Anak: “Bapak sama Ibu lagi sibuk nggak?”

Ibu: “Ibu juga lagi santai aja.”

Bapak: “Lagi santai aja juga nih, memangnya kenapa?”

Anak: “Gini, Pak besok kan aku les, kalau habis pulang les boleh langsung main?”

Bapak: “Memangnya kamu nggak ada PR dari sekolah?”

Anak: “ Ada, Pak, tapi sudah dikerjakan.”

Bapak: “Mau pergi kemana? Jauh ya?”

Anak: “Dekat kok. Cuma main ke rumah teman aja, Pak.”

Ibu: “Kamu main sama siapa aja?”

Anak: “Putri, Dinda, sama Vina, bu.”

Ibu: “Gimana, Pak, Dea boleh main sama temannya nggak?”

Anak: “Gimana Pak, Dea boleh main sama temen dea ‘kan?”

Bapak: “Iya, kamu boleh main sama teman kamu, tapi ingat pulangnya jangan malam-malam.”

Anak: “Oke, Pak. Nanti Dea pulangnya nggak sampai malam.”

Bapak: “Ingat ya, boleh main tapi jangan malam-malam.”

Ibu: “ Kalau main jangan sampai lupa makan.”

Anak: “Oke, Pak. Oke bu.”

Bapak: “Dea, kamu nggak tidur?”

Anak: “Iya, Pak, ini aku mau ke kamar langsung tidur. Selamat mlam.”

Bapak: “Selamat malam.”

Ibu: “Selamat tidur.”

Contoh Negosiasi Pengumpulan Tugas

Guru: “Selamat pagi, anak-anak

Para Siswa: “Selamat pagi, Pak.”

Guru: “Apakah kalian semua sudah mengerjakan PR?”

Steven: “Saya belum mengerjakan PR?”

Guru: “Kenapa kamu belum mengerjakan PR?”

Steven: “Saya lupa, Pak kalau hari ini ada pengumpulan tugas.”

Guru: “Terus kamu mau diberikan hukuman apa?”

Steven: “Tidak tahu, Pak.”

Guru: “Bagaimana kalau kamu dihukum dijemur di lapangan?”

Steven: “Jangan, Pak. Nanti saya kepanasan.”

Guru: “Itu kan salah kamu karena tidak mengerjakan PR.”

Steven: Iya, Pak, tapi apakah hukumannya bisa diganti saja?”

Guru: “Ya Sudah, bagaimana kalau kamu berdiri di depan kelas selama mata pelajaran Bapak?

Steven: “Waktunya tidak bisa dikurangi, Pak?”

Guru: “Tidak bisa!”

Steven: “Benar-benar tidak bisa kurang waktunya, Pak?”

Guru: “Tidak bisa!”

Steven: “Baik, Pak. Saya akan berdiri di depan kelas selama mata pelajaran Bapak.”

Guru: “Lain kali kamu jangan lupa mengumpulkan tugas ya.”

Steven: “Baik, Pak. Kedepannya saya akan mengumpulkan tugas.” 

Pihak Bank : Selamat siang, pak. Silakan duduk.

Pengusaha : Selamat siang. Ya, terimakasih. 

Pengusaha : Begini mbak. Saya mempunyai usaha-usaha furnitur. Saya ingin mengajukan proposal peminjaman uang.

Pihak Bank : Bisa saya lihat proposalnya?

Pengusaha : Silakan mbak.

Pengusaha : Usaha ini sudah turun temurun dari kakek saya. Saya berencana memperluas penjualan sampai luar negeri. Karena sudah ada permintaan dari luar negeri. 

Pihak Bank : Begini pak. Untuk proposal ini tidak ada masalah , cuma untuk  Rp 800.000.000,00 kami dari pihak bank tidak bisa memenuhinya. Pihak bank hanya sanggup memenuhi Rp 500.000.000,00 dengan bunga 5 %

Pengusaha : Tidak bisa tambah mbak? Saya yakin usaha ini akan sangat sukses.

Pihak Bank : Mungkin jika tambah sedikit bisa.

Pengusaha : Jika Rp 700.000.000,00 bagaimana mbak?

Pihak Bank : Maaf pak, kami maksimal hanya mampu menyediakan Rp 650.000.000,00

Pengusaha : Baiklah mbak Rp 650.000.000,00 tidak apa-apa. 

Pihak Bank : Silakan pak menunggu sebentar.

Pihak Bank : Ini pak uangnya Rp Rp 650.000.000,00 dengan bunga 5 %.

Pengusaha : Iya mbak. Terimakasih. Selamat siang.

Pihak Bank : Selamat siang.


Ayah : “Nak, ke sini. Ayah mau bicara.”

Anak : “Ada apa, Yah?”

Ayah : “Apa rencanamu ke depan setelah lulus SMP, Nak?”

Anak : “Oh, aku ingin masuk sekolah kejuruan, Yah.”

Ayah : “Kejuruan? Gak salah Nak? Kenapa gak ke SMA saja? Nanti kamu bisa kuliah dengan pilihan yang terbaik.”

Anak : “Aku ingin segera mengembangkan bakat mekanikku, Yah. Lagian setelah tamat SMK kan bisa kuliah juga.”

Ayah : “Iya, tapi nanti kamu akan kesulitan kalau mau kuliah karena jurusannya terbatas dan kemampuan akademiknya juga kurang siap. Jadi, ayah sarankan ke SMA saja, ya!”

Anak : “Waduh, ayah gimana sih. Emangnya Ayah yang mau sekolah? Lagian kalo nanti gak kuliah, aku langsung bisa kerja di perusahaan otomotif.”

Ayah : “Masa, zaman sekarang tidak kuliah? Apa kata orang?”

Anak : “Ayah tenang saja, semuanya sudah aku pikirkan. Ayah doakan saja biar aku mudah meraih cita-cita.”

Ayah : “Ya, sudahlah kalau itu mau kamu, tapi nanti malam kamu pikirkan lagi, ya.”

Anak : “Iya, yah.”