Dari Meja Redaksi Kesumba
Halo, pembaca Kesumba đź‘‹
Di halaman ini, kami—tim kecil yang jaga mading digital ini—akan berbagi sedikit cerita dari balik layar.
Kadang tentang edisi yang lagi terbit, kenapa kami memilih tema tertentu, atau sekadar hal-hal kecil yang kami rasakan saat membaca karya dari teman-teman kalian.
Kadang ada yang lucu, ada yang bikin melamun, bahkan ada yang nyangkut sampai beberapa hari di kepala.
Editorial ini bukan buat menggurui.
Kami hanya ingin kamu tahu, bahwa setiap karya yang terbit di Kesumba… dibaca dengan sungguh-sungguh. Dihargai. Dan kadang—secara diam-diam—kami juga ikut belajar dari tulisan kalian.
Jadi, kalau kamu penasaran:
Siapa yang nentuin karya unggulan?
Apa sih yang bikin satu karya terasa “ngena banget”?
Atau kenapa tiba-tiba muncul tema aneh bulan ini?
Jawabannya mungkin akan muncul di sini. Atau mungkin juga enggak. Tapi yang pasti:
ini halaman tempat kami bicara. Tanpa topeng. Tanpa formalitas.
Selamat membaca.
Dan terima kasih sudah jadi bagian dari Kesumba.
Ini adalah halaman awal di tahun pertama kali mading digital ini terbit. "Harapan dan semangat mewakili banyak hal yang sempat tertunda, tapi belum hilang."Â Entah sebagai siswa atau sebagai guru, semua berhak memiliki harapan dan memamerkan semangatnya.
Lantas, kenapa tidak edisi awal ini kita mulai dan rangkul dengan semangat dan harapan yang besar?
🪶 Ketika seseorang menerima afirmasi semangat atau harapan, otak meresponsnya bukan sekadar secara emosional, tapi juga biologis. Bagian otak seperti prefrontal cortex—yang bertanggung jawab terhadap pengambilan keputusan dan perencanaan—menjadi lebih aktif. Pada saat yang sama, sistem dopamin dalam otak ikut bekerja, memicu rasa senang dan motivasi untuk bergerak. Inilah sebabnya kalimat sederhana seperti “kamu bisa” atau “masih ada harapan” bisa mengubah arah hari seseorang: dari ingin menyerah, menjadi ingin mencoba lagi. Afirmasi bukan cuma kata-kata baik—ia adalah sinyal yang membuat otak percaya, dan tubuh akhirnya ikut bergerak untuk berkarya lebih baik.Â
Karya-karya dalam edisi ini tidak bertema tertentu. Semua bisa memajang karyanya, entah itu berasal dari sesuatu yang menyemangatinya, ataupun menimbulkan semangat. Entah itu berasal dari harapan kecil yang ia malu-malu untuk diungkapkan, atau rencana yang ingin disusun ulang.Â
Kita.
Layak
untuk mengungkap harapan, memajang semangat, dan merajut rencana.
Tanpa peduli itu akan berjalan sesuai rencana ataukah tidak.
yang penting,
ikhtiar ini akan berjalan dengan rasa nyaman.
Di tengah derasnya arus informasi, tuntutan zaman, dan tantangan sosial yang kian kompleks, generasi muda Indonesia dihadapkan pada pilihan: menjadi penonton atau pelaku perubahan. Di sinilah makna dari tiga kata kunci ini hadir sebagai panggilan jiwa: Berani, Berkarya, Bermakna.
Berani bukan sekadar soal melawan arus atau tampil beda. Ini tentang punya keberanian berpikir kritis, bicara jujur, dan melangkah meski penuh risiko. Berani untuk menolak sikap pasif. Berani untuk bertindak ketika melihat ketidakadilan. Tanpa keberanian, ide hanya akan berakhir di angan-angan.
Tapi keberanian saja tak cukup. Ia harus diwujudkan dalam bentuk nyata—itulah berkarya. Dalam dunia yang penuh kebisingan digital, karya menjadi bukti nyata bahwa kita hadir dan peduli. Entah itu tulisan, lukisan, aplikasi, kegiatan sosial, atau bahkan gerakan kecil di lingkungan sekitar, setiap karya adalah perlawanan terhadap sikap masa bodoh.
Namun, karya yang hebat adalah yang bermakna. Bukan yang hanya ramai sesaat, tapi yang punya dampak. Yang menginspirasi, menyentuh, dan memberi perubahan. Bermakna berarti tidak sekadar produktif, tetapi sadar akan tujuan. Apa yang kita hasilkan tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tapi juga bagi orang lain.
Di era serba cepat ini, banyak yang tergoda memilih yang instan, viral, dan kosong nilai. Tapi generasi yang kuat adalah mereka yang memilih jalur penuh makna. Berani melawan ketakutan, berkarya melampaui batas, dan menjadikan hidup lebih bermakna—itulah spirit yang harus terus dijaga.
Mari kita menjadi generasi yang bukan hanya hidup di masa kini, tapi juga membentuk masa depan. Karena sesungguhnya, hidup yang berani, berkarya, dan bermakna adalah warisan terbaik untuk bangsa ini.