AGUSTUS 2025
"Merdeka menjadi Diri Sendiri"
"Merdeka menjadi Diri Sendiri"
Di tengah derasnya arus informasi, tuntutan zaman, dan tantangan sosial yang kian kompleks, generasi muda Indonesia dihadapkan pada pilihan: menjadi penonton atau pelaku perubahan. Di sinilah makna dari tiga kata kunci ini hadir sebagai panggilan jiwa: Berani, Berkarya, Bermakna.
Berani bukan sekadar soal melawan arus atau tampil beda. Ini tentang punya keberanian berpikir kritis, bicara jujur, dan melangkah meski penuh risiko. Berani untuk menolak sikap pasif. Berani untuk bertindak ketika melihat ketidakadilan. Tanpa keberanian, ide hanya akan berakhir di angan-angan.
Tapi keberanian saja tak cukup. Ia harus diwujudkan dalam bentuk nyata—itulah berkarya. Dalam dunia yang penuh kebisingan digital, karya menjadi bukti nyata bahwa kita hadir dan peduli. Entah itu tulisan, lukisan, aplikasi, kegiatan sosial, atau bahkan gerakan kecil di lingkungan sekitar, setiap karya adalah perlawanan terhadap sikap masa bodoh.
Namun, karya yang hebat adalah yang bermakna. Bukan yang hanya ramai sesaat, tapi yang punya dampak. Yang menginspirasi, menyentuh, dan memberi perubahan. Bermakna berarti tidak sekadar produktif, tetapi sadar akan tujuan. Apa yang kita hasilkan tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, tapi juga bagi orang lain.
Di era serba cepat ini, banyak yang tergoda memilih yang instan, viral, dan kosong nilai. Tapi generasi yang kuat adalah mereka yang memilih jalur penuh makna. Berani melawan ketakutan, berkarya melampaui batas, dan menjadikan hidup lebih bermakna—itulah spirit yang harus terus dijaga.
Mari kita menjadi generasi yang bukan hanya hidup di masa kini, tapi juga membentuk masa depan. Karena sesungguhnya, hidup yang berani, berkarya, dan bermakna adalah warisan terbaik untuk bangsa ini.
oleh Makmur, S. Pd.
Sudah lama, delapan puluh kali Agustus
Indonesia merayakan hari yang bersejarah
Terasa, Makin jauh dari tahun 1945 makin tak bermakna
Hanya hingar bingar agar terkesan cinta
Delapan puluh tahun usianya
Harusnya sudah dewasa, matang, mapan
Tapi ketimpangan masih mengangah lebar
Tegaknya Keadilan makin rapuh
Kekecewaan bagi anak bangsa terasa
Golombang protes di media di jalan tersumbat
Mengingatkan mereka dianggap musuh
Kata-kata cinta dianggap kata kebencian
Indonesiaku, negeriku, yang indah dan kaya
Harusnya menjadi negara yang paling maju
Harusnya rakyat sejahtera, aman, damai
Harta melimpah, penduduk relejius, dukungan iklim, geografis
Harapan luhur para tokoh pendiri bangsa
Jauh Menyimpang bahkan nyasar
Dibelokkan oleh para mafia berkedok perilaku mulia
Rakyat tertipu oleh citra rekayasa.
Delapan puluh tahun tangaal 17 Agustus 2026
Rakyat mengenang kembali hari yang tdak terlupakan
cita-cita para pahlawan bukanlah sekedar angan-angan
keadilan social bagi seluruh rakyat indoensia terwujud
Serial ini menceritakan episode-episode yang berbeda di dua latar, yaitu di warung kopi tiam dan coffee shop. Setiap latar punya episode berbeda dan memiliki cerita unik yang kadang nyentuh, kadang menggelitik.
Baca serial pertamanya di sini, yuk!
SELENGKAPNYA
Ada kisah seorang laki-laki yang sering sekali mendapatkan perilaku yang tidak mengenakkan. Seringkali jadi korban bullying karena faktor ekonomi kedua orangg tuanya.
Adalah seorangpetani yang tinggal di desa kecil. Setiap hari anak itu membantu kedua orang tuanya membajak sawah. Anak itu sekali pun tidak pernah gengsi terhadap pekerjaan orang tuanya.
Pada keesokan harinya, anak itu mulai berangkat menujiu ke sekolahnya dan kedua orang tuanya menitipkan pesan, "Janganlah membuat keributan di sekolah untuk mencari ilmu di sekolah."
Anak itu pun pergi ke sekolah untuk menuntut ilmu. Tapi seketika itu, ada seorang pembully bersama rombongannya berniat mengganggu si anak itu. Anak itu pingsan dipukuli beramai-ramai. Anak yang tidak dapat melawan itu dilarikan ke rumah sakit.
Semua tulang rusuknya retak akibat dipukuli oleh teman-temannya itu. Beruntung ia masih bisa selamat.
Semenjak hari itu, anak tersebut tidak mau lagi ke sekolah karena memiliki rasa trauma yang berat. Hampir tiga pekan lebih ia tidak masuk ke sekolah karena takut dibuli. Pihak keamanan sudah membawa anak-anak yang terbukti sebagai pelaku ke penjara anak karena masih di bawah umur untuk sementara waktu. Hingga kemudian pihak pembully dipertemukan dengan korban dan keluarganya. Akhirnya sepakat untuk berdamai.
Cerpen
Flash Fiction
Cerpen Kilat
Ceritanya gini, bro-sis. Jadi, sebelum Indonesia merdeka, dunia lagi kacau banget. Tahun 1945, Jepang udah megap-megap diserang Sekutu. Dua bom atom di Hiroshima dan Nagasaki bikin Jepang nyerah. Nah, momen ini dimanfaatkan para tokoh bangsa buat nyusun rencana kemerdekaan. Tapi, di sinilah mulai muncul konflik: golongan muda pengen proklamasi cepet, golongan tua masih mikir-mikir.
Saking gregetnya, para pemuda kayak Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana "menculik" Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok. Tujuannya? Biar mereka enggak kena pengaruh Jepang lagi. Di sana, mereka dibujuk buat cepet-cepet proklamasi. Tapi Soekarno masih hati-hati. Dia enggak mau gegabah tanpa persiapan.
Akhirnya setelah diskusi panas dan negosiasi, Soekarno dan Hatta balik lagi ke Jakarta malam-malam. Mereka langsung ngerjain naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda—tentara Jepang yang justru bantu diam-diam. Yang ngetik? Sayuti Melik. Yang nyaksiin? Banyak tokoh penting, semua serius banget. Udah kayak bikin script film, tapi ini nyata dan epic.
Besok paginya, 17 Agustus 1945, proklamasi dibacain di rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56. Rumah ini dulunya milik orang Belanda, terus diambil alih Jepang, terus dikasih ke Soekarno, dan akhirnya dibeli Indonesia. Di sinilah sejarah dibuat. Sederhana banget, enggak pake mimbar megah, tapi semangatnya? Gede banget! Rakyat ngumpul, dengar pembacaan proklamasi yang akhirnya jadi tonggak berdirinya Indonesia.
Sejak saat itu, perjuangan belum selesai. Indonesia masih harus ngadepin Belanda lagi, lewat jalur diplomasi dan perlawanan. Tapi Proklamasi 17 Agustus 1945 udah jadi simbol bahwa bangsa ini berani berdiri sendiri. Oleh karena itu, tiap 17 Agustus, kita enggak cuma upacara doang. Kita mengenang perjuangan, dan ingat: kemerdekaan itu bukan hadiah—tapi hasil perjuangan yang enggak main-main.
Sumber:
Wikipedia
https://rri.co.id/lain-lain/323376/sejarah-singkat-78-tahun-indonesia-merdeka
Poster
Poster
Narasi Fiktif
Cerpen Kilat
Curahan Hati
Sebuah cerita inspiratif