkan kerja sama dengan manusia lainnya. Demikian pula halnya manusia di dalam lingkup negara akan dapat mempertahankan hidupnya apabila bekerja sama dengan manusia di negara lain. Oleh karena itulah, dalam kehidupan bernegara di dunia, setiap negara membutuhkan kerja sama dengan negara lain. Bertolak dari dasar pengertian inilah maka muncullah istilah hubungan internasional.
Bagi bangsa Indonesia sendiri, hubungan internasional sudah merupakan prinsip yang penting dalam bernegara. Dalam hal ini, negara Indonesia menghendaki hubungan antarbangsa yang toleran, berperikemanusiaan, tidak merendahkan derajat bangsa lain, tidak saling menyerang, dan tidak dilandasi oleh chauvinisme.
Kesadaran akan prinsip hubungan internasional semacam itu menegaskan perlunya kerja sama dengan bangsa lain. Hal itu juga memengaruhi sepak terjang bangsa Indonesia dalam masyarakat internasional, baik dalam melaksanakan politik luar negeri membuat perjanjian internasional, maupun keterlibatannya dalam berbagai organisasi internasional.
Secara sederhana, para ahli hukum internasional mengartikan hubungan internasional sebagai hubungan antarnegara. Hubungan internasional ini dapat dilakukan baik melalui kontak langsung maupun komunikasi tidak langsung.
Namun dewasa ini, hubungan internasional tidak hanya terbatas antara dua negara atau antarnegara-negara saja. Hubungan internasional dapat terjadi antara negara dengan pihak lain yang berada di luar wilayah teritorialnya, di mana kedudukan pihak lain tersebut sederajat dengan negara pada umumnya. Pihak lain yang bisa mengadakan hubungan internasional di luar negara biasa disebut aktor nonnegara.
Hubungan internasional merupakan hubungan antarnegara atau antarindividu dari negara yang berbeda-beda, baik berupa hubungan politis, budaya, ekonomi, ataupun hankam. Hubungan internasional menurut buku Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri RI (RENSTRA) adalah hubungan antarnegara dalam segala aspeknya yang dilakukan oleh suatu negara tersebut.
Hubungan internasional dapat dipandang sebagai fenomena sosial maupun sebagai disiplin ilmu atau bidang studi. Sebagai fenomena sosial, hubungan internasional mencakup aspek yang sangat luas, yaitu kehidupan sosial umat manusia yang bersifat internasional dan kompleks.
Fenomena hubungan internasional dapat menyangkut konferensikonferensi internasional, kedatangan dan kepergian para diplomat, penandatanganan perjanjian-perjanjian, pengembangan kekuatan militer, dan arus perdagangan internasional. Fenomena-fenomena yang merupakan ruang lingkup hubungan internasional di antaranya perang, konferensi internasional, diplomasi, spionase, olimpiade, perdagangan, bantuan luar negeri, imigrasi, pariwisata, pembajakan, penyakit menular, revolusi kekerasan. Sebagai fenomena sosial, ruang lingkup hubungan internasional sangat jamak, alias tidak berurusan dengan masalah-masalah politik saja. Namun seiring perkembangan zaman ruang lingkup hubungan internasional juga berkembang yaitu menyangkut masalah-masalah lingkungan hidup, hak asasi manusia, alih teknologi, kebudayaan, kerja sama keamanan dan kejahatan internasional.
Hubungan internasional sebagai disiplin ilmu atau bidang studi, di antaranya meliputi berbagai spesialisasi seperti politik internasional, politik luar negeri, ekonomi internasional, ekonomi politik internasional, organisasi internasional, hukum internasional, komunikasi internasional, administrasi internasional, kriminologi internasional, sejarah diplomasi, studi wilayah, military science, manajemen internasional, kebudayaan antar bangsa, dan lain sebagainya.
Bangsa Indonesia dalam membina hubungan internasional menerapkan prinsip-prinsip politik luar negeri yang bebas dan aktif yang diabdikan bagi kepentingan nasional, terutama untuk kepentingan pembangunan di segala bidang serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Prinsip bebas artinya Indonesia bebas menentukan sikap dan pandangannya terhadap masalah-masalah internasional dan terlepas dari ikatan kekuatan-kekuatan raksasa dunia yang secara ideologis bertentangan (Timur dengan komunisnya dan Barat dengan liberalnya). Adapun prinsip aktif berarti Indonesia aktif memperjuangkan kebebasan dan kemerdekaan, aktif memperjuangkan ketertiban dunia dan aktif ikut serta menciptakan keadilan sosial dunia.
Dalam membina hubungan internasional indonesia mempunyai tujuan untuk meningkatkan persahabatan, dan kerjasama bilateral, regional, dan multilateral melalui berbagai macam forum sesuai dengan kepentingan dan kemampuan nasional. Untuk menciptakan perdamaian dunia yang abadi, adil, dan sejahtera, negara kita harus tetap melaksanakan politik luar negeri yang bebas dan aktif. Hubungan internasional ditandai dengan dimulainya pembukaan utusan (konsuler atau diplomatik) yang bersifat bilateral.
Hubungan internasional diselenggarakan oleh korps diplomatik sebagai unsur Departemen Luar Negeri yang harus mampu menjabarkan aspirasi nasional luar negeri. Sebagai negara yang menganut politik luar negeri bebas aktif, Indonesia memiliki kebijakan tersendiri yang mengatur hubungan internasional, yaitu hubungan Indonesia dengan bangsa-bangsa lain.
Dalam melaksanakan hubungan internasional presiden sebagai kepala pemerintahan maupun sebagai kepala negara membentuk Departemen Luar Negeri serta mengangkat duta dan konsul.
Departemen Luar Negeri
Presiden selaku kepala pemerintahan maupun sebagai kepala negara membentuk Departemen Luar Negeri melalui Keppres No. 44 Tahun 1974 untuk melaksanakan hubungan internasional. Departemen Luar Negeri sebagai bagian dari pemerintahan negara dipimpin oleh seorang menteri dan bertanggung jawab kepada presiden. Tugas pokok Departemen Luar Negeri adalah menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintah dan pembangunan di bidang politik dan hubungan dengan luar negeri.
Susunan organisasi departemen luar negeri adalah sebagai berikut.
Pimpinan: Menteri Luar Negeri
Pembantu: Sekretaris Jenderal
Pengawasan: Inspektoral Jenderal
Pelaksana:
Direktorat Jenderal Politik
Direktorat Jenderal Hubungan Ekonomi Luar Negeri
Direktorat Jenderal Hubungan Sosial Budaya dan Penerangan Luar Negeri
Direktorat Jenderal Protokol dan Konsuler
Badan Penelitian dan Pengembangan Usaha Luar Negeri
Sekeretariat Nasional ASEAN
Pusat-pusat, seperti pusat pendidikan dan latihan pegawai
Perwakilan Indonesia di Luar Negeri
Dalam menjalin hubungan internasional, baik dalam arti politis maupun non politis, perwakilan RI di luar negeri menjadi wakil pemerintah RI. Dalam arti politis semua tindakan atau kebijakan yang diambil oleh KBRI, harus berdasarkan pada politik luar negeri bebas aktif yang diarahkan pada kepentingan nasional terutama untuk kepentingan pembangunan di segala bidang, sedangkan arti nonpolitis peranan perwakilan RI juga harus proaktif membuka jalur komunikasi dengan negara lain. Mereka bertugas untuk memberikan informasi tentang negara Indonesia.
Pada dasarnya, bentuk hubungan internasional timbul karena adanya keinginan antarnegara untuk bekerja sama dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka dari itu, tidak ada satu negara pun di dunia ini dapat membebaskan diri dari keterlibatan dengan negara lain. Menurut Mochtar Kusumaatmadja, hubungan dan kerja sama tersebut timbul karena adanya kebutuhan yang disebabkan antara lain oleh pembagian kekayaan alam dan perkembangan industri yang tidak merata di dunia.
Jadi, ada saling ketergantungan dan membutuhkan antarnegara. Ketergantungan tersebut terjadi di pelbagai bidang kehidupan, baik perdagangan, kebudayaan, ilmu pengetahuan, keagamaan, sosial, maupun olah raga. Hal itu mengakibatkan timbulnya hubungan yang tetap dan terus-menerus antarnegara, yang menumbuhkan kesadaran untuk memelihara dan mengatur hubungan tersebut. Karena sifatnya yang timbal balik, maka ada kepentingan bersama untuk mengatur dan memelihara hubungan yang bermanfaat tersebut.
Pengaturan tersebut dimaksudkan agar tumbuh rasa persahabatan dan saling pengertian antarnegara di dunia. Di samping itu, hubungan dan kerja sama internasional juga penting untuk hal-hal berikut.
Memelihara dan menciptakan hidup berdampingan secara damai dan adil dengan negara lain.
Mencegah dan menyelesaikan konflik, perselisihan, permusuhan, atau persengketaan yang mengancam perdamaian dunia sebagai akibat adanya kepentingan nasional yang berbeda di antara negara-negara di dunia.
Mengembangkan cara penyelesaian masalah secara damai melalui perundingan dan diplomasi yang lazim ditempuh negara-negara beradab, cinta damai, dan berpegang pada nilai-nilai etik dalam pergaulan antarnegara.
Membangun solidaritas dan sikap saling menghormati antarnegara.
Membantu bangsa lain yang terancam keberadaannya sebagai akibat pelanggaran atas hak-hak kemerdekaan yang dimiliki.
Berpartisipasi dalam rangka ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Menjamin kelangsungan hidup suatu negara, kelangsungan keberadaan dan kehadirannya di tengah-tengah negara lain.
J. Frankel (1980: 73-88) mengungkapkan, bahwa ada beberapa sarana yang dapat digunakan oleh negara-negara di dunia dalam hubungan internasional, yaitu sebagai berikut.
Diplomasi
Diplomasi merupakan segala bentuk kegiatan untuk menentukan tujuan dengan menggunakan kemampuannya untuk mencapai tujuan tersebut, menyesuaikan kepentingan nasional dengan negara lain, menyelaraskan tujuan nasional agar berjalan dengan kepentingan bangsa atau negara lain, serta menggunakan sarana dan kesempatan sebaik-baiknya.
Peranan diplomasi dilakukan oleh Deplu yang berkedudukan di ibukota negara pengirim dan perwakilan diplomatik yang berkedudukan di ibukota negara penerima. Petugas yang mewakili negara di perwakilan diplomatik disebut diplomat.
Propaganda
Propaganda adalah usaha sistematis yang digunakan untuk memengaruhi pikiran, emosi, dan tindakan suatu kelompok demi kepentingan masyarakat umum, bukan kepada pemerintahannya. Informasi apapun dapat dijadikan bahan propaganda, tanpa ada batasan media.
Ekonomi, sosial, dan Budaya
Sarana ekonomi digunakan oleh perwakilan diplomatik secara luas, baik di masa damai maupun masa perang. Dalam masa damai bisa dalam bentuk perdagangan atau bantuan internasional. Dalam masa perang bisa dalam tindakan perang ekonomi. Bidang sosial budaya pun dapat menjadi pendukung bidang ekonomi sekaligus sarana untuk mempererat hubungan internasional.
Kekuatan Militer
Sarana ini mampu memberikan kepercayaan diri suatu negara untuk menghadapi berbagai tekanan dan ancaman yang mungkin dilancarkan oleh negara lain. Kadang diperlukan unjuk kekuatan atau latihan bersama untuk dapat diperhitungkan oleh negara lain
Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja (1982: 41), menyatakan, bahwa perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum tertentu. Di sini yang dapat menjadi pihak dalam perjanjian internasional adalah anggota masyarakat bangsa-bangsa, termasuk lembaga-lembaga internasional dan negara-negara.
Dr. B. Schwarzenberger (dalam Mochtar Kusumaatdja, 1982: 42) merumuskan bahwa perjanjian internasional adalah sebagai suatu persetujuan antara subjek-subjek hukum internasional, yang menimbulkan kewajiban-kewajiban yang mengikat dalam hukum internasional, dapat berbentuk bilateral maupun multilateral. Di sini yang dapat mengadakan perjanjian internasional adalah subjeksubjek hukum internasional, seperti negara, dan atau organisasi-organisasi internasional, takhta suci, palang merah internasional, dan lain-lain.
Menurut Konvensi Wina 1969, bahwa perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih, yang bertujuan untuk mengadakan akibat-akibat hukum tertentu. Di sini yang dapat mengadakan perjanjian internasional adalah hanya negara saja.
Dalam proses perjanjian internasional dikenal beberapa asas. Tujuan pembuatan asas-asas ini adalah untuk mengikat negara-negara yang melakukan perjanjian internasional. Adapun jika terjadi pelanggaran, maka negara yang melanggar harus bersedia menerima konsekuensinya. Asas-asas tersebut adalah sebagai berikut.
Pacta sunt servada, bahwa setiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati oleh pihak-pihak yang mengadakan
Reciprositas, bahwa tindakan sesuatu negara terhadap negara lain itu dapat dibalas setimpal, baik tindakan yang bersifat negatif maupun positif.
Courtesy, artinya saling mengormati dan saling menjaga kehormatan negara.
Kesamaan hak, bahwa pihak yang saling mengadakan hubungan harus saling hormat-menghormati.
Menurut Pasal 38 Ayat (1) Piagam Mahkamah Internasional, dinyatakan, bahwa perjanjian internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, mengandung ketentuan-ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negaranegara yang bersangkutan. Berkenaan dengan pasal tersebut, maka setiap negara yang mengadakan suatu perjanjian harus menjunjung tinggi dan menaati ketentuanketentuan yang tercantum di dalamnya. Ini disebabkan salah satu asas yang dipakai dalam perjanjian internasional adalah asas pacta sunt servada, yang menyatakan bahwa setiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati oleh pihak-pihak yang mengadakan.
Adapun istilah dalam perjanjian internasional menurut Whisnu Situni (1989: 32-36), ada bermacam-macam, seperti berikut ini.
Traktat (treaty), yaitu suatu perjanjian antara dua negara atau lebih untuk mencapai hubungan hukum mengenai objek hukum (kepentingan) yang sama. Dalam hal ini, masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban yang mengikat dan mutlak, dan harus diratifikasi. Istilah traktat digunakan dalam perjanjian internasional yang bersifat politis. Misalnya, Treaty Contract tentang penyelesaian masalah dwi kewarganegaraan tahun 1955, antara pihak Indonesia-RRC. Dan pada tahun 1990 antara RI dengan Australia juga menandatangani suatu traktat tentang batas landas kontinen dan eksplorasi di celah Timor, yang dikenal dengan perjanjian “Celah Timor”.
Agreement, yaitu suatu perjanjian/persetujuan antara dua negara atau lebih, yang mempunyai akibat hukum seperti dalam treaty. Namun dalam agreement lebih bersifat eksekutif/teknis administrative (non politis), dan tidak mutlak harus diratifikasi, yaitu tidak perlu diundangkan dan disahkan oleh pemerintah/ kepala negara. Walaupun ada agreement yang dilakukan oleh kepala negara, namun pada prinsipnya cukup dilakukan dengan ditandatangani oleh wakilwakil departemen dan tidak perlu ratifikasi. Misalnya, agreement tentang ekspor impor komoditas tertentu.
Konvensi, yaitu suatu perjanjian/persetujuan yang lazim digunakan dalam perjanjian multilateral. Ketentuan-ketentuannya berlaku bagi masyarakat internasional secara keseluruhan (lawmaking treaty). Misalnya, Konvensi Hukum Laut Internasional tahun 1982 di Montego-Jamaica.
Protokol, yaitu suatu perjanjian/persetujuan yang kurang resmi dibandingkan dengan traktat dan konvensi, sebab protokol hanya mengatur masalah-masalah tambahan, seperti penafsiran klausul-klausul atau persyaratan perjanjian tertentu. Oleh karena itu, lazimnya tidak dibuat oleh kepala negara. Contohnya protokol Den Haag tahun 1930 tentang perselisihan penafsiran undang-undang nasionalitas tentang wilayah perwalian, dan lain-lain.
Piagam (statuta), yaitu himpunan peraturan yang ditetapkan sebagai persetujuan internasional, baik mengenai lapangan-lapangan kerja internasional maupun mengenai anggaran dasar suatu lembaga. Misalnya Statuta of The International Court of Justice pada tahun 1945. Adakalanya piagam itu digunakan untuk alat tambahan/lampiran pada konvensi. Umpamanya Piagam Kebebasan Transit yang dilampirkan pada Convention of Barcelona tahun 1921.
Charter, yaitu piagam yang digunakan untuk membentuk badan tertentu. Misalnya, The Charter of The United Nation tahun 1945 dan Atlantic Charter tahun 1941.
Deklarasi (declaration), yaitu suatu perjanjian yang bertujuan untuk memperjelas atau menyatakan adanya hukum yang berlaku atau untuk menciptakan hukum baru. Misalnya Universal Declaration of Human Rights pada tanggal 10 Desember 1948. Menurut Mr. Ali Sastroamidjojo (dalam Whisnu Situni, 1989: 35), deklarasi dibagi menjadi tiga jenis pengertian, yaitu sebagai berikut. 1) Deklarasi sebagai bagian dari suatu perjanjian yang mengikat para penandatangannya. Misalnya, Deklarasi ASEAN di Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967. 2) Deklarasi sebagai pernyataan sepihak. Misalnya, Declaration of War (pernyataan perang). 3) Deklarasi sebagai dokumen tidak resmi yang dilampirkan pada traktat atau konvensi, yang merupakan suatu penjelasan.
Covenant, yaitu suatu istilah yang digunakan dalam pakta Liga BangsaBangsa pada tahun 1920, yang bertujuan untuk menjamin terciptanya perdamaian dunia, meningkatkan kerja sama internasional, dan mencegah terjadinya peperangan.
Ketentuan penutup (final act), yaitu suatu dokumen yang mencatat ringkasan hasil konferensi. Di sini disebutkan tentang negara-negara peserta dan nama-nama utusan yang ikut berunding serta tentang hal-hal yang disetujui dalam konferensi itu, termasuk interpretasi ketentuan-ketentuan hasil konferensi.
Modus vivendi, yaitu suatu dokumen yang mencatat hasil-hasil persetujuan internasional yang bersifat sementara, dituangkan ke dalam ketentuanketentuan yang bersifat yuridis dan sistematis.
Pakta (pact), yaitu suatu perjanjian oleh beberapa negara secara khusus. Misalnya, Pact of Matual Assistance and United Command (Pacta Warsawa) tahun 1955.
Secara formal hukum perjanjian internasional tidak mengenal penggolongan. Namun demikian suatu perjanjian internasional dapat dikelompokkan dalam bermacam-macam penggolongan yang didasarkan atas hal-hal sebagai berikut.
a. Klasifikasi dari segi subjek yang mengadakan perjanjian
Perjanjian antarnegara, merupakan jenis perjanjian yang paling banyak. Hal ini dikarenakan negara merupakan subjek hukum yang paling utama, sehingga negara dianggap satu-satunya subjek hukum internasional. Contohnya, antara Indonesia dengan Australia, Indonesia dengan Cina, dan Indonesia dengan Malaysia.
Perjanjian antarnegara dengan subjek hukum, misalnya dengan organisasi internasional atau dengan Takhta Suci (Vatikan). Contohnya, antara Indonesia dengan ASEAN, Indonesia dengan PBB, dan Indonesia dengan WHO. 3) Perjanjian antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lainnya. Contohnya, antara PBB dengan ASEAN, antara ASEAN dengan NATO, dan NATO dengan Pakta Warsawa.
b. Klasifikasi dari segi jumlah yang mengadakan perjanjian
Perjanjian bilateral, artinya perjanjian antara dua pihak negara yang mengatur kepentingan dua pihak. Contohnya, perjanjian antara Indonesia dengan Australia pada tanggal 9 Oktober 1973, tentang batas dasar laut selatan Pulau Tanimbar dan Pulau Timor.
Perjanjian multilateral, artinya perjanjian antara banyak pihak negara yang mengatur kepentingan semua pihak. Contohnya, konvensi hukum laut di Montego Bay Jamaica tanggal 10 Desember 1982, tentang ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif).
c. Klasifikasi dari segi corak/bentuk perjanjian
Perjanjian antarnegara Contoh:
Indonesia (presiden) dengan India (presiden).
Indonesia (presiden) dengan Inggris (raja).
Perjanjian antarpemerintah Contoh:
Indonesia (presiden) dengan India (perdana menteri).
Indonesia (presiden) dengan Inggris (perdana menteri).
Perjanjian antarwakil negara Contoh: Perjanjian antara Indonesia dengan India. Indonesia bisa diwakili oleh menteri luar negeri maupun duta besar. Sedangkan dari India juga bisa diwakili oleh menteri luar negeri maupun duta besar.
d. Klasifikasi dari segi proses/tahap pembentukan perjanjian
Perjanjian yang diadakan menurut tiga tahap, yaitu tahap perundingan, tahap penandatanganan, dan tahap ratifikasi. Ratifikasi perlu ada bagi hal-hal yang dianggap penting sehingga memerlukan persetujuan dari badan-badan perwakilan rakyat. Contoh:
Perjanjian antara Indonesia dengan Republik Rakyat Cina tahun 1955 tentang dwi kewarganegaraan.
Perjanjian ekstradisi antara Indonesia dengan Malaysia tahun 1974.
Perjanjian yang hanya melewati dua tahap pembentukan, yaitu perundingan dan penandatanganan. Perjanjian ini sifatnya lebih sederhana dan diadakan untuk hal-hal yang kurang begitu penting, dan memerlukan penyelesaian yang cepat, seperti perjanjian perdagangan. Untuk golongan ini dinamakan persetujuan. Contoh:
Persetujuan antara Indonesia dengan Malaysia tentang batas laut teritorial di Selat Malaka.
Persetujuan antara Indonesia dengan Singapura tentang garis batas laut teritorial di Selat Singapura.
e. Klasifikasi dari segi pelaksanaan perjanjian
Perjanjian yang menentukan (dispositive treaties), yaitu perjanjian yang maksud dan tujuannya dianggap sudah tercapai melalui isi perjanjian itu. Misalnya, perjanjian tentang tapal batas negara dan penyerahan wilayah kedaulatan.
Perjanjian yang dilaksanakan (executory treaties), yaitu perjanjian yang pelaksanaannya tidak sekali, melainkan harus dilanjutkan terus menerus selama jangka waktu perjanjian berlaku. Misalnya, perjanjian perdagangan.
f. Klasifikasi dari segi fungsi dalam pembentukan hukum
Perjanjian yang membentuk/menciptakan hukum (law making treaties/ law creating treaties). Perjanjian ini meletakkan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah hukum bagi masyarakat internasional secara keseluruhan, yang pada umumnya merupakan perjanjian multilateral. Contoh:
Konvensi hukum laut tahun 1958.
Konvensi Jenewa 1959 tentang perlindungan korban perang.
Perjanjian yang bersifat kontrak (treaty contract). Pada umumnya perjanjian ini merupakan perjanjian bilateral karena dalam perjanjian ini hanya menyangkut para pihak yang mengadakan perjanjian saja. Dan perjanjian ini hanya menyangkut soal-soal khusus, jadi lebih layak kalau diadakan secara tertutup, yang tidak membuka kemungkinan bagi pihak ketiga untuk ikut sebagai pihak peserta perjanjian.
Contohnya, Australia tidak akan ikut serta dalam perjanjian antara Indonesia dengan Philipina tentang pemberantasan penyelundupan dan bajak laut. Dengan demikian, maka treaty contract dapat secara tidak langsung membentuk kaidah-kaidah (hukum) yang berlaku umum, melalui proses hukum kebiasaan.
g. Klasifikasi dari segi akibat perjanjian internasional yang dibuat
Pada dasarnya perjanjian internasional yang dibuat akan memiliki konsekuensi yang mengikat, baik dalam segi hak dan kewajibannya. Oleh karena itu, pihak-pihak yang mengadakan perjanjian internasional harus mematuhi dan melaksanakan hak dan kewajiban yang tertera dalam perjanjian tersebut. Sedangkan negara-negara yang tidak terlibat dalam perjanjian tersebut tidak diharuskan mematuhinya. Akan tetapi bila perjanjian tersebut bersifat multilateral (misalnya dalam lingkup PBB) atau objeknya besar (misalnya menyangkut Terusan Suez, Selat Malaka) yang secara langsung maupun tidak langsung akan berdampak pada negara-negara yang tidak terlibat perjanjian, maka negara-negara tersebut dapat juga menjadi terikat dengan kondisi sebagai berikut.
Negara tersebut menyatakan diri terikat terhadap perjanjian itu.
Negara tersebut dikehendaki oleh para peserta
Pembuatan perjanjian, baik bilateral maupun multilateral, biasanya melalui beberapa tahapan. Berikut ini pembahasan tahapan-tahapan tersebut.
a. Tahap perundingan (negotiation)
Perundingan merupakan perjanjian tahap pertama antara pihak/negara tentang objek sesuatu yang sebelumnya belum pernah diadakan perjanjian. Oleh karena itu, diadakan penjajakan terlebih dahulu atau pembicaraan pendahuluan oleh masing-masing pihak yang berkepentingan.
Menurut tata cara yang berlaku, suatu perundingan dapat diwakili dengan membawa surat kuasa penuh (full power). Surat kuasa penuh adalah surat dokumen yang dikeluarkan oleh penguasa yang berwenang dalam suatu negara, untuk menentukan seorang pejabat yang mewakili negara tersebut, baik mengadakan perundingan, menerima, maupun mengesahkan suatu naskah perjanjian, atau menyatakan persetujuan negara untuk terikat pada perjanjian tersebut. Perundingan dapat juga diwakili oleh kepala pemerintahan, menteri luar negeri, dan duta besar. Bagi mereka ini tidak diharuskan menunjukkan surat kuasa penuh.
Perundingan dalam perjanjian bilateral biasanya disebut talk, sedangkan perundingan dalam rangka perjanjian multilateral disebut diplomasi conference atau konferensi.
b. Tahap penandatanganan (signature)
Lazimnya, penandatanganan dilakukan oleh para menteri luar negeri atau kepala pemerintahan. Untuk perundingan yang bersifat multilateral, penandatanganan teks perjanjian sudah dianggap sah apabila dua per tiga suara peserta yang hadir memberikan suara, kecuali ditentukan lain. Namun, perjanjian belum dapat diberlakukan oleh masing-masing negara sebelum diratifikasi oleh masing-masing negaranya atau perjanjian akan berlaku setelah ditandatangani pada tanggal waktu diumumkan atau mulai berlaku pada tanggal yang ditentukan pada perjanjian itu sendiri.
c. Tahap pengesahan (ratification)
Setelah perjanjian ditandatangani oleh wakil-wakil negara yang turut serta dalam perundingan, naskah perjanjian itu dibawa ke masing-masing negara untuk dipelajari, apakah isi/materi sudah memenuhi kehendak atau tidak atau apakah utusan yang telah diberi kuasa penuh tidak melampaui batas-batas wewenangnya. Jika isi/materi itu telah dianggap memenuhi atau sesuai dengan kepentingan nasional dari negara yang bersangkutan, maka negara dengan persetujaun Badan Perwakilan Rakyat mengesahkan atau menguatkan perjanjian yang yang telah ditandatangani oleh wakil-wakil yang berkuasa penuh itu. Tindakan pengesahan/penguatan disebut ratifikasi Pada intinya, ratifikasi mengandung dua pengertian, yaitu sebagai berikut.
Persetujuan secara formal terhadap perjanjian yang mengeluarkan kewajiban-kewajiban internasional setelah ditandatangani.
Persetujuan terhadap rencana perjanjian supaya menjadi suatu perjanjian yang berlaku bagi masing-masing negara peserta.
Tujuan dilakukan ratifikasi adalah memberi kesempatan kepada negaranegara peserta guna mengadakan perjanjian serta pengamatan secara saksama, apakah negaranya dapat diikat oleh perjanjian itu atau tidak. Ratifikasi sebagai suatu tindakan dari negara untuk menguatkan atau mengesahkan isi perjanjian yang telah ditandatangani. Hal tersebut melalui prosedur yang berlaku di masing-masing negara. Prosedur ratifikasi ada dua tahap, yaitu sebagai berikut.
Penandatanganan naskah perjanjian oleh badan eksekutif, kemudian disampaikan kepada legislatif untuk meminta persetujuan.
Selanjutnya oleh badan eksekutif dibuat piagam ratifikasi. Bagi perjanjian bilateral, diadakan pertukaran piagam ratifikasi. Sedangkan perjanjian multilateral, piagam ratifikasi diserahkan kepada pihak (negara) penyimpan yang telah ditentukan dalam perjanjian.
Pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional antara Pemerintah Indonesia dengan pemerintah negara-negara lain, organisasi internasional dan subjek hukum internasional lain adalah suatu perbuatan hukum yang sangat penting karena mengikat negara dengan subjek hukum internasional lainnya. Oleh sebab itu pembuatan dan pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan berdasarkan undang-undang. Hal ini kemudian yang menjadi alasan perlunya perjanjian internasional diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000.
Dalam Pasal 4 UU No. 24 Tahun 2000 itu disebutkan bahwa pembuatan pembuatan perjanjian internasional antara Pemerintah RI dengan negara lain dan organisasi internasional dilaksanakan berdasarkan kesepakatan dan dengan itikad baik. Selain itu, Pemerintah RI berpedoman pada kepentingan nasional dan berdasarkan prinsip-prinsip persamaan kedudukan, saling menguntungkan, dan memerhatikan, baik hukum nasional maupun hukum internasional yang berlaku. Dalam undang-undang itu ditegaskan pula bahwa pembuatan perjanjian internasional dilakukan melalui tahap penjajakan, perundingan, perumusan naskah, penerimaan, dan penandatanganan. Kemudian diikuti dengan pengesahan perjanjian internasional, jika memang dipersyaratkan oleh perjanjian internasional tersebut.
Menurut Konvensi Wina 1969, perjanjian internasional dapat batal karena hal-hal seperti berikut ini.
Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan hukum nasional oleh salah satu peserta (pasal 46 dan 47).
Jika terdapat unsur kesalahan berkenaan dengan suatu fakta atau keadaan pada waktu perjanjian itu dibuat (pasal 48).
Jika terdapat unsur penipuan oleh salah satu peserta terhadap peserta lain (pasal 49).
Jika terdapat kelicikan terhadap mereka yang menjadi kuasa penuh dari negara peserta (pasal 50).
Jika terdapat unsur paksaan kepada seorang peserta kuasa penuh (pasal 51 dan 52).
Jika pada waktu pembuatan perjanjian tersebut ada ketentuan yang bertentangan dengan suatu kaidah dasar (asas ius cogent) (pasal 53).
Perjanjian internasional dinyatakan berakhir karena sebagai berikut.
Telah tercapai tujuan perjanjian.
Habis masa berlakunya.
Salah satu pihak peserta perjanjian punah.
Persetujuan dari peserta untuk mengakhiri perjanjian itu.
Diadakan perjanjian baru antarpeserta dan isinya meniadakan perjanjian terdahulu.
Telah dipenuhi syarat-syarat tentang pengakhiran perjanjian itu sendiri.
Perjanjian diakhiri secara sepihak oleh salah satu peserta dan diterima pihak lain.
Selain tersebut di atas, masih ada beberapa hal atau kejadian yang dapat memengaruhi/hapusnya suatu perjanjian karena tidak diatur secara tegas dalam perjanjian yang dibuat. Kejadian tersebut dapat berupa hal-hal sebagai berikut.
Pembatalan sepihak atau pengunduran diri atas suatu perjanjian. Dalam Konvensi Wina 1969 dinyatakan, “Pembatalan atau pengunduran diri dapat dilakukan oleh salah satu peserta, asalkan telah disepakati oleh peserta lainnya.” Dalam hal ini, peserta yang mengundurkan diri harus memberitahukan maksudnya itu, sekurang-kurangnya satu tahun sebelum tanggal pembatalan. Bagi perjanjian bilateral, maka berakhirlah perjanjian mereka yang dibuat. Akan tetapi, pada perjanjian multilateral hanya berakhir bagi peserta yang mengundurkan diri.
Pelanggaran perjanjian oleh salah satu pihak adalah pelanggaran yang cukup berat. Dengan kata lain, pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang dapat diperlukan bagi tercapainya tujuan perjanjian sehingga menimbulkan beberapa persoalan.
Perubahan yang mendasar terhadap keadaan (asas rebus sigstantibus), yaitu perubahan yang mendasar/fundamental dalam keadaan yang bertalian dengan perjanjian itu. Hal tersebut jika tiba-tiba terjadi perubahan yang berkaitan dengan perjanjian, padahal sebelumnya tidak menduga sama sekali pada waktu pembuatan perjanjian. Akibat dari keadaan itu, dapat mengakhiri perjanjian yang mengikatnya.
Seluruh kegiatan dalam hubungan antarbangsa/antarnegara pada hakikatnya adalah diplomasi, yaitu usaha memelihara hubungan antarnegara. Kegiatan diplomasi dilaksanakan oleh para diplomat, yaitu orang-orang yang menjadi wakil resmi suatu negara dalam hubungan resmi dengan negara lain.
Para diplomat tersebut dalam mengadakan hubungan internasional dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perwakilan dalam arti politik (dilaksanakan oleh perwakilan diplomatik) dan perwakilan dalam arti nonpolitik (dilaksanakan oleh perwakilan konsuler). Dalam menjalankan tugasnya, para wakil resmi suatu negara tersebut memiliki kekebalan diplomatik.
Proses pembukaan perwakilan/wakilwakil diplomatik antarnegara, secara garis besar melalui beberapa tahapan sebagai berikut.
Kedua belah pihak/negara melakukan kegiatan pendahuluan, diawali dengan tukar menukar informasi tentang kemungkinan dibukanya perwakilan diplomatik. Kegiatan ini biasanya dilakukan oleh kepala negara atau departemen luar negeri masing-masing.
Masing-masing pihak kemudian mengajukan permohonan persetujuan (agreement) untuk menempatkan duta besar/duta yang dicalonkan oleh masing-masing pihak/negara. Hal ini belum tentu membuat setiap pencalonan tersebut dapat diterima oleh negara yang bersangkutan, karena akan tergantung kepada penilaian negara yang akan menerimanya. Apabila dianggap persona nongrata, maka biasanya calon tersebut ditolak. Dengan demikian, harus diajukan calon lain sampai mendapat persetujuan.
Setelah ada persetujuan kedua belah pihak untuk mendapatkan diplomat, mereka (diplomat) itu menerima surat kepercayaan (letre de creance) dari departemen luar negeri negara masing-masing, yang telah ditandatangani oleh kepala negara. Surat kepercayaan itu menerangkan kebenaran identitas calon diplomat tersebut. Di samping itu, surat kepercayaan tersebut merupakan dokumen resmi.
Para penerima surat kepercayaan (diplomat) harus menemuai direktur protokol departemen luar negeri untuk memperoleh keterangan ketentuan apa yang mereka lakukan saat bertugas.
Penyerahan surat kepercayaan diplomat kepada pihak/negara yang akan menerima. Surat kepercayaan tersebut kemudian diserahkan langsung kepada kepala negara tempat bertugas. Sedangkan surat kepercayaan kuasa usaha, diberikan kepada menteri luar negeri tempat bertugas. Dalam upacara penyerahan surat kepercayaan tersebut, diplomat (duta besar) mengucapankan pidato di hadapan kepala negara yang menerima mereka. Isi pidato tersebut harus sudah diketahui oleh menteri luar negeri yang bersangkutan.
Meskipun demikian, dalam kenyataannya terdapat banyak kesukaran, terutama bagi negara-negara kecil. Alasannya adalah sebagai berikut.
Bagi negara-negara kecil terlalu besar biayanya yang harus ditanggung, juga kurangnya personal-personal yang terampil untuk mengembangkan tugas misi diplomatik ataupun konsuler.
Negara-negara kecil tersebut mungkin hanya memiliki sedikit kepentingan saja yang harus dilindungi di negara penerima yang bersangkutan.
Keengganan untuk membuka perwakilan diplomatik atau konsuler secara tetap di beberapa negara tertentu.
Pengangkatan dan penerimaan Perwakilan Diplomatik Menurut Oppenhein, hukum internasional tidak menentukan syaratsyarat yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk dapat diangkat menjadi duta atau konsul. Semua persyaratan ditentukan sendiri oleh tiap-tiap negara. Namun menurut Sir H. Nicholson dalam bukunya Diplomacy menyebutkan bahwa seorang diplomat harus memenuhi syarat sebagai berikut.
Kejujuran (truthfulness).
Ketelitian (precision).
Ketenangan (calm).
Temperamen yang baik (good temper).
Kesabaran dan kesederhanaan (patience).
Kesetiaan (loyalty).
Seseorang yang dicalonkan untuk menjadi kepala misi diplomatik dari negara pengirim terlebih dahulu harus mengusahakan persetujuan dari negara penerima.
Feltham R.G. menyatakan, bahwa seorang duta besar dianggap mewakili kepala negara pengirim, tetapi adakalanya negara penerima menolak dan tidak setuju akan pengangkatan duta yang dicalonkan. Setiap negara berhak untuk menolak suatu perwakilan diplomatik. Jika terjadi penolakan, maka negara penerima tidak diharuskan untuk memberitahukan alasan penolakan tersebut kepada negara pengirim.
Negara pengirim dapat mengajukan calon lain. Akan tatapi, kadangkadang negara pengirim tetap membiarkan jabatan itu kosong beberapa lama, dan tugasnya diserahkan kepada kuasa (charge d’affairs ad interim).
Selanjutnya apabila negara penerima menyetujuinya, maka duta tersebut dapat datang ke negara penerima dengan membawa surat kepercayaan (letters of credence atau letters de creance) yang telah ditandatangani oleh kepala negaranya.
Surat kepercayaan yang sudah disegel dan sebuah salinan harus diberikan kepada kepala negara penerima. Selain surat kepercayaan tersebut, duta tersebut juga membawa dokumen-dokumen lainnya.
Pengangkatan wakil-wakil diplomat dapat diperinci dalam dua kategori berikut.
Duta keliling, dimulai pada abad pertengahan yang sifatnya ad hoc. Perwakilan keliling bertugas sebagai delegasi ke konferensi internasional. Di samping itu, perwakilan keliling ini diakreditasikan pada perwakilan tertentu, dengan tugas mengadakan suatu perundingan khusus tentang masalah tertentu.
Duta tetap, dimulai pada abad 15 oleh negara Italia. Dengan adanya kedutaan tetap, maka misi diplomatik secara tetap juga telah resmi berlangsung antara negara-negara sampai sekarang.
1) Klasifikasi menurut Kongres Wina 1815
Ali Sastoamidjojo menyatakan bahwa, Kongres Wina tanggal 19 Maret 1815 menyetujui dibentuknya tiga kelas pejabat diplomatik. Berikut ini tiga kelas pejabat diplomatik tersebut.
Duta besar serta perwakilan kursi suci (ambasador papa lagates nuncios).
Duta besar luar biasa dan berkuasa penuh (envoy extra ordinary and minister plenipotentiary).
Kuasa usaha (charge d’affairs).
Duta besar serta perwakilan kursi suci (ambassador papa lagates nuncios) adalah bukan sebagai wakil pribadi kepala negara. Oleh karena itu, mereka tidak berhak untuk mengadakan pertemuan dengan kepala negara secara pribadi, meskipun menurut kebiasaan dapat berunding dengan kepala negara. Duta besar luar biasa dan berkuasa penuh berhak atas titel exellency berdasarkan komitas belaka.
Kuasa usaha (charge d’affairs) tidak ditempatkan oleh kepala negara pengirim kepada kepala negara penerima, tetapi ditempatkan oleh menteri luar negeri pengirim kepada menteri luar negeri penerima.
2) Klasifikasi menurut Kongres Aix La Chapelle 1818
Pada tanggal 21 Nopember 1818 diadakan kongres Aix La Chapelle yang dikenal sebagai “Kongres Achen”. Kongres ini dilaksakan tiga tahun setelah Kongres Wina I. Kongres Achen ini menghasilkan suatu protokol yang dikenal sebagai “Protokol Achen”. Protokol Achen merupakan appendix amandemen pada akta final yang mengatur masalah pangkat jabatan diplomatik.
Urut-urutan pangkat diplomatik menurut Kongres Aix La Chapelle adalah sebagai berikut.
Ambasador and legates, or nuncios.
Envoy and minister plenipotentiory.
Charge d’affaires.
Menurut Oppenheim, yang disebut nuncios adalah klasifikasi pangkat diplomatik dari tahta suci (Vatikan) pada tingkat kedutaan besar, sedangkan yang disebut inter nuncios adalah klasifikasi pangkat diplomatik pada tingkat kedutaan (logation). Internuncios ini sama dengan envoys minister plenipotentiory
3) Klasifikasi Perwakilan Diplomatik menurut Konvensi Wina 1961
Dalam Pasal 14 Konvensi Wina, ditentukan bahwa kepala-kepala misi diplomatik dibedakan menjadi tiga kelas. Berikut ini adalah kelaskelas tersebut.
Ambasador atau nuncios, diakreditasikan pada kepala negara dan kepala misi lain yang sederajat.
Envoys, minister, dan internuncios, diakreditasikan kepada kepala negara.
Charge d’affairs, diakreditasikan kepada menteri luar negeri.
Dalam prosesnya, tidak akan diadakan pembedaan di antara kepalakepala perwakilan berdasarkan kelasnya, kecuali mengenai urutan kehadiran dan etiket.
Sebelum membahas tentang tugas perwakilan diplomatik, terlebih dahulu dikemukakan tujuan diadakan perwakilan diplomatik. Tujuannya adalah sebagai berikut.
Memelihara kepentingan negara di negara penerima, sehingga jika terjadi sesuatu urusan, perwakilan diplomatik dapat mengambil langkah untuk menyelesaikannya.
Melindungi warga negara sendiri yang berdomisilli di negara penerima.
Menerima pengaduan-pengaduan untuk diteruskan kepada pemerintah negara pengirim.
Tugas perwakilan diplomatik menurut Wiryono Prodjodikoro, S.H. adalah sebagai berikut.
1) Representasi
Ada beberapa batasan mengenai tugas representasi, antara lain dikemukakan oleh Gerhand Van Glahn dalam bukunya Law Among Nations. Ia menyatakan bahwa seorang diplomat tidak hanya bertindak di dalam kesempatan ceremonial saja, tetapi juga melakukan protes atau mengadakan penyelidikan (inquirens) atau pertanyaan dengan pemerintah negara penerima. Ia mewakili kebijaksanaan politik pemerintah negaranya.
2) Negosiasi
Negosiasi adalah bentuk hubungan antarnegara berupa perlindungan atau pembicaraan, baik negara tempat ia diakreditasikan maupun dengan negara-negara lainnya. Perundingan atau pembicaraan merupakan salah satu tugas diplomat dalam mewakili negaranya. Dalam perundingan, seorang diplomat harus mengemukakan sikap negaranya kepada negara penerima yang menyangkut kepentingan dari kedua negara. Selain itu, juga mengemukakan sikap yang diambil oleh negaranya mengenai perkembangan internasional.
3) Observasi
Observasi dimaksudkan untuk menelaah dengan sangat teliti setiap kejadian atau peristiwa yang terjadi di negara penerima, yang mungkin dapat memengaruhi kepentingan negaranya. Selanjutnya, apabila dianggap perlu, maka pejabat diplomatik mengirimkan laporan kepada pemerintahnya.
4) Proteksi
Proteksi atau perlindungan adalah melindungi pribadi, harta benda, dan kepentingan warga negaranya yang berada di luar negeri. Hukum internasional telah memberikan wewenang kepada negara pengirim dalam bentuk perlindungan warga negaranya yang berada di negara tersebut, tetapi hal ini bukan merupakan kewajiban/wajib. Kewajiban ini timbul berdasarkan asas hukum nasional negara pengirim.
5) Meningkatkan hubungan persahabatan antarnegara
Konvensi Wina 1961 menyebutkan bahwa tugas perwakilan diplomatik adalah untuk meningkatkan hubungan persahabatan, mengembangkan hubungan ekonomi, kebudayaan, serta ilmu pengetahuan di antara negara penerima dengan pengirim.
Fungsi Perwakilan Diplomatik Fungsi perwakilan diplomatik menurut Konvensi Wina 1961 adalah mewakili negara pengirim di negara penerima untuk hal-hal berikut.
Melindungi segala kepentingan negara pengirim dan warganegaranya di negara penerima dalam batas-batas yang diizinkan oleh hukum internasional.
Mengadakan persetujuan dengan pemerintah negara penerima.
Memberikan keterangan tentang kondisi dan perkembangan negara penerima dengan cara yang diizinkan undang-undang dan melaporkan kepada pemerintah negara pengirim.
Memelihara hubungan persahabatan antara negara pengirim dan negara penerima dan mengembangkan hubungan ekonomi, kebudayaan, dan ilmu pengetahuan.
Dalam membina hubungan dengan negara lain yang bersifat nonpolitis, tugas tersebut dilaksanakan oleh suatu perangkat korps konsuler, yang terdiri dari konsul jenderal, konsul, konsul muda, dan agen konsul. Secara garis besar, perwakilan konsuler bertugas di bidang berikut.
Ekonomi, khususnya dalam menciptakan tata ekonomi dunia baru, misalnya menggalakkan ekspor komoditas nonmigas, promosi perjanjian perdagangan, dan lain-lain.
Kebudayaan dan ilmu pengetahuan, yaitu tukar-menukar pelajar, mahasiswa, dan lain-lain.
Tugas-tugas perwakilan konsuler antara lain sebagai berikut.
Memberikan paspor dan dokumen perjalanan kepada negara pengirim dan visa atau dokumen kepada orang yang ingin mengunjungi negara pengirim.
Bertindak sebagai notaris dan pencatat sipil, serta menyelenggarakan fungsi administrasi lainnya.
Bertindak sebagai subjek dalam praktik dan prosedur pengadilan atau badan lain di negara penerima.
Korps konsuler mempunyai kepangkatan bertingkat sebagai berikut.
Konsul jenderal, yaitu mengepalai Kantor Konsulat Jenderal yang dapat membawahi beberapa konsuler.
Konsul, yaitu mengepalai kantor konsulat yang membawahi satu daerah kekonsulan. Dapat saja seorang konsul diperbantukan kepada konsul jenderal.
Konsul muda, yaitu mengepalai kantor wakil konsulat yang ada di dalam satu daerah kekonsulan. Dapat seorang konsul muda diperbantukan kepada konsul jenderal atau konsul.
Agen konsul, yang diangkat oleh konsul jenderal atau konsul dan mempunyai tugas untuk mengurus hal-hal yang bersifat terbatas yang ada hubungannya dengan kekonsulan. Agen konsul ini ditugaskan di kota-kota yang termasuk kekonsulan
Selain sebagai agen konsul juga terdapat konsul kehormatan (konsul honoris) yang diangkat oleh konsul jenderal atau konsul. Konsul kerhormatan itu dapat diangkat dari bangsa asing atau bangsanya sendiri. Ia dapat melaksanakan tugasnya (menghubungkan perdagangan) dan tidak mendapat upah, melainkan mendapat tanda kehormatan atas jasa-jasanya.
Jika perwakilan diplomatik belum ada, sedangkan perwakilan konsuler sudah ada di negara tertentu, maka hubungan kenegaraan dilaksanakan oleh perwakilan konsuler sambil menunggu dibukanya perwakilan diplomatik.
Berdasarkan atas asas ekterritoriality (seorang duta besar atau diplomat harus dianggap berada di luar wilayah negara tempat ia ditempatkan), maka akibatnya para diplomat beserta para pegawainya mempunyai hak istimewa. Dengan kata lain, hak istimewa ini disebut hak ekterritoriality, yaitu mereka tidak tunduk kepada kekuasan peradilan sipil dan peradilan perdana tempat mereka ditempatkan.
Berdasarkan Konvensi Wina 1961, maksud pemberian kekebalan dan keistimewaan diplomatik itu bukanlah hanya untuk kepentingan individu semata, melainkan untuk menjamin pelaksanaan tugas negara yang diwakili. Selain itu, kekebalan dan keistimewaan diplomatik juga diberikan untuk menjamin pelaksanaan fungsi perwakilan diplomatik secara efisien.
Mengenai ketentuan pengklasifikasian kekebalan dan keistimewaan diplomatik di Indonesia, telah diatur dalam buku Pedoman Tertib Diplomatik dan Protokoler, yang diterbitkan oleh Departemen Luar Negeri. Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud kekebalan dan keistimewaan diplomatik mencakup dua pengertian. Kedua pengertian tersebut diuraikan sebagai berikut.
a. Inviolability (tidak dapat diganggu gugat)
Inviolability (tidak dapat diganggu gugat) adalah kekebalan terhadap alat-alat kekuasaan dari negara penerima dan kekebalan dari segala gangguan yang merugikan para pejabat diplomatik. Dengan demikian terkandung makna bahwa pejabat diplomatik yang bersangkutan memiliki hak untuk mendapat perlindungan dari alat-alat perkengkapan negara penerima. Pengartian dalam pedoman tertib diplomatik dan protokoler, inviolability merupakan terjemahan dari “inviolabel”, yang terdapat dalam Konvensi Wina 1961, yang menyatakan bahwa pejabat diplomatik adalah inviolabel, artinya ia tidak dapat ditangkap maupun ditahan oleh alat negara, atau alat perlengkapan negara penerima. Dan sebaliknya, negara penerima berkewajiban untuk mengambil langkah-langkah demi mencegah serangan atas kehormatan dan kekebalan dari pejabat diplomatik yang bersangkutan.
b. Immunity (kekebalan)
Imunity (kekebalan) adalah pejabat diplomatik kebal terhadap yuridiksi dari hukum negara penerima, baik hukum pidana, perdata, maupun hukum administrasi.
Sedangkan pengertian immunity dalam pedoman tertib diplomatik yang terdapat pada Konvensi Wina 1968, yaitu pejabat diplomatik akan menikmati kekebalan dari yurikdisi kriminal, sipil, serta administrasi dari negara penerima. Kekebalan yang terdapat dalam buku tertib diplomatik dan tertib protokoler diperinci menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut.
1) Kekebalan pribadi
Kekebalan pribadi (imunitas perorangan) dapat diperinci lagi sebagai berikut.
Berhak atas perlindungan istimewa atas pribadi dan atas harta bendanya.
Bebas dari alat-alat paksaan, baik soal perdata maupun soal pidana.
Bebas dari kewajiban menjadi saksi.
Bebas dari semua pajak langsung, kecuali pajak tanah, retribusi, dan bea materai.
2) Kekebalan kantor perwakilan dan rumah kediaman
Kantor perwakilan diplomatik dan rumah kediamannya tidak boleh dimasuki tanpa izin oleh negara penerima, kecuali dalam keadaan darurat, misalnya ada kebakaran, banjir, dan sebagainya. Bendera asing bebas berkibar di atas gedung kedutaan dengan tidak perlu didampingi bendera negara penerima di sebelah kanannya. Kekebalan kantor perwakilan dan rumah kediaman (immunitas tempat tinggal) menimbulkan hak asy atau hak suaka politik. Hak suaka politik adalah hak untuk mencari dan mendapatkan perlindungan dari suatu keduatan asing oleh seorang delliguent politik maupun kriminal.
3) Kekebalan terhadap koresponden (immunitas surat menyurat)
Kekebalan ini memungkinkan surat menyurat tidak boleh disensor. Ini tidak berarti bahwa duta dan pengikutnya tersebut dapat berbuat sewenang-wenang. Mereka diharuskan menaati peraturan perundangundangan yang berlaku di negara itu. Pelanggaran dapat menyebabkan pemerintah mengajukan protes kepada kementerian luar negeri negara pengirim. Jika perlu dengan permintaan kembali atau dipersonanongratakan .
Hubungan kerja sama internasional dapat dilakukan melalui berbagai cara. Perjanjian internasional atau saling menukar pengiriman korps diplomati atau konsuler seperti dijelaskan di atas termasuk cara melakukan hubungan internasional. Selain itu, kerja sama juga dapat dilakukan melalui organisasi-organisasi internasional.
Berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa dimulai dengan adanya peristiwa pada tanggal 1 September 1939, ketika tentara Jerman menyerbu Polandia sehingga pecah Perang Dunia II. Pecahnya Perang Dunia II membuktikan bahwa Liga Bangsa-Bangsa (LBB), yakni organisasi internasional (sebelum berdirinya PBB) yang dibentuk oleh Woodrow Wilson, Presiden Amerika Serikat semasa Perang Dunia I, tidak mampu mencegah perang dan memenuhi harapan dunia untuk menciptakan perdamaian abadi di muka bumi ini.
Kerusakan dan kesengsaraan yang terjadi sesudah Perang Dunia II menyebabkan umat manusia insaf terhadap akibat buruk yang ditimbulkan perang. Hal ini mendorong usaha-usaha untuk mewujudkan perdamaian antarbangsa di dunia ini.
Beberapa peristiwa penting yang merupakan dasar cita-cita pendirian PBB antara lain sebagai berikut.
1) Piagam Atlantic (Atlantic Charter)
Piagam ini hasil rundingan antara presiden Amerika Serikat (F.D. Roosevelt) dengan Perdana Menteri Inggris (Winston Churchill) tanggal 14 Agustus 1941, yang isinya antara lain sebagai berikut.
Tidak boleh ada perluasan wilayah jika tidak ada kemauan penduduk aslinya.
Segala bangsa berhak menentukan bentuk dan corak pemerintahannya sendiri.
Semua negara diperkenankan ikut serta dalam perdagangan internasional.
Membentuk perdamaian dunia supaya setiap bangsa dapat bebas dari rasa ketakutan dan kekurangan.
2) Maklumat Bangsa-Bangsa (Declaration of The United Nations)
Pertemuan yang diadakan di Washington, ibu kota Amerika Serikat dihadiri oleh 26 negara, yang kemudian melahirkan “Maklumat BangsaBangsa”.
Dalam maklumat tersebut disetujui program-program sebagaimana tercantum dalam Atlantic Charter. Maklumat ini ditandatangani pada tanggal 1 Januari 1942 oleh empat orang pimpinan negara, yakni Maxim Letvinov dari Uni Soviet, F.D. Roosevelt dari Amerika Serikat, Winston Churchill dari Inggris, dan T.V. Soong dari Cina Nasional.
Pada esok harinya, 22 negara lainnya ikut menandatangani naskah tersebut, sehingga 26 negara itu dianggap sebagai anggota pertama dari organisasi yang akan didirikan. Dari bulan Juni 1942 hingga Maret 1945, jumlah negara yang menyetujui maklumat bangsa-bangsa bertambah 21 negara sehingga jumlah seluruhnya 47 negara. Ke-47 negara itulah yang dianggap sebagai modal dasar anggota organisasi yang akan dibentuk. Semua negara tersebut diundang dalam konferensi di San Fransisco.
3) Maklumat Moskow
Maklumat bangsa-bangsa telah mencapai suatu persesuaian paham dan asa, untuk memulai melaksanakan cita-cita dunia yang damai. Sebagai tindak lanjut, diadakannya permusyawaratan antarmenteri luar negeri empat negara perintis, yaitu V. Molotov dari Uni Soviet, Cordel Hull dari Amerika Serikat, Anthony Eden dari Inggris, dan Foo Pingsjen dari Cina. Permusyawaratan ini diadakan di ibu kota Uni Soviet, Moskow. Permusyaratan tersebut berhasil mengeluarkan maklumat yang dikenal dengan “Maklumat Moskow”. Penandatangannya dilaksanakan tanggal 30 Oktober 1943. Maklumat tersebut menegaskan bahwa keempat negeri itu mengakui perlunya perdamaian dan keamanan internasional. Oleh karena itu, perlu didirikan organisasi internasional yang berdasar pada persamaan kedaulatan negara yang damai dan terbuka bagi tiap-tiap negara, baik negara besar maupun negara kecil.
4) Dumbarton Oaks Proposals
Keempat negara yang menandatangani Maklumat Moskow setahun kemudian mengadakan tukar pikiran di Dumbarton Oaks, dekat Washington. Hasil persetujuannya dikenal dengan “Dumbarton Oaks Proposals” (usulan-usulan Dumbarton Oaks) tertanggal 7 Oktober 1944. dari Dumbarton Oaks Proposals, nampaklah kerangka dan asas-asas organisasi dunia akan didirikan. Menurut Dumbarton Oaks Proposals, organisasi dunia yang akan berdiri mempunyai lima alat kelengkapan, yaitu:
General Assembly (Sidang Umum),
Security Council (Dewan Keamanan),
Economic and Social Council (Dewan Ekonomi dan Sosial),
International Court and Justice (Mahkamah Internasional), dan e) Secretariat General (Sekretaris Jenderal).
5) Konferensi Yalta Konferensi
Yalta dimaksudkan untuk mencapai kesepakatan tentang suara-suara di dalam dewan keamanan. Dewan tersebut mempunyai tugas menegakkan keamanan dunia. Kesepakatan “harga suara” di dalam dewan keamanan yang diputuskan dalam konferensi tersebut termaktub dalam pasal 27 Piagam Perdamaian. Dalam konferensi ini diputuskan pula bahwa pada tanggal 25 April 1945 akan diadakan konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bertempat di San Fransisco. Pengundangnya adalah pemerintah Amerika Serikat atas nama pemerintah Uni Soviet, Inggris, dan Tiongkok. Permusyawaratan di Yalta tersebut (Februari 1945) dihadiri oleh tiga pimpinan negara besar, yaitu Roosevelt (Presiden Amerika Serikat), Jenderal Besar Stalin (Uni Soviet), dan Winston Churchill (Perdana Menteri Inggris).
6) Konferensi San Fransisco
Konferensi San Fransisco dibuka pada tanggal 25 April 1945, bertempat di gedung komedi. Konferensi dihadiri oleh 50 negara. Konferensi berlangsung sampai dengan 26 Juni 1945 dan berhasil merumuskan Piagam Perdamaian atau Charter for Peace (Piagam PBB) yang terdiri dari 19 bab, 111 pasal. Piagam perdamaian ini menjadi dasar/pedoman bagi PBB dalam melaksanakan tugasnya. Piagam tersebut mulai berlaku tanggal 24 Oktober 1945. Tanggal tersebut diperingati sebagai hari PBB (United Nations Day).
Tujuan PBB terdapat dalam Mukadimah Piagam PBB, dan dipertegas lagi dalam Pasal 1 Piagam PBB, yaitu sebagai berikut.
Memelihara perdamaian dan keamanan internasional.
Memajukan hubungan persahabatan antarbangsa berdasarkan asas-asas persamaan derajat, hak menentukan nasib sendiri, dan mencampuri urusan dalam negara lain.
Mewujudkan kerja sama internasional dalam memecahkan masalah internasional dalam bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, dan kemanusiaan.
Menjadikan PBB sebagai pusat usaha dalam merealisasikan tujuan.
Untuk mencapai tujuan yang tercantum dalam Pasal 1, PBB menganut tujuh asas seperti tertuang dalam Pasal 2 Piagam Perdamaian berikut ini.
PBB didirikan atas dasar persamaan kedaulatan dari semua anggota.
Semua anggota dengan iktikad baik harus melaksanakan kewajibankewajiban yang telah disetujui sesuai dengan ketentuan Piagam.
Sengketa-sengketa internasional akan diselesaikan dengan cara damai sehingga tidak membahayakan perdamaian, keamanan, dan keadilan internasional.
Dalam melaksanakan hubungan internasional, semua anggota harus mencegah tindakan-tindakan yang berupa ancaman atau kekerasan terhadap hak kedaulatan atau kemerdekaan politik negara lain.
Semua anggota harus membantu PBB dalam tindakan-tindakannya yang diambil berdasarkan ketentuan Piagam.
PBB akan menjaga agar negara-negara yang bukan anggota bertindak sesuai dengan asas-asas yang ditetapkan oleh PBB.
PBB tidak akan mengadakan campur tangan dalam masalah-masalah dalam negeri dari setiap anggota atau mengharuskan penyelesaian masalah itu menurut Piagam.
Keanggotaan PBB dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut.
Anggota asli atau anggota pangkal atau original members (Pasal 3 Piagam PBB), terdiri dari 51 negara, yaitu negara-negara yang ikut ambil bagian dalam Konferensi San Fransisco 25 April – 26 Juni 1945.
Anggota atau members (Pasal 4, 5, dan 6 Piagam PBB), yaitu negaranegara anggota PBB yang masuk kemudian, berdasarkan syarat-syarat yang telah ditetapkan.
Adapun syarat-syarat untuk diterima sebagai anggota PBB antara lain sebagai berikut.
Negara yang merdeka.
Negara itu mencintai perdamaian.
Bersedia memenuhi kewajiban-kewajiban sebagai anggota PBB.
Mendapat persetujuan dari dewan keamanan PBB dan disetujui oleh Majelis Umum PBB.
Negara yang ingin menjadi anggota PBB, terlebih dahulu harus disetujui oleh dewan keamanan PBB. Persetujuan ini sekurang-kurangnya tujuh suara, yang di dalamnya termasuk semua anggota tetap dewan keamanan. Keputusan diterima atau tidaknya sebagai anggota, sepenuhnya menjadi wewenang Majelis Umum PBB. Pengambilan keputusan di dalam majelis berjalan secara demokratis, yaitu dengan suara 2/3 dari anggota yang hadir menyetujui. Negara anggota yang berulang kali malanggar asas-asas dan Piagam PBB dapat dikeluarkan sebagai anggota oleh majelis umum atas anjuran Dewan Keamanan (Pasal 6 Piagam Perdamaian)
Struktur dan peranan organisasi PBB Sampai saat ini terdapat belasan organisasi internasional yang memperoleh kedudukan sebagai badan khusus PBB, setelah membuat persetujuan dengan PBB sesuai ketentuan Pasal 63 Piagam PBB. Badanbadan khusus PBB yang terpenting adalah sebagai berikut.
Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization/ILO)
Organisasi Bahan Makanan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (Food and Agriculture Organization of the United Nation/FAO)
Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization/UNESCO)
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO)
Bank Pembangunan dan Perkembangan Internasional (International Bank of Reconstruction and Development/IBRD)
Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF)
Dalam Bab II Pasal 7 Piagam Perdamaian, disebutkan enam badan pokok PBB, yaitu sebagai berikut.
1) Majelis Umum (General Assembly)
Majelis Umum PBB merupakan badan tertinggi PBB, yang anggotanya terdiri dari semua negara anggota PBB (sampai 1 Januari 1985 berjumlah 159 negara). Struktur majelis umum terdiri dari badan berikut ini.
Ketua sidang majelis umum dipilih untuk memimpin selama sidang berlangsung dengan masa jabatan satu masa persidangan.
Anggota majelis, adalah wakil semua anggota PBB yang masing-masing anggota dapat diwakili oleh sebanyak-banyaknya lima orang utusan dengan satu hak suara.
Dalam sidang umum, keputusan diambil dengan kelebihan suara biasa (Pasal 18 ayat 3). Namun ada enam hal yang keputusannya hanya boleh diambil apabila 2/ 3 dari jumlah anggota yang hadir menyetujui. Enam hal tersebut adalah sebagai berikut.
Anjuran mengenai usaha perdamaian dan keamanan.
Pemilihan anggota tidak tetap dewan keamanan.
Pemilihan anggota dewan ekonomi dan sosial.
Penerimaan anggota baru PBB.
Urusan anggaran belanja.
Pengangkatan sekretaris jenderal.
Majelis umum bersidang sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun, akan tetapi sewaktu-waktu dapat pula diadakan sidang istimewa dengan syarat sebagai berikut.
Atas usul sekretaris jenderal dan disetujui oleh dewan keamanan.
Atas usul sebagai besar anggota PBB.
Di dalam sidang, bahasa yang dipergunakan oleh seorang utusan dapat memilih salah satu dari bahasa resmi PBB, yaitu bahasa Inggris, bahasa Prancis, bahasa Rusia, bahasa Spanyol, atau bahasa Cina. Sementara itu, dalam rapat-rapat kerja hanya bahasa Inggris dan Prancis saja yang dapat dipergunakan.
Setiap negara anggota wajib membayar iuran. Apabila selama dua tahun atau lebih lalai membayar iuran, akan kehilangan hak suaranya dalam majelis umum sampai negara yang bersangkutan melunasi kewajibannya. Tugas utama majelis umum ialah memajukan kerja sama internasional dalam bidang ekonomi, kultural, dan pendidikan.
2) Dewan Keamanan (Security Council)
Dewan keamanan PBB merupakan badan yang sangat penting dari organisasi PBB. Badan ini diberi tanggung jawab untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional. Dewan ini dapat bersidang setiap saat apabila dipandang perlu, terutama apabila terjadi sengketa internasional.
Pada mulanya Dewan Keamanan PBB beranggota 11 negara. Lima anggota tetap mempunyai hak veto, yaitu Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Prancis, dan RRC. Enam anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB dipilih oleh Majelis Umum PBB untuk masa jabatan dua tahun. Setiap tahun tiga anggota tak tetap diganti dengan angota baru. Sejak tahun 1965 anggota Dewan Keamanan dinaikkan menjadi 15 negara. Tiap-tiap negara anggota mengirimkan satu orang utusan saja.
Tugas Dewan Keamanan PBB adalah sebagai berikut.
Dewan Keamanan menyelesaikan sengketa internasional secara damai.
Didasarkan atas persetujuan sukarela melalui perundingan, penyelidikan, perdamaian, dan perantara atau jasa-jasa baik.
Berdasarkan paksaan hukum dalam persetujuan melalui perwasitan dan keputusan.
Dewan Kemanan mengadakan tindakan pencegahan atau paksaan dalam memelihara perdamaian dan keamanan.
Dewan Keamanan mengawasi wilayah yang sedang disengketakan.
Dewan Keamanan bersama-sama majelis umum memilih hakim Mahkamah Internasional. Dalam menjalankan tugasnya Dewan Keamanan dibantu tiga panitia, yaitu panitia staf militer, pelucutan senjata, dan pasukan PBB.
3) Dewan Ekonomi dan Sosial (Economic and Social Council)
Dewan Ekonomi dan Sosial (Ecosoc) mempunyai anggota 54 negara. Dewan ini bersidang sekurang-kurangnya tiga kali setahun di New York atau di tempat lain yang ditentukan. Tugas Ecosoc adalah sebagai berikut.
Membahas, mengkaji, dan menyusun rekomendasi kepada Majelis Umum yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi, masalah lingkungan, dan hakhak asasi manusia.
Mengkoordinir pekerjaan Komisi-Komisi dan Badan-badan Khusus PBB seperti WHO, ILO, FAO, dan UNICEF.
Melaksanakan kegiatan ekonomi dan sosial di bawah wewenang PBB.
Memajukan rasa hormat-menghormati terhadap hak-hak manusia dan kemerdekan asasi, dan lain-lain.
4) Dewan Perwalian (Trusteeship Council)
Anggota Dewan Perwalian terdiri atas tiga golongan, yaitu sebagai berikut.
Negara-negara yang menguasai daerah perwalian.
Anggota tetap Dewan Keamanan PBB.
Sejumlah negara anggota PBB yang dipilih oleh sidang umum untuk masa tiga tahun.
Daerah yang termasuk daerah perwalian adalah sebagai berikut.
Daerah-daerah mandat dari LBB dahulu.
Daerah-daerah lain yang dicabut dari negara poros (Jerman, Itali, dan Jepang).
Daerah-daerah lain yang dengan sukarela menyerahkan diri di bawah pengawasan internasional.
Tugas dari Dewan Perwalian adalah membimbing, mendorong, dan membantu mengusahakan kemajuan penduduk daerah perwalian dalam rangka mencapai kemerdekaan sendiri. Dengan makin banyaknya daerah-daerah perwalian yang telah mencapai kemerdekaan makin kecil pula peranan daerah perwalian.
5) Mahkamah Internasional (International Court of Justice)
Mahkamah Internasional PBB berkedudukan di Den Haag (Belanda). Anggotanya terdiri dari dewan keamanan. Hakim-hakim tersebut mamangku jabatan untuk masa tugas sembilan tahun. Tugas mahkamah Internasional PBB antara lain sebagai berikut.
Memerikasa perselisihan di antara negara-negara anggota PBB yang diserahkan kepadanya.
Memberikan pendapat kepada Majelis Umum PBB tentang penyelesaian sengketa di antara negara-negara anggota PBB.
Mendesak dewan keamanan untuk bertindak terhadap salah satu pihak yang berselisih apabila negara tersebut tidak menghiraukan keputusan-keputusan Mahkamah Internasional.
Memberi nasihat tentang persoalan hukum kepada Mejelis Umum dan dewan keamanan.
Sumber-sumber hukum yang digunakan untuk mengambil keputusan adalah sebagai berikut.
Konvensi-konvensi internasional.
Kebiasaan internasional.
Asas-asas umum yang diakui oleh negara yang mempunyai peradaban.
Keputusan-keputusan kehakiman dari berbagai negara sebagai cara tambahan untuk menentukan peraturan-peraturan hukum.
Mahkamah Internasional dapat membuat keputusan sesuai dengan apa yang dianggap adil, apabila pihak-pihak yang bersangkutan menyetujui.
6) Sekretariat (Secretariat)
Sekretariat PBB bertugas melayani badan-badan PBB lainnya serta melaksanakan program-programnya.
a) Sekretariat PBB terdiri atas jabatanjabatan berikut.
Sekretaris Jenderal sebagai pimpinan yang dipilih dalam sidang majelis umum dengan rekomendasi dari dewan keamanan. Masa tugas sekretaris jenderal lima tahun dan dapat dipilih kembali.
Wakil sekretaris jenderal atau under secretary sebanyak delapan orang.
Staf.
b) Tugas utama Sekretaris Jenderal PBB adalah sebagai berikut.
Melaksanakan tugas-tugas administratif PBB dan melaksanakan program-program dan kebijaksanaan badan-badan di lingkungan PBB.
Membuat laporan tahunan kepada Majelis Umum PBB mengenai seluruh kegiatan PBB.
Meminta kepada Dewan Keamanan untuk memerhatikan masalah yang menurut Sekretaris Jenderal PBB dapat menimbulkan gejolak yang mengancam perdamaian dan keamanan dunia.
Pada awal tahun 1950-an, situasi dunia mulai genting dengan adanya adu kekuatan antara blok Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat dengan blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet. Kedua negara besar tersebut ingin memasukkan pengaruhnya pada negara lain, terutama negara berkembang. Pada saat itu, negara-negara di dunia memang terpengaruh oleh blok Amerika Serikat dan blok Uni Soviet yang mulai memasuki era Perang Dingin.
Konferensi Asia-Afrika pertama kali diadakan di Bandung tahun 1955 oleh negara-negara Asia dan Afrika yang merupakan bekas negara-negara jajahan. Sebelumnya diadakan pertemuan atau Konferensi Colombo pada tanggal 28 April 1954 oleh lima negara, yaitu Pakistan, India, Burma (sekarang Myanmar), Srilanka, dan Indonesia yang dilanjutkan dengan pertemuan Bogor. Hasil pertemuan Bogor oleh kelima negara adalah penyelenggaraan Konferensi Asia-Afrika tahun 1955.
Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika (KTT Asia-Afrika) atau juga disebut Konferensi Bandung adalah sebuah konferensi tingkat tinggi antara negara-negara Asia dan Afrika. KTT Asia-Afrika tahun 1955 ini diselenggarakan oleh Indonesia, Myanmar, Srilanka, India, dan Pakistan. KTT ini dikoordinasi oleh Menteri Luar Negeri Indonesia, Roeslan Abdulgani. Pertemuan berlangsung antara 18 April – 24 April 1955, di Gedung Merdeka, Bandung, Indonesia. Tujuan konferensi adalah mempromosikan kerja sama ekonomi dan kebudayaan Asia-Afrika dan melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet, atau negara imperialis lainnya. Ada 29 negara yang mengirimkan wakilnya untuk mengikuti acara besar tersebut.
Negara-negara kolonial Barat pada umumnya meragukan kemampuan negara-negara baru itu untuk menyelenggarakan suatu konferensi politik. Akan tetapi, sambutan-sambutan dan dorongan-dorongan positif telah terdengar dari pihak negara-negara sosialis. Dengan semakin kuatnya usaha negara-negara sosialis dan negara-negara lain untuk menonjolkan peaceful-coexistence, maka terbentuklah agenda Konferensi Asia-Afrika. Lima pokok acara yang dibicarakan dalam konferensi tersebut adalah sebagai berikut.
Kerja sama ekonomi.
Kerja sama budaya.
Hak-hak asasi manusia dan hak menentukan nasib sendiri, termasuk di antaranya soal Palestina dan rasialisme.
Masalah-masalah bangsa-bangsa yang tidak merdeka, termasuk di antaranya soal Irian Barat dan Afrika Utara.
Masalah perdamaian dunia dan kerja sama internasional, termasuk di antaranya beberapa aspek tentang PBB, soal co-existence (hidup berdampingan) masalah Indo-Cina, Aden, serta masalah pengurangan persenjataan (disarmament) serta masalah-masalah senjata pemusnah massal.
Dalam pidato pembukaannya mengenai keadaan dunia, Presiden Soekarno mengingatkan antara lain bahwa kolonialisme belum mati. Pidatopidato sambutan, baik dari Indonesia maupun dari para ketua delegasi negara peserta selain telah menimbulkan suasana yang membesarkan semangat persaudaraan dan persahabatan di antara para peserta konferensi, juga merupakan suatu pernyataan lahirnya Asia-Afrika yang baru.
Sesuai dengan keterangan pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Sementara pada tanggal 14 Juni 1955 mengenai hasil-hasil Konferensi AsiaAfrika, antara lain dikemukakan sebagai berikut.
Konferensi dapat mengelakkan diri menjadi medan pertentangan Perang Dingin.
Beberapa ketegangan yang timbul di beberapa bagian Benua Asia-Afrika dapat diredakan.
Konferensi dapat menerima cara pendekatan tradisional bangsa Indonesia, yaitu musyawarah dan mufakat.
Sistem musyawarah dan mufakat ternyata dapat diterapkan pada konferensi tersebut dengan hasil yang baik.
Pada akhir konferensi dihasilkan beberapa dokumen, yaitu Basic Paper on Racial Discrimination dan Basic Paper on Radio Activity. Keduanya dianggap sebagai bagian dari keputusan konferensi yang dikenal dengan nama Dasasila Bandung. Dengan berkumpulnya 29 negara Asia-Afrika yang memiliki aneka warna dasar hidup kemasyarakatan, perekonomian, ketatanegaraan, sebenarnya telah diperlihatkan co-existence secara damai.
Adapun isi Dasasila Bandung adalah sebagai berikut.
Menghormati hak-hak dasar manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat di dalam Piagam PBB.
Menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa.
Mengakui persamaan semua suku bangsa dan persamaan semua bangsa, besar ataupun kecil.
Tidak melakukan campur tangan atau intervensi dalam soal-soal dalam negeri negara lain.
Menghormati hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri sendiri secara sendirian ataupun secara kolektif, yang sesuai dengan Piagam PBB.
Tidak menggunakan peraturan-peraturan dan pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus dari salah satu negara-negara besar, dan tidak melakukan campur tangan terhadap negara lain.
Tidak melakukan tindakan ataupun ancaman agresi ataupun penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik suatu negara.
Menyelesaikan segala perselisihan internasional dengan cara damai, seperti perundingan, persetujuan, arbitrasi, atau penyelesaian masalah hukum, ataupun lain-lain cara damai, menurut pilihan pihak-pihak yang bersangkutan, yang sesuai dengan Piagam PBB.
Memajukan kepentingan bersama dan kerja sama.
Menghormati hukum dan kewajiban-kewajiban internasional.
Sedangkan manfaat Konferensi Asia-Afrika bagi bangsa-bangsa di Asia dan Afrika adalah sebagai berikut.
Merupakan titik kulminasi dari solidaritas di kalangannya.
Awal kerja sama baru dan pemberian dukungan yang lebih tegas terhadap perjuangan kemerdekaan.
Bagi bangsa Indonesia sendiri, manfaat Konferensi Asia-Afrika adalah membawa keuntungan seperti berikut.
Ditandatanganinya persetujuan dwi kewarganegaraan antara Indonesia dan RRC. Seorang yang memegang dwi kewarganegaraan harus memilih salah satu, yaitu menjadi negara Indonesia atau RRC. Warga negara yang tidak memilih dapat mengikuti kewarganegaraan ayahnya.
Memperoleh dukungan berupa putusan Konferensi Asia-Afrika mengenai perjuangan merebut Irian Barat.
Negara-negara yang tergabung dalam Asia-Afrika terbukti telah mampu mengembangkan hubungan internasional yang damai dan menguntungkan negara-negara anggota. Pada mulanya gerakan ini dimaksudkan sebagai imbangan negara-negara berkembang (Asia dan Afrika) dalam berkompetisi dengan dua kekuatan besar waktu itu, yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet. Mereka tidak ingin terlibat dalam perseteruan dan ingin netral dari kedua kekuatan tersebut. Di sisi lain, negara-negara anggota berkeinginan besar untuk tetap berdaulat, berkembang, maju, dan bisa menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya.
Asia-Afrika mampu menumbuhkan hubungan damai dan kerja sama yang saling bermanfaat, khususnya bagi negara-negara anggota. Bersamaan dengan berakhirnya Perang Dingin, peran Asia-Afrika seakan menjadi berkurang. Namun dewasa ini, telah dijalin hubungan dan kerja sama ekonomi dalam upaya saling memenuhi kebutuhan dalam rangka kesejahteraan rakyat. Hal ini dibuktikan dengan menyelenggarakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT). Konferensi Tingkat Tinggi lebih membicarakan masalah pembangunan dan kerja sama yang saling menguntungkan antarnegara-negara anggota.
Adanya Konferensi Asia-Afrika menunjukkan hubungan yang semakin erat antarbangsa-bangsa di wilayah Asia dan Afrika. Bagi Indonesia sebagai pelopor Konferensi Asia-Afrika, keikutsertaan dalam pertemuan tersebut merupakan wujud nyata dari tujuan nasional, yaitu ikut serta menciptakan perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan berkeadilan sosial.
ASEAN merupakan singkatan dari Association of South East Asian Nation atau perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara. ASEAN dibentuk berdasarkan Deklarasi Bangkok tanggal 8 Agustus 1967. Deklarasi itu ditandatangani oleh lima tokoh pendiri ASEAN, yaitu Adam Malik (Indonesia), Tun Abdul Razak (Malaysia), Thanat Khoman (Thailand), Rajaratnam (Singapura), dan Narsico R. Ramos (Filipina).
Beberapa pikiran yang melatarbelakangi Deklarasi Bangkok tersebut adalah sebagai berikut.
Semua negara anggota ASEAN bertanggungjawab untuk memperkokoh stabilitas ekonomi dan sosial budaya di wilayah Asia Tenggara.
Semua negara anggota ASEAN menjamin bahwa pembangunan nasional mereka masing-masing akan berlangsung secara damai dan progresif.
Semua negara anggota ASEAN akan menjaga stabilitas dan keamanan nasional mereka dari campur tangan pihak luar dalam segala bentuk manifestasinya.
Semua pangkalan militer asing hanya bersifat sementara dan tidak akan dipergunakan untuk melakukan subversi terhadap kemerdekaan dan kebebasan nasional negara anggota ASEAN.
Kemudian, dari keempat pokok pikiran itu dijadikan tolok ukur bagi negaranegara pendiri dan hasilnya tertuang dalam Deklarasi Bangkok, yaitu sebagai berikut.
Untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial serta pengembangan kebudayaan di wilayah Asia Tenggara melalui usaha bersama dalam semangat persamaan dan persahabatan untuk memperkokoh landasan suatu masyarakat Asia Tenggara yang sejahtera dan damai.
Untuk meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan menghormati keadilan dan tertib hukum dalam hubungan antarnegara di kawasan Asia Tenggara serta mematuhi prinsip-prinsip Piagam PBB.
Untuk meningkatkan kerja sama yang efektif dan saling membantu dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, teknik, ilmu pengetahuan, dan administrasi untuk pengkajian bersama.
Untuk meningkatkan pengkajian wilayah Asia Tenggara.
Untuk memelihara kerja sama yang erat dan berguna dengan organisasiorganisasi internasional dan regional lainnya.
Kini jumlah anggota ASEAN ada 11 negara. Brunei Darussalam menjadi anggota keenam ASEAN sejak tanggal 7 Januari 1984. Vietnam menjadi anggota ketujuh sejak tahun 1995. Laos dan Myanmar bergabung dengan ASEAN pada tahun 1997. Sejak 30 April 1999, Kamboja resmi menjadi anggota ke-10 ASEAN. Dan Timor Leste resmi menjadi anggota ke-11 pada tahun 2011.
Susunan organisasi ASEAN kini telah banyak mengalami pengembangan dan penyempurnaan dibanding pada masa awal berdirnya. Pada awalnya, struktur organisasi ASEAN yang didasarkan pada Deklarasi Bangkok terdiri atas Sidang Tahunan Para Menteri, Standing Committee, Komisi-komisi Tetap dan Komisi-komisi Khusus, dan Sekretariat Nasional ASEAN pada setiap ibukota negara-negara anggota. Namun setelah KTT ASEAN di Bali tahun 1976, struktur organisasi ASEAN diubah menjadi berikut ini.
ASEAN Summit.
ASEAN Ministerial Meeting (AMM), yaitu sidang para Menteri Luar Negeri ASEAN.
ASEAN Economic Ministers (AEM), yaitu sidang para Menteri Ekonomi.
ASEAN Finance Ministers Meeting (AFMM), yaitu sidang Menteri Keuangan ASEAN.
Others ASEAN Ministerial Meeting, yaitu sidang para Menteri nonekonomi.
SEAN Standing Committee (ASC).
Senior Economic Officials Meeting (SEOM), Senior Officials Meeting (SOM), ASEAN Senior Financials Officials Meeting (ASFOM), dan Committees.
Sub-Committees and Working Groups, yaitu sub-sub komisi dan kelompok-kelompok kerja ASEAN.
ASEAN Secretariat, yaitu sekretariat ASEAN
Sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Bangkok, tujuan pembentukan ASEAN adalah sebagai berikut.
Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, serta pengembangan kebudayaan di kawasan ini melalui usaha bersama dalam semangat kesamaan dan persahabatan untuk memperkokoh landasan masyarakat bangsa-bangsa di Asia Tenggara yang sejahtera dan damai.
Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan menghormati keadilan dan tertib hukum di dalam hubungan antara negara-negara di kawasan ini serta mematuhi prinsip-prinsip Piagam PBB.
Meningkatkan kerja sama yang aktif serta saling membantu dalam masalah-masalah kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, teknik, ilmu pengetahuan, dan administrasi.
Saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana-sarana latihan dan penelitian dalam bidang pendidikan, profesional, teknik, dan administrasi.
Bekerja sama dengan lebih efektif dalam meningkatkan penggunaan pertanian serta industri mereka, perluasan perdagangan komoditas internasional, perbaikan sarana-sarana pengangkutan dan komunikasi serta peningkatan akan taraf hidup rakyat-rakyat mereka.
Memelihara kerja sama yang erat dan berguna dengan organisasiorganisasi internasional dan regional yang ada, dan menjajaki segala kemungkinan untuk saling bekerja sama secara lebih erat di antara mereka sendiri.
Manfaat kerja sama internasional bagi Indonesia antara lain sebagai berikut.
Masalah politik dan keamanan Indonesia dapat diselesaikan dalam Lembaga Internasional. Misalnya, saat Agresi Militer Belanda tanggal 21 Juli 1947, wakil-wakil India dan Australia mengajukan usul agar masalah Indonesia dibicarakan dalam Dewan Keamanan PBB. Berdasarkan usul tersebut kemudian PBB sebagai perantara antara Indonesia-Belanda membentuk Komisi Tiga Negara (KTN). Dengan dibentuknya KTN, akhirnya Indonesia – Belanda melakukan perundingan di kapal Amerika yaitu kapal Renville.
Melalui kerja sama internasional (PBB), lembaga internasional tersebut dapat berperan sebagai pihak penengah dan sebagai pihak yang menghentikan perselisihan antarnegara. Misalnya, pada Agresi Militer Belanda yang kedua, PBB mengeluarkan resolusi agar Indonesia – Belanda:
menghentikan saling menyerang;
membebaskan segala tawanan;
berunding lagi atas dasar persetujuan Linggarjati dan Renville;
pemerintah RI dikembalikan ke Yogyakarta.
Selain itu Dewan Keamanan PBB juga membantu mengadakan perdamaian secepat-cepatnya, yaitu menetapkan tanggal, waktu, serta syarat untuk mengadakan KMB (Konferensi Meja Bundar).
Masalah wilayah pemerintahan Indonesia dapat diselesaikan dengan adanya PBB. Misalnya, Irian Barat dikembalikan kepada Indonesia dari tangan Belanda pada tahun 1962.
Dengan adanya kerja sama internasional (PBB) dapat melahirkan dokumendokumen yang bermanfaat bagi kehidupan kenegaraan Indonesia terutama dalam penegakan HAM, misalnya:
Universal Declaration of Human Right, 10 Desember 1948;
Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Kultural, tahun 1966;
Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan politik, tahun 1966.
Dengan kerja sama internasional yang terwujud dalam organisasi internasional di bawah PBB, masalah politik, sosial, budaya, ekonomi, maupun hukum dapat terselesaikan, antara lain dengan lahirnya organisasi seperti berikut.
OPEC (Organization of Petroleum Exporting Country)
CGI (Consultative Group of Indonesia)
GNB (Gerakan Non Blok) 4) NATO (North Atlantic Treaty Organitation) 5) OIC (Organization of the Islamic Conference)
Dengan adanya perjanjian internasional, Indonesia dapat mengatasi masalah wilayah kedaulatan. Misalnya, setelah sidang hukum laut di Geneva tahun 1958 dapat menghasilkan beberapa konvensi sebagai berikut.
a. Convention on the territorial sea and the contiguous zone
Konvensi ini berkaitan dengan kedaulatan teritorial. Sehingga dengan konvensi ini Indonesia belum dapat mewujudkan kesatuan wilayah.
b. Convention on the high sea
Konvensi ini berkaitan dengan kedaulatan atas sumber alam, begitu juga konvensi yang ketiga.
c. Convention on finishing and conservation of the living resources of the high sea.
Sedangkan konvensi yang lain diratifikasi Indonesia dengan UU No. 19 tahun 1981. Namun, karena permasalahan reservating, akhirnya PBB menolak untuk mendeposit instrument of ratification. Konsekuensinya, Indonesia hanya menjadi anggota sah dari satu konvensi saja (Convention on the high sea).
Walaupun demikian, Indonesia tetap dapat menerapkan ketentuan konvensi tersebut. Akhirnya Konvensi tersebut dijadikan dasar oleh Indonesia untuk membagi wilayah sumber alam di landas kontinen dengan negara-negara tetangga, yaitu dengan mengukurnya dari titik-titik terluar pulau-pulau Indonesia.
Dengan konvensi tersebut Indonesia dapat menanamkan asas teritorial Negara Kepulauan melalui konsepsi kewilayahan sumber daya. Selain itu perjuangan pengakuan atas prinsip negara kapulauan dilakukan dalam Konvensi Hukum Laut 1982, yang hasilnya sebagai berikut.
Pengakuan atas batas 12 mil laut sebagai laut teritorial negara pantai dan negara kepulauan.
Pengakuan batas 200 mil laut sebagai zona ekonomi eksklusif.
Pengakuan hak negara tak berpantai untuk ikut memanfaatkan sumber daya alam dan kekayaan lautan
Bangsa Indonesia dalam membina hubungan dengan negara lain menerapkan prinsip politik luar negeri yang bebas dan aktif yang diabadikan bagi kepentingan nasional, terutama untuk kepentingan pembangunan di segala bidang serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Pembangunan hubungan luar negeri Indonesia dituntut untuk meningkatkan persahabatan dan kerja sama bilateral, regional, dan multilateral melalui berbagai macam forum sesuai dengan kepentingan dan kemampuan nasional.
Perwujudan hubungan luar negeri tersebut diimplementasikan pada sikap menghargai prinsip kerja sama dan perjanjian internasional. Sikap menghargai bangsa Indonesia ditunjukkan dengan adanya keikutsertaan Indonesia di berbagai organisasi dan forum global. Misalnya, menjadi anggota PBB, pemrakarsa KAA dan GNB, pemrakarsa ASEAN, menjadi anggota OPEC, dan lain sebagainya.
Selain menghargai prinsip luar negeri dan mendukung kerja sama dan perjanjian internasional, bangsa Indonesia perlu melakukan upaya-upaya untuk membangun citra positif di dalam pergaulan dunia. Upaya-upaya tersebut antara lain sebagai berikut
Memperkenalkan kebudayaan nasional, hasil-hasil pembangunan, dan daerahdaerah tujuan wisata.
Pertukaran pelajar, mahasiswa, pemuda, dan kegiatan olahraga dalam skala internasional.
Berperan aktif dalam menyelesaikan permasalahan dunia yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
Konstruktif dan konsisten dalam memperjuangkan masalah dunia yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
Kemampuan antisipasi dan penyesuaian terhadap perkembangan, perubahan, dan gejolak dunia melalui jalur diplomasi disertai dengan pendekatan yang tepat sesuai dengan kepentingan nasional. Termasuk di dalamnya aktif mengawasi jalannya kerja sama internasional, baik melalui LSM, media massa, atau lembaga lainnya.
Penggalangan dan pemupukan solida-ritas, kesatuan, dan sikap kerja sama di antara negara-negara berkembang maupun negara maju, dilakukan dengan memanfaatkan forum organisasi internasional.
Tidak membuat isu negatif dari proses dan hasil kerja sama, tetapi berpartisipasi aktif dakan upaya mendukung kerja sama yang positif.
Jujur dan terbuka dalam menjelaskan kerja sama dan hasil-hasilnya kepada masyarakat, tidak untuk kepentingan suatu kelompok tertentu.
Meningkatkan kegiatan ekonomi, tukar-menukar ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka memperkokoh persatuan dan ketahanan nasional masing-masing negara serta terwujudnya kawasan dunia yang aman, damai, bebas, netral, sejahtera, dan bebas dari bahaya senjata nuklir.
Secara sederhana, para ahli hukum internasional mengartikan hubungan internasional sebagai hubungan antarbangsa.
Subjek hukum internasional adalah orang atau badan/lembaga yang dianggap mampu melakukan perbuatan atau tindakan hukum yang diatur dalam hukum internasional dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum internasional atas perbuatannya tersebut.
Subjek hukum internasional mencakup negara, organisasi internasional, pihak yang bersengketa, perusahaan internasional, tahta suci, dan individu.
Pola hubungan antarbangsa dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu pola penjajahan, hubungan ketergantungan, dan hubungan sama derajat antarbangsa.
Beberapa sarana yang dapat digunakan oleh negara-negara di dunia dalam hubungan internasional, yaitu diplomasi, propaganda, ekonomi-sosial-budaya, dan kekuatan militer.
Perjanjian internasional adalah perjanjian yang diadakan oleh anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum tertentu.
Istilah dalam perjanjian internasional antara lain: treaty, agreement, konvensi, protokol, statuta, charter, declaration, covenant, final act, modus vivendi, dan pact.
Tahap-tahap dalam perjanjian internasional adalah perundingan, penandatanganan, dan pengesahan.
Peranan perwakilan diplomatik menurut Wiryono Prodjodikoro, S.H. adalah representasi, negosiasi, observasi, proteksi, dan meningkatkan hubungan persahataban antarbangsa.
Berdasarkan atas asas ekterritoriality (seorang duta besar atau diplomat harus dianggap berada di luar wilayah negara tempat ia ditempatkan), maka akibatnya para diplomat beserta para pegawainya mempunyai hak kekebalan diplomatik.
Peranan PBB adalah sebagai berikut.
Memelihara perdamaian dan keamanan internasional.
Memajukan hubungan persahabatan antarbangsa berdasarkan asas-asas persamaan derajat, hak menentukan nasib sendiri, dan mencampuri urusan dalam negara lain.
Mewujudkan kerja sama internasional dalam memecahkan masalah internasional dalam bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, dan kemanusiaan.
Menjadikan PBB sebagai pusat usaha dalam merealisasikan tujuan.
Peranan Konferensi Asia-Afrika adalah mempromosikan kerja sama ekonomi dan kebudayaan Asia-Afrika dan melawan kolonialisme atau neokolonialisme Amerika Serikat, Uni Soviet, atau negara imperialis lainnya.
Peranan pembentukan ASEAN adalah sebagai berikut.
Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, serta pengembangan kebudayaan di kawasan ini melalui usaha bersama dalam semangat kesamaan dan persahabatan untuk memperkokoh landasan masyarakat bangsa-bangsa di Asia Tenggara yang sejahtera dan damai.
Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional dengan jalan menghormati keadilan dan tertib hukum di dalam hubungan antara negara-negara di kawasan ini serta mematuhi prinsip-prinsip Piagam PBB.
Meningkatkan kerja sama yang aktif serta saling membantu dalam masalahmasalah kepentingan bersama dalam bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, teknik, ilmu pengetahuan, dan administrasi.
Saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana-sarana latihan dan penelitian dalam bidang pendidikan, profesional, teknik, dan administrasi.
Bekerja sama dengan lebih efektif dalam meningkatkan penggunaan pertanian serta industri mereka, perluasan perdagangan komoditas internasional, perbaikan sarana-sarana pengangkutan dan komunikasi serta peningkatan akan taraf hidup rakyat-rakyat mereka.
Memelihara kerja sama yang erat dan berguna dengan organisasi-organisasi internasional dan regional yang ada, dan menjajaki segala kemungkinan untuk saling bekerja sama secara lebih erat di antara mereka sendiri.