Panggilan Hidup Berkeluarga

Mengenali Panggilan Hidup Berkeluarga

Salah satu panggilan hidup yang dapat ditempuh dalam Gereja Katolik adalah panggilan hidup berkeluarga. Gereja Katolik secara tegas mengajarkan bahwa perkawinan Katolik adalah sakramen sehingga setiap pasangan suami istri harus menjaga kesucian perkawinan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa perkawinan Katolik memiliki sifat monogami dan tidak terceraikan, kecuali oleh maut, “karena apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia” (Mat 19:6). Sakramen Perkawinan sebagai akar pembentukan keluarga Katolik hendaknya dijaga kesuciannya, karena keluarga merupakan Gereja kecil atau Gereja mini yang dalam istilah resminya disebut ecclesia domestica.

Gereja kecil atau ecclesia domestica berarti bahwa keluarga-keluarga Kristiani merupakan pusat iman yang hidup, tempat pertama iman akan Kristus diwartakan dan sekolah pertama tentang doa, kebajikan-kebajikan dan cinta kasih Kristen (bdk. Katekismus Gereja Katolik no. 1656 dan 1666). Hal ini sejalan dengan yang diajarkan oleh Konsili Vatikan II, "Keluarga adalah semacam sekolah kemanusiaan yang kaya. Akan tetapi supaya kehidupan dan perutusan keluarga dapat mencapai kepenuhan, dituntut komunikasi batin yang baik, yang ikhlas dalam pendidikan anak. Kehadiran ayah yang aktif sangat menguntungkan pembinaan anak-anak, akan tetapi juga perawatan ibu di rumah, yang dibutuhkan anak-anak dan seterusnya" (Gaudium et Spes no. 52). Pedoman Pastoral Keluarga MAWI antara lain mengatakan, "Kita makin menginsyafi bahwa perkawinan itu persekutuan cinta antara pria dan wanita yang secara sadar dan bebas menyerahkan diri beserta segala kemampuannya untuk selamanya. Dalam penyerahan itu suami isteri berusaha makin saling menyempurnakan dan bantu membantu. Hanya dalam suasana hormat-menghormati dan saling menerima inilah, dalam keadaan manapun juga, persekutuan cinta itu dapat berkembang hingga tercapai kesatuan hati yang dicita-citakan" (lih. Pedoman Kerja Umat katolik Tahun 1975 no. 9).

Kita diajak untuk memahami makna hidup berkeluarga sebagai panggilan hidup dan dapat menghayati dalam hidup keluarga bersama orangtua serta sanak-saudara dalam keluarganya. Panggilan hidup berkeluarga memiliki tiga tahap persiapan: Jangka Panjang, Jangka Menengah, dan Jangka Pendek. Adapun penjelasan mengenai tahap-tahap tersebut dapat dipaparkan sebagai berikut:

  • Persiapan Jangka Panjang merupakan persiapan yang dimulai sejak kecil untuk mengenali kodrat, baik laki-laki maupun perempuan.

  • Persiapan Jangka Menengah merupakan persiapan yang terjadi sejak masa pacaran untuk mengenali antara cinta, nafsu, dan rasa tertarik.

  • Persiapan Jangka Pendek merupakan persiapan yang terjadi dalam masa tunangan untuk semakin memantapkan relasi terutama antar keluarga.

Menurut asal-usulnya, keluarga dapat dibedakan menjadi dua jenis: KELUARGA INTI dan KELUARGA LUAS. Keluarga Inti yang terdiri dari suami, istri, dan anak. Keluarga Luas yang ditarik atas dasar garis keturunan di atas keluarga aslinya dan meliputi hubungan antara paman, bibi, keluarga kakek, dan keluarga nenek. Keluarga inti perlu berinteraksi dengan keluarga luas yang terdiri dari orangtua, paman dan bibi, saudara sepupu, bahkan para tetangga. Dalam keluarga luas ini, mungkin ada anggota yang memerlukan pertolongan, atau sekurang-kurangnya persahabatan dan kasih sayang, atau penghiburan dalam kesusahan.

Dari perspektif ajaran iman Katolik, ada tiga makna keluarga, yaitu: a) Kesatuan Sosial; b) Sel Pembentuk Masyarakat; dan c) Wadah Pendidikan yang Pertama dan Utama.

Kesatuan Sosial

Keluarga merupakan kesatuan sosial karena keluarga menjadi tempat pertama berkumpulnya pribadi-pribadi manusia. Dalam keluarga, setiap orang mengenal kesatuan sosial untuk pertama kalinya dan menjadi tempat belajar bersosialisasi. "Keluarga, yang didasarkan pada cinta kasih serta dihidupkan olehnya merupakan persekutuan pribadi-pribadi: suami dan istri, orangtua dan anak-anak, sanak-saudara. Tugasnya yang pertama yakni: dengan setia menghayati kenyataan persekutuan, disertai usaha terus menerus untuk mengembangkan rukun hidup yang autentik antara pribadi-pribadi" (Familiaris Consortio no. 18)

Sel Pembentuk Masyarakat

Keluarga merupakan sel pembentuk masyarakat karena dalam pangkuan keluargalah para warga masyarakat dilahirkan. Masyarakat menjadi gelanggang latihan pertama bagi keutamaan-keutamaan sosial, yang merupakan prinsip penjiwaan untuk kehidupan serta perkembangan masyarakat sendiri. Dalam masyarakat, keluarga membuka diri bagi keluarga lain untuk bersama-sama berkontribusi dalam kehidupan. "Keluarga mempunyai ikatan vital dan organis dengan masyarakat, karena menjadi dasarnya, dan terus menerus mengembangkannya melalui peranan pengabdian kepada ke-hidupan. Dalam pangkuan keluargalah para warga masyarakat dilahirkan, di situ pula mereka menemukan gelanggang latihan pertama bagi keutamaan-keutamaan sosial, yang merupakan prinsip penjiwaan untuk kehidupan serta perkembangan masyarakat sendiri. Begitulah keluarga sama sekali tidak terkungkung dalam dirinya, melainkan menurut hakikat serta panggilannya terbuka bagi keluarga-keluarga lain dan bagi masyarakat, serta menjalankan peranan sosialnya" (Familiaris Consortio no. 42).

Wadah Pendidikan yang Pertama dan Utama

Keluarga menjadi wadah pendidikan yang pertama dan utama. Orangtua merupakan guru pertama bagi anak-anak. Hak maupun kewajiban orangtua untuk mendidik bersifat hakiki, asali, utama, serta tidak tergantikan dan tidak dapat diambil-alih, dan karena itu tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada orang-orang lain atau direbut oleh mereka. Konsili Vatikan II menyatakan, “Karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak- anak, terikat kewajiban amat berat untuk mendidik anak mereka. Maka orang tualah yang harus diakui sebagai pendidik mereka yang pertama dan utama. Begitu pentinglah tugas mendidik itu, sehingga bila diabaikan, sangat sukar pula dapat dilengkapi. Sebab merupakan kewajiban orang tua: menciptakan lingkungan keluarga, yang diliputi semangat bakti kepada Allah dan kasih sayang terhadap sesama sedemikian rupa, sehingga menunjang keutuhan pendidikan pribadi dan sosial anak-anak mereka. Maka keluarga itulah lingkungan pendidikan pertama keutamaan-keutamaan sosial, yang dibutuhkan oleh setiap masyarakat.” (Gravissimum Educationis no. 3).

Dokumen yang sama juga memaparkan empat tugas keluarga Katolik, yaitu: 1) Membentuk persekutuan antar pribadi, 2) Mengabdi kepada kehidupan, 3) Ikut serta dalam pengembangan masyarakat, dan 4) Ikut serta dalam kehidupan dan misi Gereja. Adapun penjelasannya dapat dipaparkan sebagai berikut:

  1. Membentuk Persekutuan Antar Pribadi: Peran keluarga untuk membentuk persekutuan orang- orang didasarkan pada cinta kasih. Tanpa cinta kasih, keluarga tidak dapat hidup dan berkembang. Dalam keluarga, cinta yang dimaksud adalah cinta antara suami dan istri, dan cinta antara setiap anggota keluarga, antara orang tua dan anak, antara kakak dan adik, dan cinta inilah yang menjadi jiwa bagi persekutuan itu.

  2. Mengabdi kepada Kehidupan: Peran keluarga untuk mengabdi kehidupan berakar dari penciptaan manusia menurut gambaran dan rupa Allah. Pengabdian kepada kehidupan melibatkan pemberian diri yang total dari suami istri untuk terbuka kepada keturunan. Di sini, pasangan suami istri bekerjasama dengan Allah dalam karya penciptaan-Nya untuk meluaskan keluarga-Nya. Namun, kerjasama ini tidak hanya berhenti dengan melahirkan saja, tetapi juga mendidik anak- anak baik secara moral maupun spiritual, sehingga nantinya anak- anak juga dapat meneruskannya kepada dunia sekitar mereka.

  3. Ikut Serta dalam Pengembangan Masyarakat: Peran keluarga untuk mengembangkan masyarakat didasarkan pada pemahaman bahwa keluarga merupakan sel pertama dan terpenting dalam masyarakat. Perlu disadari bahwa keluarga yang baik menghasilkan masyarakat yang baik. Keluarga merupakan tempat asal dan sarana untuk mewujudkan masyarakat yang semakin manusiawi, yang di dalamnya nilai- nilai kebajikan dipelihara, dilaksanakan dan diteruskan ke generasi berikutnya.

  4. Ikut Serta dalam Kehidupan dan Misi Gereja: Peran keluarga untuk mengambil bagian dalam misi Gereja berkaitan dengan tugas menyampaikan kasih Kristus kepada umat manusia. Keluarga mengambil bagian dalam misi kenabian dengan mewartakan sabda Tuhan, dan karena itu menjadi komunitas yang semakin percaya dan semakin merasul, dengan menjadikan Injil sebagai gaya hidup di dalamnya. Hanya dengan ketaatan iman, dan dalam terang iman, keluarga dapat mamahami dan mengagumi dengan rasa syukur yang mendalam, tentang martabat perkawinan dan keluarga yang begitu luhur, karena Allah berkenan menjadikannya sebagai gambaran akan tanda perjanjian antara Allah dan manusia, antara Kristus dengan Gereja-Nya.

Melihat pentingnya peran keluarga, Gereja Katolik tergerak untuk senantiasa mendukung dan mendampingi umat, terutama kaum muda agar dapat memahami makna panggilan hidup berkeluarga. Sampai saat ini, Gereja Katolik sudah menerbitkan dua dokumen khusus yang memuat ajaran seputar kehidupan berkeluarga, yaitu Familiaris Consortio yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1981 dan Amoris Laetitia yang dikeluarkan oleh Paus Fransiskus pada tahun 2016.

Pengayaan #2

Untuk lebih memberikan kekayaan wawasan mengenai materi ini, silakan kalian mengakses link berikut ini: https://www.hidupkatolik.com/2019/07/03/37715/pacaran-katolik/ tentang Pacaran Katolik, https://www.hidupkatolik.com/2019/06/02/36527/orientasi-pacaran/ tentang Orientasi Pacaran, https://www.hidupkatolik.com/2019/10/02/40141/keluarga-dan-tempat-pengudusan/ tentang Keluarga dan Tempat Pengudusan dan https://www.hidupkatolik.com/2017/07/29/10682/membangun-keluarga-bahagia-sejahtera/ tentang Membangun Keluarga Bahagia Sejahtera. Semoga ini memberikan gambaran sekilas mengenai panggilan hidup berkeluarga.

Daftar Pustaka:

Fransiskus. Amoris Laetitia (Terj.). Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia. 2017.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti SMA/SMK Kelas XII. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2015.

Stefanus Tay, MTS dan Ingrid Listiati, MTS . "Dengarlah Seruan dari Familiaris Consortio yang Telah Berumur 30 Tahun" dalam http://www.katolisitas.org/dengarlah-seruan-dari-familiaris-consortio-yang-telah-berumur-30-tahun/ Diakses 26 Juni 2020.

Yohanes Paulus II. Familiaris Consortio (Terj.). Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan Konferensi Waligereja Indonesia. 2011.

Yoseph Kristianto, dkk. Menjadi Murid Yesus, Pendidikan Agama Katolik untuk SMA/K Kelas XII. Yogyakarta: Kanisius. 2010.