Panggilan Hidup Membiara atau Selibat

Menyelami Cara Hidup Selibat

Hidup selibat adalah cara hidup dalam Gereja Katolik yang didasarkan pada keputusan pribadi seorang Katolik untuk hidup sendiri dan tidak menikah demi pengabdian kepada Allah dan pelayanan kepada sesama. Seperti halnya hidup perkawinan, hidup selibat merupakan sebuah panggilan Allah kepada orang beriman untuk menempuh cara hidup tersebut. Atas panggilan itu, seorang beriman membuat keputusan untuk hidup sendiri demi pengabdian kepada Allah dan pelayanan kepada sesama. Hidup selibat menuntut sebuah keputusan untuk memberikan penyerahan diri secara mutlak dan menyeluruh dari seseorang. Selain itu, cara hidup ini memerlukan rahmat Allah yang memampukan seseorang dalam menempuhnya. Cara hidup selibat ini seringkali juga dipahami dengan istilah hidup membiara atau hidup bakti. Hidup membiara atau hidup bakti adalah cara hidup yang dipilih oleh seorang Katolik untuk membaktikan diri sepenuhnya kepada Tuhan.

Hidup selibat atau hidup membiara dalam Gereja Katolik ditempuh melalui panggilan sebagai KLERUS dan RELIGIUS. Klerus adalah kelompok umat yang menerima Sakramen Tahbisan serta terdiri dari para diakon, imam, dan uskup; sedangkan Religius adalah kelompok umat yang mengucapkan Kaul Ketaatan, Kemiskinan, dan Kemurnian serta terdiri dari bruder dan suster. Mereka memiliki cara hidup yang khas dalam Gereja Katolik, berkumpul dan menjalani kehidupan bersama dalam suatu komunitas, menghayati semangat yang sama, melaksanakan doa dan ibadat untuk kepentingan Gereja Katolik, serta melaksanakan misi yang dimiliki oleh Gereja Katolik.

Inti hidup selibat adalah persatuan dan keakraban dengan Kristus. Bersatu dan akrab dengan Yesus berarti menerima pola hidup Yesus secara penuh dalam diri pribadi seseorang. Hidup selibat hanya terdiri dari satu cara, yaitu meneladan bentuk kehidupan Kristus sambil berusaha bersatu dan menyerupai hidupNya. Kehidupan selibat berciri pada penghayatan akan Tiga Nasehat Injil (Luk 18:28-30), yaitu Ketaatan, Kemiskinan, dan Kemurnian. Hal ini dinyatakan melalui pengucapan kaul. Kaul berarti janji suci yang diucapkan oleh seseorang di hadapan Allah dan Gereja. Kaul yang diucapkan bertujuan untuk membebaskan pikiran dan hati agar seorang yang selibat dapat mencintai Tuhan segenap hati dan melayani umat-Nya dengan pengabdian yang setulusnya. Dalam kehidupan seorang yang hidup selibat, ada 3 macam kaul:

  1. Kaul Ketaatan: janji atau sumpah setia untuk taat pada regula (peraturan) ordo atau kon-gregasi dan taat pada para superior (pembesar biara) yang merupakan wakil Tuhan.

  2. Kaul Kemiskinan: janji atau sumpah untuk merelakan kepemilikan atas harta duniawi dan saling berbagi dalam segala sesuatu, agar dapat menemukan “harta” di surga.

  3. Kaul Kemurnian: janji atau sumpah yang diucapkan secara bebas untuk mengabdikan seluruh hidup mereka kepada Tuhan, bebas dari ikatan pernikahan dan hidup berkeluarga.

Menempuh Cara Hidup Religius

Cara pertama yang digunakan untuk menghayati hidup selibat adalah menjadi seorang religius atau yang lebih dikenal dengan bruder atau suster. Untuk menjadi seorang religius, ada tahap-tahap yang perlu ditempuh dan ada syarat-syarat yang harus dipenuhi: 1) Usia minimal 17 tahun; 2) Memiliki pendidikan minimal setingkat SMA atau SMK; 3) Sudah menerima Sakramen Baptis dan Penguatan; dan 4) Menunjukkan status bebas yang diberikan oleh pastor paroki. Setelah mencari informasi tentang Ordo atau Kongregasi tertentu yang sesuai dengan minat, seseorang dapat melamar ke lembaga tersebut. Setelah diterima, calon akan mengalami masa pendidikan (postulat, novisiat, profes atau yuniorat) yang lamanya ditentukan oleh Ordo atau Kongregasi yang diikutinya. Sebelum menempuh masa profes dan yuniorat, seorang religius mengucapkan kaul sementara. Menandai keputusan finalnya, seorang religius mengucapkan kaul kekal. Setelah kaul kekal, seorang religius diterima secara penuh oleh Ordo atau Kongregasi yang diikutinya.

Seorang religius mengenakan pakaian kebiaraan yang disebut jubah biara. Seorang bruder berpakaian jubah panjang dileng-kapi kalung atau atribut lain yang menunjukkan kekhasan lembaga. Seorang suster memakai pakaian yang dilengkapi dengan kerudung dan atribut lain yang menunjukkan kekhasan lembaga.

Menyusuri Jalan Hidup Klerus

Selain menjadi religius, cara hidup selibat juga ditempuh dengan menjadi seorang klerus atau imam. Untuk menjadi seorang klerus, ada tahap-tahap yang perlu ditempuh dan ada syarat-syarat yang harus dipenuhi: 1) Lulus SMP/ SMA/ SMK; 2) Mendaftar ke Seminari Menengah; 3) Jika lulus SMP, masuk ke Kelas Persiapan Pertama (KPP) lalu SMA Seminari; 4) Jika lulus SMA/SMK, langsung masuk ke Kelas Persiapan Atas (KPA). Jika lulus SMP, pendidikan berlangsung 4 tahun. Jika lulus SMA/ SMK, masa pendidikan berlangsung 1 tahun. Jika lulus PT, langsung bisa mendaftar ke Seminari Tinggi. Di tingkat akhir Seminari Menengah, seminaris menentukan pilihan mau mengikuti Keuskupan atau Ordo tertentu. Seminaris lalu melamar ke Keuskupan atau Ordo yang diminati (solisitasi) melalui Seminari Tinggi. Setelah diterima, ada tahap pendidikan Tahun Rohani atau Novisiat dan mendapat predikat Frater. Setelah itu, seminaris belajar Filsafat dan setelah selesai, ditempuh Tahun Orientasi Pastoral (TOP) atau Kerasulan (TOK). Setelah selesai masa TOP/TOK, seorang frater menempuh pendidikan Teologi. Setelah pendidikan teologi, seorang frater masuk ke Program Profesi Imamat yang diakhiri dengan Ujian Ad Audiendas (ujian untuk pelayanan konseling dan pengakuan dosa). Jika lulus Ujian Ad Audiendas, seorang frater boleh mengajukan lamaran untuk me-nerima Tahbisan Diakon. Jabatan Diakon merupakan tahbisan pertama dalam jalan hidup imamat.

Kaum klerus memiliki kekhasan dalam penampilan. Atribut umum dalam imamat berupa jubah panjang. Selain jubah panjang, seorang tertahbis kadangkala memakai pakaian liturgi yang disebut alba. Di luar ibadat, seorang tertahbis mengenakan pakaian klerikal. Pakaian klerikal ini ditandai dengan collar putih yang terpasang pada bagian leher bagian depan. Selain itu, ada atribut khas lain yang dimiliki oleh kelompok klerus, yaitu zuchetto dan biretta.

Baju Klerikal

Baju Klerikal adalah pakaian non-liturgi yang dikenakan khusus oleh kaum tertahbis . Ini berbeda dari jubah karena tidak dikhususkan untuk pelayanan liturgi. Ciri pakaian ini adalah penggunaan kemeja dengan kerah klerus atau yang lazim disebut collar.

Alba

Alba adalah sehelai jubah linen putih yang panjangnya sampai mata kaki dan biasanya dilengkapi sehelai tali pengikat pinggang berwarna putih (single). Pakaian ini dikenakan oleh imam dalam perayaan liturgi jika ia tidak memakai jubah. Alba juga bisa dikenakan oleh petugas liturgi yang lain untuk kepentingan liturgi.

Jubah

Jubah adalah pakaian yang panjang sampai ke pergelangan kaki yang biasa dikenakan oleh kaum klerus dari Gereja Katolik Roma. Selain Gereja Katolik, pemakaian jubah juga lazim dilakukan di kalangan para pelayan umat di Gereja Ortodoks, Gereja Timur, Gereja Anglikan, Gereja Lutheran serta beberapa pejabat dari Gereja Presbiterian.

Zuchetto

Seorang tertahbis diperkenankan mengenakan zucchetto, penutup kepala bundar kecil yang dipakai oleh para klerus Gereja Katolik. Nama lain penutup kepala ini adalah pilus, pilos, pileus, pileolus, subbiretum, submitrale, soli deo, berettino, dan calotte. Keberadaan zucchetto yang merupakan turunan dari baret dimulai pada awal Abad Pertengahan sebagai penghangat kepala bagi biarawan yang saat itu harus dipotong botak.

Biretta

Melengkapi zucchetto, ada pula penutup kepala yang disebut biretta. Biretta adalah penutup kepala segi empat dengan tiga tanduk. Biretta dipakai oleh seluruh kalangan klerus, dari kardinal sampai diakon. Penggunaan biretta sangatlah ditekankan bagi Uskup dan Kardinal, namun tidak demikian bagi para imam dan diakon.

Masing-masing pakaian yang dikenakan oleh kelompok klerus memiliki warna khas: Hitam untuk Imam dan Diakon; Ungu untuk Uskup; Merah untuk Kardinal; dan Putih untuk Paus. Selain pakaian yang dikenakan secara umum, masing-masing tingkat jabatan klerus memiliki ciri khas berkenaan dengan penggunaan pakaian. Berikut ini akan dipaparkan beberapa kekhasan yang dimiliki oleh tingkatan-tingkatan klerikal tertentu.

Yang pertama akan dipaparkan adalah atribut yang digunakan oleh seorang diakon.

Dalmatik

Seorang diakon mengenakan pakaian khusus yang sering disebut Dalmatik, jubah berlengan lebar yang panjangnya kurang lebih selutut dihiasi dua garis memanjang ke bawah yang dihubungkan dengan garis melintang ke samping sehingga membentuk hiasan seperti tangga.

Stola

Selain dalmatik, seorang diakon juga berhak memakai stola yang dikenakan di atas bahu kirinya dan mengikat stola tersebut dengan tali jubah di bagian kanan dekat pinggang. Warna stola mengikuti warna masa liturgi yang sedang dirayakan.

Yang kedua akan dipaparkan adalah atribut yang digunakan oleh seorang imam.

Kasula

Kasula mengidentfikasi jabatan imamat dalam Perayaan Ekaristi dan dipakai untuk menutup jubah atau alba dan stola. Warna kasula yang dipakai disesuaikan dengan warna masa liturgi yang sedang dirayakan.

Stola

Imam memakai stola dengan cara menggantungkannya di leher dengan ujung-nya tergantung di depan badan. Warna stola yang dikenakan mengikuti warna liturgi pada masa yang sedang dirayakan.

Yang ketiga adalah atribut yang dikenakan oleh uskup. Yang membedakan pakaian uskup dengan pakaian imam adalah penggunaan mitra, tongkat gembala, salib dada, cincin keuskupan, serta atribut lain yang khas.

Mitra

Mitra adalah penutup kepala yang tinggi dan dapat dilipat, terdiri dari dua bagian yang sama (depan dan belakang) menjulang menuju satu puncak dan dikaitkan satu sama lain dengan jahitan di sisi-sisinya dilengkapi dua kain pendek yang tergantung di bagian belakang.

Tongkat Gembala

Tongkat gembala – yang disebut juga crozier, pastoral staff, paterissa, pósokh – adalah tongkat berhias berbentuk melengkung sebagai lambang jabatan yang yang menjadi simbol jabatan Uskup atau Rasul.

Cincin

Cincin merupakan atribut keuskupan yang diberikan pada saat pentahbisan dan menyatakan kesatuan mistik antara uskup dan gerejanya. Ada kebiasaan bahwa awam atau klerus yang tahbisannya berada di bawah uskup harus mencium cincin uskup. Tindakan semacam itu dilakukan semata-mata sebagai penghormatan.

Salib Dada

Sebagai kelengkapan Uskup, dikenakan pula salib dada yang digantungkan pada leher dengan tali atau rantai.

Mozetta

Jubah Uskup juga memiliki kekhususan karena ditambah dengan mozzetta. Mozzetta adalah mantel tanpa lengan seukuran siku yang menutupi bahu dan berkancing di depan dada. Mozetta dipakai di luar jubah atau rochet sebagai bagian dari pakaian klerus Gereja Katolik.


Pellegrina

Ada pula semacam mozzetta tetapi terbuka di depan, dipakai bersama jubah, entah terjahit atau terlepas yang disebut pellegrina. Penggunaan jubah dengan pellegrina menjadi tanda pakaian imam Katolik di Inggris, Wales, Skotlandia, Irlandia, Australia, dan Selandia Baru.

Manteletta

Mantelletta adalah kain sepanjang lutut tanpa lengan dan terbuka yang dikaitkan pada leher.

Ferraiolo

Ferraiolo (disebut juga ferraiuolo, ferraiolone) adalah mantel panjang yang dipakai di acara formal non liturgi. Mantel ini dipakai di atas atau di belakang bahu menutupi seluruh badan sampai tumit dan diikat dengan kain sempit di bagian depan.

Rochet

Rochet adalah pakaian putih mirip baju sepanjang lutut dengan bagian lengan yang lebih sempit serta memiliki keliman yang terbuat dari renda. Bagian bawah dan lengan pada rochet biasanya dihiasi dengan renda.

Yang keempat, akan dibahas adalah atribut kardinal. Pada prinsipnya, atribut kardinal hampir sama dengan atribut uskup. Hanya saja, atribut kardinal didominasi dengan warna merah. Yang seringkali membedakan antara jabatan uskup dan kardinal adalah pemakaian cincin. Paus menyucikan para kardinal baru dengan mengenakan cincin hadiah dalam jari kardinal terpilih. Kebanyakan kardinal hanya mengenakan cincin ini dan tidak mengenakan cincin lain. Model cincin bagi para kardnal yang akan dilantik ditentukan oleh Paus dan dapat berubah sesuai kehendak Paus.

Model Cincin Kardinal semasa Paus Yohanes Paulus II

Cincin yang digunakan oleh Paus Yohanes Paulus II untuk melantik para kardinal bergambar Yesus yang tersalib.

Model Cincin Kardinal semasa Paus Benediktus XVI

Cincin yang digunakan oleh Paus Benediktus XVI untuk melantik para kardinal bergambar Rasul Petrus dan Rasul Paulus dengan Bintang di atas mereka.

Yang terakhir dibahas adalah atribut Paus. Berikut ini adalah atribut yang biasanya digunakan oleh Paus dalam menjalankan tugas penggembalaan umat Katolik seluruh dunia.

Triregnum

Triregnum – tiara atau mahkota susun tiga – melambangkan tiga fungsi paus sebagai “gembala tertinggi”, “guru tertinggi” dan “imam tertinggi’. Beberapa paus akhir-akhir ini tidak mengenakan tiara namun tiara tetap menjadi simbol kepausan dan tidak pernah dihapuskan.

Tongkat Gembala

Tongkat gembala kepausan mempunyai puncak berbentuk salib. Hal ini mengikuti tradisi yang telah ada sebelum abad XIII.

Palium

Pallium merupakan pita lebar permanen yang dipakai mengelilingi leher di atas kasu-la. Bentuknya menyerupai kuk di sekitar leher, dada, dan bahu, mempunyai dua jumbai yang tergantung di depan dan belakang, serta dihiasi dengan enam salib. Mulai tahun 2005, Paus Be-nediktus XVI mulai mengenakan palium kepausan yang lebih lebar daripada palium biasa berhiaskan salib merah

Simbol Kunci Kerajaan Surga

Simbol Kunci Kerajaan Surga merupakan simbol yang diambil dari Kitab Suci (Mat 16) dan menyatakan kekuasaan Paus terhadap Gereja. Simbol ini digunakan untuk kepentingan kenegaraan Vatikan. Paus mengepalai sistem pemerintahan negara Vatikan. Dalam adminitrasi pemerintahan dunia, sistem pemerintahan negara Vatikan dikenal dengan nama Tahta Suci.

Cincin Sang Nelayan

Cincin Sang Nelayan merupakan cincin emas dihiasi gambar Santo Petrus sedang memegang jala dalam perahu. Gambaran ini dilingkari dengan nama Paus yang sedang menjabat. Cincin ini disebut juga Annulus Piscatoris atau Cincin Santo Petrus. Cincin Sang Nelayan ini digunakan untuk menyegel dokumen-dokumen yang ditandatangani Paus dari sekitar abad XIII sampai tahun 1842. Sekarang, cincin Paus tidak lagi dipakai untuk menyegel dokumen hanya sebagai lambang jabatan.

Umbracullum

Umbraculum adalah kanopi atau payung berwarna emas dan merah yang digunakan untuk memayungi Paus saat prosesi. Dulu dipakai untuk memayungi Paus setiap waktu. Sekarang dipakai sebagai simbol Gereja Katoik dan kekuasaan Paus atas Gereja Katolik. Umbraculum menjadi lambang masa kekosongan tahta kepausan. Lambang Kardinal Kamerlengo yang menjadi pimpinan sementara selama kekosongan tahta juga menggunakan lambang kunci bersilang yang berada di depan umbraculum.

Sedia Gestatoria

Sedia gestatoria merupakan kursi berhiaskan sutra pada lengannya dan diikatkan pada kolong di setiap sisinya sebagai tempat batang panjang yang akan dipikul oleh dua belas orang yang berjalan kaki (palafrenieri) yang berseragam merah. Penggunaan kursi ini disertai dua asisten pembawa flabella (kipas dari bulu burung onta) dan kanopi yang dibawa oleh delapan orang. Penggunaan flabella dihentikan oleh Paus Yohanes Paulus I. Penggunaan sedia gestatoria dengan cara dipanggul oleh para pembawa kursi ini dihentikan oleh Paus Yohanes Paulus II. Fungsi sedia gestatoria sekarang digantikan oleh mobil Paus.

Mobil Paus

Mobil Paus adalah nama tidak resmi yang diberikan kepada mobil dengan rancangan khusus yang digunakan oleh Sri Paus selama tampil secara publik di tempat terbuka. Mobil Paus dirancang supaya Sri Paus bisa terlihat ketika menyapa massa yang besar. Mobil Paus menggantikan fungsi sedia gestatoria.

Lambang Kegembalaan

Lambang kegembalaan merupakan simbol pribadi Paus untuk menandai masa jabatannya. Meskipun logo tersebut unik untuk masing-masing Paus, ada bagian-bagian yang sama dalam logo tersebut. Setiap logo Paus selalu berada di atas dua kunci saling menyilang di belakang perisai (satu kunci perak dan satu kunci emas diikat dengan pita merah) dan di atasnya selalu ada triregnum perak dengan tiga mahkota emas dan kain pendek merah. Pada pemilihan Paus Benediktus XVI pada tahun 2005 dan Paus Fransiskus pada tahun 2013, lambang kepausannya tidak menggunakan tiara kepausan dan digantikan dengan mitra dengan tiga garis horisontal. Yang masih dipertahankan adalah adanya kunci menyilang di belakang perisai.

Bendera Negara Vatikan

Sebagai kepala negara Vatikan, Paus juga berhak menggunakan bendera negara. Bendera itu berwarna kuning putih dengan lambang Tahta Suci di sebelah kanan pada bagian putih. Bendera ini pertama kali digunakan pada tahun 1808 dan kini dikibarkan di berbagai kantor milik Vatikan. Sebelumnya, bendera kepausan berwarna merah dan emas, warna tradisional lembaga kepausan.

Demikianlah penjelasan mengenai atribut-atribut khas yang digunakan untuk menandai bahwa seseorang menjalani panggilan hidup selibat.

Cara hidup selibat dalam Gereja Katolik memberikan sumbangan yang khas dalam kehidupan manusia. Sumbangan mereka adalah kesaksian hidup dan sikap kenabian dalam menegakkan nilai-nilai kemanusiaan yang selaras dengan nilai-nilai Kerajaan Allah. Kesaksian hidup mereka ingin mengingatkan pada seluruh umat manusia bahwa tujuan hidup manusia tidak terbatas pada hal-hal duniawi, tetapi juga menjangkau hal-hal yang ilahi. Kesaksian mereka menjadi tanda bahwa Tuhanlah yang menjadi tujuan hidup manusia. Secara nyata, mereka yang menghayati hidup selibat ini menjalankan kesaksian mereka melalui bidang-bidang yang berhubungan dengan kemanusiaan seperti pendidikan, sosial budaya, kesehatan, dan pastoral.

Pengayaan #5

Untuk lebih memberikan kekayaan wawasan mengenai materi ini, silakan kalian mengakses link berikut ini: https://intisari.grid.id/read/032025606/kisah-suster-lucy-agnes-putri-keluarga-bos-djarum-yang-menolak-hidup-mewah-dan-memilih-jadi-biarawati-berawal-dari-hal-yang-membuatnya-hampir-muntah-ini?page=all https://majalah.hidupkatolik.com/2016/07/31/779/bruder-andre-love-osb-tato-perjuangan-dan-panggilan/ https://www.hidupkatolik.com/2018/07/04/22992/pastor-paulus-nasib-suroto-tukang-bakso-jadi-pastor-tentara/ Kisah-kisah ini ingin menggambarkan bagaimana panggilan Tuhan bisa menyapa siapa saja, termasuk kalian. Semoga ada di antara kalian yang terpanggil untuk menjadi bruder, suster atau pastor.

Daftar Pustaka:

https://en.wikipedia.org/wiki/Biretta. Diakses 30 Juni 2020.

https://en.wikipedia.org/wiki/Camauro . Diakses 30 Juni 2020.

https://en.wikipedia.org/wiki/Chasuble . Diakses 30 Juni 2020.

https://en.wikipedia.org/wiki/Crosier . Diakses 30 Juni 2020.

https://en.wikipedia.org/wiki/Dalmatic . Diakses 30 Juni 2020.

https://en.wikipedia.org/wiki/Ecclesiastical_ring . Diakses 30 Juni 2020.

https://en.wikipedia.org/wiki/Ferraiolo . Diakses 26 Juni 2020.

https://en.wikipedia.org/wiki/Mantelletta . Diakses 30 Juni 2020.

https://en.wikipedia.org/wiki/Mitre . Diakses 30 Juni 2020.

https://en.wikipedia.org/wiki/Mozzetta . Diakses 30 Juni 2020.

https://en.wikipedia.org/wiki/Pectoral_cross . Diakses 30 Juni 2020.

https://en.wikipedia.org/wiki/Pope . Diakses 30 Juni 2020.

https://en.wikipedia.org/wiki/Popemobile. Diakses 30 Juni 2020.

https://en.wikipedia.org/wiki/Ring_of_the_Fisherman . Diakses 30 Juni 2020.

https://en.wikipedia.org/wiki/Rochet . Diakses 30 Juni 2020.

https://en.wikipedia.org/wiki/Sedia_gestatoria . Diakses 30 Juni 2020.

https://en.wikipedia.org/wiki/Stole_(vestment) . Diakses 30 Juni 2020.

https://en.wikipedia.org/wiki/Umbraculum . Diakses 30 Juni 2020.

https://en.wikipedia.org/wiki/Zucchetto . Diakses 30 Juni 2020.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti SMA/SMK Kelas XII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2015.

Paskalis Edwin dan Amandus Gabhe Jao, S.S. Membangun Komunitas, Pendidikan Agama Katolik untuk SMA Kelas XII. Malang: DIOMA. 2013.

Yoseph Kristianto, dkk. Menjadi Murid Yesus, Pendidikan Agama Katolik untuk SMA/K Kelas XII. Yogyakarta: Kanisius. 2010.